Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MISTERI HANTU SINDEN (Tembang Dayang)

Kisah seorang sinden yang meninggal secara tragis pada tahun 1935.

Naliko wengi…
Sukmoku nekani…
Siro kabeh kang iling gusti…
Ing padhange wulan…
Sukmoku nyawangi...

Disaat malam...
Sukmaku/arwahku mendatangi..
Kalian semua yang ingat Tuhan..
Di (saat) padang bulan..
Sukamaku/arwahku memperhatikan...

Dia adalah Namiah, wanita berusia 32 Tahun. Dia adalah salah satu sinden terkenal disuatu wilayah di Malang.

Dulu, tempat itu adalah salah satu jejak kerajaan Tumapel. Pada kesempatan kali ini, saya akan menceritakan kisah pilu yang dialaminya.


JejakMisteri - Dia itu memedi yang selalu diceritakan oleh warga-warga sekitar jembatan (lokasi kejadian) siapapun yang lewat disana pasti selalu dikagetkan dengan kemunculan sosoknya.

Namanya Namiah, dia adalah salah satu sinden yang sangat cantik. Meskipun diusianya yang sudah memasuki kepala 3, dia masih cantik sekali, masih perawan juga. Entah mengapa, kok dia gak kebelet rabi (nikah).

Dia bergabung dengan salah satu kelompok karawitan didesanya.

"Mbok yo awakmu iki ndang golek gandengan. Deloken koncomu iko wes podo rabi anak loro kabeh. Aku iki kepengen putu toh ah.." ucap ibunya.

(Seharusnya kamu ini segera cari pasangan. Lihat teman-temanmu itu sudah menikah anak dua semua. Aku ini ingin sekali cucu ah..)

Namiah hanya tersenyum dengan merapikan sanggulnya. "Wes toh bu, aku iki sek seneng nandani kerjoku iki, seneng banget mlebu karawitan. Lek wes wayah e olehku jodo bakalan gampang"

(Sudahlah bu, aku ini masih suka melakukan pekerjaanku ini, suka sekali masuk karawitan Kalau sudah waktunya, datangnya jodoh akan gampang) ucap namiah kepada ibunya.

Ibunya yang saat itu mendengarkan ucapan namiah langsung berdiri dan mendekati namiah. "pokok seger waras yo nak, ibu mung iso dungo ngene.."

(yang jelas semoga selalu sehat ya nak, ibu hanya bisa berdoa seperti ini) ucap ibunya dengan menepuk pundak namiah.

Namiah berdiri dan memeluk ibunya. Kemudia dia bergegas mengambil peralatan yang akan dibawanya. Kebetulan saat itu, namiah memiliki acara dengan kelompok karawitannya disalah satu desa selatan Malang.

Ada sebuah desa yang menggelar hajad kecil dan mengundang kelompok karawitannya kesana. Didesa itu ada salah satu batu yang dikeramatkan. Namanya, batu numpuk. Konon katanya, batu tersebut adalah salah satu batu yang tiba-tiba menumpuk dan menghalangi air bah masuk kedesa.

Kelompok karawitannya hanya berjumlah beberapa orang saja dan tiga sinden yang mana salah satunya adalah namiah. Namiah berangkat bersama joko dan tukim. Rombongan lainnya ada yang berangkat sendiri dan ada juga yang berangkat menggunakan pedati untuk mengangkut peralatan..

Mereka sudah berada dilokasi terlebih dahulu dikarenakan perjalanan yang jauh dan membawa barang. Namiah, joko dan tukim saat itu berangkat menggunakan dokar (kereta kuda) dan butuh waktu yang lumayan lama juga untuk sampai disana. Maklum, kita grub karawitan kecil jadi bondone tipis.

