Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN BUTO IJO


JEJAKMISTERI - Malam itu suasana di desa kampung karuhun sangatlah sepi. Maklum saja karena memang desa itu desa yang sangat terpencil, bahkan belum terjamah oleh pembangunan pemerintah. Seperti listrik, jalan menuju desa pun belum terkena aspal masih tanah merah.

Di sebuah rumah terdapat satu keluarga dengan 2 orang anak. Anak bungsu keluarga tersebut sedang demam tinggi,
"Kang, bagaimana ini Rita sakit keras sedangkan kita tidak punya uang untuk membawanya ke dokter?" ucap nunung sambil terisak.

"Entahlah nung akang pun bingung, hasil panen merugi, boro-boro untuk berobat si rita untuk makan sehari-hari pun kita banyak berhutang ke warung" timpal Adid sambil mengacak rambutnya frustasi.

"Coba akang pinjam ke kang Asep, kan dia kakak akang dan keadaannya pun sangat jauh dengan kita, dia orang paling kaya di desa ini.." desak nunung karena dia sangat mengkhawatirkan puterinya.

"Baik akang akan coba" ucap Adid sambil melangkah keluar rumah menuju rumah kang Asep kakaknya. Walaupun dalam hatinya tidak yakin akan mendapatkan pinjaman, karena kang Asep sangat pelit padahal dia kaya.

Sambil berjalan Adid melamun memikirkan kehidupannya yang jauh dari kata cukup. Rumah bekas peninggalan orang tuanya pun sudah sangat reyot kalaupun hujan, bocor dimana mana. Untuk menghidupi keluarganya Adid setiap hari bertani, tapi tahun ini panennya pun gagal, banyak hama di kebunnya. Untuk makan pun keluarga Adid harus berhutang ke warung tetangga, bahkan sering kali keluarganya puasa karena tidak ada makanan.

Tak terasa berjalan sambil melamun Adid sudah sampai ke rumah kang Asep..
"Tok tok tok, punten kang" ucap Adid sambil mengetuk pintu.

Terdengar derap langkah kaki dari dalam rumah. Tak berselang lama, pintu rumah pun di buka. Terlihat sosok pria gendut dengan kumis yang tebal itulah kang Asep.

"Ada apa Did malam-malam begini ganggu orang tidur saja" ucap kang Asep menatap Adid dengan sinis. jangankan mempersilahkan adiknya masuk tersenyum pun tidak.

Adid merasa canggung untuk mengutarakan maksudnya apalagi melihat perangai kakaknya, tapi mengingat anaknya sedang terbaring terpaksa ia harus memberanikan diri.

"Maaf kang, kalau saya mengganggu tapi Rita sekarang sedang sakit keras, saya bahkan tak punya uang untuk membawanya ke dokter. Saya kesini mau pinjam uang untuk berobat kang" ucap Adid memelas.

"Tidak ada, akang pun tak bisa meminjamkan kamu uang. Orang miskin seperti kamu mana mungkin bisa membayar hutang. Sekarang pergilah akang tak sudi punya adik yang hanya merepotkan saja.." ucap Asep mendelik sambil berkacak pinggang.

Adid yang mendapat perlakuan seperti itu pun pergi sambil berkaca-kaca, ada rasa nyeri yang menjalar ke ulu hatinya, ia sudah menduga akan seperti ini tetapi tetap saja sakit hati.

"Awas saja aku akan membungkam mulut kamu kang dengan kekayaan" umpat Adid sambil mengepalkan tangannya. Sorot matanya penuh dendam dan amarah.

Adid melangkah menuju rumahnya dengan di temani kemarahan. Sesampainya di rumah Adid langsung masuk karena pintu belum di kunci.

"Bagaimana kang, apa kang Asep mau memberikan pinjaman?" Nunung langsung bertanya begitu melihat Adid masuk ke rumah.

Adid menghela nafas panjang,
"Boro-boro memberikan pinjaman, hanya cacian yang akang dapat Nung.." ucap Adid sambil berkaca-kaca teringat lagi ucapan kakaknya yang menyakitkan.

Nunung hanya mampu terisak mendengar penuturan suaminya, dia tahu apa yang sedang suaminya rasakan sehingga dia tak bertanya apa-apa lagi.

"Sudahlah Nung besok akang pergi mencari kerja di kota, mudah mudahan ada kerjaan apapun itu akan akang kerjakan biar dapat uang untuk Rita berobat" ucap Adid mencoba menenangkan hati Nunung.

Nunung hanya mengangguk mencoba percaya bahwa suaminya bisa mendapatkan uang untuk kesembuhan sang anak.

Keesokan harinya Adid berpamitan pada Nunung untuk pergi ke kota,
"Nung akang berangkat dulu, doakan akang semoga cepat dapat kerjaan. Titip anak-anak dan jaga dirimu baik-baik ya" ucap Adid sambil mengusap pucuk kepala sang isteri.

"Iya kang, Nunung akan doakan akang yang terbaik" ucap Nunung sambil mencium punggung suaminya dengan takzim.

Adid perlahan melangkah pergi meninggalkan rumahnya. Cuaca hari itu sangat cerah tapi tidak dengan Adid yang sedang bersusah hati. Sampai di suatu persimpangan Adid tidak mengambil jalan ke kiri yang akan membawanya ke kota, tetapi Adid malah belok kanan yang menuju hutan larangan.

Entah apa yang merasuki pikiran Adid hingga membawanya ke hutan larangan yang terkenal keangkerannya. Banyak orang yang melakukan pesugihan disana.

Yang ada di pikiran Adid yaitu harus menemui mbah Jaya yang menjandi kuncen untuk pesugihan. Dia sudah menyerah dengan keadaannya sekarang. Adid hanya ingin kaya secepatnya.

Rumah mbah Jaya yaitu di tengah-tengah hutan tersebut. Memang mbah Jaya suka dengan kesunyian karena dia merasa tenang saat bersemedi.

Sampailah Adid ditengah hutan, dia mencari letak rumah mbah Jaya. Walaupun dia pernah mendengar tentang laki-laki tua itu, tapi baru kali inilah dia sampai memberanikan diri untuk menemuinya.

Dari kejauhan Adid melihat sebuah gubuk panggung dengan beratapkan daun kelapa. Adid segera menuju gubuk tersebut.

Tok.. Tok.. Adid mengetuk daun pintu gubuk tersebut,
"Masuk" terdengar suara berat dari dalam gubuk.

Adid membuka pintu dengan perasan berdebar, dia duduk setelah di persilahkan oleh tuan rumah. Dihadapannya ada laki-laki tua dengan sorot mata tajam dengan jambang yang sudah memutih, dialah mbah Jaya.

"Saya tahu kedatanganmu wahai anak muda, apa kamu siap dengan ritual untuk mendapatkan kekayaan" ucap mbah Jaya tanpa berbasa-basi sepertinya dia sudah tahu maksud kedatangan Adid.

Adid terperanjat karena tanpa bertanya mbah Jaya tahu maksudnya,
"Si..ap mbah" ucap Adid sambil bergetar karena gugup.

"Baiklah pertama kamu harus meminum darah ayam cemani, lalu memanggang ikan diantara ikan yang ada di ember itu dan harus bersemedi selama semalam, jangan membuka mata apapun yang terjadi sampai mbah yang menyuruhnya. Dan kamu harus tahu setelah nanti kamu kaya maka kamu harus memberikan tumbal manusia setiap tahunnya" ucap mbah Jaya menjelaskan.

Adid mengiyakan karena tekadnya sudah bulat ingin kaya tanpa memikirkan imbasnya.

Adid memulai ritual yang pertama meminum darah ayam cemani yang sudah di sediakan mbah Jaya. Dia merasakan mual yang luar biasa tapi ditahannya karena kalau sampai muntah maka ritualnya gagal.

Adid bisa melewati ritual pertamanya, sekarang ritual yang kedua yaitu memanggang ikan. Ia melangkah mendekati ember dan memilih ikan tersebut. Adid memilih ikan yang paling kecil karena di pikirannya biar tak lama menghabiskannya.

Perlahan Adid mulai meletakan ikan kecil itu untuk di bersihkan, ketika Adid mulai membersihkan sisik ikan terdengar suara Rita menjerit dan mengatakan bapak tolong hentikan, sakit.....! Adid terlonjak kaget tapi ketika Adid berhenti suara Rita pun ikut berhenti. Adid pun melanjutkan pekerjaannya dan berpikiran mungkin hanya halusinasinya saja.

Ketika Adid membelah perut ikan itu sekali lagi Adid mendengar suara Rita menjerit lebih keras dan berkata, bapak... sakit.. bapak... jahat! Lalu perlahan-lahan terdengar seperti nafas yang sedang sekarat lalu hilang. Kali ini Adid bahkan tidak menggubris suara itu dan melanjutkan memanggang dan memakan ikannya sampai habis.

Tiba-tiba mbah Jaya sudah ada di depan Adid sambil tersenyum menyaksikan Adid yang sudah memakan ikannya sampai tak bersisa,
"Benar-benar kamu anak muda, sudah haus akan harta. Tapi bagaimana pun kamu sudah berhasil di ritual kedua, sekarang sudah waktunya kamu menuju goa di belakang rumah ini dan bersemedi semalaman" ucap mbah Jaya sambil memandang tajam.

