Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TAKBIR KUTUKAN


''NIAT INGSUN MATEK AJI PAMELING. PADANG TEKO PADANG LAH PADANG. ADOH KATON CEDAK KATON BYAR PADANG SUMURUB ING KODRATULLOH. MURUB MUMBUL ING NGAWANG PADANG SAKING KERSANING ALLAH..''

JEJAKMISTERI - Sebuah doa mantra Aji Pameling melantun lembut dari mulut seorang laki-laki paruh baya yang berwajah lembut, berkumis tipis dengan pancaran wibawa dan khatisma yang luar biasa. Laki laki berpakaian surjan dengan blangkon sebagai penutup kepala ini sering dipanggil Romo Guru Brajanata, seorang spiritual yang sangat linuwih dan terkenal ditanah Djawi dwipa.

Saat ini Romo Guru Brajanata nampak tengah mencoba melakukan ritual berkomunikasi dengan dimensi lain, atau alam sukma dengan menggunakan ilmu pameling dirumah besar bergaya arsitektur jawa kuno yang berada dipinggir kali kreteg.

Dibelakang Romo Guru Brajanata nampak duduk Raden Herucokro dan paman Suliwa.

''Nakmas Herucokro, apakah cincin itu sudah disiapkan?'' tanya Romo Guru Brajanata

''Sampun Romo Guru'' jawab Raden Herucokro

''Bagus. Berikan padaku cincin itu'' pinta Romo Guru Brajanata.

Raden Herucokro segera membuka sebuah kotak kayu kecil dan mengambil sebuah cincin stempel emas bertuliskan huruf ꦪ dan menyerahkannya pada Romo Guru Brajanata.

''Jadi ini cincin stempel resmi pemegang kekuasaan kedaton Wot Galih'' gumam Romo Guru Brajanata sambil memperhatikan dengan seksama cincin yang diterimanya dari Raden Herucokro.

Segera dia meletakan cincin stempel itu diatas sebuah lontar kuno yang ada diatas meja, dan segera membacakan kembali doa mantra aji Pameling sambil telapak tangan kanannya disentuhkan pada cincin stempel tersebut.

Tiba-tiba tubuh Romo Guru Brajanata tersentak dan kemudian tertunduk.
Romo Guru Brajanata telah melakukan perjalanan astral jauh kewaktu yang telah lalu. Sukmanya telah masuk pada jaman kerajaan ratusan tahun yang lalu. Dia melihat cincin stempel emas itu dipakai oleh seorang berpakaian bangsawan yang berwajah tampan dan berkulit putih bersih. Sebuah mahkota indah dari emas menghiasi kepalanya. Sebuah dampar kencana, sebagai singgasana yang indah bagi laki-laki bangsawan tersebut. Nampak duduk berjajar dilantai pendopo yang terbuat dari batu marmer beberapa punggawa menghadap kepada laki-laki bermahkota itu. Dari semua pembicaraan yang ditangkap oleh Romo Guru Brajanata dalam. Pisowanan itu, dapat diketahui bahwa laki-laki bermahkota itu dipanggil kanjeng adipati Whangsa Kusuma, penguasa kadipaten Wot Galih. Setelah tubuh astralnya melakukan penelusuran kemasa lalu dengan media cincin stempel itu sebagai perantara, Romo Guru Brajanatapun segera mencoba untuk kembali kealam kasunyatan, pada wadag tubuh fisiknya. Nampak tubuh fisik Romo Guru Brajanata yang beberapa waktu lalu tertunduk lunglai nampak bergetar dan sesaat kemudian bergerak.

''Kados pundi Romo Guru?'' Raden Herucokro bertanya.

''Benar nakmas. Cincin ini adalah cincin stempel kedaton Wot Galih. Aku melihat cincin ini dipakai kanjeng Adipati Whangsa Kusuma'' kata Romo Guru Brajanata.

''Jadi apakah dengan media ini kita bisa mencari atau mengungkap tabir kutukan yang dialami oleh Trah keluarga kami?'' tanya Raden Herucokro.

''Mudah-mudahan, nakmas. Saya tidak berani menjanjikan apapun, karena yang kita hadapi adalah sebuah kekuatan gelap yang sangat pekat dan dahsyat'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Menopo mboten wonten coro kagem ambrasta sukma ngumbara meniko, Romo Guru?'' tiba-tiba paman Suliwa bersuara.

''Tentu ada Suliwa. Hanya saja aku belum tahu caranya'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Eyang kakung probondaru sebagai pewaris dan keturunan kanjeng Adipati Whangsa Kusuma yang masih hidup apa harus dilibatkan dalam penelusuran ini Romo Guru?'' tanya Raden Herucokro.

''Iya, nakmas. Paling tidak kita butuh banyak informasi dari beliau perihal kutukan keluarga ini'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Kami sudah menyiapkan punggawa benteng pendem, yang merupakan keturunan dari para abdi abdi setia sesepuh keluarga kami. Mereka sudah bersumpah untuk siap mengorbankan nyawanya pada keluarga kami. Jika dibutuhkan, setiap saat mereka bisa diturunkan Romo Guru'' kata Raden Herucokro.

''Saat ini mungkin belum, nakmas. Kita belum tahu sesungguhnya apa atau siapa yang akan kita hadapi'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Sejauh ini apa yang sudah bisa kita deteksi Romo Guru?'' kembali Raden Herucokro bertanya.

