Tenda Menangis Gunung Butak
JejakMisteri - Waktu Ihsan sedang duduk istirahat di depan rumah sambil minum kopi, kemudian salah satu temannya menghubunginya dan memberi Ihsan sebuah tanggung jawab yaitu mengantarkan orang yang ingin mendaki ke gunung butak. Nama temannya adalah Nasir.
Awalnya yang harus mengantarkan adalah Nasir tapi karena waktunya Nasir bentrok dengan jadwalnya akhirnya Nasir menawarkannya kepada Ihsan.
Mendengar tawaran itu tanpa basa-basi Ihsan menerima tawaran dari Nasir tersebut karena Ihsan sudah tau persis medan jalur gunung butak.
Ke’esokan harinya Ihsan datang kerumah Nasir untuk meminjam beberapa peralatan yang diperlukan dan Nasir memberitahu Ihsan tentang tamu yang akan diantarnya ke gunung butak itu. Mulai dari memberinya kontak dan siapa mereka yang akan diantar.
Setelah semua sudah beres Ihsan pun pamit ke Nasir dan pulang, setelah sampai dirumah Ihsan mengubungi kontak yang diberikan Nasir barusan sekaligus memberitahunya bahwa dialah yang akan menjadi guide mereka.
Singkat cerita tibalah hari pemberangkatan, Ihsan janjian bertemu dengan tamunya itu di Kota Batu Malang sesuai yang sudah direncanakan melalui obrolan telfon waktu itu. Sesampai di lokasi tempat janjian Ihsan menunggu tamunya yang masih dalam perjalanan menuju ke lokasi.
30 menit lamanya dia menunggu tapi tamunya tidak kunjung datang dan akhirnya Ihsan berinisiatif menunggunya di warung kopi yang ada disitu. Di warung kopi itu Ihsan bertemu dengan 1 orang kakek yang kebetulan juga sedang ngopi dan kakek itu bertanya pada Ihsan,
“Mau ke Panderman ya nak”
“Ooh enggak pak, saya mau ke Butak”
“Sendiri?”
“Enggak masih nunggu teman lainnya”
“Yaudah hati-hati lagi banyak pagebluk”
Ihsan hanya mengiyakan perkataan kakek itu tanpa bertanya balik meskipun dia tidak paham apa yang dimaksud kata-kata terakhir yang diucapkan kakek barusan.
Setelah 30 menit di warung akhirnya tamu Ihsan sampai di lokasi, sesampai disitu Ihsan mempersilahkan mereka untuk istirahat sebentar kemudian dilanjut belanja logistik yang diperlukan. Setelah semua logistik dirasa cukup mereka berangkat menuju rumah pakde yang waktu itu dijadikan tempat pendaftaran.
Waktu itu tamu Ihsan ada 4 orang bapak-bapak dan 2 orang ibu-ibu yang merupakan istri dari salah satunya. Setelah pendaftaran selesai Ihsan memberikan berbagai instruksi kepada mereka semua kemudian lanjut berdoa dan tepat pukul 9 pagi mereka mulai berjalan.
Disepanjang perjalanan mereka para tamu terlihat sangat have fun, sesekali salah satu dari mereka bertanya tentang sebuah bukit yang menjulang tinggi di sebelah kirinya yang bernama bukit Panderman.
(Jadi jalur menuju ke gunung butak itu satu jalur dengan bukit panderman, bedanya kalau mau ke bukit panderman harus belok kek kiri sedangkan kalau ke butak lurus mengikuti jalur dan harus memutari sekitar 7 bukit baru setelah itu sampai di sabana terakhir)
Terus berjalan, karena waktu itu di jalur pendakian gunung butak masih belum tedapat bangunan pos jadi mereka istirahat di sebidang tanah datar untuk melepas lelah dan makan siang.
Nah ketika Ihsan sedang sibuk memasak makan dan yang lain sedang istirahat tiba-tiba salah satu ibu dari rombongan yang bernama bu Endang terlihat kaget dan berucap,
“Eh ada apa itu di semak-semak?”
Mendengar itu spontan semuanya menoleh kearah semak-semak yang ditunjuk bu Endang tapi tidak ada apa-apa yang mereka lihat di semak itu.
