Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Matinya Kepala Suku Kanibal


AKHIR HIDUP SUKU KANIBAL

JEJAKMISTERI - Bukit yang tidak terlalu tinggi dan terjal di daerah Riau, yang jauh dari keramaian, terdapat dua perkampungan kecil di lereng bukit tersebut.

Kehidupan pada zaman dahulu yang masanya tidak diketahui dengan pasti, namun situs Napak tilas keberadaannya masih jelas nyata disana.

Bukti dari peninggalannya bisa kita lihat disana seperti, kuburan-kuburan dengan ukuran yang tidak biasa, yaitu ukuran yang besar dan panjang, yang konon menurut cerita yang beredar di masyarakat disekitar tempat tersebut, memang manusia pada zaman itu berpostur besar bahkan bisa dikatakan raksasa.

Selain itu yang bisa kita lihat bahwa tempat itu bekas perkampungan yaitu banyaknya pepohonan yang memang tumbuh hanya dengan cara ditanam.

Pada masa itu di wilayah kampung tersebut hidup dua kelompok yang berbeda ras, kedua ras tersebut hidup berdampingan namun tidak pernah rukun,

Dua ras itu diantaranya pertama suku Melayu yang dipimpin oleh sang Datuk, dan suku yang kedua mohon maaf tidak dapat diinfokan nama sukunya tersebut, suku yang satu ini bersifat tidak lazim, yaitu suku yang berperilaku kanibalisme, atau memangsa jenis manusia lain, bahkan memangsa kalangannya sendiri yang sudah tidak berdaya.

Suatu hari, kepala suku kanibal mendatangi sang Datuk, dengan tujuan untuk meminang putri cantik sang Datuk.

Dengan sikap congkak sang kepala suku itu berbicara kepada Datuk.

Datuk merasa terkejut dengan kedatangan kepala suku itu, apalagi kedatangannya langsung menodong untuk meminang putrinya. Datuk mengerti dengan situasi yang akan terjadi jika saat itu ia menolaknya, namun suatu hal yang tidak mungkin pula ia menerima pinangannya.

Sambil duduk di balai-balai rumahnya, ia tidak langsung menjawab, saat itu ia berusaha berfikir keras memutar otak mencari cara untuk menghadapi kepala suku yang sudah terkenal kekejamannya.

"Jadi begini, untuk saat ini aku tidak bisa memberi jawaban kepadamu, karena tentunya hal ini harus aku bicarakan terlebih dahulu kepada putriku, aku minta waktu tiga hari dari besok ya",

Demikian jawaban Datuk kepada kepala suku itu dengan berusaha bersikap tenang.

''ah, kamu kan ayahnya, kamu putuskan saja, tapi baiklah aku kasih waktu seperti yang kamu pinta, tapi tiga hari mendatang jawaban yang aku terima bukan penolakan, kamu tahu kan Datuk apa akibatnya jika menolak keinginanku? Hahahaha"

Kepala suku itu berkata dengan diakhiri ancaman secara tidak langsung.

Mendengar ucapan kepala suku yang bernada ancaman, sang Datuk hanya tersenyum kecut, yaaah Datuk sangat faham segala resiko jika menolak keinginan kepala suku itu.

Dengan sikap congkak serta tawa yang sungguh menjijikan, kepala suku itu pergi meninggalkan Datuk.

Malam yang sangat hening dan gelap, malam itu Datuk tidak banyak bicara, ia hanya diam sembari menghisap rokok tembakaunya, sesekali ia melirik ke putrinya yang saat itu tengah makan bersama istri serta anak-anak lainnya.

Terasa pedih hatinya, sekaligus merasakan amarah yang begitu besar kepada kepala suku yang biadab itu.

"Jangan pernah kau bermimpi memiliki putriku iblis''

Demikian geram Datuk dalam hati.

Malam itu Datuk tidak membicarakan perihal pinangan manusia iblis itu kepada keluarganya, karena ia sangat faham atas kelicikan manusia iblis itu.

Benar saja, dengan kemampuan bathin yang tajam Datuk merasakan kehadiran mahluk keji itu di seputaran rumahnya.

