SEBUAH ISYARAH
JEJAKMISTERI - Awalnya aku tidak mengira kalau kejadian ini bisa terjadi di dalam hidupku.
Aku adalah seorang buruh petani. Pergi ke ladang untuk bercocok tanam adalah kegiatanku sehari-hari.
Sudah satu bulan ini sering kali aku bermimpi aneh, aku selalu di datangi sosok laki-laki tua yang seakan-akan dia akan memberiku sebuah benda kecil seukuran batu akik yang biasa dipakai cincin, tapi anehnya setiap aku akan menerima pemberian dari laki-laki itu aku selalu terbangun dari tidurku.
Selama beberapa bulan itu aku terus memikirkan tentang mimpiku itu,
“Siapa sosok laki-laki tua yang selalu muncul di mimpiku itu dan kenapa dia mau memberiku benda ini?”
Selama beberapa bulan itu aku tidak pernah bercerita pada siapapun karena jujur saja aku orangnya tidak terlalu tertarik dengan hal yang berhubungan dengan mistis, lagi pula aku juga tidak tau banyak tentang hal-hal seperti itu.
Pada suatu malam tepatnya ketika hari senin malam selasa kliwon dalam kalender jawa, aku kembali didatangi sosok laki-laki tua itu di dalam mimpiku lagi dan akan memberiku benda yang sama yaitu semacam benda bulat yang ukurannya kecil tersebut.
Aku berjalan mendekati laki-laki itu dan menerima pemberian darinya. Aku yang biasanya terbangun ketika akan menerima pemberian dari laki-laki itu kali ini tidak hingga akhirnya dia memberikan benda itu kepadaku, setelah kupegang ternyata itu adalah sebuah besi kecil seukuran batu akik yang biasa dipakai cincin orang-orang.
Setelah aku menerima benda itu dan memegangnya tiba-tiba laki-laki itu berucap kepadaku,
“Kamu suka dengan benda ini?”
Karena terlihat bagus aku menjawab,
“Suka, ini buat saya?”
“Iya, kamu bisa temukan dan ambil benda ini di hutan gunung X”.
(Untuk gunungnya saya tidak sebutkan)
Setelah jawaban yang terucap oleh laki-laki itu tiba-tiba aku terbangun dari tidurku pada pukul 4 pagi dengan posisi tangan kananku seakan masih memnggengam benda pemberian dari laki-laki itu.
Entah kenapa setelah bangun itu keringatku bercucuran hebat padahal pagi itu suasana di kamarku tidak begitu panas. Setelah bangun aku bergegas ke kamar mandi untuk mandi setelah itu aku lanjut menunaikan sholat subuh.
Ke’esokan harinya aku menyempatkan diri untuk menceritakan tentang mimpiku itu kepada ayahku dan ayah memintaku untuk menemui kakek dan menanyakan hal ini kepadanya karena beliau yang lebih tau tentang hal yang berbau mistis seperti ini.
Memang sih kakekku bisa dibilang orangnya pinter dalam hal spiritual tapi beliau bukan dukun, kelebihan yang dimilikinya itu hanya digunakan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan saja.
Mendengar saran dari ayah sore harinya aku pergi kerumah kakek, sesampai di rumah kakek aku dipersilahkan kakek duduk di ruang tamu dan kedatanganku di rumah kakek itu disambut hangat oleh nenek hingga nenek membuatkanku segelas kopi.
Ketika aku dan kakek duduk di ruang tamu kakek bertanya,
“Tumben kamu kesini nak, ada perlu apa?”
Yaa wajar kalau kakek bertanya seperti itu karena memang aku jarang kerumah kakek karena kesibukanku. Lalu aku menjawab pertanya’an kakek,
“Gini kek, sudah beberapa bulan ini aku mimpi aneh terus”
“Mimpi aneh gimana?”
“Aku sering di datangi sosok laki-laki dan akan memberiku benda pusaka”
Mendengar jawabanku kakek terdiam sejenak dan terlihat berfikir, setelah beberapa detik kemudian kakek menjawab,
“Pusaka apa yang akan diberikan?”
“Semacam besi kecil kek, tapi kalau aku mau aku harus pergi ke gunung X untuk menemukan dan mengambilnya”.
Kemudian kakek masuk kedalam kamar dan memintaku untuk menunggunya di ruang tamu.
