Cerita Mistis Pendaki Tersesat di Pasar Jin Gunung Bawakaraeng
Pasar Anjaya, begitulah para pendaki menyebut lokasi yang penuh mistis itu. 'Pasar setan' ini berada di tengah hutan di antara Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Jika dilihat dari kejauhan, lokasinya hanyalah merupakan tanah lapang yang dikelilingi pepohonan rimbun. Oleh para pendaki Pasar Anjaya juga akrab dikenal dengan sebutan Pasar Jin.
"Pasar Jin itu tanah lapang yang ada di tengah hutan Gunung Bawakaraeng, ada banyak cerita mistis di situ," kata Andi Yusuf, salah seorang pendaki yang pernah mengunjungi Pasar Anjaya
Salah satu mitos yang dipercaya oleh banyak pendaki, lanjutnya, adalah anjuran untuk tidak mendirikan tenda di sekitar lokasi Pasar Anjaya yang berada di kaki Gunung Bawakaraeng itu. Sejumlah pendaki yang nekat mendirikan tenda dan bermalam di sana akan mengalami hal aneh dan mistis.
"Ceritanya selalu sama dari para pendaki yang berbeda, jika nekat mendirikan tenda dan menginap di sana, pasti kita akan mendengar suara riuh keramaian seperti di tengah pasar, tapi pas kita buka tenda tidak ada apa-apa," jelas Andi Yusuf.
Aksa Rahim, pendaki lainnya, menceritakan bahwa beberapa dari para pendaki bahkan mengaku pernah tersesat di sana. Mereka yang tersesat percaya bahwa mereka dibawa masuk ke alam gaib.
"Salah seorang teman saya pernah tersesat di sana, sayangnya ketika kita berhasil menemukan dia, dia tidak mengingat dia dibawa kemana. Tapi kami percaya dia dibawa ke alam gaib," Aksa menuturkan.
Belakangan setelah Aksa menceritakan apa yang dialaminya dan kawannya itu kepada pendaki lainnya terkuak bahwa kawannya itu melanggar tata krama dan etika ketika berada di kawasan yang dipercaya sebagai lokasi Pasar Anjaya.
"Iya waktu itu teman saya memang ngomong seolah tidak percaya, dia takabur. Selain itu dia juga pakai baju merah, padahal dilarang pakai baju merah di sana," dia memungkasi.
Selain itu, ada cerita melegenda lainnya di sini, yakni tentang arwah gentayangan perempuan berparas cantik bernama Noni. Pandi mengakui cerita mistis tersebut.
Mitos tersebut awalnya diceritakan oleh hampir semua penduduk di kaki Gunung Bawakaraeng yang disebut Kampung Lembanna. Noni, kata warga Lembanna, sering menampakkan diri saat bulan purnama.
Penduduk Lembanna sering bercerita kepada para pendaki, jika bulan purnama tiba, lalu angin tak berhembus kencang dan terdengar suara longlongan anjing sebaiknya jangan mendaki atau keluar tenda dulu.
"Karena bisa bertemu tiba-tiba dengan Noni yang kerap menampakkan diri," ungkap Pandi.
Pandi mengetahui cerita mistis tentang Noni saat bermalam di rumah penduduk di Lembanna sebelum esoknya memulai pendakian untuk mengikuti upacara 17 Agustus di Gunung Bawakaraeng.
Menurut warga setempat, kata Pandi, dahulunya semasa hidup Noni sering mendaki Gunung Bawakaraeng bersama kekasihnya. Sekitar tahun 1970 atau 1980-an, hampir setiap pekan Noni mendaki. Ketika itu, aktivitas pendakian tak seramai sekarang. Karena sering mendaki, Noni pun akrab dengan warga.
Namun tiba-tiba suatu waktu Noni turun dari kawasan Gunung Bawakaraeng seorang diri lalu menuju pemukiman penduduk. Wajahnya pucat dan sesekali hanya melotot lalu terdiam. Warga pun, kata Pandi, menjadi heran melihat sikap Noni yang tadinya dikenal sebagai periang dan ramah jika bertemu penduduk setempat.
"Noni yang dilihat itu baru diketahui ternyata adalah arwahnya yang gentayangan. Itu diketahui setelah beberapa hari kemudian penduduk yang mencari kayu di dalam kawasan hutan gunung mendapati tubuh Noni tergantung di dahan besar pohon, tepatnya di Pos 3 Gunung Bawakaraeng," ungkap Pandi.
Hingga saat ini penyebab kematian Noni tak ada yang tahu secara pasti. Cerita penyebab meninggalnya Noni yang hinggap di telinga para pendaki pun beragam. Dari mulai gantung diri di dahan pohon sampai pada dibunuh dan jasadnya digantung di dahan pohon agar tak dimakan hewan buas.
"Namun bagi saya cerita mistis tentang Noni hanya sebagai mitos yang berkembang di mana sampai detik ini tak diketahui siapa sebenarnya Noni dan di mana kuburannya," ucap Pandi.
Selain cantik, hantu Noni juga kerap diceritakan sering berbuat baik dan membantu para pendaki. Umumnya mereka yang kesulitan, misalnya tersesat, kelelahan hebat atau kehabisan perbekalan. Bahkan ada cerita yang menyebut, Noni sering menemani, membuat makanan, sampai menuntun pendaki yang tersesat sampai ke desa terdekat di kaki gunung.
Meski demikian, Pandi mengakui cerita mistis kawasan Gunung Bawakaraeng tetap ada. Masyarakat setempat pun masih menjaga budaya leluhur setempat.
Salah satunya setiap tahun masyarakat kaki gunung beramai-ramai mendaki hingga ke puncak untuk melaksanakan Salat Jumat, Salat Idul Adha serta ritual 1 Muharram dengan membawa hasil panen dan ternak berupa ayam dan kambing.
"Di atas puncak hewan ternak itu dilepas kemudian jadi rebutan warga lainnya. Ritual itu biasanya digelar pada 1 Muharram kalau tidak salah. Saya pernah ikuti kegiatannya tapi sudah lama," ungkap Pandi.
Bahkan masyarakat setempat meyakini jika seseorang telah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng, sama halnya sudah menunaikan haji. Mereka percaya bisa berhaji dari puncak gunung seperti halnya berhaji di Tanah Suci.
"Cerita warga tantangan naik haji sama halnya jika mendaki ke puncak Gunung Bawakaraeng," ucap Pandi.
KISAH MISTERI BERDASARKAN KISAH NYATA
-------------------------------------------------------
~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~