Karena takut ada hewan liar Ihsan bertanya pada bu Endang,
“Memangnya ada apa buk?”
“Gak tau tadi disitu kayak ada orang cewek!”
Mendengar itu Ihsan sedikit tersentak, dia berfikir “Apa jangan-jangan bu Endang melihat lelembut? Tapi apa mungkin lelembut muncul pas siang-siang gini?”
Ihsan pun mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan memberikan sebagian makanan yang sudah matang kepada mereka.
“Yaudah pak buk paling itu monyet, sekarang kita makan dulu”
Dan usaha Ihsan itu berhasil, mereka semua makan siang sementara Ihsan sedang melanjutkan memasak makanan yang sebagian belum matang.
15 menit kemudain semua masakan sudah matang, mereka semua makan siang dan setelah selesai makan Ihsan pamit sama mereka untuk menunaikan sholat dhuhur sebentar dan berpesan agar tetap disini sampai Ihsan selesai sholat.
Setelah selesai sholat Ihsan membereskan peralatan masaknya dan mengajak mereka untuk lanjut berjalan.
Lanjut berjalan, setelah 4 jam berjalan mereka istirahat lagi di sebidang tanah datar yang dikelilingi pohon pinus lebat. Disitu Ihsan memberikan beberapa makanan ringan kepada mereka dan dia pamit untuk sholat ashar.
Karena di sebidang tanah itu tidak begitu luas jadi Ihsan harus sedikit melipir jauh untuk mencari tempat sholat. Setelah selesai sholat dari jarak yang tidak begitu jauh dia melihat ada sebuah tenda berwarna kuning di sela-sela pohon pinus di dekat jurang. Melihat itu Ihsan berfikir,
“Itu siapa ya ngecamp disitu? Apa gak ada tempat lain?”.
Awalnya Ihsan ingin menhampiri tenda itu tapi karena dia punya tanggung jawab sama 6 orang tadi akhirnya dia tidak jadi menghampiri tenda itu dan kembali ke tempat istirahatnya tadi. Sesampai disitu dia makan beberapa makanan ringan kemudian lanjut berjalan lagi dan ketika akan melanjutkan perjalanan itu Ihsan celingukan mencari tenda yang tadi dilihatnya tapi tidak ada.
Tidak ada perasa’an aneh waktu itu, Ihsan mengira mungkin dia memang tidak melihatnya karena tertutup pepohonan.
Hari sudah mulai gelap, karena penerangan sudah minim mereka mempersiapkan senternya masing-masing. Ketika Ihsan menyalakan senter dan mengarahkannya kedepan sekilas dia mendengar ada suara wanita yang sedang menangis tapi entah dari mana asalnya.
Karena merasa sedikit aneh Ihsan mengajak yang lain untuk segera melanjutkan perjalanan dengan tujuan biar tidak terlalu malam juga di perjalanan.
Singkat cerita sekitar jam 8 malam sampailah mereka di sabana, sesampai disitu Ihsan mencari tempat yang nyaman untuk dibuat camp, setelah berputar-putar akhirnya dia menemukan tempat yang nyaman tepat di bawah sebuah pohon di dekat sumber mata air.
Merekapun mendirikan tenda dan ketika yang cowok sedang sibuk dengan tendanya tiba-tiba bu Endang berteriak kaget. Mendengar itu spontan mereka semua menoleh kearah bu Endang dan Ihsan bertanya,
“Ada apa bu?”
“Dibelakanmu tadi ada yang lewat”
“Siapa yang lewat bu?”
“Gak tau soalnya gak jelas tapi dia kelihatan rambutnya panjang”
Mendengar jawaban dari bu Endang itu Ihsan merinding, dia ingat perkata’an kakek yang dia temui di warung tadi pagi.
Dalam hati dia bilang,
“Apa jangan-jangan ada lelembut yang mengikutiku?”
Soalnya sejak awal tadi bu Endang sepertinya di tampaki sesuatu walaupun yang lain tidak melihatnya.
Ihsan pun membuang perasaan negatifnya itu dan meminta pada mereka untuk memasukan semua barang kedalam tenda, waktu itu mereka mendirikan 4 tenda dengan posisi berjajar. Di paling ujung kanan adalah tenda Ihsan sedangkan diujung kiri adalah tenda bu Endang dan suaminya.