Keesokan harinya, Datuk menjumpai beberapa orang kepercayaannya dan mengajak pergi ke suatu tempat yang menurutnya aman, untuk membicarakan serta mencari solusi perihal pinangan kepala suku itu terhadap putrinya.

Datuk menjumpai pak Rahman dan pak Sarman, mereka berdua memang kepercayaan Datuk, bahkan dapat dikatakan sesepuh kampung itu juga selain sang Datuk,

Datuk mengajak pak Rahman dan pak Sarman keluar dari kampungnya, mereka terus berjalan menuju sebuah bukit yang lumayan tinggi dan terjal, yang tidak terlalu jauh dari kampung mereka.

"Maaf Datuk, sebenarnya ada apa, dan kenapa membawa kami berdua ke kampung orang halus ini?''

Disela perjalanan, pak Rahman merasa penasaran, karena Datuk belum memberi tahu maksud dan tujuannya memanggil, bahkan mereka berdua di bawa ke bukit tersebut, yang pak Rahman mengatakan bahwa pergi ke kampung orang halus.

"Sudahlah, jangan bertanya apa-apa dulu pak, disini belum aman",

Jawab Datuk singkat, sembari terus melangkah mendaki bukit terjal itu.

Sebuah bukit yang lumayan tinggi, tak jauh dari kampungnya, yang saat itu di tuju oleh Datuk bersama dua sahabatnya memang perkampungan orang halus, atau jika saat ini biasa disebut orang bunian.

Datuk mengajak pak Rahman dan pak Sarman untuk membicarakan masalah pinangan kepala suku kanibal itu, ditempat yang aman, yaitu dikampung sahabatnya di kampung bunian.

Singkat cerita, akhirnya mereka bertiga tiba di puncak bukit itu, lalu Datuk meminta kepada kedua sahabatnya untuk memejamkan mata.

"Pak, sekarang pejamkan kedua mata kalian, sampai saya perintahkan kalian untuk membukanya", demikian ucap Datuk.

Setelah kedua sahabatnya memejamkan kedua mata lalu Datuk berdehem sebanyak tiga kali,

"Ehem, ehem, ehem....

Assalamualaikum', Haji, saya Datuk bersama dua sahabat datang, hendak bertamu".....Demikian ucapnya.

Tiba-tiba saja terdengar suara jawaban salam yang begitu menggema di kegelapan hutan bukit itu.

''waalaikum salam, silahkan Datuk"

Yang sebelumnya terlihat hanya pepohonan besar dan tinggi,

Seketika saat itu berubah menjadi perkampungan yang indah serta asri, dengan rumah-rumah sederhana namun terlihat nyaman.

"Pak Rahman, pak Sarman, silahkan bukalah mata kalian", ucap Datuk kepada kedua sahabatnya.

Betapa terkejutnya pak Rahman dan pak Sarman saat membuka kedua matanya, karena walau mereka berdua tahu dibukit itu ada kampung bunian, namun selama ini mereka hanya mendengar dari mulut kemulut saja, mereka sama sekali tidak pernah tahu secara langsung, namun saat ini mereka berdua jelas nyata tengah berada dikampung orang halus atau bunian itu.

Dihadapan mereka bertiga telah berdiri seorang pria separuh baya dengan menggunakan pakaian jubah berwarna putih, lengkap dengan kopiah putih serta sorbannya.

Raut wajah sosok pria itu terlihat begitu bersahaja, serta selalu dihiasi senyuman yang ramah. Lalu Pria yang dipanggil haji oleh Datuk menyapa ketiga orang tamunya.

"Ayok masuk Datuk,"

Demikian ucapnya mempersilahkan masuk kedalam rumahnya yang terlihat bersih, rumah panggung bercatkan warna kuning.

Setelah didalam rumah pak haji, mereka duduk diruang tamu dengan beralaskan tikar pandan.

"Ada apa gerangan Datuk bersama dua sahabat datang kemari, sepertinya ada hal yang sangat penting".