''Pertama, benar cincin ini adalah cincin stempel resmi kedaton Wot Galih yang bisa kita gunakan sebagai media kontak suksma dengan para leluhur. Kedua, kekuatan gelap yang kita hadapi adalah sebuah kekuatan pekat penuh dendam dan kemarahan. Sesaat sebelum kematiannya dia telah melakukan kutukan pada seluruh orang yang telah menyebabkan kematiannya. Karena kebencian dan dendam yang terucap lewat kutukan itulah maka tuah gelap yang terlahir berlangsung hingga beratus ratus tahun, belum bisa terhapuskan. Ketiga, semua kejadian ini bermula dari perjanjian dan persekutuan seorang manusia dengan penguasa kegelapan'' Romo Guru Brajanata memberi keterangan.

''Nun njih Romo Guru. Nyuwun sih kawelasan mugi kerso paring pambiyantu dumateng Trah Keluarga junjungan kawulo'' paman Suliwa berujar.

''Mugi Gusti Kang Akarya jagad paring sih kawelasan, paring pepadang marang aku lan awakmu soho trah keluarga junjunganmu Suliwa'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Romo Guru?'' tanya Raden Herucokro.

''Tunggu kabar dari saya. Coba besok saya akan menghubungi sahabat saya Nyonya Mai Sang Dara pethak, seorang peneliti sejarah dan pengelola museum purbakala dikaki bukit Pengilon'' jawab Romo Guru Brajanata.

''Sendiko dawuh, Romo Guru'' balas Raden Herucokro.

''Menurut Keyakinan Jawi dwipa Kuno, Kematian (PATI) adalah Kekuasaan dan Wewenang Gusti Hyang Maha Kuasa dalam rangka menutup kehidupan seseorang di Bumi. Leluhur Jawi dwipa itu sudah meyakini adanya Tuhan sejak agama-agama asing belum masuk Nuswantara.

Keyakinan Jawi dwipa Kuno mengajarkan, bahwa, tak lama setelah orang meninggal, Jiwanya akan berubah menjadi Makhluk Halus (Makhluk Astral) yang kebanyakan orang pada menyebut Roh. 
Roh orang yang barusan meninggal masih berada di sekitar rumah tinggalnya. Pencapaian tingkat kesadaran, pengetahuan, kemampuan spiritual mistisme gaib tidak hilang akibat kematian fisiknya.

Pada umumnya, beberapa jam sebelum meninggal, tubuh seseorang dalam keadaan Tidur secara organik. Roh yang memiliki tingkat kesadaran ingin mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga, orang-orang yang dicintainya, sahabat atau teman. Sedangkan Roh yang tak bisa melepas kemelekatan duniawinya, tak bisa melepas kemelekatan dengan orang-orang yang dicintainya, dia akan berontak menolak kematian dan terus menyesali, meratapi, menangisi ketidak mampuan fisiknya menolak kematian.
Daya Pikir Roh memiliki kekuatan untuk mewujudkan diri yang cukup diniatkan saja. Roh memiliki kemampuan dapat menampakkan diri kepada teman atau keluarga meskipun mereka berada di tempat yang jauh. Penampakan diri ini tampil sebagai orang yang masih hidup, namun tidak memiliki kemampuan berbicara. Roh ini menampakkan diri tetapi tidak berbicara, kadang tersenyum atau diam saja, kadang mengelebat, atau penampakan lainnya. Diantara kita pasti banyak yang mengalami melihat Roh Halus ini. Memang bagi para fanatikus agama mengatakan dengan sinis, Ah itu Setan. Ya silahkan, santai saja, secara Nalar, untuk apa Setan begitu berkepentingan mewujudkan diri sebagai famili Anda, orang tua atau mbah Anda yang telah meninggal? Begitu penting kah buat Setan? Dogma memang bisa menutup nalar sehingga menuduh penampakan Roh halus leluhur sebagai Setan. Santai saja. Kenyataannya beberapa kejadian ada Roh orang yang hampir meninggal merasuk ke seseorang dan orang yang dirasuki berbicara menggunakan bahasa karakter roh orang tersebut. 
Banyak Roh yang cukup energi dapat menggunakan magnet pribadi orang untuk melakukan kegiatan-kegiatan jasmaniahnya, menggunakan orang yang masih hidup untuk melepas hasrat manusiawinya. Contohnya, seseorang yang masih hidup dalam keadaan biasa (normal) tidak mampu melakukan tindakan tertentu, namun dalam keadaan dirasuki atau kerasukan oleh Roh Halus yang hebat, seseorang tersebut mampu melakukannya. Bukankah kita kadang menyaksikannya sendiri? 

Baiklah, lalu perjalanan Roh selanjutnya menurut Kepercayaan Jawi dwipa Kuno mengatakan bahwa Alam Halus/Alam Gaib (Dimensi Astral) masih berada disekitar kita, yaitu Alam tempat berdiamnya para Roh Halus. Di lingkungan bumi, terdapat dua wilayah yang disebut sebagai Kehidupan Nyata tempat kita hidup ini dan Wilayah Astral (Wilayah Gaib) tempat berdiamnya para Roh Halus. Daerah Astral terbagi dalam dua bagian lagi yaitu, Kamaloka (Alam Kenikmatan) dan Naraka (Alam Penderitaan). Naraka terdiri atas beberapa bola/Dimensi wilayah kehidupan yang bertingkat-tingkat. Begitu juga, Kamaloka juga terdiri atas bola-bola atau dimensi-dimensi yang bertingkat-tingkat.

