Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

IBLIS PENUNGGANG KUDA (Part 3 END)

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.


AAAAAHH!

Aku terdesak mundur hingga tersandar pada batang pohon. Darah mengalir dari bagian tubuhku yang koyak. Kawanan anjing itu menyeringai meneteskan air liur. Bau anyir darahku seolah membangkitkan selera makan mereka…

***

IBLIS PENUNGGANG KUDA
(Bagian 3-akhir)

Selepas magrib, aku pun pamit. Pak Wiyono mewanti-wanti supaya aku menempuh jalan lain yang lebih aman. Aku pun mengiyakannya meski dalam hati punya satu rencana.

Kupacu motorku menembus gelap. Motor yang kemarin mogok ternyata baik-baik saja. Sepertinya hawa gaib di hutan itu yang membuat motorku bermasalah kemarin malam.

Sebentar saja, aku telah sampai di jalan yang kemarin. Tau apa yang kemudian terjadi dengan motorku? Mesinnya mati lagi.

Kutepikan motor di tempat yang aman. Mataku langsung jelalatan saat kembali merasakan hawa aneh yang mulai datang.

Bulan purnama nampak bulat bersinar. Namun hutan misterius ini seolah enggan menerima cahaya. Entah mengapa firasatku mengatakan sebentar lagi akan terjadi sesuatu.

Kulangkahkan kaki dengan hati-hati masuk ke dalam hutan yang rapat. Meskipun gelap, aku masih hapal jalannya.

Aku ingin kembali ke kampung siluman itu. Aku berniat meminta mereka agar mau pindah ke tempat yang jauh dari habitat manusia, atau setidaknya rela kuisolasi dengan pagar gaib supaya mereka tak bisa leluasa berkeliaran mencari mangsa.

Tapi aku sangsi apakah mereka mau. Aku tak tau apakah siluman pemangsa macam mereka bisa diajak bicara baik-baik.

Tapi tak ada salahnya aku mencoba. Namun bila mereka menolak, aku tak punya pilihan lain. Suka tak suka, mau tak mau, aku akan gunakan cara yang lebih keras.

Tapi bagaimana dengan Sumi? Bila rencanaku gagal dan hal buruk sampai terjadi, aku jelas tak tega menjatuhkan tangan kasar pada gadis remaja itu.

Entah mengapa batinku tak rela menerima kenyataan kalau Sumi dan keluarganya adalah bangsa siluman. Tapi lihat saja nanti. Sekarang yang terpenting aku harus segera sampai ke kampung itu.

AAAAAUUUU....
AAAAAUUUU....
AAAAAUUUU....

Terdengar suara lolongan panjang saling bersahutan, membuatku seketika menghentikan langkah. Kucoba menatap tajam menembus gelap. Tapi lagi-lagi aku tak mampu melakukannya.

Sebentar aku menunggu. Namun penantianku tak berlangsung lama. Di sana, di balik rapatnya pepohonan, nampak puluhan titik cahaya merah yang mengintip dalam gelap.

Tak perlu menduga-duga. Aku tau apa yang tengah kuhadapi. Aku pun berteriak lantang agar mereka keluar dari tempat mereka mengintai.

"Hai kalian semua! Keluar dari sana! Saya mau bicara!" Teriakku meminta mereka untuk menampakkan diri.

Adegan berikutnya sungguh menakutkan...

Puluhan anjing hitam muncul dari balik kegelapan. Mereka menggeram dengan tatapan mata yang tajam. Seringai taring mereka menandakan kalau mereka tengah lapar.

“Mana yang namanya Suro Keling? Saya mau bicara!” Teriakku kembali di hadapan mereka. Tapi alih-alih merespon, mereka malah makin mendekat dengan posisi siap menerkam.

Demi melihat itu, semua rencanaku seketika buyar. Sudah jelas mereka bukan mahluk yang bisa diajak kompromi. Aura jahatnya sangat kuat terasa. Aku pun segera pasang kuda-kuda. Ini bakal jadi pertarungan yang melelahkan!

