DIMENSI LAIN GUNUNG LAWU
JEJAKMISTERI - Awal cerita, malam itu Hasan dan Romi bertemu di sebuah tongkrongan tempat mereka ngopi di daerah Klaten Jawa Tengah, disitu mereka membahas rencana pendakian yang beberapa hari sebelumnya sudah mereka rencanakan.
Oh iya, mereka berdua ini bisa dibilang masih pemula dalam hal pendakian tapi, mereka tau apa yang harus dilakukan dan disiapkan ketika berada di sebuah gunung.
Setelah cukup membahas rencana pendakian yang akan dilakukan 2 hari kedepan mereka pulang dari tongkrongannya itu. Ke’esokan harinya Hasan coba menghubungi beberapa temannya untuk diajak mendaki ke gunung Lawu tapi, tidak ada satupun dari temannya Hasan yang mau ikut serta.
Hal yang asama juga dilakukan oleh Romi, dia mengajak beberapa temannya untuk ikut tapi hasilnya sama, tidak ada satupun dari temannya Romi yang mau ikut serta. Akhirnya daripada ribet megajak orang yang tidak mau mereka sepakat untuk berangkat ke gunung Lawu berdua saja.
Nah singkat cerita tibalah hari Selasa yaitu hari pemberangkatan,mereka berdua berkumpul dirumah Hasan dan pagi itu mereka berangkat dengan mengendarai motor, setelah menempuh kurang lebih 1,5 jam perjalanan sampailah mereka daerah Karanganyar di rumah kakaknya Hasan. Jadi Hasan ini punya kakak perempuan yang sudah menikah dan sekarang tinggal di Karanganyar.
Disitu mereka istirahat dulu untuk makan dan belanja logistik, setelah selesai dengan semua itu mereka berpamitan dengan kakaknya Hasan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke basecamp gunung Lawu via Candi Cetho.
Oh iya, baru pertama kalinya mereka ke gunung Lawu dan langsung melewati jalur Candi Cetho.
Kenapa tidak memilih jalur via Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang? Kan jalur itu yang lebih banyak dilalui pendaki dan rame?
Karena letak basecamp gunung Lawu via Candi Cetho ini jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal kakaknya Hasan hanya kurang lebih 45 menit dari rumah kakaknya tinggal, selain itu tujuan mereka juga agar nanti setelah naik gunung mereka bisa menginap dirumahnya kakaknya Hasan untuk istirahat.
Disisi lain mereka berdua juga tidak begitu mempercayai tentang hal-hal mistis karena bagi mereka adalah niat.
Setelah menempuh kurang lebih 45 menit perjalanan sampailah mereka di basecamp Cetho, sesampai disitu terlihat pendaki sangatlah sepi hanya ada beberapa saja itupun pendaki yang sudah turun.
Tanpa menghiraukan semua itu mereka bergegas mengurus ijin pendakian dan sesekali menyapa orang-orang yang ada di basecamp waktu itu,
“Mas, diatas rame nggak?”
“Rame mas, diatas masih banyak yang belum turun”, jawab salah satu pendaki yang sudah turun.
Mendengar jawaban itu mereka sedikit lega karena setidaknya mereka tidak berdua nanti kalau udah diatas.
Setelah selesai mengurus ijin mereka memulai pendakiannya tepat pada jam 2 siang. Di awal-awal perjalanan mereka takjub dengan pemandangan candi yang bersejarah dan tidak tau kenapa melihat candi itu bulu kuduk Hasan tiba-tiba berdiri, rasanya ada hawa yang beda aja di tempat itu.
Hasan tidak menghiraukan itu, dia terus berjalan dibelakang Romi. Setelah menempuh kurang lebih 1 jam perjalanan sampailah mereka berdua di pos 1. Sesampai disitu mereka break sebentar untuk berunding,
“Kita bermalam dimana Rom?”
“Jalan aja dulu ntar kalo sekiranya udah capek baru kita bermalam gimana?”.
Hasan menyetujui usul Romi disisi lain di pos 1 itu mereka masih dalam keada’an fit alias belum begitu capek, jadi disitu mereka hanya sekedar minum dan merokok kemudian kembali melanjutkan perjalanannya.
Di perjalanan menuju ke pos 2 itu sayup-sayup Hasan mendengar ada suara adzan. Awlanya Hasan mengira mungkin itu memang adzan Ashar dari bawah tapi setelah didengar lebih jelas lagi ternyata suara adzan itu bukan berasal dari bawah melainkan dari arah atas.