Setelah semua barang sudah masuk Ihsan memasak makanan untuk makan malam mereka, setelah selesai makan Ihsan membreefing mereka semua tentang kegiatan besok yaitu sumit ke puncak.
Malam semakin larut, tidak terasa waktu sudah menunjukan jam 10 malam, mereka semua pun istirahat dan tidur, ketika sedang nyenyak tidur sekitar jam 12 malam Ihsan terbangun karena dia terusik oleh suara tangisan seorang wanita yang sangat menyayat hati. Ihsan mengira itu adalah suara tangisan wanita dari salah satu anggotanya karena tidak ada wanita lain selain bu Endang dan yang satu dia lupa namanya.
Suara itu terus terdengar di telinga Ihsan hingga akhirnya Ihsan memaksa keluar dari tendanya karena khawatir ada apa-apa dengan salah satu anggotanya. Sesampai diluar tenda ternyata disebelah kiri tendanya Ihsan itu sebuah tenda lagi yang berwarna kuning.
Melihat itu Ihsan terkejut dan dia berfikir,
“Ini tenda siapa dan kapan datangnya?”
Dan yang membuat Ihsan lebih terkejut lagi ternyata suara tangisan itu terdengar dari tenda itu.
Karena penasaran pelan-pelan Ihsan mendekati tenda itu untuk memastikan tapi ketika tenda itu didekati suara tangisannya tiba-tiba tidak terdengar.
Karena sudah tidak mendengarnya Ihsan kembali melanjutkan niatnya untuk mengecek tenda anggotanya dan mengabaikan tenda kuning disampingnya, setelah di cek ternyata semua aman-aman aja.
Ihsan pun kembali masuk ke tendanya untuk melanjutkan tidurnya dan sesekali dia melirik tenda kuning itu.
Pagipun tiba, sekitar jam 7 pagi Ihsan bangun, setelah bangun Ihsan keluar tenda dan setelah keluar tenda itu Ihsan tidak melihat tenda kuning yang berada di sebelah tendanya tadi malam.
Kejadian ini membuat Ihsan bingung, kemana tenda yang semalam ada disini? Apa mungkin dia sudah jalan summit?
Ihsan mengiranya seperti itu, tanpa berfikir aneh-aneh lagi dia membangunkan semua anggotanya dan lanjut masak untuk sarapan sebelum summit ke puncak.
Setelah selesai makan Ihsan bertanya pada anggotanya apakah semalam ada yang sakit, setelah ditanya mereka semua menjawab tidak ada tapi ada yang sedikit berbeda dengan jawaban bu Endang,
“Semalam saya mendengar ada suara langkah kaki yang jalan keliling tenda kita lo mas”
Mendengar itu Ihsan menjawab,
“Sekitar jam berapa bu?”
“Ya sekitar jam 2an pas saya bangun karena haus”
Awalnya Ihsan mengira suara langkah kaki yang didengar bu Endang itu adalah suara langkah kaki Ihsan karena semalam Ihsan memang bangun tapi malam itu Ihsan keluar tenda sekitar jam 12 malam bukan jam 2 malam.
“Oooh mungkin itu suara pendaki lain bu, soalnya semalam ada yang camp sama kita disitu”
Ucap Ihsan sambil menunjuk kearah sebelah tendanya.
Sekitar jam 8 pagi mereka pun melanjutkan perjalanannya menuju ke puncak, sabana yang luas dan hijau membuat mereka para tamu merasa sangat senang dan sesekali mereka memotretnya.
Singkat cerita sekitar jam 9 pagi mereka sampai di puncak, sesampai di puncak semuanya terlihat sedikit kecewa karena pagi itu suasana di puncak sangat berkabut sehingga tidak bisa melihat indahnya pemandangan dari atas puncak. Ya wajar sih bulan Februari memang kurang cocok untuk melakukan pendakian.
Akhirnya dengan perasaan sedikit kecewa mereka tetap mengabadikan momennya masing-masing dan ketika mereka sedang asyik mengabadikan momen Ihsan melihat ada tenda kuning yang berdiri di puncak.
Melihat itu Ihsan berjalan mendekatinya untuk menyapa pemilik tendanya karena dia mengira itu adalah tenda yang semalam berdiri di sebelah tendanya. Setelah didekati samar-samar Ihsan mendengar suara tangisan seorang wanita seperti semalam lagi dari dalam tenda itu.
