Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 38) - Sumirah dan Nyai Mutik


SUMIRAH dan NYAI MUTIK

Di Rawa Ireng Sumirah tengah menatap kemesraan antara Anggara dan Fatimah. Hanya pantulan wajah mereka yang saja yang dapat dilihat oleh Sumirah tanpa bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh sepasang suami istri manusia tersebut.

"Kau gagal membawa wadah barumu Sumirah!"

Nyai Mutik tiba-tiba muncul di samping Sumirah, ikut menatap pantulan wajah Anggara dan Fatimah. Sumirah hanya diam tak menanggapi perkataan Nyai mutik.

"Selama Anggara memiliki sorban Parman, kau takkan bisa mengalahkan Anggara Sumirah!"

"Sorban!"

Sumirah bergumam, dirinya teringat di mana Anggara membuat dirinya kehilangan wadahnya saat ini dan harus segera menggantinya dengan yang baru. Itu semua karena sorban yang dimiliki Anggara.

"Nyai, berikan masjid tiban padaku!"

"Apa? masjid tiban? untuk apa?"

"Untuk membuat perjanjian dengan Anggara."

"Perjanjian?"

"Anggara begitu terobsesi dengan masjid tiban, akan aku paksa Anggara menukar masjid tiban dengan sorban miliknya, dengan begitu aku akan ada kesempatan untuk mengalahkannya dan mengambil Fatimah."

"Tidak! masjid tiban adalah milikku. 200 tahun aku memilikinya. Tidak akan aku berikan kepada siapapun!"

"Apa perlu aku membunuhmu Nyai Mutik! Agar aku bisa mendapatkan masjid tiban!"

"Kurang ajar kau Sumirah! beraninya kau mengancamku!"

Nyai mutik tersulut emosinya mendengar perkataan Sumirah. Rupa-rupanya Sumirah sudah benar-benar berubah dan tak takut apapun.

Kanjeng Ratu Lintang Pethak yang muncul dengan wujud ularnya, segera nyai Mutik  dan Sumirah menundukkan kepalanya.

"Kanjeng Ratu!"

Nyanyi Mutik dan Sumirah menyambut kedatangan Ratu mereka.

"Bertarunglah!"

"Apaaa? Mmakssud ssayya...."

Nyai Mutik tergagap mendengar perintah ratunya yang tiba-tiba datang itu.

"Bertarunglah! Bertarunglah kalian sekarang juga dihadapanku. Siapa yang menang, maka dialah pemilik masjid tiban. Bertarunglah kalian sekarang juga, Mutik! Sumirah!"

Nyai Mutik dan Sumirah saling menatap beberapa detik, kemudian kembali menarik wajah mereka, memandang wajah sempurna ratu mereka yang cantik namun juga mengerikan.

Kepala kedua dayang ratu Rawa Ireng tersebut kemudian mengangguk, menempelkan telapak tangan di depan dada.

"Siap nampi dhawuh kanjeng ratu."

BERSAMBUNG
close