Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jejak Misteri Sumur Tua

Sebelum memulai cerita, Aku ingin memperkenalkan diri terlebih dulu.

Aku hanya seorang pria sederhana, yang diberikan sedikit kelebihan oleh Allah untuk melihat apa yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar.

Ayah memberiku nama Agung Sunardi. Dengan harapan, aku menjadi orang besar yang mempesona.

Sepertinya do'a Ayah terkabul.
Walau tak seglowing artis-artis top dalam negeri, tapi aku cukup mempesona.
Ha ha ha becanda!

Baiklah. Cukup sudah perkenalan dirinya.
Kita langsung saja lanjut ke cerita.
Cerita tentang sebuah sumur tua dekat rumah kontrakkan, saat aku masih berusia tiga belas tahun.

Aku lahir dan besar di provinsi Jawa Tengah.
Rumahku tidak terlalu besar, namun sangat nyaman untuk di tinggali.
Begitu pula dengan lingkungan rumahku. Masih asri dan belum banyak terjamah polusi kendaraan bermotor.

Tak jauh dari rumahku, ada sederet rumah petakkan yang dikontrakkan.
Salah satu temanku pun tinggal disana. Dia bernama Adi.

Siang ini matahari tidak terlalu kuat memancarkan sinarnya, membuat angin menari riang menggoyangkan dedaunan.
Sejuk sekali hari ini. Aku dan Adi pun berniat bermain ditanah lapang.

Di daerah rumahku ini, memang ada beberapa area yang bisa kami gunakan untuk bermain. Salah satu nya adalah tempat yang akan kami pakai untuk bermain saat ini. Jaraknya pun dekat dari rumah.

Di seberang lapangan yang sedang kami gunakan, ada sebuah halaman yang sangat luas. Halaman dari sebuah rumah terbesar di kampungku. Pemilik rumahnya pun sangat baik. Ada sebuah sumur yang sudah lumayan tua di sekitar halaman itu.

Berkat kebaikkan hati pemilik rumah, sumur itu dapat dipergunakan air nya dengan bebas oleh warga sekitar. Terutama mereka yang tinggal dirumah petakkan.

Hanya saja, banyak pengontrak yang tidak betah untuk tinggal di kontrakkan itu, terutama yang letaknya paling dekat dengan sumur.

Saat aku dan Adi menuju tanah lapang, aku melihat salah satu penghuni petakkan sedang memindahkan perabotannya dari dalam rumah ke mobil pick-up.

Salah satu penghuni itu ada yang pindah lagi. Padahal mereka baru tinggal sekitar dua tiga bulan disana.

"Kenapa pindah toh jeng?" tanya Bu Sumi pada Bu Narti, penghuni yang akan pindah.

Aku yang kepo ingin tahu penyebabnya, berencana untuk menguping pembicaraan mereka.
Beruntungnya, suami Bu Narti dan supir pindahan sedang kesulitan untuk mengeluarkan lemari dari dalam rumah.

"Saya bantu ya Pak!" ucapku.

"Ohhh iyaa iyaa le.Terimaksih loh le" jawab suami Bu Narti.

Aku dan Adi pun membantu mereka untuk mengangkat lemari, sembari aku memasang telinga. Menguping pembicaraan Bu Sumi.

"Takut jeng saya. Kalau hujan malam-malam, selalu ada suara anak kecil lagi nangis" ujar Bu Narti.

"Dari sumur ya jeng?" tanya Bu Sumi, yang kemudian dibenarkan oleh Bu Narti.

Aku yang sedang membantu mengangkut lemari, terdiam mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Guung ayooo tohhh!" ajak Adi. Menyadarkanku yang terlena, mendengarkan para ibu bercerita.

"Terimakasih yo le" ujar suami Bu Narti.

"Eh iya, sama-sama pak. Kalau begitu kami permisi" pamitku.

Sambil kaki berjalan, sambil pikiranku melayang. Bertanya-tanya tentang cerita Bu Narti. Memang bukan pertama kali nya aku mendengar cerita ini. Hal ini sudah menjadi buah bibir di lingkunganku.

Tapi aku sendiri yang bisa melihat makhluk tak kasat mata itu, tak pernah melihat sosok anak kecil yang mereka bicarakan.

Apa karena sosok itu hanya keluar diwaktu-waktu tertentu? Atau memang hanya menampakkan dirinya pada orang yang dia mau?

Sungguh, aku tidak tahu.
Yang jelas, ia telah menggelitik jiwa penasaranku. Membuat aku bertekad untuk membuktikannya.

***

Setelah sekian lama, hari yang aku nantikan akhirnya tiba juga.
Hari ini, hujan turun sejak pukul lima sore.

Perasaan yang campur-aduk antara ragu dan takut, terkalahkan oleh rasa penasaran ku.

Aku berharap, hujan kali ini turun lebih lama dari sebelumnya.
Jiwa penasaranku yang sudah meronta-ronta tak sabar ingin membuktikannya.

Sampai lah waktu yang di nanti tiba juga.
Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam.

Aku memberanikan diri, mengendap-ngedap keluar rumah menuju sumur tua itu.
Hujan yang masih rintik-rintik membuat aku sedikit basah, namun tak menyurutkan langkahku.

Sengaja memang aku tak membawa payung. Agar tak ketahuan orang rumah.

Aku berhenti sejenak di depan pagar halaman yang memang tak bergerbang.
Ku edarkan pandangan kesekeliling sumur itu.

Kosong....
Aku putuskan untuk mendekati sumur itu dan mencarinya di sekitar sana.
Namun tetap saja tak ada apapun yang dapat ku temukan.