Mengetahui kalau ternyata suara adzan itu bersumber dari arah atas Hasan kaget, dia berfikir,
“Apa mungkin diatas ada mushola?”
Hasan pun berfikir seperti itu karena memang sebelumnya dia belum pernah mendaki kesini.
Di pertengahan perjalanan menuju ke pos 2 itu tiba-tiba kakinya Romi kram hingga memaksa mereka untuk berhenti sebentar dipinggir jalur, sambil berhenti Hasan membantu Romi untuk melemaskan otot kakinya, setelah dirasa cukup membaik Hasan bilang pada Romi,
“Tahan ya Rom, pos 2 sebentar lagi, kita istirahat disana aja”
Sambil berusaha berdiri Romi bilang pada Hasan,
“Sok tau, tau dari mana kalo pos 2 udah deket?”.
Hasan bilang seperti itu karena sebelumnya dia mendengar ada suara adzan dari atas dan mungkin suara adzan itu berasal dari pos 2. Setelah kakinya Romi udah cukup membaik mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan pelan.
Singkat cerita sampailah mereka di pos 2 kurang lebih jam setengah 5 sore, sesampai di pos 2 suasana terlihat sangat sepi tidak ada 1 pendakipun disitu.
Karena hari sudah sore dan untuk menghindari perjalanan malam mereka memutuskan untuk bermalam di pos 2.
Mereka mendirikan tenda di depan bangunan kayu tepat dibawah pohon yang cukup besar, setelah tenda sudah didirikan mereka mengeluarkan kompor untuk membuat kopi sambil menunggu malam tiba.
Ketika sedang asyik minum kopi sambil merokok Hasan teringat dengan suara adzan yang tadi didegarnya.
Tadi Hasan mengira kalau suara adzan itu berasal dari pos 2 ini dan mungkin di pos 2 ada mushola, tapi setelah mereka sampai di pos 2 itu ternyata tidak ada mushola yang dilihatnya, jangankan mushola orang lain pun tidak ada,
Disini Hasan berfikir,
“Kalo di pos 2 gak ada orang terus yang adzan tadi siapa?”.
Hasan tidak begitu memikirkan hal ini semakin jauh, dia mengira mungkin suara adzan tadi memang dari bawah dari pemukiman warga.
Ketika sedang memikirkan hal itu tiba-tiba sayup-sayup suara adzan itu terdengar lagi dari arah atas...
Mendengar itu Hasan bilang pada Romi,
“Rom diem dulu, dengerin, denger suara adzan gak?”
Mendengar itu Romi diam dan coba mendengarkan apa yang dikatakan Hasan, tapi Romi sama sekali tidak mendengar ada suara adzan, yang dia dengar hanya suara angin yang berhembus di hutan.
“Suara angin kali San, mana mungkin suara adzan kedengeran sampai kesini”, jawab Romi pada Hasan.
Ketika sedang membahas soal itu dari atas terlihat ada 1 orang yang sedang turun.
Tanpa berhenti di pos 2 orang itu bilang ke mereka berdua,
“Mas, jangan camp disini kesannya gak sopan!”, ucap pendaki itu sambil terus berjalan turun.
Mendengar ucapan dari orang tadi mereka berdua berfikir apa maksud perkataan orang itu, kenapa mereka tidak boleh camp di pos 2?
Hasan sedikit takut mendengar perkataan orang tadi hingga dia mengajak Romi untuk meninggalkan pos 2 tapi, Romi menegaskan pada Hasan,
“Gpp San tenang aja, yang penting niatnya kita kesini gak ada niatan jelek”
Tidak lama setelah itu ada 2 orang lagi dari arah atas yang sedang turun, sesampai 2 orang itu di pos 2 mereka menyapa Hasan dan Romi,
“Mau naik apa mau turun mas?”
“Kami mau naik mas” jawab Hasan.
“Wah kebetulan mumpung ada temennya kita ikut bermalam disini ya”
“Monggo silahkan”.
Dengan senang hati Hasan dan Romi mempersilahkan 2 pendaki itu untuk ikut bermalam di pos 2, lalu Hasan bertanya pada 2 pendaki itu,
“1 orang tadi temennya juga ya?”
“1 orang yang mana?”
“Tadi ada 1 orang yang jalan turun”
“Ooh bukan mas, dari atas kita cuma berdua, diatas sepi banget mangkanya kami mau turun aja”
Hasan dan Romi kemudian membantu 2 pendaki itu untuk mendirikan tenda, sambil mendirikan tenda mereka ngobrol mulai dari berkenalan hingga bertanya tempat tinggal.