Dengan masih tersenyum ramah pak haji itu bertanya mengawali obrolan.

''benar sekali haji, kedatangan saya bersama kedua teman, memang ada perlu, saya mohon bantuannya haji.

Demikian ujar sang Datuk ke pak haji yang tak lain orang halus atau orang bunian.

''Apa yang bisa saya bantu Datuk?, Katakanlah, dengan cepat karena alam kami berbeda dengan alam kalian, jadi tidak banyak waktu untuk kalian disini'',

Ucap pak haji itu meminta Datuk segera mengatakan keperluannya.

''Begini haji, si kepala suku kanibal kemarin mendatangi saya, dengan maksud meminang anak saya, tentunya hal yang tidak mungkin saya menyerahkan anak saya kepadanya, namun suatu ancaman buat warga saya, jika saya menolaknya.

Saya harus berbuat apa haji?

Ucap Datuk menceritakan maksud dan tujuannya, dengan raut wajah gelisah.

Mendengar penuturan Datuk sontak membuat pak Rahman dan pak Sarman terkejut, karena selain baru mengetahui tujuan Datuk membawa mereka berdua ke bukit ini, juga mereka tahu apa yang akan terjadi kedepannya, jika Datuk menolak pinangan kepala suku.

Demikian pula dengan sang haji, iapun terkejut, sejenak ia hanya diam, terlihat dari raut wajahnya saat itu ia tengah berfikir keras, mencari solusi yang terbaik untuk sahabat beda alamnya.

Beberapa saat kemudian ia mulai berbicara.

Hemmm, tak ada sudahnya mereka mengganggu ya, ucapnya.

''Kalau menurut saya, saatnya kita bertindak Datuk, kalian harus bersatu menghadapi mereka''. Sambung pak haji yang tiada lain memberi saran untuk melakukan perlawanan.

''Benar Ji, tapi itu tidak mungkin kami bisa melawannya, haji kan tahu, mereka itu manusia buas dan raksasa''. Jawab Datuk merasa tak sanggup.

''yang Datuk katakan saya faham, tapi Berfikir lah, mereka punya kebuasan dan fisik yang besar, nah kita gunakanlah akal bagaimana caranya bisa melumpuhkan mereka, lumpuhkan rajanya maka bangsanya akan tunduk, aku dan rakyatku akan membantumu Datuk.

Demikian ucap pak haji dengan keteguhan dan keyakinan, memberi solusi kepada Datuk.

''Baik haji, menurut haji apa yang akan kita lakukan, untuk melumpuhkan kepala suku dan rakyatnya, mohon kiranya haji memberi cara kepada kami, karena waktu yang saya janjikan tentunya sudah dekat. Ujar Datuk meminta pendapat.

Pak haji tidak langsung menjawab, sejenak ia kembali berfikir, mencari cara yang tepat, tak lama berselang pak haji bunianpun berkata.

''Datuk, disebelah kampung mu ada bukit kan? Dan disana ada sungai?

Nanti ajak kepala suku itu kesungai itu, suruh putrimu untuk memancing kepala suku itu, bawa dia kesana, seakan putrimu suka kepada dia, lalu beri makan dan minum kepala suku itu oleh anakmu, namun bubuhkan ramuan ini ke makanan dan minumannya,

Demikian ujar pak haji lalu ia beranjak berdiri dan melangkah masuk kedalam, dan tak lama berselang iapun kembali dengan sebuah bungkusan.

Nah ramuan ini bisa membuat mahluk itu lemah, bahkan tertidur, setelah kepala suku itu lemah dan tidak sadar, barulah kita selesaikan, kita hantam dia dengan potongan kayu besar sampai dia mati.

Sambung pak haji memberikan cara melumpuhkan kepala suku itu, dan menyerahkan ramuan itu ke Datuk.

Setelah menyerahkan ramuan itu, pak hajipun menyuruh Datuk dan dua sahabatnya pulang, karena waktu terus berjalan dan tentunya waktu dialam kampung manusia halus dengan dunia manusia biasa jauh berbeda.