"Kamaloka" sebagai tempat tinggal roh-roh yang sudah meninggal sebagai sarana belajar untuk menanggalkan pikiran dan kesenangan (Kama), dan menyadarkan atas kematiannya, melepaskan kemelekatan duniawinya, melepas sifat kebumiannya, melepas kebinatangannya. Kamaloka ini adalah tempat bersemayamnya para Roh halus yang semasa hidupnya di Bumi berlaku baik, hidup pada jalan lurus, Jalan Kebenaran dan Darma. Selanjutnya setelah Roh berhasil melepaskan sifat-sifat duniawinya, Roh akan mengalami proses perubahan badan halus (Lyatama) yang sesuai untuk bertempat tinggal di Dunia Kelangitan (Alam Metafisika/Ruhani) yang tak lagi dapat dijangkau oleh manusia di Bumi. 
Sementara itu proses perubahan badan halus dari manusia yang selama hidupnya berbuat Jahat, berlaku angkara murka, mengumbar hawa nafsu, bertindak adigang, adigung, adiguna, dll, dinamakan Dhruwan.

Dalam Dhruwan, badan halus akan berubah bentuk Kasar sesuai dengan tingkat kejahatannya. Roh orang jahat ini dengan badan halus yang “kasar” lebih cocok untuk tinggal di lingkungan yang digambarkan memiliki kedudukan lebih rendah, yaitu Dimensi yang lebih rendah dari pada Bumi, mereka bergentayangan bersama para siluman, dan roh-roh jahat lainnya. Jagat Dimensi Rendah ini oleh para Leluhur kita, disebut "Neraka".

Menuju Kesempurnaan
Roh yang badan halusnya telah bebas dari Hawa Nafsu dan Kesenangan duniawi dinamakan Moksha. Roh ini akan berpindah menuju ke Dimensi tinggi disebut ke Langitan Pertama (Kematian Kedua). Sedangkan Keadaan yang lebih tinggi dari Moksha, adalah apabila Roh dapat mencapai Dimensi lebih tinggi lagi, yaitu Roh dalam badan halusnya telah berubah dari “Rupa” ke “Arupa” (tanpa rupa). Keadaan inilah yang dinamakan mencapai satu kesatuan dengan Tuhan, Kembali ke Asal Usulnya, kembali ke Sangkan Paraning Dumadi, disebut juga Manunggaling Kawula-Gusti, Atman-Brahman, dimana Jiwa telah menjadi murni atau “Arupa.
Demikian yang disampaikan dalam wedaran Ki Noto Wijoyo '' kata nyonya Mei kepada Romo Guru Brajanata.

******

''Lalu bagaimana dengan perihal kutukan, nyonya?'' tanya Romo Guru Brajanata.

''Sebuah sumpah/kutukan memiliki unsur energi mantra atau affirmasi. Seseorang yang memiliki ilmu linuwih biasanya kekuatan pangucapnya sangat tinggi energi yang terkandung. Boleh dibilang Sabdo dadi. Naaah kutukan biasanya berunsur energi negative yang berasal dari rasa marah, benci, kecewa, dendam atau sakit hati dari yang bersangkutan pada seseorang atau segolongan orang. Ingat Ki Brajanata, kekuatan suatu energi terletak pada daya afirmasi atau daya mantra/doa, atau pangucap yang terucap. Ketika mantra terucap, maka daya afirmasi dari sebuah energi yang dilempar atau dikirim bekerja. Seperti itulah kurang lebihnya kerja dari sebuah kutukan'' jawab nyonya Mei

''Menurut penjelasan Anda tadi, roh hanya bisa menampakan diri saja pada kita, tidak bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan kita. Saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan astral lintas dimensi, dan memang seperti itu, kita hanya bisa menyaksikan saja tanpa kita bisa berhubungan langsung. Tapi ada beberapa kasus,kehadiran makhluk astral itu berujud dan bisa berinteraksi langsung dgn manusia, bahkan menyerang dan mencederai. Menurut Anda gimana nyonya?'' tanya Romo Guru Brajanata.

''Jiwa jiwa yang tersesat, yang biasa kita sebut suksma ngumbara, memiliki polutan atau energy kotor yang sangat pekat. Dan kekuatan itu semakin hari semakin besar ketika mereka mampu menghirup daya hidup atau prana manusia yang ada disekitarnya. Bio energi listrik atau magnetisme tubuh yang merupakan energi asli manusia ini akan membuat suksma ngumbara ini bisa beradaptasi dengan alam manusia. Itulah yang menyebabkan terkadang ada peristiwa menyeberangnya sukma ngumbara kealam manusia yang jelas berbeda dimensi. Mereka telah beradaptasi cukup lama untuk bisa berinteraksi didimensi atau alam manusia.''

''Dan itu dimungkinkan bisa terjadi ya, nyonya Mei?''

''Sangat bisa terjadi Ki Brajanata. Bahkan saat ini kami sedang menghadapi teror sukma ngumbara yang sangat kuat dan pekat energinya''

''Oh, yaaah?? Kalo boleh tahu dari sukma ngumbara siapakah? mungkin ada keterkaitan dengan kasus yang tengah saya tangani Nyonya''

''Kami juga belum tahu secara pasti. Tapi yang sempat muncul dan merasuki wadag saudara kami adalah siluman ular Sanca Keling''

''Siluman ular Sanca Keling? Bukankah siluman itu hidup dimasa lampau ratusan tahun yang lalu mendiami puncak bukit pengilon. Tapi menurut cerita turun temurun yang saya dengar, siluman itu telah ditumpas dan lidahnya telah dibikin pedang pusaka yang bernama pedang Sancaka yang mampu menewaskan Adipati pager Jurang Arya prabangsa?'' tercekat Romo Guru Brajanata mendengar perkataan Nyonya Mei.

