Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mabuk Agama: Akhir yang Tragis (Tamat)


CeritaRakyat - “Ki kalo mau tidur, aku sudah siapkan di pojok sana yah, aku tidur duluan ingin mengisi ulang tenaga supaya subuh nanti kembali fit,” ucap Barseso yang tak dijawab sama sekali oleh iblis.

Barseso pun beranjak tidur sebentar dengan maksud supaya subuh nanti ia bangun untuk melakukan ibadahnya kembali. Singkat cerita waktu sudah menunjukkan subuh yang ditandai dengan kokokan ayam jantan, mungkin saat itu kisaran pukul 03:30 dini hari lah,

Barseso bangun dari tidurnya dan menuju kamar mandi untuk bersuci. Namun, di tengah perjalanan ia menuju kamar mandi yang terletak di luar gubuk, ia dikejutkan dengan sang iblis yang masih dengan posisi yang sama.

Barseso seperti habis akal, dilihat olehnya dari sudut manapun, manusia yang ia lihat di dekatnya tersebut memiliki keteguhan yang luar biasa soal ibadah. Pada saat itu ia segera berlari ke kamar mandi dan bersuci untuk beribadah kembali karena merasa ada yang lebih taat dibandingan dirinya.

Singkat waktu, di hari yang entah ke berapa ada yang mengatakan mingguan bahkan bulanan, Barseso merasa menyerah dan hendak menanyakan ke si kiyai jadi-jadian soal rahasia di balik keteguhannya dalam beribadah.

“Ki, maaf mengganggu, boleh saya bicara sebentar,?” pinta Barseso sambil menepuk halus pundak sang iblis.

Iblis membuka matanya dan sedikit tersenyum kepada Barseso

“Iya ki ada apa gerangan?” tanya iblis yang sebenarnya ia sudah mengetahui apa yang hendak dibicarakan Barseso.

“Aku sudah puluhan tahun beribadah kepada Allah dengan semampuku, akan tetapi jujur saja aku tidak bisa beribadah sepertimu yang sangat luar biasa, apa rahasianya agar aku bisa seteguh dirimu?” tanya Barsiso kepada ki Satib.

“Mudah saja ki, semua yang aku lakukan saat ini adalah semata-mata untuk menebus dosa yang sangat besar yang telah kuperbuat di masa lalu,”

“Maksudnya?” tanya kembali Barsiso

“Untuk bisa beribadah dengan teguh, kamu harus berbuat dosa yang sangat besar terlebih dahulu, apakah kau pernah melakukan dosa?” tanya balik ki Satib

“Rasanya aku tidak punya dosa yang besar ki, memang dosa seperti apa yang harus kulakukan agar bisa beribadah sepertimu?” barsiso semakin penasaran.

“Baiklah, sebaiknya kau membunuh seseorang,” perintah satib.

Nah mendengar perintah dari Ki Satib itu, tentu saja naluri Barsiso langsung menolaknya mentah-mentah. Barsiso kala itu masih berpegang teguh dengan prinsipnya, ia menganggap membunuh orang itu adalah dosa yang keji.

“Tidak! apa-apaan itu, aku tak mau melakukannya!” bantah Barsiso.

“Hmmm, kalau begitu memperkosa perempuan saja bagaimana?,” lanjut Satib.

“Waduh apalagi itu Ki, mau ditaruh di mana wajah saya nanti di hadapan Allah dan masyarakat,” bantah lagi dari Barsiso

“Ohh, kalo begitu coba kau meminum arak (khamar), tak usah banyak-banyak hanya 2 sampai 3 tegukan saja bagaimana, ini terlihat kecil rasanya,” ujar Satib.

“Meminum arak ya ki?, hmmm kalo itu sepertinya bisa aku lakukan, kira-kira di mana aku bisa mendapatkan arak tersebut ki?” Barsiso menyanggupi tawaran ki Satib.

“Baiklah, kau bisa membelinya di sebuah warung minuman yang ada di seberang jalan sana!” perintah Satib aka Petinggi Iblis yang kemudian langsung dilakukan oleh Barsiso.

Singkat cerita Barsiso berjalan ke warung minuman yang berada di sebrang jalan kampung Sauri, agak jauh memang dan memasuki perbatasan dengan kampung sebelah.