Singkat cerita, Datuk bersama dua sahabatnya pun pulang, setiba dikampungnya, benar saja hari sudah larut malam, padahal ketika mereka pergi ke kampung bunian itu pada subuh hari, dan dikampung bunian mereka tidaklah lama, mungkin tak lebih dari satu jam saja.

Malam itu juga dirumah Datuk langsung membahas masalah rencana membunuh kepala suku itu, Datuk memerintahkan pak Sarman untuk memanggil beberapa warga lainnya agar datang kerumah Datuk, sementara pak Rahman diperintahkan berjaga di luar rumah agar dipastikan tidak ada kepala suku atau suruhannya mengintai dan mendengar musyawarah yang mereka buat.

Sang putri Datuk akhirnya tahu juga jika ia dipersunting kepala suku kanibal, ia menangis ketakutan, namun Datuk sang ayahnya berusaha menenangkannya dan sekaligus menyuruhnya untuk melaksanakan rencana untuk membunuh kepala suku itu, pada awalnya ia merasa ragu dan takut, namun Datuk memberi pengertian kepadanya, jika memang ia tak mau dijadikan istri oleh kepala suku kejam itu, maka ia harus berani melakukannya.

Akhirnya dengan perasaan takut namun akhirnya dengan sangat terpaksa iapun bersedia untuk melakukannya, yaitu sebagai pemancing untuk mengajak kepala suku itu ke lereng bukit yang telah disiapkan untuk melumpuhkan si kepala suku.

Tiba saatnya hari yang sudah ditentukan atau dijanjikan Datuk kepada kepala suku kanibal. Hari itu Datuk sengaja tidak pergi kemana-mana, ia hanya dirumah menunggu kedatangan kepala suku itu, benar saja menjelang pertengahan hari sang kepala suku itupun datang, saat kepala suku itu datang, Datuk tengah berada di teras depan rumahnya, sehingga dari jauh Datuk sudah tahu kedatangan kepala suku itu.

Dengan tubuh tinggi besar serta dibagian belakang tubuhnya menjuntai ekor panjang, ia tanpa basa-basi langsung menanyakan jawaban Datuk atas pinangannya setelah berhadapan dengan Datuk.

''jadi bagaimana Datuk, kapan aku menikahi anakmu? Jangan khawatir aku akan membahagiakan anakmu'', ucapnya sembari menyeringai.

"Yaaaah, aku setuju dan menerima pinanganmu, tapi putriku ingin berbicara dahulu denganmu'',  jawab Datuk berusahan bersikap tenang.

''mana Sekarang calon istriku itu datuk?'' Tanya kepala suku itu penuh semangat.

Datuk pun memanggil putrinya, tak lama berselang sang putri cantikpun keluar, walau berusaha untuk tenang namun tetap saja rasa takut di dalam dirinya begitu kuat, sang putri melangkah dan duduk disamping ayahnya.

Melihat sang putri cantik berada dihadapannya, kepala suku itu tersenyum mesum, dan menyapa sang putri,

''hey cantik tak sabar rasanya aku ingin memilikimu, hahahaha.." Ucapnya sambil tertawa memamerkan gigi besar dan kuning dekilnya.

"O ya, kata ayahmu, kau mau berbicara kepadaku, mau bicara apa sayang?''

Sambungnya lagi, yang sungguh membuat putri merasa mual dan jijik sikapnya, namun ia harus berusaha kuat dan tenang. Lalu putripun berkata,

"Sebelum kita menikah, aku ingin duduk bersantai mengobrol berdua, tidak ada orang lain, karena aku ingin bahagia bersama calon suamiku kelak, maka dari itu aku ingin mengenal lebih dekat". Ucap putri kepada kepala suku itu. "Hahahaha, 

Yaa...yaa...yaa... Aku bersedia demi calon istri yang cantik ini, kapan dan dimana kita bertemunya sayang?" Tanya kepala suku itu senang.