Langit malam itu sedikit berkabut, suara hewan hutan terdengar menyeramkan. Pohon-pohon tinggi berjajar seperti raksasa menakutkan, tapi tidak menyurutkan niat Adid untuk melanjutkan ritualnya. Adid berjalan di belakang mbah Jaya yang sedang berkomat-kamit merapalkan manteranya.

Tidak berselang lama mereka telah sampai di depan goa, lalu mbah Jaya mengajak Adid masuk. Ketika Adid masuk terlihat lorong panjang nan gelap, Adid memaksakan kakinya mengikuti mbah Jaya, mbah Jaya menyuruh berhenti ketika sampai di tanah yang agak tinggi dan di depan mereka terdapat nampan yang penuh dengan sesajen. Ada dupa, kemenyan, kembang 7 rupa, darah ayam cemani, dan telur ayam kampung.

"Wahai anak muda, duduklah di depan sesajen itu dan pejamkan matamu bersemedilah minta apa yang kamu inginkan, hadapi semua yang akan mengganggumu jangan sampai membuka mata sampai aku yang membangunkanmu, jika kamu berhasil mbah jagat wireksa akan mengabulkan apa yang kamu minta, aku akan menjemputmu besok pagi" ucap mbah Jaya sambil berlalu meninggalkan Adid.

Selepas kepergian mbah Jaya, Adid melaksanakan ritual pamungkasnya. Hingga menjelang tengah malam Adid mendengar suara wanita tertawa cekikikan dan merasakan belaian halus di pundaknya. Tapi lama-lama belaian tersebut berubah menjadi cekikan, nafas Adid terasa sesak tapi Adid tidaklah goyah lama-lama gangguan tarsebut menghilang.

Berbagai gangguan Adid rasakan tapi tidak membuat Adid berhenti melakukan ritualnya, sampai Adid seperti melihat Rita di seret oleh sosok tinggi besar, seluruh badannya berwarna hijau, berbulu. Bola mata makhluk tersebut sebesar bola kasti berwarna merah, dengan mulut yang bertaring tajam. Rita di seretnya tanpa ampun sampai tubuhnya terus mengeluarkan darah dengan pakaian yang sudah terkoyak. Rita terus menjerit dan meronta tapi tak dihiraukan makhluk tersebut. Malah semakin Rita menjerit makhluk tersebut tidak segan mencambuk tubuhnya sampai terguling lalu di seret kembali.

Hampir saja Adid membuka mata, tapi Adid teringat kembali ucapan mbah Jaya yang mewanti-wanti jangan membuka mata, sampai tak terasa waktu pun telah pagi. Mbah Jaya membangunkan Adid dan mengatakan ritual terakhirnya berhasil.

Ketika Adid membuka mata, Adid terbelalak di depan matanya banyak uang tertumpuk dan emas berkilauan. Adid berteriak senang tak menyangka hidupnya kaya.

Desa Kampung karuhun hari itu di gemparkan oleh kematian Rita. Banyak warga berbondong-bondong untuk takziah dan mengucapkan bela sungkawa kepada Nunung.

Terlihat Nunung menangis histeris menyaksikan jasad puteri kecilnya yang sudah terbujur kaku. Otih kakak Rita yang baru berusia 12 tahun pun sesenggukan di dekat sang ibu. Memang jarak usia Otih dan Rita tidak beda jauh hanya beda 3 tahun.

Mak Imah tetangga yang paling dekat rumah Nunung, sedari tadi mencoba menenangkan Nunung yang menangis. Banyak warga yang berbisik-bisik menanyakan keberadaan Adid yang tidak kelihatan batang hidungnya.

Pak Rt yang baru datang bersama kyai Sukma membuka penutup wajah jasad Rita, tapi begitu melihatnya pak Rt merasa heran dengan wajah kecil Rita yang lebam membiru. Berbeda dengan kyai Sukma, ia terlonjak kaget menyaksikan bahwa yang di hadapannya bukan jasad Rita melainkan hanya gedebog pisang. Tapi beliau tak memberi tahu siapapun, beliau hanya beristigfar dan menghela nafas panjang.

"Nung, yang sabar semua sudah takdir yang di atas. Jangan terus bersedih kasihan Rita jangan memberatkan kepergiannya. Kamu masih punya Otih yang masih membutuhkanmu" ucap Kyai sukma mencoba memberi kekuatan hati Nunung yang terlihat sangat rapuh.

Nunung tidak menjawab hanya mengangguk dan mencoba meredakan tangisannya.

"Maaf nung dari tadi saya tidak melihat Adid, kemana?" tanya pak Rt sambil celingukan.

Mata nunung kembali memanas,
"Kang Adid dari kemarin pergi, mencari pekerjaan ke kota" ucap nunung sambil terisak.

"Baiklah sambil menunggu suamimu pulang bagaimana jika kita mengurus jenazah Rita, kasihan jika di biarkan terlalu lama?" kyai Sukma memberikan pendapatnya.

Warga pun setuju dan mulai menyiapkan keperluan mengurus jenazah. Ibu-ibu sudah bersiap memandikan begitupun Nunung, ia ingin memandikan sang anak untuk terakhir kalinya.

Begitu baju Rita mulai di buka semua yang memandikan kaget karena seluruh badan Rita membiru dan lebam hampir sekujur tubuhnya. Di bagian perutnya terdapat garis memanjang berwarna merah seperti bekas di belah.

Nunung mencoba menjelaskan kepada warga, bahwa semua lebam di akibatkan demam terlalu tinggi sehingga pembuluh darah mengalami penyumbatan dan beku. Nunung pun tahu dari mantri desa yang memeriksa Rita tadi pagi. Warga pun akhirnya percaya.

Setelah di mandikan lalu, jenazah Rita di bungkus kain kafan dan yang terakhir di sholati.

Hari sudah menjelang sore, tapi Adid yang di tunggu belum juga datang. Akhirnya warga pun sepakat menguburkan jenazah Rita hari itu juga, Nunung hanya bisa pasrah tidak bisa mencegah untuk menunggu suaminya pulang karena takut keburu malam. Jenazah Rita pun akhirnya di makamkan di pemakaman umum desa Karuhun yang terletak di ujung desa.

Sepanjang jalan Adid bersiul dan bernyanyi riang, udara malam yang dingin nan hening tak dipedulikannya. Adid hanya ingin cepat cepat sampai ke rumahnya.

Dari kejauhan Adid melihat bendera kuning di rumahnya, terdengar suara orang mengaji, Adid berlari mendekati rumahnya dan banyak orang juga disana. Adid heran dan tanpa mengucapkan salam Adid segera masuk ke dalam rumah.

"Ada apa ini, kenapa rame-rame mengaji di rumah kita nung?" Adid bertanya sambil menatap Nunung yang tengah duduk di pojok rumah sambil menangis.

"Akang kemana saja? Kenapa baru datang kang? Dimana akang saat Rita sekarat?" tanya Nunung sambil memukul mukul dada Adid.

"Apa.. jadi Rita meninggal?" Adid lemas dan tubuhnya ambruk di hadapan Nunung matanya berkaca-kaca.

Adid baru ingat tentang ikan yang dia panggang, jadi itu hanyalah simbol tumbalnya. Di dalam hati Adid, dia sangat terpukul tapi egonya mengalahkan nuraninya. Alah persetan dengan Rita, lagian anak itu hanya merepotkan saja. Rita itu sering sakit sakitan jadi buat apa dia hidup, yang terpenting sekarang saya kaya, gumam Adid dalam hatinya.

Tak berselang lama, Adid bangkit dia pura-pura merasa sedih,
"Sabar nung, mungkin sudah waktunya Rita meninggal. Akang pun sangat bersedih dan merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan anak kita" Adid memeluk Nunung sambil menangis.

Orang-orang yang sedang berkumpul pun ikut merasakan duka ketika melihat pasangan suami isteri tersebut kehilangan anaknya. Bahkan sang juragan kaya, kang Asep sama sekali tidak peduli jangankan memberikan ucapan bela sungkawa datangpun tidak, padahal yang meninggal adalah keponakannya.

Hari hari keluarga Adid di lewatinya hanya bertiga, pada suatu senja Adid mengajak Nunung bersama Otih bercengkrama karena sekarang Nunung sudah terlihat tegar.

"Nung, waktu akang pergi ke kota, akang bertemu dengan saudagar kaya yang sedang di rampok. Akang berhasil melawan perampok itu. Dan akang di beri hadiah ini" ucap Adid sambil memperlihatkan tumpukan uang dan emas didalam tas ranselnya.

Nunung dan Otih melongo, melihat uang dan emas yang begitu banyak dan baru kali ini juga mereka melihatnya.

"Akang berniat membuat rumah yang bagus, dan membuka toko sembako untuk memenuhi kebutuhan kita kedepannya" Adid melanjutkan bicaranya.

Nunung dan Otih yang polos percaya saja atas ucapan Adid tanpa merasa curiga sedikit pun.

Mulai hari itu Adid menjadi orang terkaya di kampungnya, bahkan Asep kakaknya berada jauh di bawahnya. Toko sembako Adid sangat ramai pembeli bahkan baru saja Adid meresmikan toko cabang yang ke 5.

Kehidupan Adid yang bergelimang harta secara tiba-tiba menimbulkan kecurigaan banyak warga. Tapi warga tidak bisa berbuat apa-apa, selain tidak adanya bukti apapun Adid selalu memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan. Padahal kedermawanan Adid hanyalah sandiwara untuk menutupi pesugihannya.

