Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jagad Segoro Demit (Part 3) - Ular

Setelah menceritakan mengenai kemunculan "Ludruk topeng Ireng" Cahyo segera menyusul Danan...


JEJAKMISTERI - Desa Bonoloyo, sebuah desa yang terletak di sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Timur yang masih asri dengan hutan-hutan hijau yang mengelilinginya.

Saat ini aku sudah berada di rumah Pak Karyo, salah satu teman dekat Paklek untuk menyusul Danan yang dimintai tolong untuk menyelidiki sebuah desa yang seluruh warganya mati dengan misterius..

“Kowe ojo nekat lho Cahyo!” (Kamu Jangan nekat lho Cahyo) Ucap Danan yang khawatir setelah menceritakan kemunculan Penari ludruk bertopeng hitam kepadaku.

“Ora.. tenangno pikirmu, Aku ke sini lebih karena khawatir kalau kamu sampai harus menghadapi demit itu sendirian” Balasku.
Mendengar jawaban dariku, Danan terlihat cukup tenang.

Memang, walaupun orang tua dan seluruh desaku dibantai oleh makhluk itu, aku sudah bisa mengendalikan diri untuk membuang jauh-jauh rasa dendam yang bisa meracuni pikiranku. Itulah yang diajarkan oleh Paklek.
Tapi entah bagaimana bila suatu saat nanti kami berhadapan langsung.

“Lawan yang kita hadapi kali ini benar-benar gila Topo Ulo, musuhmu Ludruk topeng Ireng... sama siapa lagi? Nyai Jambrong?” Keluh Danan yang terlihat mulai tidak percaya diri.

Aku merogoh kantongku dan mengeluarkan sebuah benda berupa potongan kayu kecil yang tertulis ukiran aksara jawa kuno di permukaanya.

“Tenang dulu Danan.. kita juga ga sendirian, Ardian dan teman-temanya udah bantuin kita nyari info mengenai apa yang akan kita hadapi nanti.”

Danan mengambil benda itu dan mencoba mencari tau.

“Maksudnya temen-temenmu yang bantu mencari Tabuh Waturingin dulu? Hebat ya.. mereka ga pernah gagal mencari informasi” Puji Danan yang sedikit mengerti tentang keramatnya benda yang ia pegang itu.

Aku menceritakan informasi yang kudapat dari Ardian dan Kawan-kawan.
Rupanya setelah mendapat telepon dariku, Paginya mereka segera menemui seorang dukun di lereng gunung lawu berdasarkan info yang diberikan oleh Roh Nandar.

Di situ mereka mendapat informasi bahwa Perang ilmu hitam yang akan terjadi nanti dipicu dengan terbukanya gerbang Jagad Segoro demit.

“Jagad Segoro Demit? Opo meneh kuwi?” (Jagad Segoro Demit? Apa lagi itu Cahyo?) Tanya Danan yang tidak sabar.

“Katanya... berbeda dengan alam ghaib yang bisa kita lihat,
Tempat itu adalah dunia dimana seluruh jenis demit, makhluk halus, hingga setan-setan dari seluruh alam berkumpul, dan katanya memang mereka berasal dari sana.

Begitu banyak kekuatan yang bisa didapatkan di sana, mulai dari Ingon, roh pelindung, mantra, kutukan, khodam dan semua hal hitam yang mampu memuaskan keserakahan para pencari ilmu.”

Aku mencoba menceritakan apa yang kudengar dari Ardian dan teman-temanya.

Mendengar ceritaku, Danan semakin terlihat panik.

“Gila... kekuatan makhluk bertopeng hitam itu berasal dari setan atau demit lain yang merasuki tubuhnya.. bayangin Cahyo, bagaimana kalau makhluk-makhluk dari jagad segoro demit merasuki makhluk itu.. Bisa sekuat apa dia?”

Kecemasan Danan masuk akal, mungkin tidak ada lagi manusia yang bisa menghadapi makhluk itu bila dia memiliki sumber kekuatanya yang tidak terbatas.

Ditengah keseriusan kami, mendadak terdengar suara teriakan dari luar rumah Pak Karyo.

“Ular... ada ular !” Teriak Dimas yang segera mencari cara untuk mengusir ular itu.

Danan segera keluar, ia melihat beberapa ular muncul di pekarangan Pak Karyo.

Tanpa menunggu lama, aku dan Danan segera menghampiri ular itu dan menangkapnya dengan tangan kosong seperti yang sering kita lakukan saat dulu dilatih oleh Paklek.