Grrroooaaah!

Bagai dikomando, puluhan anjing itu secara serentak langsung menyerbu ke arahku! Tapi hantaman pukulan pemusnah dari kedua tanganku langsung membuat beberapa anjing terpental terkaing-kaing!

Bugh! Bugh!

Tapi hal itu tak menyurutkan nafsu membunuh mereka. Dengan bringas, mereka kembali merangsek menyerbu dari segala arah!

Tanganku membabi-buta menghantam kesana-kemari. Namun rupanya ilmu pukulan pemusnah hanya mampu membuat mereka terpental lalu kembali bangkit dan siap menyerang dengan lebih brutal!

Gila!

Setelah sekian jurus menghadapi serbuan mereka, kini aku mulai kelelahan. Pukulan pemusnah serta tameng pelindung raga pun mulai berkurang kekuatannya.

Diriku makin kewalahan meladeni serangan ganas mereka yang mematikan. Hingga pada satu momen, beberapa gigitan dan cakaran mampu mengoyak tubuhku hingga diriku meraung kesakitan.

AAAAAHH!

Aku terdesak mundur hingga tersandar pada batang pohon. Darah mengalir dari bagian tubuhku yang koyak.

Kawanan anjing itu menyeringai meneteskan air liur. Bau anyir darahku seolah membangkitkan selera makan mereka.

“TAHAN!”

Terdengar teriakan yang membuat para anjing itu berhenti. Lalu dari balik kegelapan, muncul sosok lelaki tinggi besar berkulit hitam legam, dengan jambang dan kumis yang lebat, berdiri sambil bertolak pinggang menatap sinis ke arahku.

Sang pemimpin, Suro Keling..

"Sudah kuduga, kamu bukan pemuda biasa. Tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam hutan ini, bahkan sampai ke kampung kami. Tapi jangan bangga dulu. Kemampuanmu tak ada artinya di mata kami." Ucap Suro Keling dengan angkuhnya.

Aku menatapnya sambil terengah-engah. Rasa perih dan panas menjalar dari luka yang terus mengeluarkan darah. Tapi aku tak boleh menyerah. Aku harus singkirkan mereka, bagaimana pun caranya.

"Suro Keling, saya minta engkau dan seluruh penghuni kampungmu untuk enyah dari sini. Kalau tidak...

"Hahahaha.. Kalau tidak kenapa? Bisa-bisanya kamu menggertakku dalam keadaan terluka! Asal kamu tau, mulai malam ini, kami akan berpesta! Iblis berkuda telah musnah! Entah siapa yang mengalahkannya. Tapi yang pasti, kami telah bebas! Dan kamu akan jadi menu pembuka!"

Aku hanya tersenyum sinis. Rupanya Suro Keling tak tau kalau aku yang telah mengalahkan iblis itu. Dia benar-benar tak sadar dengan siapa kini dia berhadapan. Kesombongan telah membutakan matanya.

“HABISI DIA!”

Teriakan Suro Keling langsung membuat puluhan anjing itu menerjang ke arahku!

Tak ada waktu untuk mengelak. Sebentar saja, tubuhku langsung tertimbun oleh puluhan anjing yang berebut untuk menggigit dan merobek tubuhku dengan taringnya.

Hingga akhirnya..

RRROOOOAAAARR!

Puluhan anjing itu langsung terpental tercerai berai! Suro Keling nampak terkejut! Dia bagai tak percaya melihatku yang kini telah berubah jadi manusia setengah ular!

Kini aku berdiri di tengah-tengah kepungan puluhan anjing siluman yang kembali siap menerkam. Tapi kali ini aku tak mau menunggu untuk diserang.

Langsung kuhantamkan pukulan bertubi-tubi ke arah anjing-anjing itu hingga menimbulkan suara dentuman bersahutan.