Tak langsung menyerah.
Ku coba untuk menunggu beberapa saat lagi.

Diameter sumur ini terbilang cukup besar dibanding dengan sumur timba lainnya.

Ku tunggu di bawah pohon kelapa, samping sumur tua itu.
Sehingga dapat melihat area sekitar.

Hampir satu jam aku menunggu. Tak ku temui apapun dan mendengar suara tangisan apapun.
Hanya suara tetesan hujan, yang membelai mesra nyiur kelapa.

Dengan kesal aku bangun, yang sedari tadi jongkok hingga membuat kakiku kesemutan.

Dengan kecewa, aku langkahkan kaki untuk pulang.

"Huuu uuuu huu".

Terdengar sayup-sayup suara tangisan, saat aku hampir sampai dipagar.

Ku hentikan langkahku dan menoleh kearah sumur. Tak ada siapapun, namun suara tangisan itu masih terdengar.
Begitu menyayat hati.

Dengan perasaan was-was, ku ikuti sumber suara itu.
Disudut sumur, aku mendapati seorang anak kecil sedang berjongkok membelakangiku.

Anak itu hanya menggunakan celana pendek berwarna putih yang kotor, seperti terkena noda dengan tanah. Juga tak menggunakan pakaian. Sehingga, dengan jelas dapatku lihat tulang punggung nya yang menonjol dari balik badannya yang kurus.

Walau anak itu membelakangiku, aku dapat dengan jelas melihat dia menggigil kedinginan karena badan dan celananya yang basah.

"De.... Kamu ngapain nangis disitu?" tanyaku.

Aku dekati anak itu, seraya mencoba berkomunikasi padanya.

"Ayo bangun! Ikut mas pulang ya!" lanjutku.
Namun dia tidak menjawab pertanyaan ku.

"Ayo Deek! Ikut mas pulang! Nanti mas pinjemi baju" ucapku, mencoba membujuknya supaya mau ikut.

"Ibuu.... Huuu uuu ibuuu...." ucap anak itu, masih menangis.

"Ibu mu kemana De?" tanyaku, sambil menjulurkan tanganku untuk menyentuh bahu anak itu.

Belum sampai tanganku dipundakkannya, tiba-tiba dia berdiri dan menghadapku.

Anak itu berusia sekitar enam tahunan.
Wajahnya pucat dan basah. Tak memiliki bola mata.
Yang ada hanyalah lubang hitam yang kosong.

Setelah itu, dia mencoba meraih tanganku. Aku kaget dan terpeleset membentur sudut sumur. Benturan itu cukup keras hingga membuatku tak sadarkan diri.

"Mas.... Bangun Mas!" Terdengar suara anak kecil itu membangunkanku.

Aku buka mataku, dan kulihat dia.
Namun wajahnya berbeda. Tidak mengerikan seperti sebelumnya. Bola matanya masih ada ditempatnya, wajahnya tak lagi pucat.

"Katanya mau bawa aku kerumah Mas. Ayo mas aku dingin!" ucapnya, sambil membantu aku untuk bangun.

Seperti terhipnotis, aku mengikuti langkahnya yang menggandeng tanganku menuju rumah.

Sesampainya dirumah, aku ajak dia menuju kamar dan memberikan pakaianku.

"Kamu ngapain kok nangis di sumur toh De?" tanyaku.

"Aku nunggu Ibuku jemput aku Mas" jawabnya, sembari membaringkan tubuhnya diranjangku.

"Ibu mu kemana memang?"
Turut membaringkan tubuhku disampingnya.

Kami berbincang sambil tiduran, menatap langit-langit kamarku.

"Aku ndak tau Mas. Ibu ndak bilang" jawabnya.

"Terus kapan dia datang menjemput mu?".

"Tak tau juga Mas. Aku sudah lama menunggu Ibu. Tapi Ibu belum datang juga" jawabnya dengan raut wajah yang sedih.

"Memang sejak kapan kamu nunggu disitu? Sejak pagi?"

"Sudah lama Mas. Padahal Ibu sudah janji untuk datang menjemputku".

Anak itu membangunkan tubuhnya, dan duduk di tepi ranjang.

"Aku menunggu Ibu setiap hari. Aku sakit karena kelaparan dan kedinginan. Dan akhirnya..." suara terdengar bergetar. "Aku bahkan tak ingat lagi sudah berapa lama aku mati" lanjutnya, sambil terisak.

Aku yang mendengar itu, langsung duduk dan terdiam. Dengan masih melihat punggungnya yang bergetar.

Anak itu pun bangun dan berjalan kearah pintu kamar ku. Lalu menoleh dan berkata padaku.

"Terimakasih ya mas. Jangan lupa doakan aku. Agar Ibu segera menjemputku" ucapnya.

Anak itu pun menghilang tanpa jejak.

Aku pun terbangun dan mendapati diriku sudah berada dikamarku.

Rupa-rupa nya, aku ditemukan oleh warga yang hendak mengambil air wudhu untuk sholat subuh.

***

Jangan pernah mengucap janji yang belum tentu dapat kau penuhi pada seseorang.
Terutama dia yang mempercayaimu dan menyayangimu dengan sepenuh hati.
Karena kau takkan pernah tahu, berlama lagi dia akan menunggumu untuk memenuhi janjimu.

Terimakasih untuk narasumber dan para pembaca... Semoga senantiasa diberkati dan dilindungi 🙏🏻🙏🏻
Amiiin..
Narsum : Agung Sunardi.


KISAH MISTERI BERDASARKAN KISAH NYATA
-------------------------------------------------------
~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
close