''Itulah yang kami sendiri tidak habis fikir. Ternyata ilmu kita tentang sesuatu yang ada didemensi lain sungguh amat sangat terbatas. Kematian siluman ular Sanca keling ratusan tahun lalu, dan kemunculannya dimasa sekarang sungguh sebuah hal yang tidak bisa kami jelaskan. Semua ini adalah rahasia dan kehendak Gusti kang akarya jagad'' jawab Nyonya Mei.

''Saya yakin, apa yang tengah Anda hadapi saat ini ada keterkaitannya dengan perihal kutukan keluarga yang tengah saya tangani, nyonya. Yang jelas berasal dari kurun waktu dan masa yang sama. Era kerajaan Pager Jurang'' kata Romo Guru Brajanata.

''Entahlah Ki Brajanata'' jawab Nyonya Mei sambil menghela nafas panjang

''Mengenal diri sejati menurut Ki Noto Widjojo Leluhur kita menasihatkan, bahwa, kalau kita ingin mengenal Tuhan, maka Kenalilah Dirimu sendiri terlebih dahulu. Mustahil kita dapat mengenal Tuhan tanpa mengenal Diri Sejati terlebih dahulu. Sadarilah, bahwa, Nama Anda hanyalah identitas diri pemberian dari orang tua Anda untuk keperluan hidup lahiriah saat ini, Sedangkan agama juga pemberian untuk pedoman hidup Anda agar bertindak sesuai ajaran-ajaran agama yang diyakini kebenarannya.
Sejatinya manusia itu sama. Yang membedakan manusia satu dan yang lainnya hanyalah cara bertindak dan berperilaku. Manusia bertindak tergantung tingkat kesadarannya saja, apakah dia dalam keadaan sadar setiap saat, atau hanya sekali-sekali sadar. Tujuan manusia berspiritual adalah agar dapat mencapai Kesadaran setiap saat sehingga tindak-tanduknya akan senantiasa terkendali oleh Sang Rahsa Jati pada Jalan yang lurus, atau Jalur Tuhan. “Ya Tuhan, tunjukkanlah aku kepada Jalan yang Lurus” begitu kira-kira doanya.

Problematika kehidupan ini, masalahnya sebagian besar manusia tidak mengenal Diri Sejatinya, maka tindakannya selalu dalam keadaan tidak sadar, sehingga dunia penuh permusuhan, penuh tipu muslihat, penuh angkaramurka, penuh ketidak adilan, tak ada Welas Asih dalam diri sebagian besar manusia. 

Jadi bagaimana dapat mengenal Tuhan, lha wong dirinya sendiri saja tidak kenal? Memang banyak yang merasa dekat dengan Tuhan, tetapi itu hanya Merasa saja, yaitu, merasa dekat. Mengenal berbeda dengan merasa Kenal. 

Lhah lalu siapa Sejatinya Anda? Jawabannya, bahwa, Manusia yang blegernya tampak oleh panca indera ini, terdiri dari dua bagian utama, yaitu "Barang Baru" dan "Barang Lama" atau Barang Sejati dan Barang Palsu.
"Barang Lama (Barang Sejati)" sifatnya Abadi tidak akan lenyap, tak dapat dilenyapkan, tak mempan dibakar Api tak akan layu direndam air, tak mempan Kematian, dengan kata lain Hidup Abadi. Mengapa kok sakti mandraguna amat? Jawabnya adalah, karena Barang Sejati tersebut berasal dari KeAbadian, yaitu Percikan Cahaya Tuhan yang tak terpisahkan dari Tuhan Ibarat Matahari dan Sinarnya. Dia inilah yang banyak disebut "URIP" atau "Hidup" juga disebut "Sang Atman" juga disebut "Rahsa Jati" kelak akan menjadi Sukmo Sejati atau "Guru Sejati" yang membimbing, menuntun perjalanan hidup Anda pada jalan yang benar atau Budi Luhur. 

Barang Sejati ini ada yang menyebutnya Barang Asal, juga disebut Sukma Sejati. Sukma Sejati ini tak punya agama dan tak punya Nama yang membuat Raga menjadi hidup maka disebut URIP. Jangan pusing dengan sebutan-sebutan yang banyak itu, karena hanya manusia saja yang memberi sebutan. Yang utama adalah pemahamannya. 

Lalu, yang Kedua, "Barang Baru", yang juga dikatakan "Barang Palsu" Dia ini bukan diri sejatimu, dia disebut "Raga" atau badan Jasmani yang memiliki Nama dan Agama. Barang Baru yang berupa Raga ini kelak akan musnah (tidak abadi), akan rusak ditelan oleh usia dan pada saatnya akan musnah kembali melebur ke Bumi (meninggal). 

Barang Baru ini hanyalah sebagai Kendaraan Sang Sukma Sejati untuk melaksanakan kehendakNya, untuk merasakan derita dan bahagia, merasakan Surga dan Neraka di bumi ini. Maka sangatlah penting "Kenalilah dirimu, sebelum mati. Karena itu sangat berarti bagi perjalanan hidupmu kelak setelah Kematian dia akan meneruskan "Perjalanan Jiwa" (Jiwa = Urip + Nafsu=Badan Alus, Alusing Manungsa).
Jiwa akan terus terjebak pada siklus Tumimbal Lahir (reinkarnasi) sebelum dapat terbebas dari kemelekatan Nafsu-nafsuNya. Sukma Sejati (Sukmo Langgeng) tidak akan dapat menyatu kembali dengan asal-usul SumberNya, belum dapat manunggal dengan Gusti apabila belum berhasil melepaskan keterikatannya dengan nafsu-nafsu ragawinya. 