DHHUARR!

DHHUARR!

DHHUARR!

Bumi berguncang. Debu beterbangan. Dalam sekejap, puluhan anjing menggelepar dengan tubuh hangus terbakar lalu mengering dan hancur menjadi debu. Sementara sisanya melarikan diri masuk ke dalam gelapnya hutan.

Suro Keling nampak terkejut dan marah! Rahangnya mengeras, mulutnya menggeram hingga akhirnya dia pun berubah wujud menjadi seekor anjing hitam nyaris sebesar kuda!

AAAAAAAAUUUU...

Suro Keling melolong panjang sebelum akhirnya menerjang! Kusambut serangannya dengan pukulan tepat ke arah tubuhnya yang besar hingga dia langsung terpelanting terguling-guling!

Grrrrrhhh...

Suro Keling kembali bangkit sambil menyeringai. Kekuatan tubuhnya tak main-main. Pantas saja dia diangkat jadi pemimpin.

Tanpa ancang-ancang lagi, dia kembali menerjang sambil memamerkan taringnya yang besar dan runcing bagaikan mata pisau!

Grrrroaaaaahh!

BLAARR!

Pukulanku kembali telak menghantam tubuhnya. Kali ini dengan kekuatan yang lebih. Suro Keling terpental jauh hingga menabrak batu besar. Sekujur tubuhnya hangus menebarkan bau daging yang terpanggang.

Nafsu membunuhku tak bisa kubendung. Kusiapkan pukulan pamungkas yang pasti akan mampu membuat tubuhnya hancur menjadi debu. Tapi tiba-tiba..

“JANGAN!”

Sebuah teriakan seketika menghentikan gerakanku. Bapaknya Sumi mendadak muncul sambil berlari dan langsung berlutut menyembah di hadapanku.

"Ampuni dia, tolong ampuni dia. Saya mohon..."

Permintaannya yang mengiba membuat emosiku perlahan reda. Ada hawa dingin terasa di sekitar pusarku yang langsung menyebar ke seluruh tubuh, hingga akhirnya diriku berubah wujud kembali jadi manusia.

"Berdiri pak. Jangan menyembah seperti itu." Ucapku lalu membantunya berdiri. Sang bapak pun bangkit dan langsung menghampiri Suro Keling yang tergeletak tak berdaya.

"Kenapa jadi begini kang?" Ucap lelaki itu di samping tubuh Suro Keling yang telah kembali menjadi manusia. Namun Suro Keling hanya diam. Lelaki itu tengah meregang nyawa termakan oleh kesombongannya sendiri.

Lalu tiba-tiba Suro Keling menggelepar. Kemudian dengan anehnya, tubuh lelaki itu seketika mengering dan rapuh, lalu hancur menjadi debu..

“KANG SUROOOO!”

Sang bapak meratap menatap langit. Satu adegan pilu yang membuat hatiku ikut nelangsa. Tapi semuanya telah terjadi.

"Maafkan saya pak. Saya terpaksa melakukannya."

Tapi dia tak menjawab. Dia nampak berusaha menahan tangis. Aku pun melangkah menghampirinya demi menguatkan hatinya. Biar bagaimanapun, dia baru saja kehilangan saudaranya.

Sambil menunduk, lelaki itu pun akhirnya angkat bicara. "Sudah lama saya meminta dia supaya berhenti memangsa manusia. Tapi dia tak pernah mau dengar." Ucapnya dengan suara bergetar.

Aku sedikit kaget mendengarnya. Ucapannya barusan seolah menunjukkan kalau lelaki ini memiliki naluri yang berbeda. Membuatku terusik untuk mengetahui lebih jauh.

“Maaf pak, ijinkan saya bertanya. Apakah bapak juga siluman seperti mereka? Jujur saja, saya tak merasakan aura jahat sejak pertama kali kita bertemu."

Sang bapak menghela napas sambil menggeleng. Dengan wajah sendu dia pun menjawab pelan..