Sambil menunggu kakek keluar nenek datang ke ruang tamu sambil membawa segelas kopi yang tadi dibuatnya, kemudian beliau bertanya,
“Tumben kamu datang kesini, ada perlu apa?”
Lagi-lagi itu adalah pertanya’an yang sama seperti yang ditanyakan kakek tadi. Lalu aku menjawab,
“Hehe lagi sibuk nek, ini ada perlu sedikit sama kakek”.
“Yaudah kalau begitu nenek ke belakang dulu”. Jawab nenek lalu beranjak pergi dari ruang tamu.
Tidak lama kemudian kakek keluar dari kamarnya dan kembali duduk di kursi ruang tamu, setelah duduk kakek bertanya kepadaku,
“Apa kamu bersedia jika harus pergi ke gunung itu untuk mengambilnya?”.
Mendengar itu aku terdiam sejenak. Dalam hati aku bilang,
“Hah, ini serius apa yang dikatakan kakek?”.
Lalu kakek lanjut berucap,
“Kalau kamu bersedia kamu tidak perlu takut karena kamu tidak akan sendiri”.
Aku tau apa yang dimaksud kakek bahwa aku tidak akan sendiri, pastinya aku akan ditemani makhluk lain yang aku tidak bisa melihatnya.
Belum sampai aku menjawab mau atau tidak kakek memberiku sebuah benda sambil berucap,
“Rawatlah benda ini dan bawalah ketika kamu akan pergi ke gunung untuk mengambilnya”.
Sebenarnya waktu itu aku tidak ada niat untuk pergi ke gunung apalagi dengan tujuan seperti ini, tapi tidak ada salahnya aku menerima benda pemberian dari kakek itu. Setelah menerima benda itu aku bertanya,
“Kapan aku bisa mengambilnya kalau aku mau kek?”.
“Hari senin malam selasa kliwon tapi ingat nanti kalau kamu akan berangkat datanglah kesini dulu”, jawab kakek.
Masyarakat jawa selalu berpatokan pada lima pasaran untuk menghitung hari, yakni pon, wage, kliwon, legi, dan pahing.
Mendengar itu aku teringat sesuatu, terakhir kali aku bermimpi bertemu dengan laki-laki itu adalah hari senin malam selasa kliwon dan sepertinya kakek sudah tau banyak tentang itu.
Aku pun meng-iyakan apa yang sudah dikatakan kakek barusan, setelah itu aku aku pamit pulang dengan membawa benda pemberian kakek yang berupa tanduk kecil. Aku menyebutnya tanduk karena bentuknya persis dengan tanduk hewan hanya saja ukurannya lebih kecil.
Sesampai dirumah aku menyimpan benda pemberian dari kakek itu kedalam lemari di sela-sela lipatan baju agar untuk memudahkanku menemukannya lagi nanti meskipun aku tidak tau itu fungsinya untuk apa.
Malam harinya aku menghubungi temanku yang juga mempunyai pengalaman dalam hal mistis seperti ini, dia adalah Yanto. Aku dan Yanto sudah lama berteman hanya saja kami jarang bertemu karena tempat tinggal kami berjarak lumayan jauh. Aku mengajak Yanto untuk ngopi di sebuah warung kopi tempat biasa kami bertemu.
Selain ngopi tujuanku bertemu dengan Yanto adalah sekalian bertanya tentang mimpiku itu. Singkat cerita, malam itu aku dan Yanto ngopi di warung kopi langganan kami, aku pun cerita panjang lebar kepada Yanto tentang mimpi itu sekaligus tentang benda pemberian dari kakek tadi, dan menurut Yanto aku harus pergi ke gunung X untuk menemukan dan mengambilnya.
Mendengar saran dari Yanto aku bilang,
“Tapi Bas, aku gak tau caranya lagian aku juga gak berani”.
Abas adalah nama panggilan yang biasa kugunakan untuk Yanto. Lalu Yanto menjawab,
“Santai nanti aku temenin, nanti juga kamu akan diberitahu kakekmu cara-caranya”
“Kamu yakin Bas?”, tanyaku lagi.
“Yakin, aku dulu juga pernah narik pusaka jadi ntar aku bisa bantuin”, jawab Yanto.
“Tapi itu fungsinya buat apa sih?”, tanyaku lagi.