Setelah ia sampai di warung itu, segera ia memesan arak kepada seorang perempuan cantik yang menjaganya. Sampai detik itu, dalam benak pikiran Barsiso hanya terpikirkan bagaimana caranya beribadah dengan sangat giat dan teguh layaknya ki Satib dan seketika ketika si perempuan memberikan minuman tersebut, Barsiso langsung menengguknya sampai habis.
Gelas tiap gelasnya ia minum ditemani sang perempuan di meja yang ia tempati, Barsiso ternyata sudah menghabiskan banyak botol minuman dan kesadarannya mulai hilang.

Dalam pandangannya, ia melihat seorang perempuan cantik yang memicu birahinya. Barsiso yang sudah tak sadarkan diri itu mulai mengajak bicara sang perempuan dan entah bagaimana caranya ia terhasut ke dalam jurang dosa selanjutnya.

Ia meniduri sang perempuan di atas meja itu yang pada saat itu memang sedang sepi.

Barsiso sudah hilang akal pikirannya, ia lupa akan posisinya sebagai pemuka agama, lupa akan tujuan awalnya meminum arak, lupa siapa sebenarnya dirinya karena itulah dampak dari arak, kini ia hanya menikmati setiap dosa yang ia lakukan.

Singkat cerita, ketika Barsiso tengah asik dengan dosanya, TIBA-TIBA sang suami dari perempuan tersebut masuk ke dalam warung dan memergoki mereka sedang bercumbu, seketika itu sang suami emosi dan memukul Barsiso.

Barsiso yang kaget segera menghindar dan tiba-tiba ia melihat sebuah pisau yang berada di atas meja pelayanan warung dan menarik pisau tersebut dari wadahnya, lalu jlebbb! tak pikir panjang, ia langsung menusukan beberapa kali pisau yang tajam itu ke perut sang suami perempuan.

Sang perempuanpun dibuat kaget dan menjerit sekencang-kencangnya, jeritan itu sontak membuat banyak warga berhamburan ke luar rumah dan segera menuju warung tersebut.

Barsiso yang kepanikan tak segan menusuk juga perempuan yang sedari tadi ia tiduri. Barsiso sangat brutal dan seperti menikmati apa yang ia lakukan.

Lalu, begitu sepasang pasutri itu dibunuh, semua warga langsung memukul si Barsiso hingga babak belur dan diarak ke balai desa.

Wajah Barsiso bonyok bukan main, bibirnya pecah berdarah, matanya sembab dicampur bola mata yang memerah karena darah membeku, perut dan kepalanya bocor, lalu ia diarak dan disalib di sana, warga berencana membakarnya pada siang hari nanti.

Barsiso yang saat itu sudah kepayahan hanya pasrah dan berharap hal itulah yang mampu membuatnya bertaubat dan menjadi ahli ibadah yang sangat tekun.

Namun, pada dini hari ki Satib menghampiri lokasi eksekusi Barsiso, ia menyapa Barsiso dan menawarkan bantuan pertolongan.

Di lain waktu, ternyata diam-diam Satib telah melaporkan kegiatan Barsiso di dalam warung kepada sang suami perempuan, hal itulah yang membuat suami datang dengan amarah yang sangat tinggi.

Melihat Satib yang menghampiri Barseso yang terkulai lemas, Barsiso seketika tersenyum dan seolah terjadi komunikasi non verbal bahwa ia bangga telah berhasil melaksanakan apa yang sudah Satib suruh.

“Ini belum apa-apa Barsiso, penderitaanku dulu lebih dahsyat daripada hanya disalib seperti ini,” tegas Satib.

“Lalu apa lagi yang harus aku lakukan ki?” tanya Barsiso.

“Satu langkah lagi, lalu aku akan menolongmu melepaskan ikatan ini, kau cukup sujud kepadaku” pinta Satib.

“Yang benar saja ki, semua tangan dan kakiku diikat, aku bahkan sudah tak punya tenaga untuk bicara, bagaimana aku bisa sujud kepadamu?” rintih Barsiso.

“Kau cukup mengedipkan mata sekedar isyarat, itu sudah cukup,” jawab Satib.

Barsiso pun menurutinya dan mengedipkan matanya, lalu setelah ia mengedipkan matanya nahas, dirinya meninggal dunia dan dalam keadaan kafir. Satib pun tertawa dan merasa puas atas kinerjanya selama ini.
---==TAMAT==---

*****
Sebelumnya

close