Setelah tenda sudah berdiri mereka lanjut nongkrong sambil masak-masak makanan. Nah tepat masuk waktu isya’ suara adzan itu sayup-sayup terdengar lagi di telinganya Hasan dan itu terdengar dari arah atas dan ini sudah ketiga kalinya. Spontan Hasan bertanya pada 2 pendaki yang ikut camp disitu,
“Mas, diatas ada musholanya gak?”
“Kalo mushola gak ada mas, tapi kalo mau sholat bisa pakai matras buat alas”
Mendengar jawaban itu Hasan terdiam, sebenarnya dia sudah berfikir kalau suara adzan yang didengarnya sejak tadi itu adalah gaib, tapi Hasan berusaha untuk tidak berfikir kesana dia menganggap mungkin itu memang suara adzan dari bawah yang suaranya memantul hingga terdengar seperti diatas.
Karena malam semakin larut dan udara juga semakin dingin mereka memutuskan untuk istirahat kedalam tendanya masing-masing.
Nah malam itu ketika sedang tidur tiba-tiba Hasan merasa antara mimpi dan nyata, jadi waktu itu dia sedang berdiri di depan sebuah bangunan yang terbuat dari batu-bata kuno dan dibelakang bangunan itu ada sebuah pohon yang cukup besar menjulang tinggi.
Melihat semua itu Hasan heran dia sedang berada dimana, dia berjalan mendekati bangunan kuno itu, setelah didekati dia melihat-lihat keadaan sekitar dan seketika itu Hasan ingat sesuatu bahwa tempat dia berdiri itu tempat diamana dia ngecamp di pos 2.
Hasan semakin mendekat ke bangunan kuno itu, sesampai disitu dia melihat temannya yang bernama Romi sedang tidur di halaman bangunan kuno tersebut.
Lalu tiba-tiba dari belakang datanglah seorang laki-laki tua bersorban dan orang tersebut mengajak Hasan untuk berjalan meninggalkan bangunan kuno tersebut.
Tanpa ada rasa takut dan tanpa ingin tau mau kemana Hasan ikut berjalan bersama laki-laki bersorban itu, setelah cukup jauh berjalan tibalah dia di sebuah perkampungan diantara perbukitan yang cukup tinggi, kebanyakan rumah penduduknya terbuat dari kayu dan kendara’an yang digunakan di perkampungan itu adalah kuda, jadi seringkali dia melihat orang mengendarai kuda kesana kemari.
Sesampai di perkampungan itu Hasan tidak melihat keberada’an laki-laki bersorban tadi, kemudian Hasan berjalan menyusuri perkampungan itu dan ketika sedang berjalan itu ada 1 orang laki-laki yang menawarinya untuk mampir di rumahnya, tanpa keberatan Hasan mampir ke salah satu rumah kayu tersebut, sesampai disitu pemilik rumah memberi Hasan air minum dari kendi kecil.
Setelah meminum air dari kendi itu laki-laki itu bertanya pada Hasan,
“Kowe teko ngendi le? Mrene karo sopo?” (Kamu dari mana nak? Kesini sama siapa?)
“Saya tadi sama kakek-kakek bersorban putih pak tapi sekarang saya tidak tau dia dimana?”
“Yo uwes, dientekno sik banyune ben seger” (Yaudah dihabiskan dulu airnya biar seger)
Setelah menghabiskan air dari kendi itu dari kejauhan Hasan melihat laki-laki bersorban putih tadi sedang melambaikan tangannya kepada Hasan seolah-olah dia memanggil Hasan.
Melihat itu Hasan berpamitan dengan laki-laki penghuni rumah itu dan tidak pula berterima kasih karena sudah memberinya air minum.
Dia berjalan mendekat ke laki-laki bersorban itu, sesampai disitu beliau mengajak Hasan untuk berjalan entah kemana.
Anehnya tanpa ada rasa ingin tahu mau diajak kemana Hasan hanya menurut dan berjalan mengikuti laki-laki itu menyusuri perkampungan, sambil berjalan itu Hasan melihat-lihat sekitar yang terdapat beberapa orang sedang beraktifitas, ada yang sedang menggendong anaknya, ada yang sedang mencangkul dll. Layaknya di sebuah perkampungan.
Setelah cukup lama berjalan dan karena terlalu fokus melihat keadaan sekitar laki-laki yang bersama Hasan itu tiba-tiba hilang tanpa sepengetahuannya.
Hasan hanya terus berjalan hingga akhirnya dia sampai di sebuah keramaian dengan banyak orang yang berjualan.