“Untuk sekarang belum tau tapi nanti kalau udah dapat baru bisa dilihat, soalnya benda seperti itu banyak jenisnya, kalau bagus itu bisa digunakan untuk menjaga diri dan kalau dijual harganya mahal”. Jawab Yanto menjelaskan.
Menurut Yanto benda-benda pusaka semacam itu banyak jenisnya, bisa jadi itu adalah batu mustika, batu merah delima, kol buntet, wesi kuning, wesi towo, tasbih bertuah atau mungkin yang lain, dan masing-masing benda itu punya keistimewa’an masing-masing.
Mendengar penjelasan dari Yanto aku jadi sedikit tertarik, lalu aku memutuskan untuk berangkat ke gunung X nanti ketika tiba hari senin malam selasa kliwon. Lagian sebelumnya aku sudah pernah mendaki ke gunung X tapi tidak dengan tujuan seperti ini, disisi lain ada Yanto juga yang mau membantuku, dia juga sudah berpengalaman di bidang itu.
Karena sudah larut malam aku dan Yanto pisah dan pulang dari warung kopi, sesampai dirumah aku mengambil benda yang diberikan kakek tadi dari dalam lemari dan aku lihat-lihat sambil tiduran,
“Bagus juga benda ini meskipun aku tidak tau fungsinya untuk apa”.
Aku meletakan benda yang berbentuk seperti tanduk itu dibawah bantal kemudian aku tidur, anehnya setelah mimpiku yang terakhir kali itu sosok laki-laki tua yang biasanya muncul di mimpiku sudah tidak pernah muncul lagi hingga tibalah hari senin malam selasa kliwon, hari dimana hari itu aku akan pergi ke gunung X untuk menemukan benda yang diberikan sosok laki-laki dalam mimpiku waktu itu.
Pagi itu aku datang kerumah kakek karena kata beliau dulu kalau aku mau berangkat ke gunung X aku harus menemuinya dulu, sesampai di rumah kakek aku diberi wejangan atau kata lainnya adalah petunjuk.
“Kalau berangkat jangan lupa bawa benda yang pernah kakek berikan kepadamu dan jangan sampai jatuh atau lepas dari tubuhmu, kalau sampai terpisah ketika kamu mengambilnya itu akan berakibat fatal dan jangan lupa juga sebelum berangkat nanti baca niat ini karena tanpa niat ini kamu tidak akan bisa menemukan benda yang kamu cari”. Ucap kakek memberiku nasehat.
Untuk niatnya aku gak bisa sebutkan disini yang jelas niatnya adalah bismillah.
Kakek juga berpesan kalau nanti benda yang aku temukan itu berupa besi tajam maka jangan di ambil tapi kalau berupa besi tumpul, kuningan, batu, kayu atau cermin maka ambillah.
Kenapa bisa begitu?
Menurut kakek kalau benda pusaka yang berupa besi tajam itu kebanyakan isinya adalah setan atau bisa dibilang jelek tapi kalau berupa batu, kayu, cermin atau yang lain itu kebanyakan isinya baik atau bisa dibilang bagus.
Mendengar pesan dari kakek keyakinanku untuk berangkat malam itu tiba-tiba jadi kendor, aku takut, aku ragu apa aku bisa menghadapi semua itu, disisi lain aku belum pernah melakukan ini sebelumnya.
Karena ragu aku bertanya pada kakek,
“Tapi kek misal aku tidak bisa mengambilnya bagaimana?”
“Berarti itu bukan rejekimu”, jawab kakek.
“Tapi gak akan terjadi apa-apa sama aku kan kek?”, tanyaku lagi.
“Ya enggak, tapi kamu jangan khawatir benda yang kamu bawa nanti bisa membantumu mengambilnya”. Jawab kakek.
Mendengar itu aku sedikit lega lalu aku bertanya lagi,
“Aku bisa menemukannya dimana kek?”
“Benda Pusaka itu biasanya terpendam di dalam tanah, batu, pepohonan atau lingkungan alam lainnya. Namun pada hakikatnya benda pusaka itu letaknya ada di dalam alam gaib. Jadi untuk mengaksesnya diperlukan pula ketrampilan gaib, seperti manipulasi energi. Untuk dapat menarik benda pusaka agar terwujud di alam nyata, biasanya seseorang menggunakan jasa paranormal karena mereka memang biasa melakukan itu”, jawab kakek menelaskan.