Dimas mengambil karung dari dalam rumah Pak Karyo dan menyimpan ular yang kami tangkap untuk di evakuasi.

“Aku lupa bilang Danan.. Topo Ulo, pertapa ular, atau apalah namanya itu.. dia juga menyerang Dukun yang ditemui Ardian dan kawan-kawan untuk menyingkirkan pesaingnya”

Seperti mengerti sesuatu, Danan mengambil kembali makhluk yang dibawa oleh Dimas dan mengeceknya.

“Kalau memang ular ini kiriman dari dukun itu, harusnya aku bisa melacak aliran ghaib pengirimnya.” Ucap Danan sambil mencoba menerawang kekuatan ghaib yang memerintahkan ular itu.

Cukup lama Danan memejamkan mata, hingga reaksinya seolah menemukan sesuatu.

“Gimana mas Danan? Dapat petunjuk?” Tanya Dimas yang berharap Danan menemukan sesuatu.

Danan menghela nafas,

“Ular-ular itu mengincar kekuatan yang muncul dari potongan kayu yang kamu bawa.. baiknya kita juga memasang pelindung di sekitar rumah ini...” Ucap Danan padaku.

Aku setuju, setelah ini kita akan mengumpulkan beberapa benda untuk katalis mantra yang sekiranya bisa melindungi rumah ini dari serangan ghaib.

“Dan Satu lagi... sumber energi ghaib itu berasal dari sebuah Goa, dan ada seorang wanita yang terperangkap di sana, bisa jadi itu adik Mas Dimas” lanjut Danan.

“Goa? Goa dimana mas Danan?? Itu pasti Rumi!” Dimas yang mendengar perkataan Danan seolah mendapat harapan.

“Mungkin Pak Karyo tahu mengenai Goa di sekitar sini, Tapi Biar saya dan Cahyo saja yang pergi, terlalu berbahaya untuk Mas Dimas bila ikut”

Danan mencoba melarang Dimas sebelum ia sempat meminta untuk ikut.

“Gak Mas Danan... saya harus ikut, Kata Bapak, hanya saya yang bisa menolong Rumi” Tolak Dimas mentah-mentah.

“Ya Sudah... gapapa Danan, biar Mas Dimas ikut.. siapa tau ada maksud dari bapak Mas Dimas.. lagian kita kan berdua, harusnya ga masalah” Aku mencoba merubah pandangan Danan.

Mendengar pendapatku sepertinya Danan setuju, keanehan yang dialami Dimas di Kampungnya pasti memiliki maksud tersendiri.

Kami menanyakan kepada Pak Karyo yang baru pulang kerja mengenai keberadaan Goa yang mungkin menjadi tempat Rumi berada.

Berdasarkan ceritanya, ada beberapa Goa di sekitar kota ini, namun apabila berhubungan dengan ular Pak Karyo menunjukan sebuah Goa kecil yang jarang diketahui warga dan berlokasi di desa paling timur kota ini.

***

Kami berangkat di pagi hari berharap apabila harus berurusan dengan orang sakti akan lebih aman bila kita melawanya di siang hari.

“Goa? di sekitar sini tidak ada goa mas..” Ucap salah seorang warga yang kami tanyai ketika sampai di lokasi yang ditunjukkan oleh Pak Karyo.

Kami sudah berkeliling cukup lama dan sudah beberapa orang yang kami tanya tapi tidak ada satupun yang mengetahui tentang keberadaan Goa itu hingga kami memutuskan untuk menghentikan motor kami di sebuah warung untuk beristirahat.

“Tenanan ra tempate ning kene?” (Beneran ga tempatnya di sini?) Tanyaku pada Danan yang masih mencoba membaca ancer-ancer yang diberikan oleh Pak Karyo.

“Bener lho... tuh baca aja” jawabnya sambil menunjukan telepon pintarnya.

Beberapa gelas kopi hitam diantarkan oleh seorang bapak penjaga warung, tidak lupa dengan gorengan hangat yang baru saja diangakat dari atas kompor bersiap memanjakan perut kami.

“Pak... tau lokasi Goa di sekitar desa ini ga? Katanya tempatnya banyak ularnya” Tanya Mas Dimas kepada bapak itu.

Bapak itu berpikir sejenak.

“Kalau Goa saya belum pernah dengar mas..” Jawabnya.

Kami sudah menduga, hampir seharian kami bertanya ke orang sekitar namun tidak ada satupun petunjuk.

“Tapi kalau ular... Di dekat hutan sebelah timur, Ada Lubang yang katanya itu sarang ular. Di situ ada batu besar yang nutupin.” Cerita bapak itu.