"Seandainya saja saya bisa memilih, saya ingin jadi manusia seutuhnya. Tapi sayangnya takdir berkata lain. Saya dan istri saya juga bagian dari mereka. Kecuali Sumi."

"Sumi? Jadi Sumi bukan siluman?"

"Bukan. Dia manusia. Saya dan istri saya mengasuh Sumi sejak dia masih bayi. Kami temukan dia di dalam hutan ini. Entah siapa yang membuangnya."

“Ya Allah, saya benar-benar tak menyangka pak. Tapi jujur saja, saya lega begitu tau kalau Sumi itu manusia tulen." Sahutku menanggapi.

Sang bapak tersenyum getir. Dia pun kembali melanjutkan penuturannya.

"Sejak kehadiran Sumi di rumah kami, segalanya perlahan berubah. Dia seolah membawa sinar kebaikan. Sejak saat itu, saya dan istri saya memutuskan untuk berhenti memburu dan makan daging manusia. Kami hanya makan daging hewan saja."

"Apa Sumi tau kalau bapak dan ibu serta seluruh penghuni kampung adalah anjing siluman?"

"Dia sama sekali tak tau. Saya meminta yang lain untuk merahasiakannya. Saya juga melarang Sumi keluar rumah bila purnama tiba, waktu dimana kami bisa berubah dan berkeliaran mencari mangsa. Tapi sudah lama saya tak ikut. Itulah yang membuat kakang Suro tak suka dengan Sumi."

"Oh begitu. Sekarang saya mengerti. Tapi maaf pak, dengan sangat menyesal, saya tak bisa membiarkan bapak serta kawanan bapak yang tersisa untuk tetap tinggal di sini."

"Itulah yang sejak dulu ada dalam pikiran saya. Saya ingin sekali membawa keluarga saya pergi dari sini. Tapi ancaman dari sang iblis berkuda membuat ruang gerak kami terbatas. Lagipula mau pindah kemana? Tak ada tempat untuk siluman seperti kami."

Aku tertegun. Sungguh tak menyangka kalau siluman seperti dia ternyata juga punya hati. Aku pun jadi ikut memikirkan apa yang terbaik bagi keluarganya serta kawanannya yang tersisa.

Hingga akhirnya terpikirkan sesuatu olehku, yang mungkin saja bisa jadi jalan keluar untuk semua ini.

"Maaf pak. Kalau saya bisa temukan tempat yang cocok, apakah kalian mau pindah?"

"Dimana? Apa ada tempat di dunia ini yang mau menerima kami?"

"Ada pak. Asal bapak dan kawanan bapak sanggup menjaga sikap di tempat yang baru, saya yakin tak ada masalah."

"Sanggup nak! Saya sanggup! Apa pun akan saya lakukan agar saya bisa keluar dari tempat terkutuk ini."

"Baiklah pak. Tunggu sebentar."

Aku pun segera meraih sekuntum bunga melati dari dalam saku, lalu kupanggil nama seorang gadis pemilik suara indah dan merdu..

Mayang Kemuning...

Mendadak tercium aroma bunga melati yang menyengat, menandakan kalau calon istri gaibku itu telah hadir.

"Kenapa? Ada apa panggil-panggil aku? Aku baru selesai mandi lho." Tanya Mayang Kemuning yang kini telah berdiri di sampingku sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang nampak sedikit basah.

Sang bapak terkesima. Entah karena kaget dengan kemunculan Mayang Kemuning yang tiba-tiba, atau karena takjub akan kecantikannya.

Calon istrinya siapa dulu!

Bapak, perkenalkan ini Mayang Kemuning, dia calon istri saya. Mayang adalah putri dari kerajaan gaib di daerah Timur sana." Ucapku dengan bangganya memperkenalkan Mayang Kemuning.

"Salam hormat saya tuan putri." Sahut sang bapak sembari menunduk hormat. Mayang pun balas mengangguk sambil tersenyum.