Sampai disana dan hari dimana acara berlangsung. Riuh tawa para tamu sangat bising ditelinga namiah. Namun itu bukanlah alasannya untuk malas dan terlalu bosan dengan pekerjaannya. Karena sipihak penyelenggara mau membayar lebih dan memberi harga tinggi, namiah dan kawan-kawannya

Mau bekerja keras dan sebisa mungkin memberikan pertunjukan yang terbaik bagi penikmat karawitannya. Acara berlangsung, namiah menyinden dengan suaranya yang lembut dan cantik sekali. Tiba-tiba dipertengahan acara terdapat tamu yang sepertinya dari kalangan orang kaya. Mereka..,

Menyebutnya petinggi (petinggi yang berarti para pemangku daerah yang sangat dihormati) mereka berjumlah 4 orang dan mereka disediakan tempat duduk khusus. Berada didekat panggung karawitan. Namiah, saat itu sedikit melirik kedatangan mereka yang mana dia memperhatikan.

Dengan wajah yang cemas. Karena mereka berempat terlihat seperti orang-orang yang suka berfoya-foya dan menakutkan. Namiah namun tak menghiraukan mereka karena dia ingin acara cepat selesai karena besok ada acara lagi didesa tetangga. Tak jauh dari sana.

Acara berlangsung dan sampai diujung acara. Nampaknya ada kejadian kurang mengenakkan disana. Salah satu diantara keempat petinggi tersebut menjatuhkan gelas, maklum saat itu mereka sedang dalam keadaan mabuk. Suara tertawa mereka membuat semua warga yang berdiri menatap mereka.

Namiah yang selesai langsung menuju ruang ganti bersama teman-temannya. Selesai itu dia joko dan tukim tidak langsung pulang karena urusan pembayaran dan lain-lain. Rombongan yang lain sudah menuju lokasi acara esok hari.

"matur sembah nuwun, ngapunten ingkang agung. Kulo kalian rencang kulo bade pamit riyen. Monggo.."

(Terima kasih, mohon maaf sebesar-besarnya. Saya dan teman saya mau pamit dulu. Mari...) ucap namiah meninggalkan rumah sipemilik acara.

Joko yang saat itu mengambil dokar, menyuruh tukim dan namih menunggu dipinggir jalan. Tukim berkata "yu ah, sopo toh yu iko... Kok onok wong tibo teko jaran e yu. Koyok e iku petinggi seng maeng. "

(mbak ah, siapa ya itu mbak .. Kok ada orang jatuh dari kudanya. Sepertinya itu orang yang tadi )

Ucap tukim penasaran. Namiah menoleh kearah dimana tukim menunjuk. Saat dia perhatikan salah satu dari mereka menoleh kearah namiah. Namiah seketika membuang wajah dan pura-pura tak melihat mereka berada disana.

Joko datang "Ayo cepetan, selak kebengen. Dalanane ora rame nok kene. Gek lumayan adoh panggon acara gae sesuk. Ndang budal.."

(Ayo buruan, nanti kemalaman. Jalanan disini tidak ramai. Lagian lumayan jauh tempat acara untuk besok. Ayo cepat berangkat..)

Kereta mereka berjalan mendahului para petinggi tersebut. Tatapan mereka mencurigakan. Namun tukim joko dan namiah membiarkan keberadaan mereka berlalu begitu saja. Sesampainya dijembatan, kereta mereka dihadang oleh petinggi tersebut.

Salah satu diantara mereka berempat turun dan menghampiri kami "Turun..." ucapnya. Joko yang saat itu menoleh langsung turun dan mendekati laki-laki tersebut. Suara sungai brantas saat itu sangat bising sekali ditelinga yang membuat aku tak bisa mendengar percakapan mereka berdua

Tiba-tiba, joko mendekati kita dan menyuruh tukim untuk turun. "ayo kim, mudun o disek. Melok o aku nang pak tinggi, awak dewe dienteni."

(Ayo kim, turun dulu. Ikut aku ke pa petinggi, kita sedang ditunggu) ucap joko dengan raut wajah bahagia.

