Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAN ARWAH DUKUN SANTET


JEJAKMISTERI - Karena ini kisah nyata, maka nama dan tempat kejadian saya samarkan atas permintaan narsum. Akan ada sedikit "bumbu" dalam cerita ini, namun secara garis besar semua hampir sama dengan yang narsum sampaikan.

"TEROR HANTU PENUNGGU TPU (KISAH NYATA)"

Suara langkah kaki itu semakin keras terdengar, aku mencoba berlari menghindari suara itu. Aroma melati menambah suasana semakin mencekam malam itu, "AAHHH.. SIALL.!! setiap kali pulang kerja aku selalu harus lewat sini terus,, lewat pemakaman angker ini"

Agak susah berlari dijalan yang agak rusak, sesekali aku merasa hampir jatuh karena sedikit tersandung oleh jalan konblok yang sudah agak rusak. Tiba-tiba aku melihat bayangan lelaki yang sedang duduk dibawah pohon samping jalan, semakin dekat... dan terlihat lelaki itu menoleh ke arahku

"Loh loh loh... ada apa mas Arya?? koq lari-lari gitu kaya dikejar setan??"

Lelaki tua itu adalah pak Broto, tukang gali kubur di pemakaman ini.

Dikejar??? aku merasa malah seperti diteror setiap kali lewat jalan ini, ada apa dengan setan-setan disini?? salah apa aku sama mereka??

"Itu pak,, ada suara langkah kaki yang ngikuti, saya cari-cari tidak ada orangnya.." sambil sedikit mengatur nafas, aku coba menjawab pertanyaan lelaki tua ini

"Hahahahah,, sudah-sudah, sini duduk dulu" kata pak Broto sambil menggeser posisi duduknya "Tenang aja, gapapa" lanjut pak Broto meyakinkan

Akupun duduk sambil terus memandangi jalan yang aku lewati tadi,

"Benar pak, tadi saya dengar, jelas banget kok" kataku sambil kembali menoleh ke pak Broto,

Namun aku lihat pak Broto sudah tidak ada diposisi duduknya tadi.. Hahhhhh?? kemana dia? tidak mungkin tiba-tiba hilang dalam hitungan sepersekian detik???

***
DESA ANGKER
---------
Saat ayahku mengalami kebangkrutan dalam bisnisnya, terpaksa dia menjual rumah besar kami yang berada di kawasan kota. Kami sekeluarga pindah kesalah satu desa di daerah Jawa Barat, desa itu adalah desa tanah kelahiran Ibuku. Rencana pindahan kami terkesan mendadak, karena ayah harus segera melanjutkan proyeknya yang sedang dia kerjakan,

"Besok siang kita berangkat ya Arya, biar sampai sana sore, jadi gak terlalu panas" kata Ibuku

Aku yang masih berusia 22 tahun enggan untuk meninggalkan rumah ini, teman-temanku, pekerjaanku, dan kehidupanku di kota ini.

"Iya Bu," kataku agak malas

Keesokan harinya barang-barang dirumah kami sudah terikat kuat didalam truk, ada beberapa barang yang ditinggal karena truk sudah terlalu penuh dan barang-barang tersebut juga sudah tidak terpakai lagi. Aku naik di bangku depan bersama Ayahku, Ibuku sudah pergi dari tadi pagi bersama kakaku menggunakan sarana Bus. Setelah semua siap, sekitar jam sepuluhan pagi akhirnya truk kami berangkat, kurang lebih hampir enam jam kami berada di truk itu, dan sampailah kami di daerah tempat Ibuku dilahirkan.

Desa Angker.. begitu aku menyebutnya. Karena begitu mobil truk yang mengangkut perabotan rumah aku masuk wilayah desa itu aku merasa berada di negeri antah berantah, banyak pohon-pohon besar yang mungkin usianya lebih tua dari ayahku, jalur jalan yang masih sepi dan rusak, rumah-rumah yang terlihat kosong tak berpenghuni.. AHHHH TEMPAT MACAM APA INI??!!!

Aku yang terbiasa hidup dikota, tiba-tiba harus hidup di desa yang aku fikir bahkan Rupiah belum masuk desa ini!! "Jangan-jangan jual belinya masih sistem barter lagi, hiihihihi..." kataku dalam hati

Aku melihat-lihat pemandangan sekeliling, terlihat banyak sekali batu nisan di kiri dan kananku TPU! ya,, itu TPU tua yang terlihat kurang terawat, disudut kiri TPU itu aku melihat 2 rumah yang terbuat semi permanen, nampak beberapa anak kecil sedang bermain-main didepan rumah itu, dan seorang bapak tua yang berusia sekitar 60an tahun sedang membersihkan sebuah makam

"Siapa yang berani tinggal di tempat seperti itu??" fikirku

Setelah melewati TPU itu, tidak berapa lama tiba-tiba truk kami berhenti di salah satu rumah bercat putih, terlihat Ibu, Kakak ku, Paman, dan beberapa tetangga yang belum kukenal namanya bersiap membantu mengangkut prabotan kami. Ibuku menghampiri aku dan ayahku yang baru turun dari truk