Tadi yang niatnya Ihsan ingin berkenalan dengan pemilik tenda itu tidak jadi karena suara tangisan itu. Ihsan pun berjalan balik dan bertanya pada salah seorang pendaki yang ada disitu karena kebetulan tidak jauh dari tenda itu ada 2 orang pendaki yang sedang santai ngopi.
“Permisi mas, boleh numpang nongkrong?”
“Silahkan monggo sini ngopi bareng”
Lalu Ihsan ikut duduk santai bersama 2 pendaki itu, setelah cukup lama basa-basi Ihsan bertanya pada mereka,
“Mas, itu tenda masnya ya?”
“Bukan, itu tenda dari kita datang udah berdiri disitu”
“Kira-kira tenda siapa ya mas?”
“Kurang tau mas, memangnya kenapa?”
“Oh enggak soalnya kan di puncak ga ada orang lain selain rombongan kita tapi kok ada tendanya”
“Tidur didalam kali orangnya”, Jawab pendaki itu sambil tertawa.
Ihsan pun menganggapnya begitu, tidak lama kemudian rombongan Ihsan mengajaknya turun dari puncak dan Ihsan pamit sama 2 pendaki itu untuk turun duluan.
Di perjalanan turun tepatnya ketika mereka berjalan di sabana, tiba-tiba rintik-rintik hujan turun. Mereka pun mempercepat langkah kakinya agar tidak kehujanan, sesampai di tenda hujan turun semakin lebat sehingga membuat mereka harus menunggu reda dulu baru bisa turun tapi setelah menunggu sampai sore hujan tidak juga reda, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk turun ini Ihsan menyarankan agar turun besok karena resiko kalau turun pas lagi hujan gini karena jalannya licin dan malam juga.
Karena tidak ingin mengambil resiko akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu keesokan hari untuk turun.
Lama menunggu, sekitar setelah maghrib akhirnya hujan reda. Melihat hujan sudah reda Ihsan pun keluar dari tenda untuk memasak makanan dan malam itu kondisi tempat mereka camp sedikit becek jadi sementara Ihsan memasak yang lain hanya menunggu didalam tendanya masing-masing. Setelah masakan sudah jadi Ihsan memberikan makanan kepada mereka satu persatu.
Memang sih Ihsan terlihat seperti pembantu tapi memang itulah tugas seorang guide, dia yang bertanggung jawab pada keselamatan anggotanya.
Malam itu karena merasa lelah Ihsan tidur lebih awal meskipun beberapa dari anggotanya masih terdengar saling mengobrol satu sama lain.
Ketika waktu sudah menunjukan jam 12 malam kejadian yang sama terulang lagi, Ihsan terbangun dari tidurnya, setelah terbangun Ihsan ingat bahwa dia belum melaksanakan sholat Isya’. Mengingat itu dia keluar tenda dan menuju ke sumber mata air untuk mengambil air wudhu. Nah setelah Ihsan keluar dari tendanya dia melihat tenda kuning yang misterius itu berada di sebelah tendanya lagi.
Melihat tenda itu Ihsan benar-banar merasa ada yang tidak beres dengan tenda itu karena tenda itu benar-benar misterius banget, ada tendanya tapi tidak terlihat pemiliknya.
Ihsan mengabaikan tenda itu dulu dia berjalan ke sumber untuk mengambil air wudhu. Ketika sedang wudhu dia mendengar mendengar lagi suara tangisan wanita yang sama seperti sebelumnya.
Ihsan pun mempercepat wudhunya dan segera kembali ke tendanya dan ketika dia berjalan kembali dari tendanya itu dia melihat ada seorang wanita yang sedang duduk membelakanginya sambil menangis tersengguk-sengguk.
Ihsan tidak takut melihat wanita itu karena dari belakang wanita itu terlihat seperti bu Endang, dalam hati dia bilang,
“Ooh ternyata suara tangisan itu adalah suara bu Endang”
Ihsan menghampiri bu Endang yang sedang duduk membelakanginya itu untuk bertanya kenapa dia tidak tidur dan kenapa dia menangis malam-malam.