"Mayang sayang, apakah kamu mau membantu kami?" Tanyaku pada Mayang dengan nada sedikit mesra demi memuluskan permintaanku nanti.

"Bantuan apa? Pakai sayang-sayang segala lagi. Tumben." Sahut Mayang dengan tatapan mata penuh curiga tapi wajahnya merona merah.

Aku pun menceritakan pada Mayang tentang siapa Sumi dan keluarganya, dan meminta agar mereka diijinkan untuk tinggal di wilayah kerajaan kekuasaan Ibu Ratu.

"Gimana sayang? Boleh kan?"

"Hmm.. Boleh-boleh saja. Tapi tunggu dulu, ini yang namanya Sumi pasti gadis cantik. Iya kan? Ayo ngaku!" Sahut Mayang spontan bertolak pinggang.

"Eh, nggak kok! Dia masih remaja! Iya kan pak?" Jawabku sambil minta dukungan dari bapaknya Sumi.

"Iya tuan putri. Sumi masih remaja. Tapi kalau sudah besar nanti, saya yakin dia akan jadi wanita tercantik di dunia." Sahut sang bapak dengan bangganya.

Aduuuh! Kenapa si bapak malah bilang begitu sih? Mancing-mancing aja!

Benar saja. Mayang langsung mendelik ke arahku dengan wajah yang geregetan. Siapa juga yang mau pelihara duri dalam daging? Sang bapak yang sadar akan situasi, lantas coba meralat ucapannya.

"Tapi tetap saja, tak bakal bisa menandingi kecantikan tuan putri. Nak Yudha ini sungguh beruntung punya calon istri yang kecantikannya mengalahkan bidadari."

Batinku melonjak girang! Ucapan sang bapak langsung membuat Mayang tersipu malu. Bapak bisa aja!

Akhirnya Mayang pun setuju. Sang bapak segera membawa kami menuju kampungnya. Dia nampak tak sabar untuk menyampaikan kabar gembira ini.

Sesampainya di kampung, terlihat banyak orang yang berkerumun. Demi melihat kehadiranku, mereka langsung ketakutan dan hendak lari dari situ. Namun sang bapak langsung mencegahnya.

"Jangan takut! Nak Yudha ini tidak bermaksud jahat." Teriaknya yang langsung membuat orang-orang itu terdiam.

Lalu muncul Sumi menyeruak di balik kerumunan. Dia nampak gembira melihat kedatangku dan langsung menghampiriku meski dengan kaki yang terpincang-pincang.

"Kak Yudha! Syukurlah kak Yudha baik-baik saja. Sejak kemarin Sumi kepikiran, takut kak Yudha kenapa-napa." Teriak Sumi lalu memelukku erat-erat.

Aku cuma bisa senyum-senyum melirik ke arah Mayang yang tampangnya jadi judes.

"Saya baik-baik saja Sum. Oh iya, ada yang mau kenalan sama kamu. Namanya Mayang Kemuning. Dia calon istri saya."

"Hai kak Mayang! Kakak cantik sekali! Benar-benar cocok untuk jadi istrinya kak Yudha!" Ujar Sumi dengan mata berbinar sambil mendekat ke arah Mayang.

Mendengar sanjungan itu, raut wajah Mayang langsung berubah. Tampang judes yang sempat menghiasi wajahnya, kini berganti dengan senyuman yang terkembang.

"Hai Sumi, kamu juga cantik. Kaki kamu kenapa? Sudah diobati?"

"Sudah kak. Ya ampun, kakak wangi! Rambut kakak juga bagus! Sumi jadi kepengen deh punya rambut seperti kakak."

Dan begitulah, tiba-tiba saja keduanya jadi akrab layaknya kakak dan adik. Aku pun senang. Justru itu akan membuat segalanya jadi mudah.