"Aku buat minuman dulu ya buat mereka, kamu mau ngopi yah?" tanya Ibuku kepada Ayahku

"Bolehlah, hitam ya" Ayahku menjawab

Ibuku lalu masuk kesalah satu rumah disamping rumahku

"Itu rumah bibimu, ayo bantu-bantu dulu" kata Ayahku yang langsung mengangkat beberapa perabotan kedalam rumah

Aku langsung mencari-cari perabotan yang agak ringan, karena masih lelah juga kan habis menempuh perjalanan yang lumayan agak jauh 

Semua barang sudah dimasukkan, dan nampak Ibu, Kakak, dan Bibiku beres-beres didalam rumah. Kami kaum Adam yang sudah lelah mengangkut perabotan dari truk ke rumah, beristirahat di teras rumah, terlihat Ayahku mengeluarkan lima bungkus rokok dari dalam tas pinggangnya, para tetangga asik berbicara dan mengobrol dengan ayahku. Ayahku adalah orang yang mudah akrab dengan orang lain, mudah percaya, dan mungkin itu sebabnya proyeknya hancur karena ditipu oleh teman bisnisnya, aku tidak terlalu yakin sih.

Ayah memperkenalkan aku kepara tetangga-tetangga baru kami.

"Ini Arya anak bungsu saya, yang perempuan didalam itu Fuzi anak pertama saya" kata ayahku

"Oalah, ganteng dan cantik ya pak anak-anaknya.." kata salah satu bapak-bapak itu yang baru ku ketahui adalah RT setempat

Aku menganggukan kepala dan memberikan senyuman palsu ke mereka, sambil melihat wajah mereka satu-satu, lalu kembali duduk dan menyalahkan kembali rokokku. Posisi duduk ku waktu itu menghadap sebuah pohon beringin besar yang ada di seberang jalan, tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan putih yang bisa dipastikan itu adalah POCONG!

"AAAAKKHHH" jeritku yang membuat semua orang panik dan mendekatiku

"Kenapa kamu Arya??" kata ayahku

"Kenapa yah?? Arya kenapa? terdengar suara Ibu yang berlari keluar dari dalam rumah

"Po,,po,, POCONG Ayah.." mataku masih agak melotot dan kedua kakiku terasa sangat lemas

"Pocong apa?? Dimana?? kata Ayahku yang mulai terlihat khawatir

"Itu disitu" aku menunjuk sebuah pohon beringin tua yang pas aku lihat lagi pocong itu sudah tidak ada

"Mana???" tanya Ayah

"Sini-sini pak, biar saya pegang,," kata salah satu bapak-bapak yang tadi ngobrol dengan kami

"Sudah.. ini gapapa, mau kenal saja kali,, sudah mas Arya, jangan terlalu difikirin,. ini minum dulu" kata orang itu

KENALAN EMBAHMU..!!!! melihat pocong kok dibilang jangan terlalu difikirin??

Masih agak panik aku meminum air yang sudah dia sodorkan ke aku, Ibuku datang dan memegang pundak aku dengan kedua tangannya.

"Kamu gapapa Arya?" tanya Ibuku cemas

"Suruh masuk aja kedalam, kamar anak-anak juga sudah rapih" terdengar suara bibiku

Dengan perasaan yang masih agak syok, aku berjalan di tuntun Ibuku, kedua kakiku masih terasa lemas, ini pengalaman pertamaku bertemu makhluk halus
***
PESAN PERINGATAN SANG ULAR

Aku di antar kekamar oleh Ibu dan Ayahku, kedua kakiku seakan bergetar menahan berat badanku yang tidak terlalu gemuk

"Kamu istirahat saja ya, ibu ada di depan kamar, pintu juga tidak ibu tutup kok" kata Ibuku yang tau kalau aku masih sangat ketakutan

Aku diam dan hanya menganggukkan kepala, terlihat jam baru menunjukkan pukul 20.30 Wib, namun karena lemas dan rasa lelah setelah pindahan, akhirnya akupun tertidur.

Dalam mimpi aku seperti berada dipinggir sungai yang besar sekali, terlihat banyak yang menyeberang lewat jembatan kayu kecil yang berada diatas kepalaku, mereka seperti berbaris rapih dan pandangan mereka semua kosong. Aku kembali menatap sungai yang begitu tenang, tiba-tiba dari seberang sungai tempat aku berdiri terlihat sosok ular besar berwarna hitam pekat, terus menyeberangi sungai menuju kearahku. Kakiku terasa kaku tidak mampu bergerak., ketika sudah berjarak sekitar satu meteran dari tubuhku, ular itu mengangkat kepalanya sampai sekitar 3 meteran dan menunduk sambil berkata kata kepadaku

"DARAHMU TIDAK DITERIMA DISINI, TINGGALKAN RUMAH ITU ATAU AKU BUNUH SEMUANYA" suara itu keras terdengar sekali olehku sampai-sampai aku terbangun dari tidurku.

