Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENDAKIAN GUNUNG KERINCI (Mama.. Maafkan Fika Ma)


Kisah nyata  ini dialami oleh teman saya, sebut saja dEddo. masih ingat dia!! Teman satu-satunya yang menjadi saksi hidup curup maung waktu itu.

Eddo meski dibilang masih sangat muda tapi menapaki alam tidak diragukan lagi. Hobinya yang sama dengan saya. Kepekaan kebatinannya juga luar biasa.

Kali ini kisahnya waktu gagal muncak di gunung Kerinci jambi via tugu macan desa kresik tuo.

Pendakian tersebut dia lakukan bersama tiga temannya yang tidak saya sebutkan disini. Keempat pendaki ini berasal dari kota Lahat Sumatra selatan. Perjalanan yang ditempuhnya membawakan kesan yang begitu luar biasa.

Dihari ini alam sangat bersahabat, langit cerah dihiasi beberapa awan melewati perkebunan teh yang berudara sejuk. Perkebunan teh yang tercatat terluas didunia. Mereka menumpang mobil pic-up untuk menuju tugu macan dan dilanjut berjalan kaki selama kurang lebih satu jam lamanya.

Saat tiba di pos pendaftaran, mereka beristirahat. Melaksanakan ibadah terlebih dahulu. Disini perasaan mulai tidak karuan, sementara semua sudah beres tinggal melangkah tapakkan kaki menelusuri Kerinci nan gagah dihadapan mata.

Rasa was-was tiba-tiba muncul, namun ku coba tepis semua itu selalu berdoa dalam hati meminta keselamatan dari detik ini sampai pulang nanti.

Setelah mengikuti penjelasan soal rute, keselamatan, pemahaman jalur, dan yang lain-lain akhirnya pendakian pun dimulai.

Pendakian Kali ini kami lakukan sore hari karena berharap saat fajar menyingsing, kami sudah menikmati indahnya alam semesta dengan hiasan mentari pagi yang pasti akan jadi lukisan maha indah yang di ciptakan oleh kuasa Tuhan.

Pos jaga sudah kami tinggalkan dengan semangat yang berkobar, senyum sumringah menghias di setiap wajah sahabat-sahabat ku sore ini, karena dalam benak masing-masing ada rasa kebanggaan yang tidak terucap.

Posisi ku di pendakian kali ini sebagai sweeper, karena ini pertama kalinya aku akan menapaki puncak tertinggi Sumatra. Tujuan utama posisi paling belakang untuk menjaga mereka yang didepan.

Ya walaupun harus sampai puncak paling terakhir dan mengimbangi langkah yang paling lemah, itu sudah tugas ku yang ditunjuk mereka sebagai penjaga rombongan.

"Kita ngecamp dimana nanti" Tanya salah satu sahabat ku

"yang jelas lewati dulu pohon bolong bro"

"oke salter dua apa tiga, enak nya?"

"bebas lah bebas"

Obrolan mereka masih asik ku dengar penuh semangat, disini aku hanya tersenyum.

Kini pintu R10 sudah didepan kami, gapura dengan empat tiang warna putih yang sudah banyak coretan-coretan dari pendaki yang tidak bertanggung jawab, seakan menjadi papan untuk abadikan nama mereka, pencinta alam model sekarang.

Atap segitiga berwarna hijau itu bertuliskan "SELAMAT DATANG WISATA ALAM GUNUNG KERINCI DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT"

Disini ada petugas yang mengecek tiket, kartu identitas, logistic dan lainnya. Awal yang akan dimulainya petualangan kali ini.

"selamat datang sahabat, kerinci menyambut kita, kuatkan langkah, jaga perilaku, kuatkan Iman, selalu berdoa dalam hati sampai kita sujud esok hari di puncak kerinci" Seru pemimpin rombongan menyerukan suaranya

"Semangat-semangat" sautan kami seakan serempak

"kalau sudah siap kita mulai perjalanan ini"

"Siap!! "

"Jalan!! "

"Gasss kan"

Riuh candaan yang masih penuh semangat.

Kini sudah sampai di pintu rimba yang terpampang adalah hutan belantara yang lebat dengan khas tracknya yang mulai menanjak. Disini mental juga fisik akan mulai digembleng oleh alam. Rimba yang luar biasa istimewa menjadi habitatnya harimau Sumatra juga berbagai hewan lainnya.