Setelah sudah tepat dibelakangnya Ihsan bertanya,
“Bu ngapain malam-malam disini? Gak tidur?”
Tapi bu Endang tidak menjawab 1 katapun.
Ihsan pun lebih mendekatinya, setelah sampai disampingnya terlihat bu Endang sedang menangis seperti orang yang sedang menahan sakit sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Karena khawatir dengan keadaannya Ihsan bertanya lagi,
“Bu Endang kenapa? Apa ada yang sakit?”
Bu Endang hanya menggelengkan kepalanya.
Lalu Ihsan mengajaknya untuk kembali ke tenda dengan tujuan agar bu Endang bisa beristirahat tapi bu Endang tidak mau dan hanya menangis seperti orang yang benar-benar menahan sakit.
Tidak lama setelah itu bu Endang baru mulai bicara,
“Mas Ihsan saya boleh minta bantuan mas?”
“Boleh bu, itu sudah menjadi tugas saya sebagai guide”
“Tolong sholati saya mas”
Degg...!! Ihsan tersentak mendengar kata-kata yang terucap dari mulut bu Endang itu.
“Memangnya bu Endang kenapa minta di sholati?”
“Saya adalah korban dari gunung kawi”
“Tapi bu?”
“Bantu saya agar arwah saya tenang”
“Bu Endang ini ngomong apa sih saya gak ngerti?”
“Saya harap setelah ini mas tidak takut lagi, sekarang sholatlah aku akan berada didepanmu”
Dengan perasaan bingung Ihsan segera masuk kedalam tendanya dan sholat, setelah selesai sholat dia berfikir,
“Sebenarnya ada apa dengan bu Endang? Kenapa dia bisa jadi seperti ini?”
Ihsan pun keluar tenda dari tendanya untuk melihat keadaan bu Endang tapi ketika berada diluar tenda itu bukan bu Endang yang dilihatnya melainkan sosok wanita separuh baya dengan wajah yang sangat hitam sedang duduk di bawah pohon sambil menggeleng-gelengkan kepalanya (kayak gini).
Tenda kuning yang berada disampingnya itu pun tiba-tiba juga sudah tidak ada alias sudah hilang.
Melihat itu Ihsan terus menerus mengucap kalimat istighfar hingga akhirnya arwah wanita paruh baya itu perlahan menghilang seperti asap.
Setelah wanita itu hilang Ihsan kembali masuk kedalam tendanya dan malam itu suara tangisan wanita yang menyayat hati pun sudah tidak didengarnya lagi.
Pagipun tiba, pagi itu semua rombongan bangun dari tidurnya. Ihsan pun mengajak mereka untuk berkemas karena pagi ini juga mereka harus turun takutnya kalau kesiangan nanti hujan lagi.
Sambil mengemasi barang-barangnya itu Ihsan sesekali bertanya pada bu Endang untuk memastikan bahwa arwah yang menyerupai bu Endang semalam bukanlah bu Endang yang sebenarnya,
“Bu Endang gimana istirahatnya semalam?”
“Syukurlah mas tidurnya nyenyak banget meskipun yang disebelah saya ngorok”, jawab bu Endang sambil bercanda.
Berarti memang benar bahwa arwah penasaran yang dilihat Ihsan semalam memang bukan bu Endang melainkan memang sosok arwah yang gentayangan.
Setelah selesai berkemas mereka pun turun dan tidak lupa berdoa sebelum mulai perjalanan turun.
Selama perjalanan turun itu Ihsan masih terus kepikiran tentang sosok arwah yang dilihatnya semalam, seakan dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya semalam. Disisi lain Ihsan juga merasa kasihan dengan apa yang telah dialami olehnya. Di perjalanan dalam hati Ihsan mendoakan arwah itu agar bisa tenang.
Singkat cerita, sampailah mereka di pos ijin rumah kakek, sesampai disitu Ihsan berpisah dengan rombongan dan bagi Ihsan pendakian kali ini bener-bener horor banget tapi kejadian ini tidak membuat Ihsan berhenti untuk naik gunung karena dia percaya selama iman kita tebal insya allah makhluk halus apapun itu tidak akan berani mengusik kita.
~~~SELESAI~~~
BACA JUGA : BURNI TELONG Dijaga Penghuni Gunung