Aku duduk sambil memikirkan arti mimpi itu, BUNUH SEMUANYA??? siapa?? tinggalkan rumah ini?? Astaga,, apakah mimpi ini punya arti? atau hanya bunga tidur saja?? kenapa ada ular yang bisa bicara?? apa hubungannya dengan darahku yang tidak diterima??

Beribu pertanyaan muncul dalam otakku. Telihat jam sudah menunjukkan pukul 01.30, "ahh pasti semua sudah tidur" fikirku

Aku keluar dari kamarku, dan terlihat ayahku sedang bermain kartu dengan tiga orang tetangga baruku, dan satu orang lagi yang hanya melihat permainan mereka saja,

"Eh kamu bangun Arya?" tanya Ayah

"Iya yah, aku mimpi aneh banget" kataku yang masih agak mengantuk

"Mimpi apa Ya??" tanya ayahku lagi

Lalu aku menceritakan semua mimpiku kepada ayah, dan otomatis semua yang ada disitu mendengarkan

"Sebaiknya besok bapak kerumah abah Sapri, beliau itu sesepuh disini, dan punya kebisaan juga" kata pak RT menanggapi ceritaku

"Iya tuh pak, dari awal anak bapak terus yang di ganggu, takut kenapa-kenapa aja" timpal yang lain

Aku hanya mendengarkan mereka yang tengah membicarakanku, tidak ada kecurigaan apapun soal peristiwa malam ini. Setelah meminum segelas air putih, aku melanjutkan masuk ke kamarku dan kembali tidur.

*****

Esok paginya aku dibangunkan Ibu

"Arya, Arya,, bangun nak, sudah pagi.." kata ibuku sambil menggoncang goncangkan pundakku

"Hmmmm,, iya bu,," kataku yang langsung duduk di tepi kasur

"Mandi gih, habis itu sarapan, Ayah mau ajak kamu kerumah temannya ayah" kata Ibuku

"Teman ayah siapa bu?? memang gak bisa nanti ya?" jawabku yang masih agak malas

"Sudah,, ikuti saja, demi kebaikanmu" kata ibu sambil berlalu dari kamarku

Demi kebaikanku?? maksudnya??

Setelah mandi aku langsung berpakaian agak rapih, karena tau mau diajak keluar oleh ayah, yang belum mengatakan tujuan sebenernya mau kemana?

Di meja makan, ayah bicara kepada ibu, "Rumah Abah Sapri itu jauh tidak sih bu?" kata ayah

Aku langsung teringat perkataan pak RT semalam, wah.. mau kerumah orang pinter kayanya nih

"Ayah langsung kerumah pak RT aja, nanti minta tolong anterin dia" kata Ibuku

"Yasudah bu, kamu udah selesai Arya?" tanya Ayah

"Sudah Yah,, memang harus ya kerumah orang pinter??" tanyaku

"Kamu ikuti saja Arya, kami berdua khawatir sama kamu" kata Ibuku memelas

Aku terdiam. tidak tau harus bilang apa. Aku dan Ayah meminjam sepeda motor bibi untuk kerumah pak RT. Sesampinya disana nampak pak RT sedang duduk dikursi goyang miliknya, lelaki agak gemuk yang mengenakan kaos putih polos dan peci hitam itu menyapa kami.

"Waduuhh pagi-pagi sudah datang, masuk-masuk pak" kata pak RT kepada ayahku

"Hahaha, iya pak RT, maaf nih ganggu. Saya niatnya mau minta tolong di antar kerumah Abah Sapri" kata ayahku

"Oh, bisa-bisa, sebentar saya ganti baju dulu" terlihat pak RT masuk kedalam rumahnya

Kami menunggu agak lama, dan kemudian pak RT kembali keluar dengan mengenakan sebuah kemeja batik berwarna biru, dan celana bahan hitam.. "rapih amat" fikirku. Kami lalu berjalan kaki dari rumah pak RT, sepeda motor yang dipinjam ayahku di parkir dihalaman rumah pak RT.

Setelah sekitar 15 menitan berjalan, kami sampai disebuah rumah dengan halaman luas, terdapat pohon kelapa di sebelah kanan halaman rumah itu, dan rumput-rumput yang sudah tidak terawat terlihat berantakan dengan daun-daun tua yang jatuh berguguran diatasnya. rumah bilik dengan atap genting merah terlihat seperti mengusir rasa beraniku, tiba-tiba hawa disekitarku berubah sangat aneh.

Kami sudah dipintu rumah tersebut, dan pak RT mulai mengetuk pintu rumah itu

"Assalamu'alaikum bah... Abah Sapri..." kata pak RT agak kencang

"Telinga abah sudah kurang dengar" kata pak RT yang berusaha menjelaskan kondisi abah Sapri

Pintu dibuka dari dalam, terlihat sosok lelaki bungkuk agak kurus, tangan kanannya memegang sebatang rokok, dan tangan satunya lagi memegang tongkat yang seperti sudah seperti teman hidup si Abah. Orang ini menatap kami satu persatu, dan terhenti agak lama ketika dia melihatku.