Setelah Adid kaya keluarga Asep pun berubah sikapnya. Mereka selalu memuji keberhasilan Adid, dan membanggakan Adid sebagai Adiknya.

Sore itu Asep mengunjungi Adid dengan tujuan ingin meminjam uang untuk usahanya yang sedang menurun.

"Permisi Did" ucap Asep sambil mengetuk pintu rumah sang adik.

Adid yang tengah bersantai di ruang keluarga pun melangkah membukakan pintu,
"Eh kang Asep, ada apa akang kesini?" ucap Adid ketus sambil menatap tajam kakaknya.

Adid teringat saat dia dulu meminjam uang, dan dendam itu masih tersimpan di hatinya.

"Maaf Did, akang kesini mau pinjam uang untuk modal usaha. Kan sekarang kamu sudah kaya, masa tidak kasihan pada kakakmu ini yang sedang mengalami kesulitan" Asep memelas berharap Adid yang dulu di kenalnya orang baik, walaupun miskin itu mau memberikan pinjaman uang.

Adid tersenyum sinis,
"Bukannya akang malu punya adik seperti saya?"

Asep kaget tak menyangka adiknya masih ingat apa yang dikatakannya dulu,
"Maafkan akang yang dulu Did, akang bersalah" Asep mengatakannya seolah menyesal.

"Baiklah kang, perlu uang berapa?" ucap Adid yang sudah merasa muak melihat sandiwara kakaknya.

"Hanya sepuluh juta" ucap Asep sambil tersenyum dan berpikir ternyata Adid masih sebodoh dulu, hanya berpura-pura baik Adid menjadi kasihan padanya.

Adid masuk ke rumah untuk mengambil uang, dan Adid tersenyum yang menyiratkan sesuatu, pembalasan akan segera di mulai kang! gumam Adid dalam hatinya.

"Ini kang uangnya" Adid memberikan Amplop cokelat kepada Asep.
"Terimakasih Did, Akang janji akan segera mengembalikannya" ucap Asep.

Setelah Asep pulang Adid segera menutup pintu sembari terus mengumbar senyum anehnya.

Sudah satu tahun Adid menjadi orang kaya, besok adalah malam jumat kliwon dia harus menyerahkan tumbalnya kepada mbah Jagat wireksa.

Hari itu Kiki anak semata wayang Asep bermain ke rumah Adid. Adid kegirangan melihat mangsanya menghampiri sendiri tanpa repot-repot mencarinya.
Kiki bermain bersama Otih, anak yang berusia 6 tahun itu tampak asyik memainkan mobil mobilan.

"Kiki kesini nak" Adid memanggil Kiki.
"Ada apa paman?" ucap kiki menghampiri Adid.
"Ini buat jajan kamu ki.." Adid menyerahkan uang sepuluh ribu kepada kiki.
"Terimakasih paman" ucap Kiki kegirangan sambil pergi jajan.

Adid melihat Kiki memakan jajanan dari uang yang di berikannya, tersenyum miring sebentar lagi Kiki akan menjadi tumbalnya karena uang yang di berikannya telah di beri mantra penyerahan tumbal.
Adid mewanti wanti Otih untuk tidak meminta jajanan Kiki, walaupun heran tapi Otih tetap menuruti perintah bapaknya.

Malam itu terasa sangat mencekam. Adid telah memasuki kamar khususnya yang tidak boleh di masuki siapapun termasuk Nunung dan Otih. Adid berkomat-kamit merapalkan mantranya sambil membakar dupa, di hadapannya terdapat nampan berisi sesajen.

Nunung tampak gelisah dikamarnya, Nunung merasa akan terjadi sesuatu malam ini. Nunung merasa heran akan kelakuan suaminya karena setiap malam jumat Adid selalu tidur di kamar khususnya. Nunung tidak tahu isi kamar tersebut, namun dia tidak berani untuk memasukinya karena Adid selalu marah besar ketika Nunung mencoba mendekati kamar tersebut.

Didalam kamar khusus, Adid memanggil mbah jagat wireksa. Tiba-tiba muncul Asap tebal yang lama kelamaan menjadi sosok raksasa berwarna hijau yang sering di panggil buto ijo.

"Aku akan menjemput tumbalku, terimakasih abdiku kau memberikan makanan lezat malam ini hahaha" suara buto ijo terdengar menggelegar memekakan telinga Adid. Setelah itu, buto ijo pun menghilang menyisakan bau gosong yang menyengat.

Udara malam itu di rumah Asep terasa panas, Ida istri Asep sudah menyalakan kipas angin tetap saja gerah. Bahkan Kiki anak mereka sampai membuka baju karena tak kuat menahan panas, keringat membasahi tubuh kecilnya.

Angin berhembus sangat kencang menerpa pintu rumah Asep, tiba-tiba muncul sosok buto ijo yang hanya dapat di lihat oleh Kiki. Kiki pun menjerit dan berlari memeluk sang ibu. Sontak membuat Asep dan Ida merasa heran dengan kelakuan sang Anak.

"Ada apa Ki" Ida bertanya sambil memeluk Kiki.

Belum sempat Kiki menjawab tangan besar buto ijo itu sudah mencekik lehernya. Kiki melotot dengan lidah menjulur menahan sakit, tubuhnya kejang mencoba berteriak tetapi semakin Kiki mencoba menjerit tangan buto ijo semakin mengeratkan cekikannya.

Ida pun menangis melihat keadaan puteranya, Asep mencoba memberikan pertolongan kepada Kiki tapi hasilnya nihil. Kiki menggelepar kelojotan dengan tubuh penuh lebam.

Buto ijo itu tak mau berlama-lama, setelah mencekik Kiki lalu buto ijo itu merogoh dada Kiki dan mengambil Organ tubuh anak tersebut seperti ginjal, hati, usus bahkan yang terakhir jantungnya, lalu di makannya dengan rakus. Darah Kiki pun tak luput di sedotnya sampai habis sehingga Kiki sangat pucat kehabisan Darah. Setelah itu tubuh Kiki di telannya bulat bulat. Memang Buto ijo itu menyukai tumbal anak-anak di bawah 10 tahun untuk di santapnya, sedangkan tumbal di atas 10 tahun di jadikannya jembatan, pilar, dan dinding di istananya.

Ida dan Asep sangat panik melihat tubuh Kiki yang sangat pucat. Asep berdiri untuk memanggil mantri desa tapi semuanya telah terlambat, tiba-tiba badan Kiki terhempas ke lantai sudah tak bernyawa. Mata kiki melotot dengan lidah yang menjulur, seluruh tubuhnya lebam dan di bagian perutnya ada garis merah memanjang. Keadaannya sama seperti kematian Rita dulu.

Ida menjerit histeris, Asep pun terkulai lemas. Jiwanya tergoncang melihat kematian Kiki kecilnya yang tragis. Banyak tetangga berdatangan mendengar jeritan Ida, dan mereka pun sangat shock melihat Kiki sudah terbujur kaku.

Di kamar khusus, Adid tengah tertawa melihat nampan yang berisi sesajen berubah menjadi tumpukan uang dan emas. Dia sangat gembira karena telah berhasil memberikan tumbal dan mendapat kekayaan yang sangat banyak.

***

Pagi hari, Desa Kampung karuhun kembali digegerkan dengan kematian Kiki yang mendadak. Kemarin Kiki masih terlihat bermain dan berlari kesana-kemari dengan ceria. Semua warga merasa terpukul dengan kematian anak lucu seperti Kiki.

Adid sekeluargapun datang takziah kerumah Asep dan mengucapkan bela sungkawa. Adid seolah-olah merasa terpukul dengan kematian keponakannya itu, dia memeluk Asep kakaknya dengan menguatkan hati Asep untuk mengikhlaskan sang anak. Padahal dihatinya, Adid sedang gembira menyaksikan kehancuran Asep. "Ini baru permulaan kang!" gumam Adid dalam hatinya.

Berbeda dengan Ida, ia merasa Adid lah yang membuat Kiki meninggal. Ida berkali-kali menatap sinis kearah Adid, mungkin firasat seorang ibu sangatlah peka.
Nunung menggenggam tangan ida memberikan kekuatan, karena Nunung sudah pernah merasakan kehilangan anak dan rasanya begitu menyakitkan.

Kehidupan Adid terus meningkat, karena toko sembakonya berkembang pesat berkat bantuan si buto ijo. Tapi itu semua tidak menjadikan Adid merasa puas, ambisinya selalu mengatakan itu belum cukup.

Nunung hanya diperbolehkan Adid menggunakan uang seperlunya, bahkan Nunung dan Otih tak pernah belanja barang yang mewah. Makanpun seadanya saja, karena Adid takut jika hartanya habis dan kembali hidup miskin. Adid sangat pelit kepada keluarganya, berbeda jika ada warga yang membutuhkan Adid selalu nyumbang dengan nominal besar. Itu semua dilakukan untuk menutupi kecurigaan warga.

Nunung merasa aneh setelah kaya, Adid menjadi pelit. Adid pun tak pernah shalat, bahkan jika Nunung dan Otih ketahuan shalat maka Adid akan marah besar. Mukena Nunung dan Otih habis karena di bakar Adid. Nunung merasa tak mengenal sosok Adid yang sekarang.