''Baiklah, malam besok di tepi sungai dekat lereng bukit aku tunggu, disana kita bisa duduk dan bersantai berdua sambil makan dan minum, aku akan memasakkan makanan dan minuman kesukaanmu. Sekarang sebutkan kepadaku apa makanan dan minuman kesukaanmu biar aku masakkan untukmu''. Jawab putri kepada kepala suku itu, tentulah ucapan dan sikap putri membuat kepala suku itu senang dan terlena,

''hahaha, kamu memang calon istriku yang hebat, baiklah aku suka makan ayam panggang dan minum tuak'', ucap kepala suku menyebutkan makanan kesukaannya.

Setelah janjian dengan sang putri, kepala suku itupun pergi dengan senang dan tawa bahagianya.

Untuk sesaat Datuk dan putrinya menghela nafas lega.

Malam yang terasa damai, dengan semilir angin khas pedesaan yang begitu damai, tak ada bulan dilangit namun bintang kecil bertaburan menghiasi malam itu, ditepian sungai di lereng bukit, terlihat sebuah cahaya api yang tidak besar, tepatnya sebuah api unggun kecil, sang putri tengah duduk sendiri tak jauh dari api unggun itu, sesekali ia menambah ranting kayu kering agar api unggun itu tetap hidup, disamping kirinya terlihat ada sebuah guci besar berisikan literan tuak serta terlihat juga beberapa ekor ayam yang sudah masak siap untuk disantap, tentunya itu sengaja disediakan untuk sang calon suaminya, yaitu kepala suku kanibal yang buas.

Dikiri dan kanannya berdiri dengan perkasa batang-barang pohon Tinggi dan besar dan rimbun, seakan membentuk gapura alam.

Putri merasa gelisah dan berdebar saat itu, namun ia berusaha untuk tenang dan kuat.

Greseeek, klak...

Tiba-tiba saja, putri mendengar suara gemeresek serta suara ranting yang patah dari balik semak belukar yang gelap, seketika ia memalingkan kepalanya kekiri dan kekanan, mencari tahu apa gerangan itu,

Hahahaha, maafkan sayang aku sedikit terlambat datangnya. ternyata dialah sang kepala suku itu yang datang, dengan dengusan nafas kasarnya ia langsung merangkul tubuh putri, kepala suku itu dengan buas mencium dan menjilat wajah cantik Putri,

Sontak hal itu membuat putri terkejut, dan meronta,

''tolong lepaskan aku, aku bersedia jadi istrimu, tapi tidak saat ini aku mau kau sentuh, kita belum menikah, teriak putri, teriakan putri dan berusaha menghentikan aksi kepala suku itu. 

Sembari terus tertawa ia melepaskan tubuh mungil putri dari pelukannya.

Sekarang kau makan dulu ya, pasti kau sudah lapar, aku sudah lama menunggumu disini, ucap putri, mempersilahkan kepala suku itu untuk makan yang sudah ia sediakan dengan suara bergetar karena menahan takut.

Sambil duduk berdampingan dengan putri, kepala suku itupun makan ayam panggangnya, tentunya cara makan dia beda dengan manusia kebanyakan, ia makan langsung ayam panggang satu ekor utuh, sesekali ia minum tuak yang berada di guci besar itu.

Dengan rakus kepala suku itu memakan ayam panggang, sesekali tangan usilnya menyentuh, mengelus tubuh putri, sungguh membuat putri semakin jijik dan kerakutan, jantungnya semakin berdebar, Dengan minum air tuak kepala suku itu secara perlahan mulai mabuk, tentunya sikap dan prilakunya semakin kasar,.

Tidak memakan waktu lama, 5 ekor ayam panggang dan satu guci besar tuakpun ludes, kepala suku itu terlihat kekenyangan, ia duduk bersandar di batang pohon besar yang berada disebelah kiri api unggun,

Masakanmu lezat sekali sayang, selezat tubuhmu, hahahaha...