"Masuk" suaranya terdengar agak serak

****

TITPAN DOSA DARI KAKEK

Dirumah Abah Sapri yang nampak kurang terurus itu terlihat beberapa barang kuno dan pusaka-pusaka tua. Ada beberapa buah keris yang terpajang menggantung, berbaris seperti barisan tentara. Terdapat pula tampah bambu yang berisi bunga-bunga segar, melati, mawar, dan beberapa bunga berwarna warni yang aku sendiri tidak tau nama bunga itu, ditengah-tengah tampah bambu itu terdapat gerabah (tempat pembakaran kemenyan) yang masih mengeluarkan asap tebal hingga tercium aroma kemenyan yang menambah horor tempat ini. Melihat barang-barang itu aku merasa kalau Abah Sapri memang bukan orang "sembarangan".

"Duduk" terdengar suara Abah Sapri yang agak serak mempersilahkan kami bertiga duduk di bangkunya yang terbuat dari bambu

"Begini bah, maksud kedatangan kami ini.." belum selesai pak RT bicara, abah Sapri memotong pembicaraan

"Masih muda, tidak tau apa-apa, tapi kena imbas dari kesalahan leluhurmu,, kasihan sekali kamu nak" kata abah Sapri sambil terus memberikan sorotan mata yang tajam kepadaku

Seketika itu semua diam, pak RT dan Ayahku memandangiku tanpa berkedip. Heran, penasaran, takut, entah apa yang aku fikirkan waktu itu. Abah lalu bangkit dari duduknya, masuk kedalam kamarnya yang hanya tertutup kain putih sebagai pengganti pintu. Setelah beberapa lama, abah keluar membawa sebuah keris tua, yang panjangnya sekitar 40-50cm, keris itu terbungkus kain putih yang sudah agak dibuka oleh Abah. Aroma minyak misik tercium ketika abah menaruh keris itu diatas meja, terlihat ayah terus memandangiku, pancaran matanya seakan mengisyaratkan kecemasan yang luar biasa atas diriku.

Abah lalu menutup mata dan membaca beberapa kata yang aku fikir itu adalah mantra. Tiba-tiba tangan Abah menggebrak meja yang masih terdapat gelas-gelas yang terbuat dari tanah dan sebuah kendi. Beberapa gelas terjatuh dan menumpahkan air yang ada didalamnya. Kami semua kaget terutama diriku, hampir-hampir aku loncat karena dari awal memang sudah merasa takut berada dirumah ini. Abah kembali terdiam dan masih memejamkan matanya, kami menunggu dan sesekali saling berpandangan.

Setelah beberapa lama, abah kembali membuka matanya dan menyampaikan hasil ritualnya tadi

"Dulu didesa ini ada seorang dukun, karena ilmu hitam yang dia milikinya, banyak orang-orang yang memakai jasa dia untuk kepentingan santet atau guna-guna" kata abah sambil sesekali menghisap rokok kawung miliknya

"Saat itu ada seseorang gadis anak Kepala Desa, yang meninggal secara mendadak, mulutnya mengeluarkan darah hitam tidak berhenti-henti, sampai mayatnya akan dikubur darah itu terus keluar dari mulutnya, Kepala Desa itu marah dan menduga anaknya kena guna-guna, Kepala Desa lalu menyuruh beberapa orang untuk membunuh dukun itu"

Dukun?? apa hubungannya denganku?

Abah melanjutkan ceritanya

"Setelah dukun itu mati, arwahnya gentayangan dan meneror seluruh warga. Dendam arwah itu sangat besar, dan menuntut balas kepada para pembunuhnya termasuk Kepala Desa, satu-persatu dari mereka mati secara tidak wajar.." abah menghentikan percakapnnya dan mengaharkan sorotan matanya kearahku

"Kakekmu adalah salah satu pembunuh dukun itu" kata abah

Aku kaget bukan main, kakekku pembunuh?? masa iya arwah bisa membunuh, sekalipun dia sakti kenapa bisa mati terbunuh? dan seandainya itu benar lalu apa urusannya denganku??

"Lalu kami harus bagaimana bah?" tanya ayahku

"Kalian harus pindah dari sini!" kata abah yang membuat aku semakin bingung

Baru semalam kami pindah, masa iya harus pindah lagi??

"Apa tidak ada cara lain bah?" kata pak RT yang berusaha mencari solusi lain

"Ada, tapi ini tidak akan menyurutkan dendamnya" abah kembali menghisap kawung yang sudah hampir habis

"Aku akan memberikan kalian salah satu pusakaku, gantung ini di belakang pintu depan rumah kalian" kata abah sambil beranjak dari duduknya, dan mengambil salah satu keris pusaka yang menggantung di dinding bambu miliknya.

Abah memberikan pusaka itu kepada ayahku,

"Sekarang kalian pergilah, aku akan membantu dari sini, jika ada sesuatu segera datang kesini" kata abah

Kami semua berpamitan, dan tidak lupa ayahku memberikan sebuah amplop putih kepada abah

"Bah, mohon diterima, ini tidak seberapa dibandingkan bantuan abah" kata ayah sembari memberikan amplop tersebut

"Tidak usah, dibawa saja, dijaga saja anakmu dengan baik" kata abah menolak pemberian ayahku

Pak RT menyolek ayahku, memberikan kode untuk memaksa ayah memberikan amplop itu ke Abah

"Gapapa bah, ini diterima saja, saya benar-benar ikhlas bah" kata ayah sambil memegang tangan abah

Dengan ragu-ragu abah menerima pemberian ayahku, dan kamipun pamit. Dalam perjalanan kami semua diam, tidak tau harus berkata apa. Kami tiba di rumah pak RT, dan ayah langsung berpamitan sambil menghidupakn sepeda motornya.