Usaha Asep setiap bulannya selalu menurun, bahkan nyaris bangkrut. Surat tanah dan surat rumah sudah di gadaikannya ke Bank untuk suntikan modal, namun tetap saja usahanya tidak ada kemajuan. Sebenarnya itu semua ulah Adid, tentu saja dengan bantuan si buto ijo. Dendam Adid telah membutakan mata hatinya sehingga Adid hanya ingin melihat kehidupan kakaknya hancur berantakan.

Asep yang sudah putus asa, meminta Ida untuk meminjam uang lagi kepada Adid untuk modal. Awalnya Ida menolak mentah-mentah permintaan suaminya itu. Karena dia masih curiga kepada Adid atas kematian kiki walaupun Ida belum mempunyai bukti apapun atas tuduhannya itu. Tetapi Asep terus saja memohon, akhirnya Ida mengiyakan dengan terpaksa.

"Asallamualaikum" ucap Ida sambil mengetuk pintu.
"Waallaikumsalam" Nunung membukakan pintu.
"Eh teh Ida, mari masuk" Ajak Nunung sambil mempersilahkan tamunya duduk.

Tak berselang lama Adid pun menghampiri mereka yang baru saja duduk.

"Tumben teh, main kesini ada apa?" tanya Adid sedikit ketus.
"Teteh kesini diminta kakakmu untuk pinjam uang, usaha kami saat ini benar-benar di ambang kebangkrutan" ucap Ida tanpa basa-basi mengutarakan maksudnya, Ida malas berlama-lama apalagi melihat kesombongan Adid.

"Duh teh bagaimana sih, dulu saja yang sepuluh juta gak di bayar ini udah mau pinjam lagi" Adid melotot sambil berkacak pinggang.

Ida hanya mampu menunduk tak bisa bicara apa apa lagi.
Nunung pun yang melihat perangai suaminya itu hanya menggeleng kepala dan mengelus dadanya.

Tiba-tiba terlintas di benak Adid sebuah cara untuk membuat kakaknya lebih menderita dan tentunya menguntungkan dirinya, Adid tersenyum culas.
"Baiklah teh begini saja, saya akan memberikan uang ini untuk membantu ekonomi kalian. Memanglah tidak banyak tapi setidaknya bisa membuat kalian tetap makan, kalau meminjamkan Saya tidak bisa" ucap Adid setengah mengejek sembari memberikan uang gambar bung karno sekitar 10 lembar.

Tidak ada pilihan lain, Ida pun tetap menerima uang itu walaupun merasa terhina. Memang saat ini keluarganya sedang butuh uang. Setelah menerima uang tersebut, Ida pun permisi pulang.

Malam itu adalah malam jumat, Ida dan Asep sedang berbincang di ruang keluarga. Hari itu tepat satu tahun Kepergian Kiki, dan Ekonomi mereka terasa sangat sulit akhir-akhir ini.

"Kang kenapa ya setelah Kiki tiada, ekonomi kita pun seakan terasa sulit, usaha kita pun menurun" Ida berkaca-kaca mengingat Kiki dan kesulitan mereka.

"Akang pun bingung setiap hari selalu ada saja orang yang menagih hutang, kian hari hutang kita pun kian menumpuk apalagi hutang ke rentenir yang selalu saja berbunga tiap harinya" ucap Asep menghela nafas panjang.

Tiba-tiba Ida dan Asep melihat bayangan hitam dihadapannya, lama-kelamaan bayangan hitam itu terlihat jelas menjadi sosok raksasa yang mengerikan.

Ida menjerit sementara Asep melongo tak bisa mengeluarkan suara apapun,
"Aku sudah memakan anak kalian, sekarang Aku akan menjemput istrimu untuk kujadikan budakku hahaha.." suara raksasa itu menggelegar membuat ciut semua yang mendengarnya.

"Tolong jangan, sia....pa ka..mu?" tanya Ida sambil gemetar.

"Kamu telah memakan uangku, dan sekarang kamu harus membayarnya dengan nyawamu" ucap buto ijo sambil menyeringai kearah Ida memperlihatkan taringnya yang sangat tajam.

Ida semakin takut dan merapatkan tubuhnya ke tembok, sementara Asep sudah terkulai pasrah sambil matanya terus melihat kearah buto itu.

Buto ijo merangkul pundak Ida, dan beberapa kali dilemparkannya ke tembok. Setelah puas buto itu mencengkram leher Ida dan mencekiknya. Terlihat darah segar mengalir dari bibir ida dan buto ijo segera menjilat darah Ida sampai habis. Lalu Ida dihempaskannya ke lantai dan diseretnya, Ida berusaha meminta tolong kepada Asep. Tapi jangankan menolong Asep pun tak bisa bergerak saking takutnya. Akhirnya buto ijo perlahan menghilang sembari terus menyeret Ida.

Perlahan Asep membuka mata, Asep bernafas lega dan berfikir yang terjadi tadi adalah sebuah mimpi buruk saja. Asep mulai bangkit dan kakinya terasa menyenggol sesuatu, Asep melihat kebawah dan terkejut ketika melihat tubuh istrinya terbujur kaku. Asep menjerit karena shock ternyata kejadian tadi adalah nyata dan tadi dia pingsan bukan tertidur.

Asep tak kuasa menahan tangis, apalagi melihat kondisi jasad istrinya yang mengenaskan seluruh badannya lebam dan membiru, bibirnya sangat pucat dan terlihat robekan yang lumayan besar, lehernya pun patah dengan posisi leher terkulai. Asep terus saja menjerit sampai warga pun berdatangan. Semua warga kembali terkejut melihat kondisi Ida yang telah meninggal, warga mulai geram dan saling bertanya siapa dalang di balik semua itu. Bahkan warga yang bertanya kepada Asep penyebab kematian Ida, tak mendapat jawaban apapun karena Asep terus saja menjerit dan menangis.

Kejadian itu memicu kecurigaan warga karena sudah 3 orang dalam kurun waktu 3 tahun yang meninggal dengan cara tak wajar.

Kehidupan Adid terus saja melonjak, toko sembakonya sudah tersebar dimana mana. Bahkan dikota pun Adid sudah mempunyai beberapa cabang. Adid sekarang sudah tersenyum puas karena telah membalas dendam kepada Asep. Asep sudah di usir dari rumahnya karena tidak bisa melunasi hutangnya dan kini entah dimana keberadaannya. Terakhir Adid mendengar kabar bahwa kakaknya berkeliaran di jalan menjadi orang gila. Sungguh kabar yang sangat menggembirakan bagi Adid. Tapi di dalam hatinya Adid sedang di landa kebingungan siapa lagi orang yang akan di tumbalkannya untuk tahun depan yang tinggal beberapa bulan lagi.

***

Nunung dan Otih hari itu belanja kebutuhan bulanan kepasar, Otih yang sudah beranjak remaja pun sangat cekatan memasukan barang belanjaan ke dalam mobil. Otih pun heran walau sang bapak sangat kaya raya tapi bapaknya tak mempekerjakan orang lain di rumahnya seperti sopir, pembantu, dan tukang kebun. Semuanya hanya dikerjakan Nunung dan Otih setiap harinya. Sebegitu pelit bapaknya bahkan untuk biaya belanja, biaya sekolah, semuanya harus ada kwitansinya. Nunung yang sedari tadi melihat anaknya melamun menepuk bahu sang anak.
"Ada apa nak, kok melamun?"
"Ehh.. ibu tidak apa-apa bu, ayo kita pulang!" ucap Otih sambil tersipu malu karena ketahuan melamun.

Ketika Nunung dan Otih akan naik ke mobil terdengar panggilan seseorang,
"Asalamuallaikum bu Nunung" ternyata itu kyai Sukma menghampiri mereka dengan tergesa.

"Waalaikumsallam, ada apa pak kyai?" tanya Nunung sambil turun kembali dari mobilnya.
Otih hanya diam memperhatikan obrolan kyai Sukma dengan ibunya.

"Maaf bu jika saya lancang, sebaiknya ibu dan Otih harus segera meninggalkan rumah sepertinya ada yang tidak beres dengan suami ibu"

Nunung dan Otih heran dengan ucapan kyai Sukma,
"Maksud pak kyai, aneh bagaimana?" Nunung mengerutkan dahinya.

"Maaf bu, saat Rita anak ibu meninggal yang saya lihat bukan Rita tetapi hanya gedebog pisang, begitu pun dengan jasad Kiki dan bu Ina. Sepertinya ini ada kaitannya dengan kemajuan pak Adid, kalian berdua harus berhati-hati. Bukan saya suudzon tapi waspada itu harus" ucap kyai Sukma tanpa berbasa-basi lagi karena yang dia pikirkan saat ini adalah keselamatan Nunung dan Otih.

Ucapan kyai Sukma sontak saja membuat Nunung marah tidak terima suaminya di tuduh melakukan pesugihan.

"Jaga bicaranya pak kyai, asal pak kyai tahu harta yang didapatkan kang Adid adalah hadiah dari saudagar yang ditolongnya, pak kyai jangan berpikiran macam-macam kalau tidak tahu kebenarannya. Saya tidak akan percaya ucapan pak kyai sampai kapanpun. Saya tegaskan jangan campuri urusan rumah tangga orang lain, ngurus keluarga sendiri pun pak kyai belum tentu becus" ucap Nunung gusar sambil berlalu naik kedalam mobil, terlihat Nunung sangat marah dan membanting pintu mobilnya dengan keras.