Dalam hidup ini seharusnya membangun energi yang besar yang disebut Kendaraan Batin, kelak untuk menerbangkan Sukmo Sejati menembus ke Alam Ruhani dalam proses penyatuan kembali dengan SumberNya yaitu proses Manunggaling Kawula Gusti atau disebut juga menyatunya Atman dan Brahman.
Juga harus difahami bahwa Kematian hanya terjadi pada Raga (Jasmani), sedangkan Kesadaran, Kecerdasan, Pegetahuan tidak ikut Mati, dia tetap akan bersama dengan Diri Sejati mengembara di Alam Tumimbal Lahir atau Dimensi lebih bawah sesuai dengan pencapaian kesadarannya sewaktu hidup di Bumi. Begitulah keyakinan agama Leluhur kita,'' Pakdhe Baru saja selesai memberikan wejangan kepada para Warga diSanggar Semedi CiptoHning Prijaji Oetomo dipinggir kali Bayan. 

''Monggo poro kdang sedoyo sami dipun renungaken menopo ingkang sampun dipun wedar dalu meniko. Sami sami dipun penggalih kanti manah ingkang lerem. Mugi Gusti Kang Maha Welas paring pituduh saha Sih Kawelasan dumateng kula lan panjenengan sedaya.'' lanjut Pakdhe.

''Njih Ki Mangkoe'' jawab para warga Sanggar hampir bersamaan.

''Monggo kula aturi panjenengan sedaya kerso Semedi CiptoHning, memuji soho nyenyuwun dumateng Gusti Kang Maha Mulya sifat Welas Asih Pangeran. Mugi menopo ingkang dados krenteg lan kekarepan kula lan panjenengan sedaya dipun ijabahi'' pakdhe kembali berkata.

''Sendiko Ki Mangkoe'' jawab para Warga. Tak lama kemudian, merekapun segera menempatkan diri masing masing dengan posisi duduk meditasi untk melalukan Semedi CiptoHning. Mas Mangkoe dan Alex melihat kegiatan disanggar Semedi CiptoHning Prijaji Oetomo itu dari luar Sanggar. Ketika para warga sudah memasuki alam Senedinya pakdhe segera bangkit keluar untuk menemui Mas Mangkoe.

''Nyuwun sewu, dados nenggo dangu Mas Mangkoe'' kata Pakdhe.

''Mboten menopo nopo, pakdhe'' jawab mas mangkoe.

''Wonten kawigatosan menopo meniko kok pasuryan panjenengan ketinggal suntrut mas Mangkoe?'' pakdhe kembali bersuara.

''Njih pakdhe. Meniko babagan wadag pilihan ingkang sampun kulo aturaken kolo mben dumateng eyang guru'' jawab mas Mangkoe.

''Oooooohh, memang wadag panjenengan sudah dipilih saat dilahirkan. Jiwa seorang dimasa lampau telah terlahir kembali dan bereinkarnasi dalam wadag panjenengan untuk menyelesaikan karmanya. Tapi hingga usia panjenengan sekarang, proses penyatuan jiwa belum bisa dilakukan, karena beberapa sebab''

''Ternyata banyak sukma ngumbara yang menyertai dan ingin kembali melalui wadag saya pakdhe. Bahkan beberapa hari yang lalu saya sengaja naik kepuncak bukit pengilon untuk berkomunikasi dengan sukma ngumbara dari siluman Ular Sanca Keling. Darinya saya mendapat informasi bahwa ada kekuatan besar dari kegelapan yang ingin menguasai wadag saya''

''lalu?''

''Saya mencoba melakukan pemagaran dan melindungi diri saya dengan mantra doa pager geni, untuk sementara ini masih bisa saya kendalikan, tapi sampai kapan saya juga tidak tahu''

''Mas Mangkoe sebaiknya sowan kepesantren Kyai Syechono dikaki bukit lawang. Saya yakin Kyai Syechono bisa membantu panjenengan'' kata Pakdhe.

''Begitu ya pakdhe? Baiklah besok saya akan sowan kepesantren kyai Syechono dibukit Lawang'' kata Mas Mangkoe.

''Tafsir Roh, Nafs dan, Kalbu: Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an. Manusia diciptakan dari setetes mani yang dibuahkan ke dalam rahim” [Al-Qur’an 75:37].

Manusia sebelum menjadi mudghah (segumpal daging), mengalami tahapan proses pembentukan yang cukup lama. Setiap 40 hari pertama sperma mengalami proses pertemuan dengan ovum, 40 hari kedua zygot (hasil pertemuan sprema dengan ovum) sudah menempel dalam dinding rahim, dan 40 hari terakhir di usia 4 bulan mengalami perubahan, yaitu fisiknya sudah terbentuk. Di usia 4 bulan inilah ketika fisiknya sudah disempurnakan, maka seketika itu Allah meniupkan roh ke dalam jasadnya sehingga manusia dapat mendengar, melihat, mengatahui, meraba, dan merasakan.

Sebagaimana Allah Swt berfirman:
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur” (QS. As-Sajdah ayat:9).