"Terima kasih ya pak RT, ini ada sedikit uang rokok untuk pak RT" kata ayah yang kembali memberikan amplop putih ke pak RT

"Waduuhh,, apa ini pak, wah jadi tidak enak ini saya" kata pak RT yang langsung mengambil amplop itu dengan kecepatan cahaya

Terlihat ayahku agak sedikit kaget. Tidak enak apa JADI ENAK??? fikirku yang agak lucu melihat tingkah pak RT

Sesampianya dirumah ayah menceritakan semua kejadian pagi ini ke ibuku, dan ibuku seperti panik dan bingung

"Benar tidak apa-apa ini Yah?" tanya ibuku yang terlihat panik

"Sudah,, kita lihat saja kondisinya nanti, kalau memang ada apa-apa nantinya kita pindah dari sini" kata Ayahku menenangkan

Ayah langsung menaruh keris yang tadi diberikan abah, dan setelah selesai kami sekeluarga duduk di meja makan untuk santap siang

*****

PAK BROTO SI PENJAGA MAKAM

Sudah hampir satu bulan lebih aku tinggal di rumah ini, dan semenjak kami pulang dari rumah Abah Sapri waktu itu, belum terjadi hal-hal aneh yang menimpaku, BELUM...

Aku sudah mulai agak jenuh dengan aktifitas sehari-hariku, makan, tidur, nonton tv, semua ku lakukan di dalam rumah ini. Aku agak susah bergaul dengan siapapun, termasuk anak-anak muda di kampung ini. Akhirnya aku memutuskan untuk membantu-bantu di kantor ayah yang baru, lokasi kantor ayah bisa ditempuh sekitar satu jam jika naik motor dari rumahku. Namun karena saat ini aku belum memiliki motor terpaksa harus sedikit jalan kaki sampai kejalan raya, dimana terdapat angkutan umum yang terkadang agak lama juga ditunggunya.

Setiap hari aku berjalan kaki dari rumah menuju jalan raya, dimana aku bisa menunggu angkutan umum untuk sampai ke kantor Ayah. Dan setiap hari pula aku harus melewati jalan ini dan tentunya pemakaman tua yang berada di jalan itu.

Dan seperti biasa, pagi ini aku kembali harus melewati pemakaman tua ini lagi, tembok panjang yang berfungsi sebagai pembatas makam dan jalan itu sudah hancur pada sebagian sisinya, terlihat batu bata merah dari dalam tembok yang seakan ingin melompat keluar karena semen yang menutupinya sudah rapuh. Bekas-bekas cat berwarna biru nampak luntur di beberapa bagian tembok, ditambah pohon-pohon besar yang semakin membuat aku merinding.

Aku selalu penasaran dan memperhatikan 2 buah rumah yang terdapat didalam kawasan pemakan itu? Rumah siapa itu? Siapa yang berani tinggal di tempat seperti ini?? Ketika pas di gerbang pemakaman itu, aku melihat seorang bapak-bapak tua yang hendak keluar dari pemakaman.

Pagi itu aku memberanikan diri untuk menegur si bapak, yang aku lihat saat mobil pindahanku lewat waktu itu.

“Pagi pakk..” sapa ku kepada bapak tua itu

“Oh iya, pagi juga mas” jawab bapak itu ramah

“Saya Arya pak, warga baru disini” kataku sambil menjulurkan tangan kananku

Sibapak menyambut tanganku dengan tangan kanannya

“Saya Broto mas, penjaga makam disini” kata lelaki tua ini yang aku taksir usianya sekitar 50 sampai 60an th,

“Rumah mas Arya yang disamping rumah pak Malik ya?”

“Betul pak, dia paman saya” jawabku

“Lah ini mau kemana pagi-pagi begini?” tanyanya lagi

“Mau ke kantor bapak saya pak, didekat alun-alun”

“Oh, mas Arya nanti naik angkot merah lagi didepan” kata pak Broto

“Iya pak, kemarin-kemarin saya selalu naik angkot itu kok”

“Oalah.. yasudah hati-hati dijalan ya, bapak mau ke pasar dulu beli bunga” kata pak Broto

“Baik pak, mari pak Broto..” kataku sambil melanjutkan perjalanan. Nampak pak Broto berlalu kearah yang berlawanan dengan ku. “Orang yang baik” fikirku

Setibanya di tepi jalan raya, aku menanti angkutan umum sambil kembali menghidupkan rokokku. Setelah beberapa lama menunggu, terlihat angkot merah dari kejauhan, aku langsung memberikan kode dengan mengangkat sebelah tanganku.