Mobil Nunung pun perlahan maju meninggalkan kyai Sukma yang hanya menggelengkan kepala sambil menarik nafas panjang. Ternyata niat baiknya tidak bisa diterima Nunung.

Mobil Nunung telah memasuki pelataran rumahnya. Terlihat Adid sedang bersantai di teras rumah sambil meminum secangkir kopi. Adid merasa heran karena Nunung turun dengan memasang wajah jengkel.

"Kamu kenapa nung, pulang dari pasar kok mukanya merah begitu?" tanya Adid.

Nunung tak menjawab pertanyaan suaminya, dia bingung harus menjawab apa takut suaminya tersinggung. Nunung masuk rumah tanpa bicara sepatah kata pun.

"Kenapa dengan ibumu?" kini Adid bertanya kepada anaknya.
"Itu pak, tadi waktu di pasar kita di suruh berhati-hati oleh kyai Sukma, karena katanya bapak melakukan pesugihan" Otih menjawabnya dengan jujur.

Adid terperanjat kaget ternyata kyai Sukma sudah tahu kelakuannya. "Sialan... awas saja kalau sampai si Sukma ikut campur urusan saya!" Geram Adid dalam hatinya.

Sedari sore Adid sudah menyiapkan keperluan untuk nanti malam. Malam ini adalah malam jumat, dimana Adid akan bersemedi didalam kamar khususnya. Tepat pukul 12 malam, Adid memasuki kamar khususnya. Sebuah nampan dengan berbagai sesajen sudah tersedia, bau kemenyan sudah menguar kemana-mana. Mulut Adid berkomat kamit merapalkan mantranya, asap tebal tiba-tiba memenuhi kamarnya dan menjelma menjadi sosok buto ijo.

Adid duduk bersimpuh dan menyembah makhluk tersebut.

"Sembahmu Aku terima abdiku.. hahaha" ucap buto ijo sambil tertawa keras.

"Terimakasih gusti.." ucap Adid sambil kembali duduk bersila.

"Ingatlah minggu depan kamu harus menyiapkan kembali tumbalmu. Minggu depan bersamaan dengan bulan purnama penuh, aku ingin tumbal dari keluargamu yaitu putrimu" suara mbah Jagat wireksa menggema ke segala penjuru rumah.

Adid tercengang mendengar penuturan buto ijo itu, bagaimanapun Adid sangat menyayangi Otih.

"Maaf mbah apakah tidak bisa di ganti dengan orang lain?" tanya Adid memelas, nurani seorang ayah seakan tidak rela harus kembali kehilangan anaknya.

"Jangan membantah kau Adid! Aku menginginkan putrimu untuk menambah kesaktianku. Putrimu masih gadis akan menjadikanku semakin sakti apabila menjadi tumbal pada saat bulan purnama" buto ijo itu kelihatan geram dengan penolakan halus Adid.

Adid hanya mampu menunduk, dia kelihatan sangat takut melihat kemarahan sang buto ijo.

"Tapi kau tenang saja, aku akan memberikan harta dua kali lipat dari tumbal lainnya jika kau menjadikan putrimu tumbalku kali ini" buto ijo memberikan tawaran sambil menatap tajam kearah Adid.

Adid berbinar mendengar tawaran itu, hatinya sangat senang akan mendapat harta yang berlimpah. Adid seakan tak peduli akan nyawa Otih, baginya harta diatas segalanya.
Adid kemudian menyanggupi permintaan buto ijo itu sambil membayangkan hartanya akan semakin menggunung.

Sikap Adid mulai hari itu sangat berubah, Adid memanjakan Otih. Segala keinginan Otih selalu di penuhinya, tidak perhitungan seperti biasanya. Tentu saja karena Adid sudah tahu nyawa Otih tidak akan lama lagi. Tidak apalah dia menghabiskan sedikit uang untuk satu minggu kedepan, karena nanti akan mendapatkan harta lebih, pikir Adid.

Otih dan Nunung merasa heran akan perubahan sikap Adid. Tapi tak berani bertanya, lagian itu perubahan yang baik.
Setiap hari Otih pergi belanja ke mall yang selama ini tak pernah dilakukannya. Lalu pergi ke salon untuk perawatan, Otih berubah menjadi gadis cantik, tanpa disadarinya ada bahaya besar yang sedang mengintainya.

Pagi hari udara di desa Kampung karuhun sangat sejuk, Otih sedang berjalan menyusuri jalan desa untuk jalan-jalan pagi.
Otih kembali berpapasan dengan kyai Sukma yang baru pulang dari mesjid.

"Asallamualaikum nak Otih" sapa kyai Sukma sambil tersenyum.

"Ada apa lagi pak Kyai?" tanya Otih ketus tanpa menjawab salam kyai Sukma.

"Maaf nak, sebaiknya segera pergi dari rumahmu, ada bahaya yang sedang mengancam" ucap kyai Sukma memperingatkan Otih karena didalam penglihatannya ada sosok tinggi besar selalu mengikuti Otih.

"Aduh pak Kyai ini tak bosan apa mengusik kehidupan keluarga saya, iri itu tak baik untuk kesehatan. Kelihatannya saja alim padahal hatinya penuh iri dengki" Otih melengos pergi tanpa menoleh kyai Sukma.

"Ya Allah maafkan hamba telah gagal memperingatkannya. Semoga engkau selalu melindunginya" ucap kyai Sukma sambil menatap punggung Otih yang di ikuti makhluk besar.

Hari-hari Otih terasa menyenangkan dengan segala fasilitas yang Adid belikan. Tetapi itu hanya dirasakan oleh Otih, kepada Nunung sikap Adid masih saja perhitungan.

Malam itu udaranya sangat panas, Nunung merasa tidak enak hati sejak tadi sore. Entah apa yang akan terjadi, Adid sudah pergi kekamar khususnya.

Nunung perlahan masuk kekamar Otih, terlihat Otih pun sibuk dengan kipas ditangannya padahal AC terlihat sudah menyala. Entah kenapa Nunung menatap Otih sangat lekat, seperti akan berpisah lama. Tangan Nunung membelai pucuk kepala sang anak dengan penuh kasih sayang. Otih hanya tersenyum melihat ibunya memperlakukannya bak anak kecil. Setelah memastikan Otih baik-baik saja, Nunung kembali kekamarnya. Ada hawa aneh menyusup relung hati Nunung, dia merasa sedih tapi tidak tahu apa penyebabnya.

Diluar rumah, bulan purnama penuh sangat indah dan terang benderang. Samar-samar terlihat bayangan hitam masuk kedalam kamar Otih.

Otih sedang duduk diatas kasurnya, merasakan badannya akhir-akhir ini terasa berat dan pegal.
Tiba-tiba munculah raksasa besar berwarna kehijauan menatap tajam kearahnya. Otih berteriak tetapi suaranya tercekat di kerongkongannya tidak bisa keluar.

"Hai gadis cantik, aku akan membawamu ke istanaku malam ini" ucap buto ijo sambil mendekati Otih.

Otih beringsut mundur dari kasurnya sampai dia tidak bisa bergerak lagi karena mentok mengenai ujung ranjang.

"Asal kamu tahu, bapakmu telah menukarmu dengan harta yang banyak. Memang benar apa yang dikatakan si Sukma itu, bapakmu telah melakukan perjanjian denganku.. Hahahaha" buto ijo tertawa menggelegar.

Otih yang mendengar ucapan buto ijo itu menangis, dia menyesal telah mengabaikan peringatan Kyai Sukma. Namun semuanya sudah terlambat sekarang nyawanya sudah di ujung tanduk.

Buto ijo semakin mendekat, dia merasakan tubuh gadis dihadapannya masih suci. Hasrat birahi buto ijo itu memuncak apalagi saat bulan purnama seperti malam itu.

Semua pakaian Otih dicabiknya menggunakan kukunya yang tajam. Lalu buto ijo itu menyetubuhi Otih dengan ganas. Darah mengalir dari selangkangan Otih, seluruh tubuhnya membiru. Memang darah perawan saat bulan purnama penuh dapat menambah kesaktian sang buto ijo.

Setelah puas lalu buto ijo menyeret tubuh lunglai Otih yang penuh darah, lalu menghilang menembus tembok.

Sementara dikamar khususnya, Adid sedang kegirangan melihat tumpukan uang yang menggunung begitu pun emas berserakan dimana mana. Saking kegirangannya, Adid ketiduran sambil memeluk tumpukan uang tersebut.

Pagi hari cuaca sangat sejuk, kicauan burung terdengar sangat merdu. Suasana dikampung sangat asri tanpa polusi.

Nunung beranjak dari kamarnya berniat membangunkan puterinya. Tetapi tak ada sahutan apapun padahal Nunung sudah mengetuk pintu kamar Otih sangat keras.

Akhirnya Nunung berhasil membuka pintu kamar Otih menggunakan kunci cadangan.
Baru saja Nunung masuk dia melihat pemandangan yang mengerikan. Diatas kasur tubuh Otih sudah terbujur kaku dengan pakaian yang compang-camping, seluruh tubuhnya membiru dan lebam. Alat vitalnya menganga, darah berceceran dimana-mana berakhir di ujung tembok.

Nunung berteriak histeris sambil berlari menggedor pintu kamar khusus. Adid yang baru bangun segera keluar dan mengunci kembali kamar itu.