Ucap kepala suku itu yang terlihat lemah karena kekenyangan, atau mungkin serbuk obat dari haji itu mulai bereaksi ditubuhnya, putri melangkah secara perlahan mendekatinya, dan duduk tepat disamping kepala suku, tiba-tiba saja, dengan kasar tangan kanan kepala suku itu merengkuh pinggang putri dan memeluknya, hingga saat itu tubuh putri berada diatas tubuh kepala suku,

Dengan kasar dan penuh birahi kepala suku itu mencium dan menjilat wajah putri, tentu saja saat itu putri meronta berusaha melepaskan diri, namun apa daya rengkuhan tangan dan tubuh besar itu terlalu kuat untuk ukuran manusia normal, apalagi seorang gadis belia, dengan derai air mata mulai mengalir dari kedua mata indahnya akhirnya putri hanya bisa pasrah.

Ditengah situasi putus asa, putri merasakan cumbuan serta pelukan kepala suku itu melemah, dan akhirnya benar-benar diam tak bergerak, tinggal suara dengkuran kuat dari kepala suku itu.

Ayok sini cepat, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tangannya dan berbisik kepada putri, yaaah itulah Datuk ayahnya.

Datuk membawa putri menjauhi kepala suku yang saat itu tengah tertidur tak sadarkan diri, mungkin ramuan pelemah dari haji bunian sudah bereaksi dalam tubuhnya.

Warga Datuk yang dibantu oleh warga bunian pun mulai bersiap melancarkan rencana yang sudah dipersiapkan, yang tanpa disadari oleh sang kepala suku, bahwa saat itu diatas pohon tepat dimana ia bersama putri duduk, ada beberapa batang kayu dengan ukuran besar telah bergantung, tinggal melepaskan tali ikatannya maka kayu itu siap menimpa ke tubuhnya, itulah rencana yang memang sudah disiapkan untuk melumpuhkan bahkan membunuhnya.

Setelah putri dibawa pergi oleh Datuk, tali satu mulai dilepaskan,

Wuuuuss,..

Sebatang kayu besar meluncur dan...

Kraaaaak,

Kayu besar itu jatuh, namun tidak tepat sasaran, kayu tersebut tidak mengenai tubuh kepala suku, melainkan meleset dan mengenai kedua kakinya, namun walau tidak mengenai tubuhnya kayu besar itu berhasil menghancurkan kedua kakinya, seketika kepala suku itu tersadar dan berteriak menggelegar kesakitan, memecah keheningan malam di lereng bukit itu.

''aaaarrrrrgh"

Kepala suku itu berusaha bangkit dari duduknya, namun ia kesulitan karena kedua kakinya tepat pada kedua betisnya sudah hancur, lalu tali ikatan kayu ke duapun mulai dilepas,

Wuuuusssh...

Buuukh....heeeght...

Kayu besar keduapun melesat dengan cepat dan telak mengenai bagian dada sang kepala suku itu, tubuh kepala suku itu terhempas ke tanah, tubuh besar itupun tumbang terhimpit kayu besar kedua, serta kedua kakinya terhimpit kayu pertama.

Setelah dapat dipastikan tubuh raksasa kepala suku itu berhasil dilumpuhkan, seketika diarea hutan lereng bukit itu berubah dari gelap menjadi terang, diterangi oleh ratusan obor, yaaah itu masyarakatnya Datuk yang memang sudah bersiap sejak awal.

Warga datuk merasa sangat senang dengan keberhasilan melumpuhkan bahkan membunuh kepala suku itu, yang selama ini suku itu selalu meresahkan, namun baru sesaat mereka senang, tiba-tiba saja, lokasi tersebut bermunculan sosok-sosok tinggi besar, yaaah .... Itulah keluarga serta rasnya suku kanibal yang saat itu kepala sukunya sudah tidak bernyawa lagi, bangsanya datang ketempat itu karena mereka mendengar jerit dan teriakan kepala sukunya.

Mereka meraung dengan penuh amarah begitu melihat kepala sukunya atau bapaknya telah jadi mayat, mereka serentak maju bergerak kearah dimana saat itu pasukan datuk bersama pasukan sang haji bunian berbaris membentuk formasi pertahanan,

Pasukkan Datuk yang memang telah siaga tidak mau kalah gertak, saat itu pula langsung maju bergerak melawan dengan persenjataan tombak dan panah, tentunya dengan komando sang Datuk.