Sepanjang jalur ini sangat disarankan untuk tidak beristirahat berlama-lama, apa lagi ngecamp sangat tidak diperbolehkan. Jalur bebatuan raksasa kami jamah dengan kekuatan tenaga yang tersisa. Doa dan seruan nama Tuhan melantun bersamaan dengan detak jantung ini.

Kini kami sudah sampai di pesanggrahan satu, sekedar atur nafas, minum dan kembalikan tenaga yang tidak seberapa.

Ajakan pemimpin rombongan mulai mengajak

"kita lanjut lagi bro"

"ayo lanjut" jawab teman yang masih kurang puas beristirahat.

Tapi diarea ini memang dilarang untuk berlama-lama karena harimau masih berkeliaran, juga keangkeran rimba ini jangan diragukan lagi.

Alam kini gelap menandakan masuk waktu Maghrib, namun kami tetap lanjutkan perjalanan juga mengabaikan ibadah karena rawannya area ini.

"Sholat nanti dijamak lah" bisik ku dalam hati.

Namun disaat senja ini, mulailah perubahan yang terasa. Banyak terdengar suara teriakan pendaki lain dari arah atas maupun bawah.

"Woeeeee"

Suara itu dari segala arah, tapi aku ingatkan yang lain untuk tetap fokus dan abaikan suara apa pun. 
Sampai akhirnya kami sampai di shelter bangku panjang. Langsung ku lemparkan carrier ini kurebahkan badan yang sudah mulai letih disusul dengan yang lainnya.

Antara sadar dan tidak karena lelah, aku melihat pendaki cewek sendirian tiba tepat dijalur kami.

"kak.. gabung ya.. aku sendirian"

(ehh buset.. cewek sendirian naik gunung)

"mari gabung saja yuk" ajak mereka tanpa ada rasa aneh.

Aku yang hanya bertanya dalam hati.

"makhluk apa ini??"

Seketika cewek itu menoleh pada ku dan tersenyum.

"siapa namanya yuk, pendaki dari mana??" Tanya leader rombongan

"Fika kak, dari Lahat" Jawabnya

"Loh satu kota donk, kebetulan sekali, Lahat dimana??"

"ia kak, lahat Kota" (alamat sebenernya disebutkan sama fika, tapi untuk menghormati saya samarkan)

"Ya udah barengan saja yuk" aku mulai buka omongan walaupun ini ganjil ku rasa.

Setelah merasa cukup beristirahat, kini kami bertambah anggota dan memulai pendakian lagi.

Posisiku masih dibelakang dan didepanku kini Fika yang masih menjadikan aku menyimpan tanya.

"manusia atau bukan ini cewek"

Kusorotkan cahaya headlemp untuk menerangi jalan juga jalan rombongan depan, sambil ku pastikan kakinya menginjak tanah atau mengambang.

Tiba-tiba langkah kaki didepan ku itu berhenti yang membuatku menabrak bagian belakang carriernya.

Ku lihat dia tersenyum sambil ngomong tapi lirih

"napak kan kaki ku bang"

Terkejut setengah mati dengan ucapan itu. Dia bisa tau jalan fikiranku.

"ga sembarangan ni cewek" ucapku dalam hati

Hingga masih ku lihat dia tersenyum dan kembali melangkahkan kaki menyusul yang lain.

Petualangan mereka yang diawali dengan kegembiraan karena memijakkan kaki di gunung Kerinci akan menjadikan kebanggaan buat pendaki seperti mereka, Namun disini mereka tidak berempat lagi karena kedatangan Fika, pendaki cewek yang kebetulan satu daerah dengan Eddo juga yang lain.

Malam ini masih menyusuri ganasnya jalur track rimba gunung Kerinci, tak heran jika nafas semakin ngos-ngosan terdengar. Sisa tenaga yang tersisa kini tidak segagah diawal perjalanan. Tapi disinilah dimana alam akan Menginggatkan bahwasanya manusia itu tidak akan jadi apa-apa tanpa tuntunan Tuhan.

Fikiranku masih penuh pertanyaan tentang wanita didepan ku ini, namun apa yang aku fikirkan seakan terbaca oleh Fika.

"Ahh sudah lah" Aku coba buang semua fikiran ganjil tentang Fika.