Namiah hanya memperhatikan tukim dan joko dengan wajah yang heran. "Aku mok tinggal ?" (Aku kalian tinggal?) ucap namiah khawatir. "Mung sediluk tok yu, aku arep ngomong penting karo pak tinggi" (Hanya sebentar saja mbak, aku ingin bicara penting dengan pak tinggi) ucap joko serius.

Namiah mengangguk dan memperhatikan mereka yang berjalan meninggalkan dirinya sendiri dikereta. Namiah mulai merasa tidak enak manakala taman-temannya mulai memperhatikan namiah secara serius dan wajah yang seperti haus birahi.

Joko dan tukim berjalan menuju sumber perengan. (jadi didekat jembatan itu terdapat mata air yang berada diujung jembatan letaknya. Sekarang jadi kolam renang) berjalan menjauhi dirinya dan hilang dibalik pohon. Namiah dengan sabar menunggu mereka kembali.

Namun, terdengar suara yang membuat namiah takut serta membelalakkan mata. Suara letusan kecil yang terdengar dua kali. Dia hafal sekali bahwa itu adalah suara letusan yang keluar dari pistol. Karena perasaan namiah yang sudah tidak terkontrol lagi akhirnya dia turun dari kereta dan berlari menuju sumber

Sebelum dia mendekati sumber. Teman-teman dari petinggi itu turun dan berlari kearah namiah. Mereka memegang kedua tangan namiah. Karena kepintaran namiah, dia berhasil lepas dan berlari menuju sumber untuk menyusul tukim dan joko. Terlihat tukim keluar dari balik pohon

Dia berjalan sempoyongan dan mendekati namiah. Tukim memegang dadanya yang bersimbah darah. "Blayu o yukkk... Blayu o.. Cepet blayu o"

(Lari mbak, berlarilah.... Cepat lari)

Tukim kemudian jatuh dan tergeletak ditanah. Dia tewas dengan luka tembak yang parah didada.

Namiah tak langsung berlari. Namun dia berlari menghampiri joko. Dimana dia melihat joko disiksa dan kepalanya didorong kearah air hingga dia tak bernafas. Namiah menjerit kala joko dilepas dan dibiarkan mengambang disumber. Dia tewas. Namiah kemudian berlari dan na'asnya dia...

Sudah dihadang dari belakang oleh ketiga teman lelaki tersebut. Ketiga orang tersebut memegang namiah dan salah satu diantaranya mengikat tangan dan mulut namiah. Lelaki pembunuh joko dan tukim mendekatinya. Apa yang mereka lakukan ? Perbuatan biadab mereka kepada namiah sungguh keterlaluan.

Mereka berempat secara bergilir melampiaskan nafsu birahinya dan tidak berhenti disitu. Mereka yang masih dibawa minuman keras dan kondisi mabuk tidak bisa berfikir panjang.

Salah seorang diantaranya, merasa ketakutan. Karena namiah bersimbah darah dibagian kemaluannya

Kemudian dia mengambil sesuatu yang berada dikantong saku kudanya. Dia mengambil kapak dan secara keji mereka mengkapak kepala namiah berkali-kali hingga tewas.

Teman yang lain, kebingungan dan takut masalah tersebut ketahuan orang lain. Hingga akhirnya

Mereka berempat membakar tubuh joko dan tukim kemudia mereka melemparkan tubuh mereka begitu saja kedalam sungai.

Mereka juga membakar tubuh namiah yang saat itu sudah dalam kondisi yang mengenaskan dn melemparkan tubuhnya ke sungai.

Sampai saat ini, banyak sekali cerita warga yang melihat penampakan namiah berjalan bahkan berlari menyeberang kearah sumber dimalam hari. Ada juga, saat ada seorang yang mengemudi pelan yang lewat disana mendengar suara perempuan yang nembang (menyanyi dengan bahasa jawa)

Sekian cerita tembang dayang dariku. Jika ada kesalahan penulisan dan penyebutan nama, tokoh dan lain-lain. Saya mohon maaf sekali lagi, karena tulisan saya tidak untuk menyinggung siapapun.

~SEKIAN~
close