Angkot itu berhenti pas dihadapanku, setelah mengisi posisi duduk yang masih kosong, angkotpun kembali melanjutkan perjalanan.

“Kiri ya mas” kataku sambil memberikan ketukan pada atap mobil. Akhirnya aku sampai di kantor ayah

Terlihat ayah sedang berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenal, mungkin itu klien nya fikirku, aku duduk di sofa depan, dan terlihat ayahku melihat kearahku sambil memberikan senyum, lalu kembali mengobrol dengan orang tadi.

Setelah orang tersebut pergi, ayah menghampiriku

“Kamu udah sarapan?” tanya ayah

“Sudah Yah” jawabku

“Oh, nanti kamu bantu-bantu ayah ketik penawaran ya, berkas-berkasnya ada dimeja Ayah” kata ayah

“Iya Yah” jawabku yang langsung menuju ke meja ayah

MULAI DIGANGGU

Hari ini benar-benar hari yang melelahkan bagiku, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 Wib, dan ayah datang menghampiriku

“Kamu pulang duluan ya Arya, sudah sore dan perjalanan agak jauh, takut kemaleman sampai rumah” kata ayah
“Ayah masih ada kerjaan, nanti ayah pulang agak malam diantar kawan ayah dari sini, ayah sudah telpon ibu tadi”

“Iya yah, kalau bisa jangan terlalu malam ya Yah” jawabku

“Iya, tenang saja” kata ayahku menutup percakapan

Aku langsung mengemas barang-barangku, setelah berpamitan aku langsung menyebrang jalan dan naik angkutan umum yang sedang ngetem untuk menunggu penumpang. Beberapa lama menunggu akhirnya angkot sudah dipenuhi oleh penumpang, dan angkot kamipun melaju.

Aku turun di jalan menuju rumah, “Ahhhh lagi-lagi harus lewat jalan ini, apa tidak ada jalan lain ya?” gerutuku dalam hati.

Aku terus melangkahkan kaki, dan bisa dipastikan ini sudah mau Maghrib. Kondisi langit yang sudah agak gelap, ditambah minimnya penerangan dijalan ini membuat suasana jalan seperti mimpi buruk. Belum lagi pohon-pohon besar yang seperti barisan penjaga yang berbaris sepanjang sisi jalan, dan tentu saja pemakaman tua itu!! Ini jauh lebih seram dari MIMPI BURUK!!!

Aku percepat langkahku dengan harapan bisa cepat pula sampai rumah, suara hewan-hewan malam mulai terdengar ditelingaku, seperti sengaja membuatku takut.

“Naaakk…” terdengar suara perempuan tua dari arah belakangku, ketika aku menoleh kebelakang, tidak ada siapapun disini. Ahhh cuma perasaanku saja paling, fikirku waktu itu

“Naaakkk,, “ suara itu terdengar lagi, dan ketika aku menoleh kembali, terlihat sosok wanita tua dengan rambut putih beruban yang panjang sampai menyentuh tanah. Muka nenek itu pucat sekali, tangannya mencoba menggapai wajahku, dan terlihat kuku-kukunya yang hitam dan panjang.

AAAAAAAAKKKKHHHHH…!!!!!!

Aku teriak dan langsung berlari sekencang-kencangnya, tidak jauh aku melihat rombongan orang yang berbaris membawa keranda mayat berjalan pelan di sisi jalan.. ASTAGAAAAAAA

Aku terus berlari sekencang-kencangnya tanpa memperdulikan lagi keberadaan “mereka”. Dari jauh aku melihat sebuah perkampungan yang beberapa rumahnya telah menyalahkan lampu. Akhirnya..

Beberapa warga yang melihat aku berlari agak kaget, dan berusaha bertanya kepadaku yang masih dalam kondisi setengah berlari

“Ada apa mas Arya??,” “Kenapa Mas?” semua pertanyaan aku hiraukan dan aku terus berlalu menuju rumahku,

Sesampainya aku dirumah, aku langsung membuka pintu dan duduk di ruang tamu

“Kamu kenapa nak??” tanya ibuku

“Aku melihat setan bu!” kataku yang masih berusaha mengatur nafas

“Ya Allah.. ini minum dulu” kata ibuku sambil memberikan air putih kepadaku

Ibu langsung berlari kerumah bibiku, dan beberapa lama kemudian, ibu kembali bersama bibi dan pamanku

DENDAM ARWAH SI DUKUN SANTET 

"Benar-benar sudah keterlaluan, harusnya itu kejadian lama dan tidak ada hubungannya lagi dengan keluarga kita" suara bibiku yang terdengar penuh teka-teki ditelingaku

"Assalamu'alaikum.." terdengar suara ayah yang baru tiba, "Loh ini ada apa kok pada terlihat panik??"

Ayah lalu menaruh tasnya di atas meja dan duduk di sebelahku, nampak ibu bergegas mengambilkan air putih didapur dan segera memberikannya ke ayah.

"Begini Yah, Ibu sudah bicara ke Yati (Bibiku) soal perbincangan ayah ke abah Sapri" kata ibuku pelan

"Soal yang mana bu?" tanya ayahku

"Soal Kakek.." kata ibuku yang membuat suasana kembali hening.