Kami saling menoleh, sepertinya kita sepakat tidak ada salahnya mengecek tempat itu.

Setelah menghabiskan kopi, kami menanyakan detail arah ke lokasi itu pada bapak penunggu warung dan bergegas ke tempat itu.

Menjelang sore kami berhasil mencapai lokasi setelah melalui hutan-hutan kecil yang mengelilingi goa ini.

Tapi.. bila dibandingkan dengan sebutan Goa, Tempat yang kami datangi ini lebih pantas disebut dengan lubang.

“Ini sih beneran sarang ular” Keluh Dimas yang merasa gagal lagi menemukan petunjuk keberadaan Rumi Adiknya.

Sayangnya kenyataanya tidak begitu, Aku dan Danan sedari tadi merasakan ada sesuatu yang mengawasi.

“Kalau Cuma sarang ular biasa tidak mungkin ada yang mengawasi kita sampai seperti ini” Ucap Danan.

Aku mencoba mengumpulkan daun-daun kering di sekitar hutan itu dan menumpuknya di dekat lubang itu. Danan menyalakan api dan membakar daun kering yang kukumpulkan.

Perlahan satu persatu ular dari lubang itu keluar meninggalkan sarangnya, kami menunggu cukup lama agar tidak ada lagi ular yang tersisa di sarang itu.

Langit mulai gelap, asap yang kami gunakan untuk mengasapi lubang itu sudah mulai menghilang dan tidak ada lagi ular yang muncul dari lubang itu.

“Mas Dimas... jangan jauh-jauh dari kami ya” Danan mencoba memperingatkan Dimas.

“Iya mas, kita mau ke mana?” Tanya Mas Dimas yang mulai was-was.

“Itu... Ular yang tadi kita usir dari sarang ternyata pergi menuju ke satu tempat“ Ucap Danan sambil menunjuk ke sebuah tempat tertutup semak yang tertutup batu.

Jika diperhatikan benar-benar ternyata batu itu berbentuk persegi seperti bukan terbuat secara alami.

Puluhan ular yang kami usir dari sarang itu berkumpul di tempat itu.

“Ki... kita mau ke situ?” Tanya Dimas yang takut melihat ular sebanyak itu.

“Jelas Mas Dimas... Panen kita, lumayan nek kulite disetor ning magetan duite iso kanggo tuku sarung anyar...” (Jelas mas.. panen kita, lumayan kalo kulitnya disetor ke magetan bisa buat beli sarung baru) Jawabku menggoda Dimas yang ketakutan.

Danan yang mendengar guyonanku hanya tertawa kecil.

“Ojo dianggep serius mas... gaya-gayaan beli sarung baru, itu sarung kucel kalo ditawarin dituker tambah sama toko sarungnya aja juga ga bakal dikasi.” Balas Danan.

“Yo.. Jelas, Sarung antik warisan kerajaan iki...” Balas Cahyo yang tetap membanggakan sarungnya.

Dimas terlihat hanya tersenyum melihat tingkah laku kami.

Saat ini kami sudah berada di hadapan puluhan ular.

Aku mengingat ajian kecil yang dulu sering kugunakan saat berlatih di hutan. Ajian yang tidak memiliki kekuatan perusak namun sangat berguna untuk saat ini.

“Mas... kok keluar bau aneh begini?” Tanya Dimas.

“haha.. kuwi aji-ajiane Cahyo, nanti berubah-berubah bisa bau serai, bau busuk, bau air... paling ampuh buat ngusir ular kaya begini” Tawa Danan yang memang dari dulu sering meledek salah satu jurusku ini.

“Ben.. luwih mending nahan ambune tinimbang gelut karo ulone siji-siji” (Biarin, mending menahan bau daripada menghadapi ular itu satu persatu) Balasku.

Setelah ular itu pergi, kami menggeser batu persegi yang menutupi tempat itu. Dan benar, itu adalah goa yang tidak terlalu besar. Terlihat tumpukan batu di tengah goa itu seperti duperuntukan untuk melakukan Ritual.
Kami masuk dengah hati-hati hanya bermodalkan penerangan dari senter yang kami bawa.

Saat melihat sekeliling terlihat beberapa tulang-belulang yang sudah tidak utuh berserakan di tempat itu seolah telah berada cukup lama di sana.

Kami melangkah masuk semakin dalam hingga berujung di sebuah ruangan gelap.

Cahaya senterku mencoba melihat ruangan di ujung goa itu dari jauh. Namun samar-samar terlihat sesuatu yang tergantung dan berayun ke kanan dan ke kiri dari ruangan itu.