Ku kuatkan diri dengan menyebutkan Asma illahi agar selalu memberi perlindungan dari cengkraman malam ditengah rimba yang mengerikan ini.

Beberapa jam kami mendaki dan tempuh jalur ini, akar pohon yang menghias terjalnya track seakan menjadi cakar tangan astral.

Pepohonan kokoh berdiri menambah kesan misteri yang masih aman aku rasa, namum memberi kesan horor.

"Kita break dulu semua" terdengar suara leader dari atas sana.

Yang kini kami sudah sampai di pohon bolong menandakan sudah di area pesanggrahan dua.

"Wow !!! jalurnya gila" celetuk salah seorang sahabatku yang mereka sudah beristirahat di atas sana.

Sesampainya di area ini, ku istirahatkan diri bareng dengan mereka.

"ngopi dulu lah yok, ngudut" kata dia lagi

"jangan bro, lanjut saja jangan disini kalau mau istirahat lama" Ku coba peringatkan yang lain.

Memang area disini masih dilarang untuk beristirahat berlama-lama.

"Tarik nafas saja, Kita ngecamp diatas" ujarku.

"oke...istirahat jangan lama-lama 15 menit" Pemimpin memberi waktu beristirahat.

Disini kulihat Fika masih menatapku, saat tatapan kami beradu, senyumnya kembali terlihat kearah ku. Aku hanya membalas sembari meneguk air untuk hilangkan haus ku.

"Ganjil ? ya terasa ganjil perjalanan ini"

Sejauh ini kami tidak satupun berpapasan atau bertemu pendaki lain, bahkan suara sautan pendaki tidak terdengar lagi.

"Siapa gadis ini.. apa dia makhluk yang sengaja menemani perjalanan ku"

Hingga gangguan dari makhluk buruk rupa tidak aku jumpai di pendakian kali ini.

Kulihat satu persatu wajah lelah sahabat-sahabat ku yang sedang menikmati kebulan asap rokoknya.

Sampai ku lihat wajah cewek ini lagi yang sekarang hanya diam tertunduk seolah memikirkan sesuatu. Entah apa yang dia renungkan. 15 menit berlalu bahkan ngaretnya waktu beristirahat pun berlalu dengan tidak terasa.

"Jalan yok" ajakku

"Ayo jalanlah !! sudah 35 menit kita istirahat"

"Hadah... ayo lah"

"Payo-payo"

Masih terlihat lelah, saat aku sudah siap melangkah lanjutkan perjalanan, masih kulihat Fika dengan posisi duduk menunduk sedari tadi.

"Ayo yuk... lanjut" ajak ketua team

"kakak duluan saja, Fika sebentar lagi nyusul" Jawabnya.

Disini ujian sebagai sweeper datang. Aku harus menemani langkah yang paling tertinggal agar tetap bisa menjaga yang lemah.

"Kalian duluan lah, biar aku bareng ayu Fika"

Dan akhirnya Mereka bertiga melanjutkan pendakian sementara aku masih menunggu cewek misterius ini.

Bayangan dari teman-teman ku sudah tidak terlihat, langkah mereka pun tak terdengar lagi.

"Yuk,, ayuk ga papa"

Dia hanya menggelengkan kepala

"Kapan mau lanjut jalan yuk, kita sudah ketinggalan jauh loh"

"Iya.. ayo jalan" Jawabnya

Saat dia angkat wajahnya terlihat sangat putih pucat berhias senyum yang beda, tidak seperti tadi.

" jangan-jangan mau kena hippo si Fika !!" Pikirku

Dengan udara sedingin ini dan ketinggian ini sudah hampir setengah gunung.

"Astagfirullah yuk, ayuk sakit" Tanya ku panik.

"ga papa kak"

Tangannya diulurkan padaku untuk meminta bantuan berdiri dari duduknya. Tangan yang sangat dingin itu kurasakan saat meraihnya. Sangat aneh dalam hati ku. Kembali wajah pucat pasi sedingin mayat itu tersenyum.

"jalan kak yok" katanya sambil melepaskan genggaman tanganku

"kak.... kak Eddo"

Panggilnya buyarkan aku yang masih bengong.

melamun karena penuh pemikiran akan pertanyaan. "siapa kamu Fika??"

"Tunggu, kok kamu tau nama ku"

"Ya tau lah, kan kak Eddo yang mau temenin Fika" jawabnya

"Temenin gimana maksud nya??"

