Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH MISTIS PENCARI BELUT


JEJAKMISTERI - Sipp.. semua sudah siap.
Senter sudah dicharge 10 jam, pedang tumpul siap, wadah siap, air minum oke, rokok sudah dibungkus plastik.

Oke... siap tempur nih.
Lihat jam? Pukul 21.00 lewat sedikit. Saatnya berangkat. Sebelumnya minum kopi yang tinggal setengah gelas dan... berangkaattt...

Berjalan 1 menit, sampailah aku di sawah sebelah barat desa. Memandang lepas, banyak sinar senter di tengah sawah. Wah... bisa nggak kebagian belut kalo ga buru-buru nih.

Aku segera menyalakan senter, masuk ke sawah pertama. Lumayan, dapat 2 ekor belut sebesar jempol tangan. Sudah terbayang kalau mendapat banyak belut, bakal aku goreng lalu aku sayur dengan bumbu pedas. Dengan sedikit santan, pasti nikmat... hmm.. yummy.

Aku berpindah ke sawah-sawah berikutnya. Kadang dapat seekor dua ekor. Ada yang besar dan kecil.
Tak terasa, aku semakin jauh dari desa. Ga terlalu jauh sih, cuman 5 menit kalau jalan biasa. Dan aku melewati dekat gerumbul pohon di tengah sawah. Konon, dulunya itu adalah kuburan jaman kuno, tapi sekarang sudah berubah menjadi ladang.
Aku tak merasakan keanehan apapun saat melewatinya, padahal banyak yang mengabarkan bahwa tempat itu angker.

Aku terus saja berjalan mencari belut.
Setelah agak jauh dari gerumbulan pohon itu, baru terjadi keanehan.
Sawah-sawah yang aku lewati semuanya penuh dengan air. Tapi aku belum merasa aneh.
Aku pikir, paling saluran air ada yang membuka, sehingga sawah-sawah terendam air.
Karena pemikiran itu, aku pindah menuju sawah yang posisinya agak tinggi, dengan harapan belum tergenang air.

Sekian lama aku berjalan, belum juga melihat sawah yang tidak tergenang air. Aku mulai merasa aneh. Kok bisa air datang secepat ini? Ga biasanya kayak gini.

Sejauh jangkauan cahaya senter, air melulu. Busyet... gimana mau dapat belut kalau air melulu.

Kucoba mengitarkan pandangan. Sejauh mata memandang, tak ada kulihat lampu senter para pencari belut yang lain.

Lah... pada kemana orang-orang yang cari belut tadi?
Rasa takut mulai menghantuiku.
Pengin segera pulang, tapi ini di tengah persawahan.

Tapi rasa takut sudah merajai hati...
Maka aku menentukan arah.
Nah... itu dia. Ada cahaya lampu di pinggir desa.

Dengan tergesa, aku bergegas menuju lampu yang terlihat di kejauhan.
Tapi... kok ga sampai-sampai ya? Perasaan aku belum jauh dari desa.
Akhirnya, sampailah aku di tempat lampu itu. Ternyata itu lampu rumah penduduk. Tapi rumah siapa ya? Kok rasanya ini bukan di desaku.
Kebetulan, ada seorang laki-laki yang sedang berjalan dengan membawa senter.

Akupun bertanya padanya.
Ternyata...

***

Ternyata aku nyasar di desa yang jauh dari desaku.
Makanya lama banget berjalannya.
Setelah aku menceritakan pengalamanku kepada bapak itu, dengan senang hati beliau mau mengantarku pulang dengan sepeda motornya.
Akhirnya sampai di rumah juga. Bajuku sudah basah semua dengan keringat.. Aku benar-banar takut malam itu.

Tapi dasar bandel, malam-malam berikutnya tetap saja aku mencari belut lagi. Cuma karena masih trauma, aku mengajak temanku.
Ga apalah walau hasil mencari belut harus dibagi dua.

**

Malam ini, temanku ga bisa nemenin karena capek habis bekerja di sawah.
Akhirnya aku berangkat sendiri. Pukul 21.30 aku berangkat.
Pikirku, asal aku menhindari tempat kemarin, pasti ga akan terjadi apa-apa.
Lagipula, kulihat banyak orang yang mencari belut.

Dari posisi favorit sebelah barat desa, aku mulai mencari belut. Terus jalan ke barat sambil tak lupa tengak-tengok melihat cahaya senter pencari belut lainnya. Selama masih ada, aku merasa tenang.

Saat mulai mendekati gerumbul pohon di tengah sawah, aku berbelok ke utara supaya tidak melewati tempat itu.
Wah... aman pikirku. Dengan tenang aku mencari belut lagi.
Tak terasa, aku sudah mendekati jalan penghubung antar desa, yang waktu itu masih jelek kondisinya. Kira-kira masih 4 kotak sawah lagi, aku akan sampai jalan itu lalu pulang.

Aku terus mencari belut dengan menunduk. Saat memandang ke depan... wah tinggal 3 kotak sawah lagi.
Kembali aku sibuk mencari belut dengan mengelilingi tiap sawah.
Weits... apa ini? Belut kok belang-belang hitam putih.
Aku langsung sadar, wah..pasti ular weling ini.
Kutengok kanan kiri, kepalanya kira-kira ada di mana. Soalnya ular ini suka mengejar kalau melihat cahaya.