Ayah lalu meminum air yang diberikan ibu tadi, dan dengan seksama mendengarkan cerita ibu

"Dulu waktu aku kecil, ayah pernah bercerita tentang seorang dukun santet dikampung ini, dan tidak sedikit yang menjadi korbannya. Dan suatu hari ketika anak kepala desa meninggal, kepala desa memanggil beberapa orang untuk melakukan pembunuhan, termasuk ayah." Ibu menghentikan percakapannya lalu menutup pintu depan, seolah-olah takut pembicaraan ini didengar orang lain. Setelah ibu kembali ke posisi duduknya, ibu melanjutkan cerita yang membuat aku semakin takut untuk tinggal di desa ini.

"Kepala desa dan beberapa orang tadi, pergi ke salah satu paranormal di daerah Jawa Timur, dan dari sanalah mereka tau cara untuk membunuh dukun itu. Singkatnya dukun itu berhasil mereka bunuh" sebelum ibuku melanjutkan cerita aku memotong pembicaraannya dengan berbagai pertanyaan

"Jika dukun itu hebat, kenapa bisa mati dibunuh Bu?? dan kalau dia dendam sama keturunan kakek, kenapa bibi yang adik Ibu tinggal disini aman-aman saja?? kenapa Ibu tidak diganggu, dan kenapa harus aku?" tanyaku yang terdengar sedikit kencang dari suara Ibu.

"Kakekmu tidak cerita jelasnya bagaimana dukun itu bisa mati, yang ibu tau jasadnya di bakar dan dikuburkan di tpu kampung ini. Dan soal Bibi.." suara ibu agak ragu untuk melanjutkan kata-katanya

"Bibi ini bukan anak kandung kakekmu Arya" kata bibiku

Ibuku menatap bibiku agak lama, tangan ayahku mengusap-ngusap punggunggku yang membuatku sedikit mengontrol diri. Lalu ibu kembali melanjutkan ceritanya

"Dari awal pindah ibu juga sudah diganggu, tapi ibu tidak menceritakan kekamu dan ayah, karena takut buat kalian khawatir. Lalu semenjak keris itu digantung gangguan-gangguan dirumah ini hilang" kata ibuku sambil menatap sebuah keris pemberian Abah Sapri.

Ayah menatap ibu dalam-dalam, mungkin yang ada dibenak ayah saat itu adalah, betapa hebatnya istriku, dia memendam sendiri penderitaan yang bahkan bisa membuatnya kenapa-napa. Ya aku yakin sekali ayah pasti khawatir kepada ibu.

"Lalu kita harus bagaimana Yah? Bu? Apa sebaiknya kita pindah saja dari kampung ini?" kataku merengek

Ibu lalu menatap ayah, menunggu keputusan yang aku yakin agak berat bagi ayah

"Ayah sedang mengerjakan proyek agak besar bu, bukan bermaksud lebih mementingkan pekerjaan dari keluarga. Tapi kita semua tau kondisinya kan? saat ini ayah harus melunasi hutang-hutang dan membangun kembali bisnis ayah" kata ayah

Aku percaya kepada ayahku, dia adalah orang yang sayang sama keluarganya. Dan aku tau, ayah pasti sangat bingung dengan kondisi dan situasi seperti ini

"Berapa lama proyeknya Yah?" tanya ibuku

"Sekitar 3 bulan selesai Bu, Minggu besok sudah mulai jalan" kata ayahku

"Besok ayah coba balik lagi kerumah abah Sapri, barangkali beliau bisa kasih solusi untuk keluarga kita, lagipula..." belum sempat ibuku menyelsaikan kata-katanya terdengar ketukan dari pintu depan, diikuti suara agak keras

TOK..TOK..TOK..TOK..

"ASSALAMU'ALAIKUM... BU,, PAK..."

Kami semua kaget dan segera ayah berlari kepintu depan dan langsung membuka pintu, kami semua mengikuti dari belakang. terlihat seorang yang nampak panik dan kelelahan

"FUZI PAK.. ANAK BAPAK.. ITU... HHH..H" suara orang itu terdengar seperti habis lari maraton

"Kenapa dengan anak saya pak??" tanya ayah

"DIA KESURUPAN PAK..!" suara orang itu mengagetkan kami semua

"DIMANA ANAK SAYA SEKARANG??" tanya ayah panik

"DIA MASIH DI MUSHOLA PAK, SEKARANG LAGI DIPEGANG PAK USTAD"

Kami semua langsung berlari kearah Mushola

PERGI ATAU KALIAN MATI.!