Dalam tafsir Prof Quraish Shihab, Allah menyempurnakannya dan meletakkan di dalamnya salah satu rahasia yang hanya diketahui oleh-Nya, serta menjadikan pendengaran, penglihatan dan akal bagi kalian agar kalian dapat mendengar, melihat dan berpikir. Tetapi walaupun demikian, sedikit sekali rasa syukur kalian.

Dalam hadist juga dijelaskan, dari Abdullah bin Mas’ud RA, “Sesungguhnya tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama 40 hari berupa nutfah (air mani yang kental), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu, kemudian diutus kepadanya malaikat untuk meniupkannya roh, dan dia diperintahkan mencatat empat kata yang telah ditentukan: rezekinya, ajalnya, amalnya, kesulitan atau kebahagiannya. (Imam Muslim dalam Shahihnya No. 2643)

Manusia dalam Keadaan Fitrah Dilihat dari [Alquran 17:85], dijelaskan bahwa yang mengatur dan menentukan roh ialah Allah, otomatis roh berasal dari Allah dan apa-apa yang yang bersumber dari Allah fitrahnya pasti baik, bersih dan suci. Karena itu ketika manusia berusia 4 bulan dalam kandungan disempurnakanlah bentuknya. Allah perintahkan malaikat untuk meniupkan roh ke dalam jasadnya sehingga manusia membawa sifat-sifat potensi kebaikan dan kemuliaan, kumpulan sifat tersebut yang dibawa oleh manusia disebut dengan ketaqwaan.

Tetapi sifat-sifat ketaqwaan atau roh itu dikotori oleh tangan-tangan manusia itu sendiri, dicemari dari hal-hal yang tidak baik; syubhat dan haram. Yang maksudnya, terbentuknya jasad atau fisik manusia bukan semata-mata keseluruhan dari Allah, tapi ada usaha dan proses yang dilakukan manusia itu sendiri, baik dari aspek biologisnya maupun dari yang lainya. Misalnya, agar kandungan berkembang dengan baik maka manusia memberikan asupan-asupan yang baik dan bergizi.

Masalahmya ketika kandungan itu diberi dengan asupan; makan dan minum yang bersumber dari yang haram dan syubhat, sehingga janin dalam kandungan yang berproses selama 4 bulan mengalami perubahan yang di mana janin tersebut hanya dibekali oleh Allah dengan sifat-sifat ketaqwaan berubah menjadi mugdah (segumpal daiging) yang dipenuhi unsur-unsur keburukan. para Ulama mengilustarsikan dengan sebuah cawan yang berisikan air bersih, cawan dan air tersebut diibaratkan roh yang suci. Ketika cawan dicampurkan dengan teh, maka akan berubah warna menjadi coklat, ketika dicampurkan dengan kopi maka menjadi hitam. Itulah sebaliknya, Ketika roh dicampurkan dengan sesuatu yang tidak baik maka sifat-sifat ketaqwaannya terpenuhi dengan unsur-unsur yang tidak baik pula.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, “Setiap anak Adam tercipta dari tanah, sedangkan tanah ada yang coklat, hitam, bersih dan bahkan ada yang berlumpur” Ar-Ruh yang sudah tercemari dengan hal yang buruk dan menyatu dengan fisik atau jasad, maka turunlah ayat:

“Wa nafsiw wa mā sawwāhā”

Dan nafs yang sudah kami sempurnakan penciptaanya. Dua Dimensi Maksud sempurna dari ayat ini, yaitu ketika ruh sudah menyatu dengan jasad tersebut menjadi dua kerakteristik yang berlawanan, yaitu ketaqwaan dan kefasikan.

Sebagaimana dalam Alquran dijelaskan

“Fa al-hamahā fujụrahā wa taqwāhā”

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan yang fujur (kefasikan) dan jalan ketakwaan. Jelas dari sini, bahwa manusia lahir dengan terjewantahkan dalam dua dimensi, yaitu dimensi Rabbbani yang mendorong dan mengajak manusia untuk melakukan hal yang baik, sedangkan dimensi Ardhi yang selalu mendorong, memaksa, dan mempengaruhi manusia agar melakukan hal yang buruk. Asbab dari sini pula manusia disebutkan mahluk yang paling mulia, karena dalam jasadnya terdapat kebaikan lawan dari keburukan dan keburukan lawan dari kebaikan. Seandainya manusia bisa dan mampu mengalahkan sifat-sifat fujur (kefasikan) dengan merivitalisasikan sifat taqwa, Maka ia beruntung dan lebih mulia dari malaikat. Sebaliknya ketika manusia mengikuti dan menghadirkan sifat kefasikan dalam kehidupannya maka ia sangat merugi, ia lebih hina dan lebih buruk dari pada syaitan dan hewan. Perbedaan Nafs dengan Roh Mengenai eksistensi jiwa atau roh ulama berbeda pendapat. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa roh dengan nafs berbeda, sedangkan Ibnu Qoyyim al-Jauziah mengatakan bahwa jiwa merupakan bagian dari roh. Sebenarnya pemikiran kedua ulama ini pada hakikat dan tujuannya sama, yang membedakannya hanya teori pendefinisianya. 