Whaattt... eh bujug. Ular beneran nih? Kok panjang banget.
Selebar 1 kotak sawah yang lebarnya kira-kira 15 meter.
Ada ular sepanjang itu?
Aku soroti dengan cahaya senter... mana kepalanya, mana ekornya?
Waduh... gimana ini? Mau pulang malah ketemu ginian.
Kulihat sekeliling, cuma gelap. Ada lampu senter, tapi jauh banget.
Akhirnya, di tengah ketakutanku, aku berkata:

"Mbah, maaf cucumu cuma cari belut. Jangan diganggu ya Mbah"

Seolah mengerti apa yang kuucapkan, ular itu bergerak pergi.
Agak lama, baru kelihatan ekornya.
Aku ga liat kepalanya ada di mana...
Setelah ular itu pergi, aku buru-buru pulang ke rumah.
Jantung masih berdebar ga karuan..
Alhamdulillah masih diberi selamat...

**

Di lain hari, aku cari belut lagi. Ganti posisi di Timur desa, biar ga ada gangguan lagi. Males kalo mesti sport jantung lagi...
Selepas tengah malam, aku berangkat dan ada kejadian lagi ternyata..

***

Malam ini aku mencari belut di timur desa. Walaupun tempatnya lebih serem sebenarnya, Lagipula sawah di timut desa tidak terlalu luas.
Hanya saja, untuk menhindari gangguan seperti hari-hari yang lalu, aku memutuskan untuk pindah tempat nyuluh (mencari belut)
Karena banyak pencari belut, maka aku memutuskan berangkat jam 01.30 pagi. Supaya keadaan agak sepi dan belut sudah kenyang. Kalau mencari belut selepas maghrib, belut masih jarah atau sulit untuk ditangkap karena masih gesit.

**

Aku mulai dari pinggir desa, dan mulai mencari belut dengan asiknya.
Aku sendiri heran waktu mau berangkat ada sedikit rasa takut, tapi setelah di sawah, hilang semua rasa takut itu. Hilang tak berbekas.

Sedang asiknya mencari belut, tiba-tiba ada bau yang mengganggu.
Hidungku membaui bau kemenyan yang dibakar. Siapa sih malam-malam di sawah merokok klembak menyan? pikirku.

Ah... paling orang ronda lewat.
Akhirnya aku cuek lagi. Dah biasa bau rokok menyan. Tapi, semakin ke depan, bau kemenyan itu semakin menguat.
Masak ada orang merokok di tengah sawah malam-malam begini. Atau orang yang cari belut sambil merokok?
Kuedarkan pandangan ke sekelilingku. Ada cahaya senter di sana, tapi jauh banget.

Ga mungkin orang itu yang merokok. Baunya terlalu dekat.
Masih penasaran ditambah agak takut, kuarahkan cahaya senter berkeliling...
Ga ada orang satupun. Ah sudahlah...
Lanjut cari belut lagi aja.

Aku pindah ke kotak sawah yang lain. Bau itu masih tercium dan semakin keras tercium.
Tak lama disusul dengan suara

HOSH.... HOSH...

Seperti suara ular cobra yang menyemburkan bisa.
Nah ini yang aku takuti. Aku paling takut dengan ular, apalagi yang berbisa.
Segera kusorotkan lampu senter ke arah sura itu...

Sepertinya dari pojokan sawah itu deh...
Saat cahaya lampu senter menyorot, tampaklah sesuatu yang membuatku gemetar ketakutan.

***

Ternyata ada sesajen di pojokan sawah. Saya baru ingat, ini malam jumat kliwon.
Kadang masih ada orang yang naruh sesajen di pematang sawah yang dianggap angker.

Tapi kalau cuma sesajen mah, ga bakalan bikin aku gemetaran.
Tapi ada yang melingkari sesajen itu.

Kalau agan nebak ular, iya betul.
Tapi ular yang sangat besar gan, dan di kepalanya ada jenggernya jadi mirip mahkota.

Tahu jengger? Yang ada di kepala ayam jago itu lho.

Ular besar itu melingkari sesajen dengan matanya yang merah menatapku. Jelas aku takut.
Dengan gemetar aku baca doa yang aku bisa sambil mejamkan mata. Waktu aku buka mata lagi... JRENNGG...
Ularnya masih di situ aja. Waduh gimana nih?
Aku coba bicara dalam hati.

"Numpang lewat Mbah"

Lalu pelan-pelan aku lewat dan pergi. Ga berani menengok ke belakang. Terpaut dua kotak sawah, aku melihat banyak belut di situ.

Naluri pemburu belut tergugah...
Lupa dengan peristiwa barusan, aku asik menangkap belut satu persatu. Di satu kotak sawah itu, mungkin dapat setengah kilo lebih.

Dasar manusia, adanya rasa serakah, sudah dapat banyak masih kurang.
Aku lanjut cari belut lagi. Baru beberapa menit mencari, ada bau harum mengganggu hidungku.
Harun bunga melati ini sih.
Seketika bulu kuduk meremang dengan dahsyat..

Aku diam terpaku, ga berani liat kanan kiri.
Aku coba berjalan lagi, bau harum itu mengikuti.

Kali ini ditingkahi dengan suara ketawa yang merdu sekali...

Tanpa ba bi bu, langsung saja ga pake tengok kanan kiri. Suara ketawa itu mengiringi lariku yang kayak celeng. Tabrak semua yang di depan. Sampai di tengah desa, baru aku berhenti dengan nafas senin kamis, ngos-ngosan.
SEKIAN


close