Dari banyaknya orang yang berjualan itu ada 1 penjual yang membuat Hasan tertarik untuk melihat dagangannya, penjual itu adalah kakek tua dan barang yang dijual itu adalah benda-benda antik, ada lampu kuno, ada congklak yang terbuat dari kayu dll.
Setelah didekati penjual itu bertanya pada Hasan,
“Arep tumbas opo le?” (Mau beli apa nak?)
“Ooh enggak pak saya cuma mau lihat-lihat aja”
Lalu pandangan Hasan tertuju pada satu benda yang ada disitu.
Dipeganglah benda itu oleh Hasan kemudian dilihat-lihat setelah dilihat-lihat ternyata benda ini adalah cerutu rokok dan cerutu itu mirip sekali seperti tanduk hanya saja ukurannya kecil.
Hasan sedikit tertarik dengan benda itu, dia ingin menanyakan harga dari benda itu pada penjualnya tapi mengingat waktu itu Hasan tidak membawa uang sepeserpun jadi dia tidak jadi menanyakan.
Melihat Hasan yang sepertinya tertarik dengan benda itu dengan ikhlas kakek penjual itu memberikan benda itu kepada Hasan tapi Hasan menolak karena dia merasa tidak pantas menerima pemberian itu.
Kemudian Hasan meninggalkan kakek itu dan dagangannya, ketika sedang berjalan dari kejauhan Hasan melihat laki-laki bersorban itu sedang melambaikan tangannya memanggil Hasan dan kejadian yang sama terulang kembali.
Hasan ikut berjalan bersama laki-laki itu lagi hingga sampailah dia di sebuah perkampungan lain yang kebanyakan rumah penduduknya terbuat dari batu bata kuno.
Hasan benar-benar takjub melihat pemandangan kampung ini ketika dia sedang asyik lihat-lihat pemandangan sekitar sayup-sayup dari kejauhan dia mendengar ada suara adzan.
Seiring suara adzan itu berkumandang kabut tebal tiba-tiba menutupi pandangan Hasan disusul dengan langit yang tiba-tiba menjadi gelap hingga Hasan tidak bisa melihat apa-apa dan disaat yang bersamaan Hasan merasakan dingin di sekujur tubuhnya hingga dia tidak bisa bergerak.
Tidak lama kemudian yang ada dalam pandangan Hasan kali ini adalah sebuah cahaya berwarna kuning.
Setelah diperhatikan ternyata waktu itu Hasan sedang berada didalam tendanya, dan cahaya kuning itu adalah cahaya senter yang sebelumnya digantung diatap tendanya.
Setelah sadar itu Hasan hanya tercengang memikirkan kejadian yang dialami barusan, rasanya seperti nyata atau hanya sebatas mimpi?
Masih dalam posisi tidurnya dia melihat jam yang sudah menunjukan pukul 4 pagi, karena tidak ingin terus kepikiran tentang apa yang dialaminya barusan dia keluar tenda untuk membuat kopi, ketika sedang diluar tenda dia ingat sesuatu bahwa tempat dia ngecamp ini tadi dia melihat ada bangunan yang terbuat dari batu bata kuno persis dengan pohon besar sebelah tendanya berdiri.
Tidak lama kemudian terlihat salah satu pendaki sebelah sudah bangun,
“Udah bangun mas?” ucap pendaki itu ada Hasan.
“Iya mas, monggo ngopi dulu” jawab Hasan.
Satu pendaki itu ikut bergabung dengan Hasan untuk membuat kopi dan singkat cerita pagipun tiba, sekitar jam setengah 6 pagi Romi dan satu pendaki lain bangun, setelah mereka bangun mereka masak untuk sarapan, setelah selesai dengan semua itu 2 pendaki itu pamit untuk melanjutkan perjalanan turun.
Hasan dan Romi pun berkemas untuk melanjutkan perjalanan naik, ketika akan berjalan meninggalkan pos 2 Hasan teringat lagi tentang kejadian yang semalam dialaminya dan Hasan menganggapnya itu hanyalah mimpi.
Perjalanan kembali dilanjutkan sekitar pukul 7 pagi, pos demi pos pun mereka lewati hingga sampailah mereka di area yang dinamakan Bulak Peperangan.
Sesampai di Bulak Peperangan Hasan tersentak karena sepertinya dia sudah pernah berada disini sebelumnya.
Hasan yang sudah melupakan tentang mimpinya semalam sesampai di Bulak Peperangan dia teringat lagi bahwa ini adalah sebuah perkampungan dengan rumah kayu tapi yang terlihat sekarang tempat ini hanya berupa tanah kosong dengan.