“Tapi kek aku gak punya ketrampilan gaib apalagi memanipulasi energi?”, tanyaku lagi.
“Jangan khawatir kakek akan membantumu dari sini asalkan benda yang kakek berikan kemarin tidak lepas dari tubuhmu”.
Mendengar itu rasa ragu yang aku rasakan tadi sudah hilang, aku jadi bersemangat untuk pergi ke gunung X mengambil benda mustika itu.
Aku pun bilang pada kakek bahwa aku pergi ke gunung X nanti tidak sendiri, aku akan ditemani oleh Yanto temanku dan menurut kakek itu tidak masalah malah bagus karena aku ada temannya untuk pergi kesana.
Setelah itu aku pamit sama kakek untuk pulang, sesampai dirumah aku menghubungi Yanto dan memberitahunya kalau nanti malam aku akan pergi ke gunung X.
Sebenernya waktu itu Yanto ada kesibukan, yaa salahku juga sih aku menghubungi Yanto secara mendadak tapi karena Yanto sudah berjanji akan mengantarkanku dia rela meninggalkan kesibukannya, lagian kata Yanto itu tidak begitu penting dan masih bisa ditinggalkan.
Singkat cerita...
Malam itu jam 8 malam aku berangkat dari rumah dan tidak lupa berpamitan dengan kedua orang tuaku tanpa memberitahukan tujuanku ini, sebelum berangkat aku tidak lupa aku membaca niat yang sudah kakek ajarkan tadi dan tidak lupa juga aku mengikatkan benda pemberian dari kakek itu di pinggangku dengan tali dengan tujuan agar benda itu tidak terpisah dari tubuhku.
Setelah semua sudah siap aku berangkat meninggalkan rumah menuju ke rumah Yanto untuk menjemputnya, sesampai di rumah Yanto ternyata dia sudah siap dan kami tinggal berangkat.
Waktu itu kami tidak membawa bekal banyak seperti pendaki pada umumnya, kami hanya membawa beberapa botol air minum dan kacang rebus yang tadi sudah ku persiapkan, lagi pula niat kami ke gunung ini bukan untuk mendaki, melainkan untuk mencari benda mistik. Sekitar jam 10 malam kami di tempat yang kami tuju.
Nah pada tahun 2004 itu masih belum banyak pendaki seperti sekarang, jadi kami tidak perlu mengurus simaksi dan yang lainnya, kami hanya meminta ijin pada penghuni rumah terakhir yang ada di lereng gunung tersebut sekaligus menitipkan kendara’an disitu.
Setelah meminta ijin tiba-tiba bapak penghuni rumah yang kami titipi kendara’an itu bertanya pada kami,
“Mau narik benda ya?”
Mendengar pertanya’an itu sontak aku terdiam, aku mengerti maksud pertanya’an bapak ini tapi aku pura-pura tidak mengerti,
“Narik? Maksudnya pak?”
Belum sempat bapak itu menjawab pertanya’anku dari belakang Yanto menyahut,
“Ooh iya pak, dapat isyarah”.
“Hmmm.. ya udah hati-hati semoga terlaksana”. Jawab bapak itu sambil mengangguk tersenyum.
Ternyata bapak penghuni rumah itu sudah tau dengan tujuan kami ini, entah karena dia orang pintar atau karena melihat kami tidak membawa perbekalan banyak.
Setelah itu kami langsung memulai perjalanan menapaki jalan setapak yang tidak begitu lebar, di awal-awal perjalanan aku merasa deg-degan karena jujur saja ini adalah pertama kalinya aku berurusan dengan hal mistis, aku terus memikirkan bagaimana jika nanti aku di tampaki sosok laki-laki tua yang ada dalam mimpiku itu.
Lalu tiba-tiba Yanto nyeletuk,
“Ada yang lagi memperhatikan kita Jak”.
Deggg... aku tersentak mendengar perkata’an Yanto barusan, bulu kuduk tiba-tiba berdiri semua tapi aku berusaha bersikap santai,
“Iya aku juga udah ngerasa gitu dari tadi”, jawabku dengan sok tau.
“Tapi gpp, dia gak bakal berani ganggu”, ucap Yanto lagi.