"Ada apa sih Nung, pagi-pagi sudah heboh?" tanya Adid pura-pura heran.

Nunung tidak menjawab, dia menuntun tangan Adid memasuki kamar Otih. Adid pun dibuat kaget dengan apa yang dilihatnya. Memang dia yang menumbalkan Otih tapi tidak menyangka anaknya disetubuhi buto ijo.

"Kita harus menghubungi polisi, siapa yang tega melakukan semua ini kepada anak kita?" ucap Nunung. Terlihat kemarahan di wajahnya, air mata terus mengalir membasahi pipinya.

"Jangan Nung, nanti ribet harus berurusan dengan polisi!" bentak Adid, dia tidak mau semuanya terbongkar.

Nunung tidak bisa membantah suaminya itu, Nunung segera menutupi tubuh Otih dengan kain jarik. Darah yang berceceran dibersihkannya sesuai perintah Adid.

Kampung karuhun kembali digegerkan dengan kematian tragis yang menimpa Otih. Kyai Sukma yang mendengar kabar tersebut tertunduk lesu merasa gagal menyelamatkan nyawa Otih.

***
-Dalam mimpi-

Nunung berada disebuah istana yang megah, dengan pilar-pilar yang begitu kokoh. Nunung mencoba mendekati istana tersebut, Nunung kaget ternyata setelah di perhatikan dengan seksama ternyata pilar tersebut terbuat dari tubuh orang orang yang ditumpuk. Mata dari semua orang itu tampak melotot dengan lidah yang menjulur meneteskan darah membentuk kolam merah dengan bau anyir yang sangat menusuk hidung.

Perhatian Nunung tertuju kepada dinding istana tersebut. Langkah kakinya mendekati dinding dan betapa kagetnya dia dengan apa yang dilihatnya. Tubuh Ida dan Otih tersemat menjadi dinding, kondisi tubuh mereka persis seperti tubuh orang-orang yang menjadi pilar. Menyiratkan kesakitan dan penderitaan yang luar biasa. Nunung menangis tak tahan melihat pemandangan yang sangat mengerikan.

"Ibu harus segera pergi dari rumah bapak! Jika ibu ingin selamat. Semua yang di katakan kyai Sukma benar adanya, Otih disini sangat tersiksa bu. Semoga kematian yang sesungguhnya cepat terjadi karena Otih ingin bebas dari belenggu iblis ini" tiba-tiba mulut Otih mengeluarkan suara sontak saja Nunung berteriak saking kagetnya.

Ahhhhhhhh.. Nunung terbangun dari mimpinya dengan tubuh yang berkeringat. Ternyata aku hanya mimpi, gumam Nunung sambil menyandarkan dirinya ke ujung ranjang.

***

Nunung melamun memikirkan mimpinya, tiba-tiba Nunung teringat ucapan Kyai Sukma tempo hari. Apa ini ada kaitannya dengan beberapa kematian yang tak wajar, selama beberapa tahun ini. Nunung berpikir keras, apalagi memikirkan kondisi memprihatinkan Otih dalam mimpinya.

"Aku harus membuktikan kebenarannya!" ucap Nunung sambil beranjak keluar dari kamarnya.
Perlahan-lahan Nunung mendekati kamar khusus, Nunung berharap ada petunjuk dari kamar tersebut. Karena selama ini dia tidak pernah tahu apa isi kamar itu, dan apa saja yang dilakukan Adid dikamar tersebut. Bodohnya dia hanya diam saja dan tak pernah berani mencari tahu jawaban dari segala pertanyaannya.

Nunung mencoba membuka pintu kamar itu, tapi tidak bisa karena selalu di kunci oleh Adid. Kebetulan Adid hari ini tidak ada dirumah sedang melihat kantor cabang di kota.
Nunung tidak menyerah, dia pergi ke dapur membawa linggis dan berusaha mencongkel pintu kamar. Akhirnya dengan susah payah pintu kamar khusus bisa juga di buka.

Nunung melotot melihat isi kamar khusus tersebut. Terlihat ada sesajen yang masih terlihat segar di atas nampan, sepertinya sesajen tersebut selalu di ganti setiap harinya.
Nunung membuka lemari di kamar itu, uang bertumpuk dengan emas yang sangat banyak.

Ada yang menarik perhatian Nunung, buku berwarna hitam yang berada diatas lemari. Nunung mengambil buku dan membukanya. Nunung terbelalak kaget ternyata isi dari buku itu adalah mantera pemanggilan buto ijo.

Tubuh Nunung seketika ambruk ke lantai, matanya memanas dan berkaca-kaca.
Tak menyangka suaminya tega melakukan pesugihan dan mengorbankan keluarganya.

"Keterlaluan kau kang, hanya demi harta kau hancurkan keluarga kita. Kau berikan anak-anak kita kepada iblis. Iman kau sudah digadaikan, pantas saja selama ini kau selalu menjauh dari gusti Allah" Gumam Nunung sambil berurai air mata.

Ketika selesai mengucapkan kata gusti Allah, ada suara benda yang jatuh sangat keras, tetapi ketika diperiksa tidak ada apapun. Udara didalam kamarpun berubah sangat panas seperti ada yang tidak suka akan ucapan Nunung.

Nunung segera keluar dari kamar karena merinding atas kejadian tadi. Nunung duduk di ruang tamu sambil merenungi semua yang sudah terjadi. Andai saja dia percaya ucapan kyai Sukma pasti Otih masih hidup, Nunung menangis sangat keras meluapkan penyesalannya. Nunung merasa tak bersemangat hidup lagi semenjak kematian Rita dan Otih, karena baginya anak-anaklah yang menjadikan dia kuat menjalani kehidupan yang keras.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Nunung berteriak dia merasa putus asa.
Nunung kemudian bangkit, dia tidak boleh menyerah ada jiwa Otih yang harus dia selamatkan dari belenggu iblis. Nunung masuk ke kamar dan mulai membereskan bajunya. Nunung tidak membawa barang berharga apapun termasuk uang. Nunung tidak sudi memakan lagi harta dari hasil mengorbankan nyawa anak-anaknya dan nyawa orang yang tidak bersalah.

Nunung kemudian pergi membawa koper, meninggalkan rumah megah dengan kenangan pahit didalamnya.

Sepanjang jalan pikiran Nunung kalut, Nunung bingung harus pergi kemana karena kedua orang tuanya sudah lama meninggal. Nunung sekarang hanya sebatang kara, bahkan uang pun dia tak punya.

Terlintas di benaknya untuk pergi ke rumah kyai Sukma, semoga kyai bisa membantu mengatasi masalahnya. Walaupun sebenarnya Nunung malu bertemu dengan Kyai Sukma atas perlakuannya dulu.

Sesampainya di pekarangan rumah yang sederhana, namun sangat asri dan resik. Banyak pohon yang rindang dengan halaman yang luas juga bunga yang warna-warni memberikan kesan sejuk.

Nunung perlahan mengetuk pintu, dan tidak berapa lama seorang perempuan dengan ramah membukakan pintu beliau adalah bu Aisyah isteri dari Kyai Sukma. Beliau mempersilahkan Nunung masuk walaupun bingung melihat keadaan Nunung yang membawa koper besar.

"Maaf teh Nunung tumben kesini ada perlu apa?" tanya bu Aisyah sembari tersenyum, setelah membawakan minuman untuk Nunung.

"Bu, saya ada perlu dengan pak Kyai" Nunung menjawab dengan perasaan tak karuan.

Bu Aisyah perlahan beranjak memanggil Kyai Sukma di belakang, tak lama keduanya masuk keruang tamu.
Kyai Sukma melihat ada beban berat yang sedang Nunung rasakan.

"Eh bu Nunung, silahkan diminum airnya!" sapa kyai Sukma berbasa-basi.

Nunung pun meminum air yang ada di hadapannya hingga tandas, karena memang dia merasakan haus setelah berjalan cukup jauh.

"Ada apa bu, tak biasanya datang kemari?" tanya kyai Sukma setelah melihat Nunung agak lega.

Lalu Nunung menceritakan semuanya dimulai dari mimpi dan semua yang di ketahuinya di kamar khusus itu. Nunung bercerita sambil terisak menahan tangis, bu Aisyah tampak tak berhenti beristigfar ada kengerian yang sedang beliau rasakan.

Kyai Sukma terlihat tenang karena beliau telah menduganya, sesekali kepalanya mengangguk tanda beliau paham dengan apa yang terjadi.

"Pak Kyai apakah jiwa Otih dan Ida bisa di lepaskan dari jeratan iblis terkutuk itu?" tanya Nunung dengan geram karena ibu mana yang tega melihat anaknya tersiksa.

"Insya Allah bu, semoga saja dengan kuasa Allah di berikan pertolongan. Walaupun Otih dan Ida tidak bisa kembali ke dunia tetapi setidaknya mereka bebas dari siksaan siluman, menunggu kematian yang sebenarnya dengan tenang" jawab kyai Sukma.

"Tapi pak Kyai ketika dalam mimpi, saya tidak melihat Rita dan Kiki. Dimanakah mereka?" tanya Nunung heran.

Seketika raut wajah kyai Sukma berubah ada gurat kesedihan terpancar dari wajahnya yang bersih, sebelum menjawab Kyai Sukma menghela nafas panjang.