Mereka mendefinisikan dengan berpatokan satu ayat, yaitu “Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir” (QS. Az-Zumar39:42)

Roh dan Nafs Menurut al-Ghazali Al-Ghazali menafsirkan ayat ini, yaitu manusia memiliki kehidupan roh dan jiwa. Ketika mereka tertidur, maka yang keluar dari badannya bukanlah rohnya, melainkan jiwanya. Jiwanya keluar dan naik ke atas. Rohnya tetap ada dalam kehidupannya yaitu dalam jasadnya. Oleh karena itu ketika dia bermimpi, jiwanya kembali ke jasadnya lalu masuk dalam kehidupannya dan memberitahukan kepada roh tersebut, bahwa ia bermimpi begini dan begitu. Begituh juga dengan kematian, jika Allah hendak mematikannya, maka Dia-Allah memegang jiwanya yang keluar itu. Roh dan Nafs Lain halnya dengan pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziah, menurutnya ketika manusia tertidur yang keluar dari badannya hanyalah rohnya. Oleh karena itu Allah menahan roh orang yang tertidur dan mengembalikan kedalam jasadnya dengan waktu yang ditentukan, dan juga Dia-Allah menahan ruh orang yang sudah meninggal dan tidak mengembalikannya kecuali setelah datangnya hari kiamat. 

Pendapat beliau ini didasarkan dalam kitab ash-Shahihain dari hadist Abdullah bin Abu Qatadah al-Anshary, dia berkata:
Pada suatu malam Rasulullah Saw dan sahabatnya melakukan perjalanan. Sahabatnya berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah bagaimana jikalau engkau istrahat dan tidak menjaga kami?”

Beliau menjawab, “Aku khawatir kalian tertidur. Maka siapa yang membangunkan kita? Bilal berkata, “Aku wahai Rasulullah.” Maka Bilal pun menjaga Rasulullah bersama sahabatnya sampai mereka tertidur. Akan tetapi, tak lama kemudian Bilal merasa kantuk berat, dia pun menyandarkan badan ke pelananya dan akhirnya dia tertidur. Ketika Rasulullah bangun, dan matahari sudah terbit, Rasulullah bertanya, “Wahai Bilal, mana yang pernah engkau bilang kepada kami?” Bilal pun menjawabnya, “Demi yang mengutusmu ya Rasulullah dengan kebenaran, aku tidak pernah mengalami kantuk seperti yang kualami kali ini”

Rasulullah Saw brsabda, “Sesungguhnya Allah menahan ruh-ruh kalian kapan pun menurut kehendak-Nya dan mengembalikan kapan pun yang dikehendakinya” Ruh dan Nafs Sama Dari kedua pendapat ini pada hakikatnya sama. Secara fundamental jiwa itu bagian dari ruh dan jiwa terbntuk disebabkan adanya ruh. Ruh berasal dari Allah yang pada esensinya suci dan bersih, sedangkan jasad berasal dari manusia karena manusia menyimpan sifat-sifat keburukan. Ketika yang suci (ruh) menyatu dengan yang kotor (jasad), maka berubahalah sifatnya dan namanya menjadi An-Nafs atau jiwa. Allah menamakannya dengan jiwa karena didalamnya terdapat atau tergabung segala unsur keburukan dan kebaikan. Sebagaimana dalam [Alquran 91: 7-8] yang dijelaskan diatas. Begitu pula dengan kematian, jikalau manusia meninggal yang dicabut oleh Allah ialah jiwanya, karena ruh cuman membawa potensi kebaikan yaitu ketaqwaan, ketika sifat taqwa ini masuk kedalam jasad, inilah yang dikembangkan menjadi amalan; dia sholat, puasa, zakat, sedekah, dan lain sebagainya. karena itulah mengapa ketika ia kembali kepada Allah bukan cuman ruhnya melainkan jiwanya juga, sebab kalau ruhnya saja yang pulang sama sekali tidak membawa apa-apa. Yang pulang itulah yang kembali kepada Allah itulah yang dinamakan An-Nafs yang didalamnya terdapat amal kebaikan dan amal keburukan dan yang menentukan dia berhak di Syurga atau di Neraka, sebagaimana dalam Alquran, “Kullu nafsin żā`iqatul maụt.” (QS. Ali-Imran:185) Qolbu Pusat Interaksi Nafs Hati (qolbu) hanya memiliki satu makna, tapi seiring berkembangnya zaman dan banyak ulama yang mengemukakannya akhirnya menjadi luas interpretasinya. Sebagian mengatakan bahwa hati adalah tempatnya jiwa, seperti dua hal yang sama padahal sangat berbeda. Hati secara umum diartikan sebagai sekumpulan perasaan, kesadaran, dan naluri yang terpendam dalam diri manusia, yang berwujud perasaan cinta, benci, senang, sedih, bahagia, gelisah, kyusu’, takut, dan lain sebagainya. Semua sifat ini berkumpul disatu tempat yaitu didalam jiwa. Sebab inilah kehidupan manusia selalu bergejolak, karena jiwanya selalu terbolak-balik, tidak tentram, kadang baik dan kadang buruk. Dalam bahasa Arab segala sesuatu yang tidak pernah tentram, selalu bergejolak atau terbolak-balik itu dinamakan qolbu (hati). karena itulah mengapa para ulama mendefinisikan jiwa itu ialah tempatnya sedangkan hati adalah sifatnya. Dari sinilah Nabi pernah berpesan dan menyampaikan bahwa, “Jikalau keadaan hati kita bisa didominasi dengan sifat-sifat yang baik, maka sifat baik ini yang cenderung mengarahkan kita akan kebaikan dalam hidup. Sebaliknya, jikalau dalam hati bergolakannya lebih didominasi oleh sifat nafsunya, yang jeleknya yang muncul, maka hal inilah yang mendorong kita untuk melakukan keburukan dalam hidup.” Dapat digaris bawahi bahwa jiwa adalah tempat terkumpulnya unsur fujur dan taqwa, sedangkan hati ialah sifat pergolakkannya. Jika manusia dapat menundukan jiwa fujurnya, maka hatinya dipenuhi dengan sifat-sifat kebaikan dan hidupnya pasti tentram. Dan jika manusia tidak mampu menghidupkan jiwa taqwanya dengan menekankan jiwa fujurnya, maka hatinya dipenuhi dengan sifat keburukan otomatis hidupnya penuh dengan kegelisahan''