Entah yang di katakan Yanto itu benar atau tidak aku tidak tau, tapi memang Yanto ini orangnya sedikit banyak paham dengan hal-hal mistis. Setelah beberapa menit berjalan aku bertanya pada Yanto,
“Dia masih memperhatikan kita nggak?”
“Udah enggak, cuma disana aja tadi mungkin dia tinggal disana”, jawab Yanto.
Mendengar itu aku merasa sedikit plong. Tadinya aku mengira yang memperhatikan itu adalah sosok laki-laki yang ada dalam mimpiku itu tapi sepertinya tidak.
Kami pun terus berjalan hingga sampai di sebuah batu besar yang letaknya tidak jauh dari tempat kami berjalan, karena capek aku mengajak Yanto untuk berhenti dulu di batu itu untuk minum dan makan kacang rebus yang ku bawa waktu itu.
Sambil makan kacang aku bertanya pada Yanto,
“Bas, ini nanti gimana? Dimana kita bisa nemuin benda itu?”
“Tenang aja, kalau emang rejekimu dia bakal nampak sendiri”, jawab Yanto.
“Kalo udah nampak langsung di ambil atau gimana?”, tanyaku lagi.
“Langsung datengin aja terus ambil, udah diajarin sama mbahmu belum?”, tanya Yanto.
“Udah tapi kurang detail, katanya dia bakal bantuin dari rumah”, jawabku.
“Yaudah kalo gitu santai aja”, ucap Yanto dengan santai.
Melihat Yanto yang sepertinya santai aku pun berusaha untuk terlihat santai walaupun sebenarnya aku tidak bisa santai.
Setelah lama istirahat kami pun lanjut berjalan naik, setelah 30 menit berjalan sampailah kami di sebuah tempat yang cukup luas yang disitu terdapat beberapa batu yang menancap di tanah. Sesampai disitu tiba-tiba aku melihat ada sebuah cahaya kecil seukuran kelereng yang berwarna kuning kemerah-merahan tepat di sela-sela batu yang menancap di tanah.
Melihat itu aku bilang sama Yanto sambil menunjuk cahaya itu,
“Bas, lihat itu cahaya apa?”
Spontan Yanto langsung melihat kearah yang ku tunjuk, lalu dia jawab,
“Kayaknya itu deh Jak yang kita cari”
“Kamu yakin Bas?”, tanyaku.
“Iya yakin, itu batu mustika, coba kita deketin”, jelas Yanto.
Pelan-pelan kami berjalan mendekati cahaya tersebut, setelah berjarak kurang lebih 5 meter kami di kejutkan oleh sosok wanita berpakaian putih, berambut panjang yang sedang duduk di atas batu dan kepalanya menunduk sambil miring ke kiri. Sepertinya wanita itu sedang menunggu batu mustika yang akan aku ambil.
Melihat itu spontan aku kaget sambil mengucap istighfar dan ingin lari tapi ketika aku akan lari Yanto memegang tanganku sambil bilang,
“Gpp Jak, tenang aja”, ucap Yanto sambil terus melihat ke arah sosok wanita itu. Lalu aku menjawab,
“Itu apa Bas?”,
“Kunti”, jawab Yanto dengan singkat.
Mendengar itu aku semakin ketakutan karena jujur saja baru kali ini aku melihat sosok kunti dengan mata kepalaku sendiri. Lalu Yanto berkomunikasi dengan sosok wanita itu,
“Siapa disitu?”
Tapi sosok itu tidak menjawab apapun, lalu Yanto kembali berucap,
“Siapa disitu? Bisa dengar gak? kalau bisa dengar tolong pergi”.
Tidak lama kemudian perlahan sosok kunti itu perlahan lenyap dan menghilang, sepertinya dia paham dengan apa yang di ucapkan Yanto barusan. Setelah sosok kunti itu hilang Yanto memintaku agar mendekati cahaya itu dan segera mengambilnya.
Aku yang tidak tau apa-apa bingung bagaimana cara mengambilnya, apa hanya diambil seperti biasa atau bagaimana, aku bertanya lagi pada Yanto,
“Diambil seperti biasa Bas?”
“Iya tinggal ambil”
“Tapi aku takut Bas, kamu aja lah yang ambil”
“Aku gak bisa Jak, yang dapat isyarah bukan aku”.