"Bu Nunung harus tabah mendengar kabar ini, menurut penglihatan mata batin saya mereka tidak di jadikan tiang, pilar ataupun dinding. Mereka telah disantap siluman laknat, karena mereka masih kanak-kanak yang merupakan makanan kesukaan buto ijo" jawab kyai Sukma tertunduk lesu.

Nunung dan bu Aisyah terlonjak kaget, air mata Nunung kembali tumpah. Hati Nunung sangat sakit, ternyata selama ini dia makan seolah dari hasil menjual darah dagingnya. Bu Aisyah memeluk Nunung mencoba menenangkannya.

"Pak Kyai, apakah boleh untuk sementara saya tinggal disini. Saya tak tahu harus pergi kemana?" tanya Nunung disela-sela tangisnya.

"Boleh kok, kebetulan ada rumah kosong dibelakang rumah ini. Tadinya mau di jadikan pondok santri tapi masih kurang dananya" jawab bu Aisyah yang merasa kasihan kepada Nunung.

Kyai Sukma tersenyum dan mengangguk tanda mengiyakan.

"Maaf bu bukan niat mengajari, tapi mulai saat ini jangan tinggalkan shalat dan mengaji" kyai Sukma mengingatkan Nunung.

Nunung tersipu malu karena selama ini sangat jauh dengan rabbnya. Nunung mengangguk sambil menitikkan air mata.

"Sepertinya akan ada yang datang nanti malam, ibu dan bu Nunung harus siap menyambutnya dengan dzikir dan terus mengucap asma Allah" ucap Kyai Sukma serius.

Bu Aisyah dan Nunung saling pandang, tak mengerti dengan ucapan kyai Sukma. Ada rasa takut yang menyeruak di hati mereka.

***

Adid heran melihat pintu rumah yang tak dikunci, Adid berteriak memanggil Nunung tapi tak ada sahutan. Adid masuk ke dalam rumah, hatinya geram karena Nunung pergi tanpa mengunci pintu.

Adid memeriksa kamarnya tak ada yang berubah. Perlahan Adid melangkah mendekati kamar khusus, dia terkejut tampak pintu kamar khususnya terbuka seperti habis dicongkel. Pikiran Adid tak tenang takut ada maling masuk membawa tumpukan uang dan emasnya.

Adid masuk dengan tergesa, dia segera memeriksa lemari dan ternyata uang dan emasnya masih utuh, Adid bernafas lega. Tapi siapa yang merusak pintu kamar khususnya, pertanyaan itu terus muncul dalam hatinya.

Adid kembali ke dalam kamarnya dan melihat ada kertas di meja kamarnya.

Akang jahat.. tega mengorbankan keluarga hanya demi harta. Nunung pergi kang, jangan pernah akang cari Nunung lagi! Nunung kecewa sama akang. Begitu bunyi surat di atas meja yang di temukan Adid.

Seketika Adid mengepalkan tangannya menahan amarah, berani-beraninya Nunung meninggalkannya tanpa pamit. Lalu Adid membuka lemari dan benar saja semua pakaian Nunung sudah tidak ada, hanya uang dan emas yang ditinggalkan Nunung.

"Syukurlah ternyata perempuan tak tahu diri itu tak membawa harta saya, kamu pikir saya akan bersedih ditinggalkan perempuan seperti kamu. Tidak sama sekali yang saya takutkan kamu pergi dengan membawa harta saya" gumam Adid sambil tersenyum sinis.

Tiba-tiba muncul asap memenuhi ruangan kamar Adid dan menjelma menjadi buto ijo.
Adid terkejut dengan kedatangan sesembahannya secara mendadak.
Adid segera bersujud di depan makhluk mengerikan itu.

"Bangun abdiku, kamu harus tahu isterimu sudah berkhianat kepadamu. Dia sekarang mencoba untuk melawanmu" ucap buto ijo menggeram.

"Ampun seribu ampun gusti, tapi apa yang bisa dilakukan isteri saya? Nunung hanya perempuan kampung yang bodoh" ucap Adid meremehkan Nunung.

"Kamu salah, isterimu meminta bantuan si Sukma untuk membebaskan jiwa anakmu itu. Sebaiknya aku membawa si Nunung untuk tumbalku sebelum dia berbuat macam-macam. Apakah kamu tidak keberatan?" tanya buto ijo sambil menatap tajam ke arah Adid.

"Silahkan saja mbah, bawa perempuan penghianat itu saya tidak membutuhkannya lagi. Yang saya butuhkan hanya uang dan emas yang berlimpah" ucap Adid tegas.

"Aku sangat suka mempunyai abdi sepertimu, manusia serakah hahaahaha" ucap buto ijo menggelegar.

Perlahan buto itu menghilang menyisakan bau gosong yang menyengat.

***

Suasana dirumah kyai Sukma terasa mencekam tak seperti biasanya, udara pun terasa sangat panas padahal sudah menjelang tengah malam. Di ruang tengah kyai Sukma, bu Aisyah dan Nunung tak berhenti berdzikir mengucapkan asma Allah. Perasaan Nunung sudah tak enak sejak tadi tapi dia mencoba untuk tenang.

Sekelebat bayangan tinggi besar memasuki rumah kyai Sukma, walaupun beberapa kali terpental tapi tak membuat makhluk itu menyerah. Akhirnya setelah sekian lama makhluk itu berhasil masuk menerobos pintu.

Buto ijo menatap nyalang ke arah Nunung. Nunung dan bu Aisyah kaget melihat makhluk mengerikan dihadapannya, tubuh mereka bergetar menahan rasa takut yang luar biasa.
Hanya kyai Sukma yang terlihat tenang, tak berhenti berdzikir dengan menggenggam tasbih di tangannya.

Buto ijo tak melewatkan kelengahan Nunung yang sedang dilanda ketakutan, perlahan buto itu mendekati Nunung. Tangan besarnya berhasil meraih leher Nunung dan mencekiknya. Nunung yang setengah sadar melotot merasakan kesakitan.

"Bu Nunung bacakan ayat Al-Quran yang ibu bisa, jangan kalah dengan iblis bu!" ucap kyai Sukma mengingatkan Nunung.

Nunung yang hampir kehabisan nafas mencoba membaca ayat kursi, dan surat surat pendek yang dia bisa. Tapi buto ijo itu termasuk siluman dengan kesaktian tinggi yang tak mudah menyerah. Dia terus mencekik leher Nunung walaupun tangannya sudah panas dan hampir terbakar.

Kyai Sukma yang melihat kejadian itu tak tinggal diam, beliau segera mengibaskan tasbihnya ke tangan buto ijo menghasilkan pancaran sinar yang menyilaukan. Cekikannya terlepas dan terlihat tangan buto ijo melepuh.

Amarah buto ijo memuncak,
"Sukma kita bertarung di alamku, jika kamu berhasil mengalahkanku si Nunung bisa terbebas. Bahkan aku akan membebaskan jiwa Otih dan Ida yang terperangkap di istanaku, tapi jika kamu kalah kalian bertiga akan menjadi budakku" tantang buto ijo sambil menghilang.

Kyai Sukma menghela nafas panjang, sementara bu Aisyah dan Nunung masih terlihat shock dengan kejadian yang mengerikan. Leher Nunung terlihat memerah dengan bekas tangan, memang Nunung merasakan lehernya susah di gerakan saking sakitnya.

Kemudian kyai Sukma menunaikan shalat dua rakaat untuk meminta pertolongan Allah. Setelah selesai kemudian kyai Sukma berbicara serius kepada isterinya dan Nunung.

"Saya akan pergi ke alam siluman, kalian bantu saya dengan doa dan jangan berhenti berdzikir. Saya menerima tantangan buto ijo hanya semata berniat membantu sesama hamba Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan perlindungannya untuk kita semua" ucap kyai Sukma.

Kyai Sukma duduk bersila sambil memejamkan matanya. Bu Aisyah dan Nunung berdzikir disamping raga kyai Sukma yang sedang melanglang ke alam lain menyusul buto ijo.

Kyai Sukma berada di hutan belantara, dengan pohon-pohon besar menjulang tinggi. Hutan itu adalah hutan larangan yang banyak dihuni para dedemit. Kyai Sukma mengawasi sekitar mencari sosok buto ijo.

Tiba-tiba satu tendangan keras mendarat di punggungnya mengakibatkan sang kyai kehilangan keseimbangan. Hampir saja beliau terjatuh untung tangannya sigap meraih pohon besar yang berada di dekatnya.

"Hahahahaha.. hanya segitu kemampuanmu Sukma, kau bukanlah lawanku. Sebaiknya kau menyerah sebelum kau mati di tanganku" tiba-tiba buto ijo berdiri di hadapan kyai Sukma.

"Hidup dan matiku berada di tangan Allah Tuhanku, sebaiknya kamu segera bertobat. Bukankah Allah menciptakan manusia dan jin hanya untuk beribadah kepadanya" jawab kyai Sukma dengan tenang.

"Jangan menyebut nama itu dihadapanku Sukma" teriak buto ijo seraya menyerang kyai Sukma.

Perkelahian sengit pun tak terelakan, amarah buto ijo semakin meluap karena banyak serangan yang bisa di tangkis kyai Sukma sedangkan tubuh buto ijo sering terkena serangan balik sang kyai.

Tiba-tiba kyai Sukma mendengar jeritan Otih dan Ida meminta tolong, beliau celingukan mencari sumber suara. Kesempatan itu tak disia-siakan buto ijo untuk menyerang sang kyai secara membabi buta sehingga kyai Sukma terpental dan tersungkur memuntahkan darah segar.