*****

Sebuah kajian baru saja selesai disampaikan oleh seorang Kyai sepuh yang sudah berusia lanjut, dengan wajah yang keriput berkumis dan berjenggot putih, dengan wajah bersih dan memancarkan cahaya yang teduh. Bersorban hitam, dengan baju koko putih dan bersarung hitam, nampak Kyai sepuh ini sangat berwibawa dan memancarkan kharisma yang luar biasa. Beliaulah Kyai Syechono pemilik dan pengasuh pondok pesantren sederhana dikaki bukit Lawang.

''Asalamualaikum,  Kyai. Ada tamu yang ingin bertemu Kyai'' tiba-tiba seorang santri muncul dan memberi khabar pada Kyai Syechono.

''Persilahkan masuk keruang tamu'' jawab Kyai Syechono tersenyum lembut.

''Baik, Kyai'' jawab santri itu segera berlalu.

Kyai Syechono segera berdiri, dan beranjak keluar dari ruang pengajian menuju keruang tamu. Beliau berjalan dengan pelan dan tenang dibantu tongkat ditangan kanannya sebagai penyangga tubuhnya yang sudah sepuh.

''Asalamualaikum wr wb'' terdengar Kyai Syechono mengucap salam saat memasuki ruang tamu pondok pesantren yang sangat sederhana.

''Wa'alaikum salam wr wb'' balas 2 orang tamu yang tak lain adalah mas Mangkoe dan Alex.

Kyai Syechono tersenyum lembut seraya duduk disebuah kursi menghadap kedua tamunya.

''Saya sudah menunggu kedatangan nakmas Baron'' kata Kyai Syechono pelan sambil tersenyum. Namun kata-kata Kyai Syechono yang terdengar pelan itu cukup membuat mas Mangkoe dan Alex terperanjat. Dari mana beliau tahu kalo mas Mangkoe akan bertamu kepondok pesantren.

''Mohon maaf Kyai. Maksud Kyai.......'' mas Mangkoe bertanya ragu ragu.

''Ya, saya sudah tahu kalo nakmas akan datang kesini. Dan saya juga tahu apa keperluan nakmas datang kesini'' kata Kyai Syechono tetap dengan senyumnya yang lembut. Mas Mangkoe dan Alex saling berpandangan heran dan melongo.

''Sudahlah, monggo diminum dulu tehnya'' kata Kyai Syechono memecah kebingungan mereka. Segera Mas Mangkoe dan Alex meminum air teh yang memang sudah disuguhkan oleh salah satu Santri saat mengantar mereka keruang tamu tadi.

''Tubuh nakmas Baron diliputi oleh suatu energy yang sangat disukai dan diinginkan oleh makhluk lain. Namun, ada dosa besar yang telah nakmas lakukan yang mengakibatkan sebuah polutan kotor yang menimbulkan kemurnian dari sebuah karunia terkotori. 7 pembunuhan yang telah nakmas lakukan, meski secara fisik telah nakmas bayar dengan mendekam dipejara selama 15 tahun, adalah sebuah karma buruk yang merupakan sebuah kesombongan dari nakmas yang secara sengaja mengakhiri hidup orang lain. Padahal hanya Allah yang berhak untuk mengambil dan mengakhiri hidup seseorang''

''Kyai tahu apa yang saya lakukan?'' tanya mas Mangkoe bingung.

''Atas ijin Allah, saya bisa melihat semua yang sudah nakmas lakukan'' jawab Kyai Syechono lembut, tetao dengan senyumannya.

''Sebaiknya nakmas melakukan pertobatan. Tobatan Nasyuha dan banyak beristighfar mohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang telah nakmas kerjakan selama ini'' sambung Kyai Syechono.

''Iya, Kyai. Mohon bimbingannya''

''Persoalan kekuatan jahat yang ingin menguasai jasad nakmas, Insya Allah atas ijin Allah akan bisa nakmas kalahkan seiring dengan pertobatan nakmas. Jiwa yang bersih akan menyapu kotoran yang mencoba melekat dalam qolbu. Kekuatan kegelapan itu tidak akan bisa mengalahkan kekuatan murni yang datangnya dari Sang pencipta bumi dan seisinya, Allah SWT''

''Sesungguhnya, apa yang tengah terjadi pada diri saya Kyai?'' tanya mas Mangkoe.
Kyai Syechono hanya tersenyum lembut menanggapinya.

Kyai sepuh yang kharismatik itu menatap lembut pada laki-laki yang duduk didepannya dengan penuh rasa welas asih.

''Bertobatlah, dan istighfar sebanyak-banyaknya kepada Allah. Hari ini kalian bermalam disini, besok kita lakukan thobatan Nasyuha, nakmas. Dan nanti saya beri sedikit bekal buat nakmas, semoga bisa membantu menyelesaikan masalah nakmas'' kata Kyai Syechono.

''Terima kasih, Kyai'' jawab Mas Mangkoe. Kyai Syechono tersenyum lembut menanggapinya.

-SEKIAN-

close