"Temenin pendakian Fika lah, masak temenin mati, hehe" Kata jawaban yang sangat aneh terdengar.

"Husss !!! Kita digunung jaga omongan"

"Iya kak Eddo, ayo jalan Fika mau cerita Sama kakak sambil jalan" ajaknya

"Apa yang saat ini beriringan jalan bareng aku? Manusia atau jin!!" Batinku

Keganjilan perjalanan ini membawaku dalam sebuah tanya yang sangat besar. Aku hanya lanjutkan melangkah dan mendengarkan dia bercerita.

"Siapa Fika?? "

Yah masih dalam sebuah tanya, gadis pendaki dengan misterinya. Gunung Kerinci memberikan aku perjalanan yang sangat ganjil. Pasti banyak yang memiliki jawaban dalam hati para pembaca dengan versi kalian.

Area pohon bolong menjadi tempat istirahatnya kami yang sudah kelelahan menaiki Kerinci.

Ketiga sahabatku kini sudah melanjutkan perjalanannya kembali, tapi disini aku masih menunggu Fika yang masih terduduk.

Kini wajah Fika terlihat pucat dan tangan yang ku raih itu sedingin es. Setelah dia siap lanjutkan pendakian dengan obrolan yang sangat aneh ku dengar.

Kami berdua memanjat tebing yang lumayan terjal, untungnya disitu sudah tersedia tali tambang yang terpasang untuk mepermudah pendakian.

terimakasih buat yang memasang tali ini sangat mebantu kami para pendaki yang melalui jalur rimba.

Kini setelah mendaki sampai di lereng yang lumayan landai, hutan digantikan dengan hamparan ilalang yang sangat luas. Tanpa aku sadari ini bukan alam manusia lagi. karena kalau dijalur gunung Kerinci sesampai di titik ini tidak akan ditemukan hamparan ilalang nan luas seperti ini

Bunga-bunga liar banyak menghiasi ditepian jalur. Dan tanpa aku sadari dan entah karena pengaruh apa, dibawah masih dalam keadaan gelapnya malam,
sementara disini sudah terang remang-remang seakan mentari pagi sebentar lagi mulai menyingsing.

(fenomena ini sama sekali tidak menjadi aneh atau janggal buat ku, karena aku lalui serasa normal adanya)

Kami terus berjalan, ku ikuti langkah gadis yang sedari tadi menceritakan siapa dirinya.

Tangga tanah yang rapi juga bersih seakan jalur yang dibentuk oleh manusia kami lalui hingga tiba disebuah bukit.

Pelataran datar yang terdapat satu makam dengan nisan kayu yang bertuliskan

"FIKA BAWESTY PRADITA DEWI" 
Lahir :Lahat 12 February 1997
Wafat :Kerinci - - 2016

Namun makam tanah ini terlihat baru karena tanah masih basah juga bertaburan bunga-bunga yang masih segar.

Kutatap makam itu, ingin mengucapkan kata-kata pun lidah serasa kelu.

"It.. it.. itu nama kamu"

"Ini kuburan Fika kak" senyumnya menghias namun raut wajahnya memperlihatkan kesedihan yang dia pendam.

"Fika selama empat tahun ini sendiri kak, tidak ada satu orang pun yang dapat Fika temukan"

Aku hanya menelan ludahku yang seperti duri masuk kedalam tenggorokan keringku.

"Fika hanya mau minta tolong sama kak Eddo. Sampaikan maaf Fika ke MAMA juga keluarga Fika, karena tidak berpamitan juga berbohong waktu pergi kesini dan tidak pernah bisa kembali lagi berkumpul bersama mereka"

"I.. iy.. iya yuk"

"jangan panggil ayuk kak, panggil saja Fika"

"Fika akan tenang beristirahat setelah kak Eddo sampaikan maaf Fika ke mama"

Isik tangisnya memecah hingga membuatku tak terasa meneteskan air mata. Malang nasib gadis ini. Sudah selama empat tahun dia dalam kesendirian dialam ini.

Fika adalah mahasiswi disalah satu universities dikota Palembang. Dia kelahiran Lahat dan saat itu dia ikut dengan teman-temannya yang merencanakan pendakian gunung Kerinci tanpa ijin orang tuanya.