“Danan.. itu!” Aku memanggil Danan untuk menunjukan apa yang kulihat.

Danan yang melihat itu langsung bergegas menuju tempat itu seolah merasakan firasat buruk.

Di sebuah ruang gelap yang dikelilingi bebatuan, sebelah tangan seorang wanita tergantung di langit-langit dengan kondisi yang memprihatinkan.

“Rumi...! Itu Rumi mas!” Ucap Dimas.

Tubuh perempuan itu kembali berayun.. kali ini kami sadar, tubuh itu terayun karena ada sesosok makhluk-makhluk yang menyentuhnya.

Ular.. itu adalah seekor ular besar dengan ukuran yang lebih besar dari ular pada umumya. Jelas, itu bukan ular biasa... apalagi dengan rambut yang samar-samar terlihat tumbuh dari kulitnya.

“Mas Dimas.. tunggu di sini” Perintahku pada Dimas dan segera menerjang ular itu.

Seolah menyadari kehadiran kami Ular merayap mengitari dinding goa dan menyerangku.
aku menghindar dengan mudah dan menyerang kepala ular itu dengan kekuatan penuhku.

Seolah mengerti yang kumaksud, Danan dan Dimas segera menuju ruangan itu dan memastikan sesuatu yang terlihat tergantung berayun-ayun tadi.

Dengan aku sebagai pengalih perhatian, Danan dan Dimas berhasil menurunkan perempuan yang tergantung di tempat itu dan memastikan detak jantungya.

“Rumi... Bangun Rumi!!” Teriak Dimas yang tak kuasa menahan air matanya.

Danan terus memeriksa tubuh Rumi hingga ia memutuskan tidak ada nafas atau detak jantung lagi di tubuh itu.

“Maaf Mas Dimas... Rumi.. sudah tidak ada” Danan memberikan kabar terburuk untuk Dimas, walaupun sebenarnya Danan masih merasakan ada yang aneh.

Tak mau merenung lebih lama, Danan memilih untuk membantuku melawan siluman ular besar ini.

Berkali-kali aku memukuli kepala ular itu, namun ternyata kulitnya cukup kokoh untuk menahanya, apalagi gerakanya yang cukup lincah membuatku kesulitan untuk menyerang.

Ketika Danan datang, sosok ular itu tiba-tiba menghilang. Aku menyorot ke seluruh arah goa namun tidak dapat menemukan sosok ular itu.

“Hati-hati Cahyo.. Ular itu masih di sini!”

Benar kata Danan, dari dalam kegelapan ekor ular itu meraih kakiku dan mulai menarik tubuhku. Kepalanya mendekat dan terlihat seolah bersiap menyemburkan sesuatu.

Danan yang sadar akan hal itu menggenggam kerisnya dan menusukan ke kepala ular itu.

Serangan Danan berhasil melonggarkan lilitan ular itu di tubuhku dan hingga aku melepaskan diri untuk membalas seranganya.

“Mas Danan, Mas Cahyo.. Tunggu!” Mendadak Dimas memanggil kami dari arah ruang tadi.

“Ini.. bukan jasad Rumi!” Teriak Dimas.

Rupanya setelah Danan menusukan kerisnya ke kepala ular itu, Jasad Rumi yang tadi menggantung berubah menjadi tumpukan kulit mati dari ular yang berganti kulit.

Rupanya firasat Danan benar. Dia menghampiri Dimas yang sepertinya mendapat petunjuk.

“Perut... perut ular itu! seperti ada suara bapak yang bilang begitu” Ucap Dimas yang masih bingung dengan petunjuk yang ia dapat, tapi sepertinya Danan mengerti.

“Cahyo.. tahan kepala ular itu!” Teriak Danan kepadaku.

Aku mengerti maksud Danan, segera saja aku menarik sarung yang mengikat di pinggangku dan melompat menutupi kepala ular itu dengan sarungku.
Sebuah mantra kubacakan untuk memanggil kekuatan wanasura yang memang daritadi segaja kutahan agar tidak sampai merubuhkan goa ini.

Kepala ular raksasa itu tertahan, Danan jugan merapalkan sebuah mantra ke keris ragasukmanya hingga menyala kemerahan dan segera menusuk beberapa titik Vital ular itu hingga tidak bergerak.

Ketika ular itu sudah tidak berdaya, Danan mulai merobek perut ular itu dengan hati-hati..

“Sial.. Hampir saja kita terkecoh!” Ucap Danan.

Rupanya di dalam perut itu terdapat tubuh seorang perempuan yang mirip dengan jasad wanita tadi.