Setelah menerima kode dariku, Mayang sengaja membawa Sumi untuk sejenak menyingkir. Aku tak bisa membiarkan Sumi mendengar apa yang akan kusampaikan pada orang-orang ini.

Setelah Sumi dan Mayang pergi, aku pun segera angkat bicara di hadapan orang-orang yang sejak tadi diam dalam gelisah.

"Kalian semua, dengarkan baik-baik. Saya akan minta kalian pindah ke tempat yang baru. Selama kalian bisa menjaga sikap di sana, kalian akan diterima dengan baik. Betul begitu pak?" Ucapku sembari minta dukungan pada bapaknya Sumi.

"Iya betul. Saya harap kalian semua setuju. Di sana kita akan punya kehidupan yang baru." Ujar sang bapak menambahkan.

Salah satu dari mereka akhirnya angkat bicara. "Terserah Kang Kliwon saja. Setelah Kang Suro Keling tiada, sekarang kang Kliwon yang jadi pemimpin kami. Jadi kami akan patuh apa pun perintah kang Kliwon."

Alhamdulillah. Aku pun lega. Rencanaku berjalan sesuai harapan. Lalu Sumi muncul dengan wajah yang sumringah sambil menggandeng tangan Mayang Kemuning.

"Kak Yudha! Apa benar Sumi akan pindah ke tempatnya kak Mayang? Tadi kak Mayang sendiri yang kasih tau Sumi."

"Iya Sum. Apa kamu mau?"

"Mau! Mau! Kata kak Mayang, tempatnya bagus, di sana juga terang, tidak gelap seperti di sini. Lalu kapan Sumi bisa pindah?"

"Secepatnya. Iya kan Mayang?" Sahutku sembari lempar senyuman ke arah Mayang.

Mayang pun tersenyum sambil membelai-belai rambut Sumi. "Iya. Secepatnya kamu dan yang lainnya akan pindah. Tapi sekarang kami harus pergi dulu. Jangan khawatir, kita pasti ketemu lagi."

Aku dan Mayang pun pamit meninggalkan tempat itu. Tapi aku sedikit heran dengan tingkah Mayang kali ini. Dia biasanya pergi menghilang begitu saja. Tapi kenapa sekarang memilih berjalan bersamaku?

"Mayang, kok tumben kamu mau jalan kaki? Biasanya langsung hilang."

Mayang mengulum senyum dengan bibirnya yang merah ranum. Dia pun menjawab sambil menggelayuti lenganku.

“Sudah lama aku menunggu saat seperti ini. Berjalan berdua bersama kamu. Sunyi, sepi, pasti romantis."

Ya ampun! Ini Mayang kenapa sih? Nggak biasanya dia begini. Tapi aku sependapat dengan Mayang. Entah kapan terakhir kali kami punya kesempatan untuk bermesraan layaknya sepasang kekasih.

"Itu kamu luka? Ya ampun, sampai berdarah-darah gitu?" Tanya Mayang ketika melihat bagian tubuhku yang koyak hasil dari pertarungan tadi.

"Iya. Nggak apa-apa kok."

"Nggak apa-apa gimana? Luka begitu jangan dianggap enteng! Nggak usah sok kuat. Nanti kalau kamu sakit, aku juga yang ikutan repot. Ya sudah. Nanti biar aku yang obati luka kamu."

Aku pun tersenyum. Meski bawelnya tak tertandingi, tapi perhatiannya yang tulus seolah menjadi obat penawar bagi segala lelah dan luka. Lalu kukecup lembut keningnya. Mayang nampak bahagia.

Kami pun lanjut melangkah sambil bergandengan tangan menembus gelapnya hutan. Sungguh satu cara pacaran yang unik di tempat yang tak lazim. Tapi kami memang bukan pasangan biasa.

Bukan begitu?

-SELESAI-

Terima kasih telah menyimak kisah ini. Nantikan lanjutan kisah perjalanan hidup Yudha pada episode-episode berikutnya!

close