Sesampainya di Mushola, terlihat ada beberapa remaja lelaki dan perempuan yang berkumpul mengelilingi kakaku. Di samping kepala kakaku terlihat bapak-bapak yang mengenakan baju koko sambil melafadzkan do'a-doa, dia adalah Pak Imron, guru ngaji dikampung ini . Kami tiba dan seketika remaja yang mengelilingi kakaku memberikan ruang untuk kami. Tiba-tiba mata kakaku melotot memandangi kami

"KALIAN HARUS MERASAKKAN DENDAMKU.. WAAAHHH.." suara teriakan dari kakakku membuat tubuhku kaku, takut bukan main, tubuh kakakku meronta-ronta, lalu beberapa pemuda kembali memegangi tangan dan kaki kakakku

"Ini pak airnya.." kata seorang pemuda yang berlari mendekati pak Imron

Pak Imron mengambil air itu dan memejamkan mata membaca doa-doa. Lalu menyelupkan jari-jari tangan kanannya kedalam gelas dan membasuh muka kakakku

"AKKKHHHHH,, AKKHHH.. AKU AKAN BUAT KALIAN SEMUA MATI.." kakakku terus teriak-teriak dan meronta-ronta

Pak Imron terus mengusap-usap wajah kakakku, dan terlihat kakakku mulai sedikit tenang dan lemas. Tatapan matanya sudah tidak seperti tadi, lalu ibuku langsung memeluk erat putri kesayangannya itu.

"Awalnya kenapa ini pak anak saya?" tanya ayahku yang mendekati pak Imron

"Kurang tau pak, waktu mau pulang ngaji, tiba-tiba anak-anak sudah pada teriak, katanya Fuzi pingsan, dan setelah saya bawa kesini dia teriak-teriak" kata pak Imron

Kami semua khawatir dengan kakakku, lalu setelah kakakku agak pulih, kami berpamitan dan langsung menuju rumah. Sesampaiinya dirumah ibu membuka percakapan

"Yah, sebaiknya besok pagi ayah kembali ke rumah Abah Sapri, tolong disempetin Yah" kata ibuku

"Iya Bu, gapapa besok ayah agak siang berangkat kekantornya. Arya, kamu besok ikut ayah lagi yah" kata ayah

"Iya Yah, lalu ibu sendiri dirumah??" tanyaku

"Besok ada bibi kok, setiap hari juga bibi selalu nemenin ibu disini" jawab ibuku

Setelah semua kejadian hari ini, aku merasa gelisah (takut lebih tepatnya), maka aku dan kakakku tidur dikamar Ayah dan Ibu.

***
Keesokan harinya aku dan ayah sudah siap menuju rumah abah Sapri. Ayah dan aku berpamitan ke Ibu yang sedang membersihkan meja makan sisa sarapan tadi.

"Kami jalan ya bu" kata ayah yang sudah menaiki motor pamanku "Kamu udah siap Arya?"

"Sudah Yah" kataku yang duduk dibelakang ayah

Motor ayah melaju menuju rumah pak RT.

"Kita mampir dulu kerumah pak RT ya, gak enak awalnya kita kenal dari pak RT soalnya" kata ayahku

"Assalamu'alaikum pak RT" kata ayahku

"Wa'alikumsallam, Eh ada apa nih pagi-pagi begini?" tanya pak RT yang terlihat rapih pagi ini

"Emm, ini pak, minta diantar lagi kerumah abah Sapri, penting sekali soalnya" kata ayahku

"Oh.. iya, iya,, hayo langsung aja, saya juga mau kerumah pak RW, gak jauh dari rumah abah" kata pak RT yang langsung menghidupkan motornya "dibawa saja motornya pak"

Kami langsung menuju rumah Abah.

Sesampainya dirumah yang penuh nuansa mistis itu, kami kembali berjumpa dengan abah Sapri, dan langsung mempersilahkan kami masuk. Ayah menceritakan semua kejadian yang keluarga kami alami, nampak abah mendengarkan dengan serius sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Hmm, begitu ya, malam ini saya akan kerumah kalian, saya akan coba dialog dengan dia" kata abah

"Sekarang kalian pulanglah, dan kalau nanti kalian keluar rumah, usahakan sudah sampai rumah sebelum gelap" lanjut abah kepada kami

Setelah memberikan amplop kepada abah, lagi-lagi abah menolak, dan kali ini ayah langsung memohon agar abah kembali menerima pemberian ayah

"Tolonglah bah, ini benar-benar ikhlas, mohon di terima" kata ayah

Dengan berat hati akhirnya abah menerima pemberian ayah, lalu kami berpamitan dan di pertigaan jalan, pak RT memberhentikan laju motornya

"Pak, saya mau kerumah RW dulu ya, bapak langsung pulang saja gapapa" kata pak RT

"Oh iya pak, ini uang rokok untuk pak RT" kata ayahku sambil menyodorkan amplop putih kepada pak RT

"Haduuuhhh apalagi ini??" kata pak RT sambil mengambil amplop itu dengan cepat  Hmm... RT yang aneh

Kamipun melanjutkan perjalanan kerumah. Dan sesampainya dirumah, ayah menceritakan semua kepada ibu

"Jadi abah Sapri mau kerumah Yah?" tanya ibu

"Iya bu, biarin lah biar tuntas kalau bisa" kata ayah

Tiba-tiba keris yang menggantung di belakang pintu depan terjatuh

BRAAKKKK

Bersambung..


KISAH MISTERI BERDASARKAN KISAH NYATA
-------------------------------------------------------
~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~

close