Aku terdiam sejenak untuk berfikir, aku takut kalau nanti aku dekati sosok kunti itu akan muncul lagi.
“Tenang Jak, kamu gak sendiri, ada yang bantu kamu”. Ucap Yanto.
Mendengar ucapan dari Yanto itu aku ingat sesuatu, tadi sebelum aku berangkat kakek bilang kalau beliau akan membantuku dari rumah tapi, apa mungkin kakek yang di rumah bisa membantuku yang berada disini? Kalau dipikir secara logika memang tidak masuk akal.
“Cepetan ambil Jak keburu hilang”. Ucap Yanto lagi menegaskanku.
Aku pun membuang semua rasa takutku, pelan-pelan aku berjalan mendekati cahaya itu tapi ketika jarakku sudah dekat tiba-tiba cahaya kuning kemerahan itu perlahan meredup. Setelah meredup aku merasa seperti ada yang menggerakan tangan kananku ke bawah dan mengarahkannya ke sela-sela batu dan itu sangat terasa kurasakan.
Aku mengikuti gerakan itu. Ternyata tanganku di arahkan ke tempat dimana benda itu berada, setelah aku merasa sudah mendapatkannya aku pun segera mengambilnya dan ketika benda itu sudah aku genggam tiba-tiba seperti ada sesuatu yang mendorongku dari depan hingga aku jatuh terduduk.
Melihat aku jatuh Yanto segera menghampiriku dan membantuku berdiri, setelah sudah berdiri Yanto menggandengku pelan-pelan berjalan menjauh dari bebatuan itu.
Setelah cukup jauh meninggalkan bebatuan Yanto memberiku air minum kemudian bertanya,
“Gimana Jak, dapat?”
“Dapat, ini masih aku genggam”, jawabku sambil mengembalikan botol air yang di berikan Yanto tadi.
Setelah itu Yanto mengajakku untuk segera turun dan memintaku membungkus benda yang kuambil tadi dengan selembar kain yang waktu itu sudah disiapkan Yanto. Aku pun membungkus benda itu kemudian bergegas turun tanpa mengetahui benda apa itu sebenarnya.
Setelah sekitar 15 menit berjalan kami sampai di batu tempat kami istirahat tadi ketika naik dan dari jarak 8 meter di depan aku melihat sosok kunti yang tadi kami jumpai di atas itu menampakan dirinya lagi dengan wujud yang sama tepat duduk diatas batu tersebut sambil kepalanya miring ke kiri.
Melihat keberada’an kunti itu spontan langkahku terhenti begitu juga dengan Yanto, karena takut aku bialng pada Yanto,
“Bas, apa itu?”
“Astaghfirulllah, jangan dilihatin Jak”, ucap Yanto dengan kaget.
Tanpa banyak bicara Yanto memintaku melepas benda semacam tanduk pemberian kakekku dari tubuhku, benda yang tadinya ku ikat di pinggangku itu kemudian ku lepas setelah terlepas Yanto memintanya dan aku memberikannya.
Setelah ku berikan Yanto mengangkat benda itu setinggi kepala dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang erat tangan kananku kemudian Yanto mengajaku untuk lanjut jalan pelan-pelan melewati sosok kunti itu.
Aku pun menurut dengan apa yang di katakan Yanto, kami berjalan pelan-pelan melewati sosok kunti itu dan ketika kami sudah berada tepat di sebelahnya tiba-tiba sosok kunti itu menjerit seperti kesakitan. Mendengar itu aku perasa’anku semakin ketakutan, aku berfikir,
“Apa yang terjadi dengan sosok sosok kunti itu?”
Tapi karena Yanto tidak memperbolehkanku melihat aku pun tidak berani melihatnya, lagi pula kalaupun di perbolehkan tentunya aku tidak akan melakukannya karena tidak berani.
Setelah beberapa meter berjalan meninggalkan tempat itu Yanto menurunkan tangan kanannya dan melepaskan pegangan tangan kirinya yang tadi memegang erat tangan kananku.
Setelah di lepaskan Yanto mengembalikan benda pemberian kakek itu kepadaku. Sambil berjalan aku mengikatkan kembali di pinggangku dan disitu aku merasa heran, dari mana Yanto bisa tau kalau aku membawa benda ini? Padahal sebelumnya aku tidak bilang pada Yanto. Tapi ya sudahlah tidak ada waktu untuk menanyakan hal itu disini.