Ketika sedang berjalan melewati area itu di pertengahan dia ingat bahwa dititik ini dia ditawari laki-laki untuk mampir dan memberinya air minum.
Melihat Hasan yang sepertinya gelisah Romi bertanya,
“San, kamu kenapa kok keliatan bingung gitu?”
“Eh gpp Rom, keren aja tempat ini” jawab Hasan yang tidak ingin mengatakan apa yang dirasakan itu kepada Romi.
Singkat cerita sampailah mereka di Gupakan Menjangan sekitar pukul 4 sore, sesampai disitu terlihat sangat sepi tidak ada 1 pendakipun yang ngecamp, disitu mereka istirahat, sambil merokok mereka berunding mau bermalam disini atau gimana.
Melihat waktu itu di Gupakan Menjangan sangat sepi Hasan memberi saran untuk berjalan lagi menuju ke Hargo Dalem dan bermalam disana, karena menurut Hasan di Hargo Dalem bisa mereka bisa bertemu dengan pendaki lain.
Mendengar saran dari Hasan Romi bilang,
“Kamu tau darimana kalau di Hargo Dalem rame?”
“Ya feeling aja sih”
Hasan memberi saran seperti itu karena sebelumnya dalam mimpinya itu disana adalah sebuah perkampungan jadi kemungkinan disana akan banyak orang.
Mengingat hari masih sore akhirnya mereka memutuskan untuk lanjut berjalan lagi menuju ke Hargo Dalem sebelum gelap.
Di perjalanan menuju ke Hargo Dalem itu tepatnya di area Pasar Dieng, Hasan teringat lagi bahwa di dalam pandangannya sebelumnya tempat ini ramai oleh penjual dan di tempat ini Hasan sempat ditawari cerutu oleh orang tua penjual benda antik.
Melihat semua kejadian ini Hasan yakin kalau yang dilihat sebelumnya itu bukan mimpi tapi entah apa karena itu semua menggambarkan tempat yang sama.
Singkat cerita sampailah mereka di Hargo Dalem tepat masuk waktu maghrib, mereka segera mencari tempat untuk mendirikan tendanya karena malam itu mereka akan bermalam di Hargo Dalem dan malam itu di Hargo Dalem lumayan rame oleh pendaki lain, karena pendaki yang naik via Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang semua bisa bertemu disitu.
Malam itu di tenda Hasan coba menceritakan tentang apa yang dialaminya itu kepada Romi bahwasanya selama dia berjalan hingga sampai di Hargo Dalem ini dia sudah melihat gambarannya tapi dari dimensi yang beda.
Mendengar itu Romi antara percaya dan tidak karena itu sangat tidak masuk di akal. Jangankan Romi Hasan sendiri yang mengalaminya pun antara percaya dan tidak tapi mau tidak percaya bagaimana itu semua benar terjadi bahwa apa yang dilihat Hasan itu menggambarkan tempat yang sama hanya saja benda suasana.
Akhirnya Romi memberi saran pada Hasan agar jangan terlalu memikirkan soal itu dan dia juga berharap agar tidak terjadi sesuatu selama berada di gunung ini.
Malam itu mereka tidur dengan nyenyak dam singkat cerita ke’esokan harinya sekitar jam 5 pagi mereka bangun untuk melanjutkan perjalanan menuju ke puncak gunung Lawu.
Sesampai di puncak mereka sangat senang dengan pemandangan yang dilihatnya, setelah puas di puncak mereka kembali turun ke Hargo Dalem.
Nah di perjalanan turun dari atas Hasan bisa melihat Hargo Dalem dan dia flashback lagi kalau itu sama persis dengan perkampungan yang terakhir dilihatnya yaitu perkampungan yang kebanyakan bangunannya terbuat dari batu bata kuno.
Disini Hasan semakin yakin lagi kalau yang dilihat sebelumnya itu memang bukan mimpi dan dari sini juga Hasan percaya bahwa gunung Lawu memang menyimpan kisah misteri tersendiri.
Singkat cerita sampailah mereka kembali di Hargo Dalem, setelah istirahat sebentar mereka berkemas dan akan melanjutkan perjalanan turun siang itu juga.
Di perjalanan turun sesekali mereka bersimpangan dengan pendaki yang akan naik dan tidak lupa untuk bertutur sapa dengan mereka.
Sesampainya kembali di basecamp mereka istirahat sebentar kemudian lanjut berjalan pulang kerumah kakaknya Hasan di Karanganyar untuk bermalam lagi disana baru ke’esokan harinya mereka kembali pulang ke Klaten.
~SEKIAN~