Majuuuu......

Melihat ratusan bahkan ribuan manusia, walau dengan tubuh kecil namun berjumlah banyak, hal itu membuat kaum kanibal yang tak berkepala suku itu lagi, jadi merasa ragu, bahkan ketakutan, apalagi saat itu ras kanibal telah terkepung oleh ras manusia biasa yang dipimpin oleh Datuk dan haji bunian.

Kaum kanibal itu meraung dan melolong ketakutan, akhirnya mereka bertekuk lutut mengaku kalah dan memohon agar tidak dibunuh.

Sang Datuk dan haji bunian itupun berunding dan memutuskan untuk memberikan kesempatan dengan syarat yang tidak bisa dilanggar oleh kaum kanibal itu.

Singkat cerita, akhirnya kehidupan di kampung Datuk menjadi aman tidak ada gangguan lagi dari pihak kamu kanibal, bahkan wilayah kaum kanibal dipagari oleh pagar gaib, sehingga mereka tidak bisa keluar apalagi mengganggu warga Datuk.

Hari berganti hari, tahun berganti tahun terus berjalan yang tak tahu pasti berapa lama berlalu, seiring waktu berjalan kaum kanibal pun punah, karena selain mereka tidak dapat keluar dari kampungnya, jumlah perempuan dari rasnya sangat sedikit, dengan demikian mereka tidak dapat berkembang, meninggalkan Napak tilas perkampungan tertinggal dengan kuburan-kuburan berbentuk bukit-bukit kecil.

Konon menurut cerita dari Nara sumber ke kang Asep, ketika mengubur jasad kaum tersebut tidak bisa dilakukan dengan semestinya, karena besarnya tubuh mereka, jangankan untuk mengangkat jasadnya menggeserkannya saja tidak bisa karena bobot badan yang begitu berat.

Sehingga warga Datuk menguburkannya dengan cara menggali tanah berbentuk sumur, lalu dimasukkan jasad-jasadnya secara gotong royong ke lubang itu dengan posisi duduk, kemudian dikubur dengan tanah, makanya saat ini banyak terdapat gundukan-gundukan tanah didesa tersebut, itulah kuburan-kuburannya kaum kanibal yang pernah hidup di kampung itu.

Setelah sang Datuk wafat, warga desa tersebut secara perlahan pindah ke lokasi baru, walau tidaklah terlalu jauh dari desa yang lama, alasan warga tersebut memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, karena banyaknya hal yang menakutkan yang selalu menampakkan diri, bahkan mengganggu warga.

Seiring waktu berjalan, perkampungan bekas kaum kanibal itu menjadi daerah yang angker, bahkan keangkerannya terbukti banyak terjadi hal mistis yang tentunya tidak dapat dicerna dengan logika disana.

Dikisahkan banyak anak-anak warga setempat yang sengaja bermain memasuki wilayah itu, karena disana banyak didapati pohon-pohon buah, anak-anak warga dengan senang memanjat dan memetik buah-buahan dan dibawa pulang, namun setibanya dirumah, anak-anak itu sakit dan meninggal.

Masih dari narasumber yang sama, pernah ada orang luar yang datang ke wilayah itu, salah seorang dari pendatang itu memetik dan memakan buah yang ada disana juga mengalami hal naas, seketika pengunjung tersebut muntah hingga buang air besar lalu meninggal ditempat setelah memakan buah yang ia petik disana.

Sebenarnya tidak masalah kita memasuki wilayah tersebut, asalkan kita berucap permisi dan meminta apa yang akan kita ambil disana, walau dengan cara berbisik pelan.

Sayangnya Nara sumber tidak mendapat cerita kisah selanjutnya sang putri Datuk setelah terbebas dari pinangan kepala suku kanibal tersebut.

Demikian tutup cerita Nara sumber kepada saya. Wallohu A'lam,

Hanya Allah yang maha mengetahui dan hanya kepadaNya kita memohon perlindungan.

---===SEKIAN===---
close