Kami pun terus berjalan hingga sampailah kami di rumah terakhir tempat kami menitipkan motor tadi. Karena waktu itu pintu rumahnya sudah tertutup kami mengetuk pintunya, setelah beberapa ketukan bapak pemilik rumah itu membukakan pintu dan bilang,
“Gimana, udah dapat?”
Yanto menjawab, “Alhamdulillah udah pak”,
“Kalian hebat, semoga jodoh”, ucap bapak itu dengan keada’an yang baru bangun tidur.
Aku pun segera mengambil motorku kemudian pamit pulang sama bapak pemilik rumah itu.
Di perjalanan pulang aku dan Yanto mampir di sebuah warung kopi pinggir jalan yang waktu itu masih terlihat buka. Di warung kopi itu Yanto memintaku untuk mengeluarkan benda yang ku ambil tadi dengan tujuan dia ingin melihatnya.
Aku pun mengeluarkan benda yang sudah terbungkus kain itu dari dalam tasku kemudian aku berikan kepada Yanto, terlihat dengan serius Yanto mengamati benda itu dan benar, menurut Yanto itu adalah benda mustika yang bertuah.
Aku yang tidak tau banyak tentang benda mustika hanya mengangguk, lalu aku bertanya pada Yanto,
“Ini gunanya buat apa sih Bas?”
“Banyak, salah satunya bisa menangkal racun yang masuk ke tubuh kita”, jelas Yanto.
“Caranya pakainya gimana?”.
Lalu Yanto memperlihatkan sebuah keajaiban kepadaku, dia membuka tutup gelas kopiku kemudian mencelupkan benda itu kedalamnya, setelah dicelupkan Yanto memintaku mencicipi kopi itu.
Aku pun mencicipinya dan...
“Gimana rasanya?” tanya Yanto kepadaku.
“Hambar Bas, gak ada rasanya”.
Ini ajaib, kopi yang tadinya terasa manis itu tiba-tiba tidak ada rasanya seperti air putih biasa hanya saja warnanya tetap hitam.
“Ini bisa digunakan untuk menetralisir racun atau apapun yang bisa mencelakakan kita dan masih banyak lagi”, jelas Yanto kepadaku.
Dari sini aku jadi percaya akan kekuatan gaib.
Tidak lupa aku bertanya pada Yanto dari mana dia tau kalau aku membawa benda pemberian kakek ini, lalu Yanto bilang,
“Tadi pas kamu mengambil benda mustika itu kamu tidak sendiri Jak, ada mahkluk lain yang bersama kamu, dia yang mengeluarkan mustika ini dari alam gaib ke dunia nyata”.
Karena penasaran aku bertanya lagi,
“Apa itu ada hubungannya dengan benda pemberian kakekku?”
“Ya. Benda itu bukan benda sembarangan, benda itu ada isinya dan isinya itu yang membantu kita selama perjalanan naik hingga turun dan benda itu di takuti makhluk halus”.
Mendengar penjelasan dari Yanto aku jadi tahu sesuatu. Mungkin yang di maksud kakek membantu dari rumah itu melalui benda ini.
Karena malam semakin larut aku dan Yanto kembali pulang, sesampainya di rumah Yanto aku mengucapkan terima kasih karena dia sudah mau membantuku dan aku pun segera pulang ke rumah, sesampai di rumah aku meletakan benda itu di sebelah bantal kemudian aku tidur.
Ke’esokan harinya aku pergi ke rumah kakek untuk memberitahunya bahwa aku sudah mendapatkan benda ini dan mengembalikan benda semacam tanduk yang pernah di berikan kepadaku.
Tapi kakek malah memintaku untuk merawat benda itu dan berpesan kalau pergi ke hutan atau ke tempat-tempat angker aku harus membawa benda ini.
Setelah itu kakek memintaku untuk melakukan tirakat dengan tujuan untuk mengasah mustika yang ku dapat itu agar bisa digunakan dengan baik.
Kakek juga berpesan kepadaku agar aku merawat benda ini dengan baik tanpa beliau menanyakan benda apa ini. Mungkin beliau sudah tau terlebih dahulu.
SELESAI
BACA JUGA : Kisah Nyata Tersesat Di Alam Gaib Gunung Gede