Buto ijo yang menyaksikan lawannya terjatuh tertawa dan semakin menyombongkan dirinya.

Kyai Sukma mencoba menarik nafas panjang untuk memulihkan tenaga dalamnya yang hampir terkuras. Dadanya merasakan kesakitan yang luar biasa akibat pukulan sang buto. Siluman itu bukan siluman yang bisa diremehkan, sudah banyak tumbal yang dia santap sehingga menambah kesaktiannya.

Perlahan kyai Sukma membaca ayat-ayat Allah dengan lantang, membuat buto ijo menutup telinganya. Buto ijo merasakan panas di tubuhnya yang seakan membakar. Tanpa membuang waktu kyai Sukma meloncat dengan mengucapkan Allahu Akbar sambil memukulkan tasbihnya ke tubuh buto ijo, terdengar suara benturan yang sangat keras dengan cahaya seperti percikan api. Tubuh buto ijo menggelepar di atas tanah.

"Ampun... aku menyerah. Aku akan menepati janjiku melepaskan Nunung dari intaian tumbalku, dan melepaskan jiwa Otih dan Ida" ucap buto ijo dengan suara meringis menahan kesakitan.

"Baiklah segera tepati janjimu, jika sampai kamu berdusta aku akan menghancurkanmu juga istanamu" ucap kyai Sukma mengancam.

Perlahan buto ijo menghilang..
Sepeninggal buto ijo kyai Sukma duduk sila di atas tanah, tangannya menggenggam tasbih sambil berdzikir dengan khusyuk. Dari kejauhan kyai Sukma melihat Otih dan Ida berjalan mendekatinya.

"Terimakasih pak Kyai telah menolong kami, maafkan jika dulu Otih tidak percaya akan ucapan pak Kyai. Sampaikan salam untuk ibu, sekarang Otih dan bi Ida sudah tenang untuk menunggu kematian tanpa di siksa siluman itu" ucap Otih sambil tersenyum.

Ida hanya mengangguk mengiyakan ucapan Otih.
Perlahan Otih dan Ida menghilang dari hadapan Kyai Sukma.

***

Sementara itu, bu Aisyah dan Nunung yang sedang khusyuk berdzikir di kejutkan dengan tubuh Kyai Sukma yang ambruk dengan memuntahkan darah segar.
Tetapi mereka ingat akan pesan kyai untuk terus berdzikir apapun yang terjadi.

Setelah agak lama, mata kyai Sukma terbuka dan mencoba duduk. Bu Aisyah dengan sigap membantu suaminya dan segera memberikan air minum.

"Alhamdulilah bu, jiwa Otih dan bu Ida sudah terbebas. Begitupun buto itu tidak akan mengganggu ibu lagi" ucap kyai Sukma kepada Nunung.

Bu Aisyah dan Nunung mengucapkan hamdalah secara bersamaan.

"Tapi maaf bu saya tidak bisa menolong pak Adid, karena dia sudah terikat perjanjian" ucap Kyai Sukma penuh sesal.

"Tidak apa-apa pak Kyai, kang Adid harus mendapatkan balasan setimpal atas apa yang telah dilakukannya" ucap Nunung menahan amarah.

***

Adid yang sedang bersantai dikejutkan dengan kedatangan buto ijo yang terlihat sedang marah besar.

"Gara-gara ulah isterimu yang berhianat, aku hampir mati" ucap buto ijo sambil menggeram.
Tangan buto ijo mencekik leher Adid kemudian melemparkannya ke tembok. Rupanya buto ijo melampiaskan kemarahan atas kekalahannya kepada Adid.

Adid hanya mampu duduk bersimpuh sambil menahan sakit. Kepalanya mengeluarkan darah yang cukup banyak.

"Aku sekarang memberi kesempatan kamu hidup, tapi kamu ingat minggu depan kamu harus memberiku tumbal gadis perawan pengganti si Nunung. Kalau sampai kamu gagal maka kamu akan kujadikan budakku" ucap buto ijo menggelegar sambil menghentakan kakinya kemudian menghilang.

Rumah Adid bergetar seperti terkena gempa akibat hentakan sang buto. Seketika Adid ambruk karena kepalanya merasakan pusing yang luar biasa.

Sudah beberapa hari Adid terbaring sakit, akibat benturan yang keras membuatnya sering merasakan pusing. Para tetangganya tampak acuh membiarkan Adid sakit sendirian. Bukan tanpa sebab, sikap apatis warga dikarenakan mereka sudah mengetahui pesugihan Adid. Warga takut dijadikan tumbal jika terlalu dekat dengan Adid.

Nunung, bu Aisyah, dan kyai Sukma pernah datang menjenguk membawakan makanan dan mengingatkan Adid untuk segera bertaubat. Namun bukan ucapan terimakasih yang mereka dapat melainkan bentakan dan makian, malah makanan yang dibawa Nunung ditumpahkan Adid ke lantai.

Adid merasa kebingungan mencari tumbal gadis perawan yang diminta Buto ijo, apalagi dengan kondisinya yang sedang sakit. Bahkan sekarang uang dan emasnya tak bisa membantu untuk menyembuhkannya. Adid sudah beberapa kali pergi ke dokter dengan biaya yang mahal, tetapi tak kunjung sembuh. Adid merasa bosan untuk bolak-balik ke dokter dan takut uangnya habis.

Di dalam hati kecilnya, Adid merasakan penyesalan dengan apa yang telah dilakukannya. Akibat ambisinya, kini saat terbaring sakit ia hanya sendirian tanpa anak dan isteri.
Namun lagi-lagi egonya mengalahkan nuraninya, ia merasa tak bersalah dan berhak bahagia walaupun harus mengorbankan keluarganya.

Besok malam adalah waktu penyerahan tumbal, tapi Adid belum mendapatkannya. Sekarang sangat sulit untuk mendapatkan tumbal, apalagi warga sudah mrngetahui tentang pesugihannya. Jangankan mau menerima uang Adid, ketika di jalan berpapasan mereka banyak yang memalingkan muka. Di mata warga Adid tak lebih dari manusia serakah yang menjijikan.
Adid merasa frustasi karena tak ada yang bisa diserahkan kepada sesembahannya, ia hanya berharap Buto ijo bisa memberikannya waktu lagi.

Malam itu adalah malam jumat kliwon, suasana di sekitar rumah Adid terasa mencekam. Suara burung hantu di atas genteng menambah kesan seram. Rumah megah Adid tampak mengerikan.

Adid hanya mondar-mandir di kamar khususnya, pikirannya tak tenang.
Tiba-tiba Buto ijo sudah berada dihadapannya, Adid yang terkejut langsung bersujud di hadapan sang Buto.

"Mana tumbalku, Adid?" bentak Buto ijo menatap Adid dengan nyalang.

"Ampuni hamba gusti, hamba belum bisa mendapatkannya. Hamba janji akan segera mendapatkannya, mohon beri hamba waktu lagi" ucap Adid bergetar menahan ketakutan.

"Tidak.. Aku tak mau mendengar alasan apapun, sekarang sudah saatnya kamu menjadi budakku" teriak Buto ijo yang marah.

"Ampun gusti, hamba masih ingin hidup" ucap Adid memelas sambil menangis.

Namun Buto ijo tak menggubris permohonan Adid, perlahan Buto ijo mencekik leher Adid dan memutar tubuh Adid, kemudian melemparkannya ke tembok. Bukan hanya sekali, tubuh Adid berulang kali dilemparnya. Adid hanya bisa pasrah, darah terus mengalir dari kepalanya.

Setelah puas, Buto ijo menginjak tubuh Adid yang sudah tak berdaya sampai Adid melotot karena sesak menahan sakit yang teramat sangat. Tak cukup sampai di situ, Buto ijo mengalungkan rantai ke kepala Adid, lalu diseretnya dibawa ke alam siluman.

Beberapa hari kemudian jasad Adid baru ditemukan warga yang mencium bau tak sedap di rumah Adid. Kondisi mayat Adid sangat memprihatinkan. Selain tubuhnya sudah membusuk juga lebam biru memenuhi tubuhnya, darah yang sudah menghitam dari kepalanya. Di dadanya terdapat lubang menganga yang terus mengeluarkan nanah dengan bau yang menyengat.
Setelah kematian Adid, toko sembakonya semuanya terbakar. Rumah megahnya ikut ambruk tanpa sebab.

Nunung memulai hidup baru menjadi guru mengaji di pesantren kyai Sukma. Walaupun hidupnya sederhana tapi kini Nunung sangat bahagia.

Di alam lain, Adid terus disiksa. Setiap hari tubuhnya diseret dan dicambuk makhluk mengerikan, penyesalannya sekarang sudah tak berguna.

Itulah akhir hidup orang yang bersekutu dengan iblis.

~SEKIAN~

Hikmah yang bisa diambil :
Jangan pernah menyekutukan Allah, hanya untuk harta dan kekayaan karena dunia hanyalah bersifat fana. Akhiratlah yang kekal.

Sifat serakah hanya akan menimbulkan kesengsaraan di kemudian hari.

Penyesalan selalu datang di akhir, berpikirlah sebelum melakukan sesuatu. Dekatkan diri kepada yang maha kuasa supaya dilindungi dari bahaya.

Sayangi keluarga, karena mereka harta yang paling berharga.
close