(dia sudah tau gak bakal dapat ijin/restu Naik gunung oleh orang tua nya) makanya dia pergi tanpa meminta doa dari mama nya.

"kak Eddo,, terimakasih ya"

"Iya Fika"

"ceritakan penyesalan Fika ke keluarga, membohongi mereka itu penyesalan yang dalam kak, mereka yang susah payah besarin Fika, Papa yang bekerja keras untuk sekolahin Fika,

Harus Fika pupuskan harapan mereka karena kebohongan yang tidak akan mereka restui jika saat itu Fika berpamitan dengan jujur"

Hingga dia meraih tangan ku, jabatan yang menjadi pemisah kami dan masih ku lihat senyum itu.

Senyum yang selalu menghias wajah Fika.

Hingga semuanya menjadi gelap.

Pagi itu aku sudah dikerubungi dengan ketiga sahabat ku dan beberapa pendaki lain yang menemukan ku pingsan di jalur terjal sebelum sampai di shalter satu.

Masih dalam keadaan bingung, mual dan pusing kepalaku sangat luar biasa terasa. Semua suara lirih kudengar tidak jelas. Hingga beberapa saat semua kembali normal setelah aku diberikan air mineral yang kemudian aku minum.

"bro.. kamu kenapa? mana ayuk Fika??" Tanya sahabatku yang menjadi ketua team pendakian ini.

"Sudah !! kita semua turun !! pulang" jawab ku

"iya ayuk itu mana!!" pertanyaan khawatir seorang leader ku dengar

"Ayo pulang !! Fika ada sudah turun duluan" Ucap ku

"ayo lah turun kamu kuat ga do"

"Kuatlah ! ayok turun bro"

Kami semua turun dan pulang tinggalkan Kerinci.

Singkat cerita 
Kami berempat sudah sampai di kota tercinta, tanah kelahiran, kota Lahat yang kami rindukan.

Keesokan harinya aku mencari alamat keluarga Fika, dan sore baru kutemukan. Dengan bersilaturahmi, aku ceritakan kejadian Fika ke keluarganya.

Tangis haru menghias kepiluan keluarga ini.

Selama ini mereka masih menunggu Fika pulang yang katanya hanya liburan bareng teman-temannya selama empat hari dan berpamitan hanya melalui telp ke mama-nya. Sudah empat tahun penantian keluarga menunggu kepulangan Fika.

Sebelumnya keluarga Fika sudah tau, kalau Fika hilang di pendakian gunung Kerinci dari kabar temannya yang datang menceritakan kejadian pas hilangnya Fika waktu itu.

Keluarga juga sudah mencari dan menyewa jasa team SAR juga pendaki setempat untuk mencari waktu itu,

Namun semua hasilnya nihil. Yang mereka harap selama ini hanya kepulangan Fika kembali berkumpul dengan keluarga.

Setelah semuanya tersampaikan aku kemudian pulang. Esok harinya aku ditelpon mamanya Fika untuk menghadiri pemakaman Fika yang kosong.

Pemakaman yang dihadiri keluarga besarnya Fika, aku dan ketiga sahabatku.

Pendakian ini ku lakukan bareng dengan mereka ketiga sahabat ku. Meski aku gagal menapaki puncak Kerinci, aku tidak menyesalinya. Suatu saat nanti aku akan datang untukmu Fika, kini istirahatlah dengan tenang, nantikan aku datang lagi dengan senyum manis itu dan jabatan lembutmu.

Tenanglah dalam pelukan gagahnya gunung Kerinci, jangan lagi ada rasa sepi dan air mata mu.

Ya, itu cerita akhir pendakian Eddo ke gunung Kerinci.

Pendakian satu tahun yang lalu 12 February 2019. bertepatan hari itu tanggal ulang tahun Fika bawesty pradita dewi.

Doa akan selalu terpanjatkan untuk mu gadis alam, damailah, beristirahat dengan tenang.

Terimakasih sekian kisah Eddo dengan Fika. Sangat dianjurkan langkah akan selamat dengan adanya restu dan doa orang tua kita.

Melepaskan kepergian itu tidak mudah bagi orang tua karena itu cinta yang tulus, cinta sejati hanya dimiliki orang tua ke anaknya.

Sekian dari saya dan Terimakasih untuk para pembaca sekalian.

~~~SEKIAN~~~
close