Dimas segera menghampiri kami, Beruntung kali ini Rumi kami temukan masih bernyawa walau dengan detak jantung yang sangat lemah.

Danan mengambil sebotol air putih yang ada di tasnya dan membacakan doa-doa untuk memulihkan kondisi Rumi dari pengaruh ghaib dan segera meminumkanya.

“Mas.. Bagaimana bisa Rumi masih hidup di tubuh ular itu?” Tanya Dimas.

“Topo Ulo masih membutuhkan Rumi untuk tumbal terakhir, dia menggunaan caranya sendiri untuk menjaga Rumi tetap hidup hingga saat ditumbalkanya tiba..“
Jawab Danan yang menahan dirinya untuk berkata lebih jauh.

Dia tau benar, siksaan yang dirasakan Rumi untuk tetap hidup sama-sekali tidak main-main.

Tidak lama setelah meminum air dari Danan, Rumi mulai sadar walau dengan tubuh yang masih lemas.

“Mas Dimas.. i..ini dimana?” Tanya Rumi yang baru sadar.

“Dek Rumi.. tenang dulu ya, nanti mas ceritain di tempat yang aman..” Jawab Dimas yang segera membopong tubuh Rumi meninggalkan Goa mengerikan ini.

***

“Monggo di minum dulu..“ Ucap Pak Karyo yang menyuguhkan minuman hangat untuk menyambut kepulangan kami.

“Syukurlah.. Ternyata benar petunjuk dari ayah Mas Dimas, Rumi masih hidup..” Lanjutnya

Kami menyeruput teh yang disuguhkan oleh Pak Karyo. Teh hangat yang diminum setelah melewati hari yang berat sangat mampu untuk menghilangkan rasa tegang seharian ini.

Awalnya kami bermaksud menanyakan tentang apa yang terjadi di kampung srawen pada Rumi.

Namun sepertinya fisik dan mentalnya masih belum siap.

“Tadi Paklek Telepon saya, sepertinya dia akan menyusul ke sini” Cerita Pak Karyo yang menemani kami bersantai di rumahnya.

“Tenan to.. masalah kali ini ga biasa, sampai paklek turun tangan langsung” Ucapku pada Danan.

“Ngapusi... Paklek dateng gara-gara kamu bilang dapet banyak kulit ular buat disetor ke Magetan” Ucap Danan sambi melemparkan sendok tehnya.

Aku hanya menahan tawa, namun aku tahu... candaan itu hanya semata-mata untuk membuat Pak Karyo tidak panik.

***

“Mas... Rumi Mas! Rumi!” Teriak Dimas dari dalam rumah.

Kami segera berlari dan menemui mereka, terlihat Rumi terbaring di lantai dengan gelagat yang aneh.

“Cahyo Sepertinya urusan kita masih jauh dari selesai” Ucap Danan yang segera menghampiri Rumi.

Saat ini Rumi menggeliat di lantai dan bertingkah layaknya seekor Ular. Namun sebelum sempat untuk menanganinya terdengar sudar petir yang menggelegar dan di susul dengan hujan deras.

“Danan...” Aku memberi isyarat pada Danan mengenai sesuatu yang mengganggu Inderaku.

Danan mengangguk dan membiarkan dulu Rumi untuk dijaga bersama Dimas.
Kami berdua kerluar dari rumah Pak Karyo, Terlihat Danan sudah siap dengan keris pusaka yang ada di genggamanya.

Di tengah hujan yang deras, seseorang berdiri menunggu dengan wajahnya yang penuh amarah.

Sesosok makhluk berbaju hitam lusuh dengan mata dan lidah hitamnya yang terus menjulur sudah menanti kami.

“Itu.. Itu Dukun berjulukan Topo Ulo yang kemarin kuceritakan” Ucap Danan padaku.

Ternyata yang dihadapi oleh Danan tidak kalah mengerikan dengan Nyai Jambrong yang bangkit dengan ilmu Rawa Ronteknya.

“Bocah ingusan! Kalau kalian mau mati! Akan kuhantarkan sendiri kematian untuk kalian!”

Kami tau dengan jelas, Dia datang dengan penuh amarah karena Rumi yang seharusnya menjadi tumbal terakhir ilmunya kami bawa pergi. Namun ini tidak akan berakhir dengan mudah.

Aku melihat sekeliling rumah Pak Karyo, pelindung yang kupasang bersama Danan sudah sirna dan digantikan dengan kemunculan beberapa siluman berwujud ular berbadan manusia hingga ular raksasa seperti yang kami hadapi di Goa tadi...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close