Dalam waktu yang tak lama sampailah Jaka indi di tempatnya di paviliun Kaputran. Saat itu senja telah tiba, segera Jaka Indi masuk kedalam ruang kamarnya,. kemudian mandi dan bersuci, lalu menjamak sholat dhuhur dan asharnya, dilanjutkan dengan zikir dan meditasi.
Setelah selesai meditasi Jaka Indi melihat di atas meja ternyata telah tersedia semangkuk bubur sarang burung walet, bahkan keranjang buahnya telah diganti dengan buah-buahan yang baru dan segar. Menghabiskan semangkuk bubur sarang burung walet membuat badan jaka indi terasa segar kembali. Sambil merebahkan badannya di-dipan pembaringan, Jaka indi mulai merenungkan dan memikirkan kejadian-kejadian yang telah dialaminya.
Mengapa orang-orang dari organisasi pembunuh Viskhanyaz ada ditempat ini, apakah pangeran Corwin memang merupakan target pembunuhan mereka? Apakah mereka juga punya rencana pembunuhan yang lainnya?"
"Ah.., aku tidak seharusnya terlibat masalah ini terlalu jauh." Ucap Jaka indi, pada diri sendiri.
Tak terasa waktu mahgrib telah tiba, Jaka Indi kembali menjamak sholat mahgrib dan isyanya, setelah selesai zikir dan meditasi.
Jaka Indi berjalan kearah lemari dan mengambil keris kyai sengkelat, juga tas pinggang kecilnya tak lupa dikenakan dipinggangnya, kemudian pergilah Jaka Indi keluar kamarnya. Disaat melangkah keluar alangkah terkejutnya Jaka Indi ternyata diluar pintu kamarnya ada dua prajurit kerajaan yang berdiri menjaganya. "Ada apakah ini? Kenapa harus berjaga didepan pintu ?" Tanya Jaka Indi.
"Maaf tuan Raden..." Setiap anggota keluarga istana akan selalu mendapat pengawalan, saat ini Raden telah menjadi menantu Bunda Ratu Kerajaan Suralaya, maka Raden dengan sendirinya juga mendapat penjagaan dari para pengawal. Terang Prajurit yang berjaga didepan pintu sisi kanan kamar Jaka Indi.
"Ouuh.., begitu. Adakah disini kereta yang dapat kugunakan untuk aku berpergian ?" Tanya jaka Indi lebih lanjut.
"Ada Raden, sebentar Raden.." Jawab prajurit itu.
Terlihat seorang prajurit langsung bergegas kearah bangunan Induk Kaputran, dan tak lama kemudian telah kembali bersama kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda unicorn.
"Silahkan tuan Raden."Kata prajurit pengawal itu.
"Tolong hantar aku ke Hutan Alas Purwa, jalankan kereta ini dengan perlahan, dipermukaan tanah saja" Kata Jaka Indi, dilanjutkan dengan Jaka Indi naik ke dalam kereta.
Saat itu bulan sedang purnama, jadi meski malam telah tiba, keadaan dan suasana dalam perjalanan terlihat cukup terang. Tak lama sampailah kereta didepan Alas Purwa. Tiba-tiba Prajurit yang merangkap kusir menghentikan kereta secara mendadak.
"Ada apa !?" Tanya Jaka Indi dengan perasaan terheran.
"Raden.., Alas Purwa (Hutan Purwa) ini sangat luas, dan banyak binatang buas didalamnya...serta sangat berbahaya bila harus jalan menembus hutan melalui permukaan tanah, terlebih berjalan pada malam hari. "Apa tidak sebaiknya kita melewati hutan melalui jalan atas saja." Kata prajurit pengawal pada Jaka Indi.
"Tidak apa-apa, lewat bawah saja dan jalan perlahan saja, ambil arah menuju danau besar yang menuju arah Pesangrahan Bunda Ratu, alau nanti ada yang berbahaya kita bisa langsung kembali atau lewat jalan lainnya."
"Baik Raden." Kata penjaga tersebut.
Perlahan kereta kuda berjalan memasuki hutan Purwa.Jam pasir dalam kereta telah menunjukan waktu jam 8 malam, hutan purwa dipenuhi pohon dan tumbuhan yang tinggi besar dan sangat lebat yang masih merupakan hutan perawan, Jaka Indi mulai membuka percakapan sekedar mengakrabkan diri kepada pengawal, dengan pertanyaan sedikit pribadi,
"Hai.., pengawal, dimanakah kalian biasanya berkumpul atau mencari hiburan dengan pasangan kalian." Tanya Jaka Indi sekedar mengakrabkan diri dengan para pengawal.
Pengawal yang disamping kusir menjawab, "Tidak mudah bagi kami untuk bisa dapat pasangan tuan Raden."
"Karena jumlah pria di negeri kami lebih sedikit dari jumlah wanita, kalaupun bisa dapat pasangan tidak jarang pria yang menjadi pasangan kami juga dimiliki wanita lainnya, disini sudah biasa satu pria dimiliki beberapa wanita, tapi kalau beruntung kami bisa saja mendapatkan pria yang hanya memilih satu pasangan saja. Para pasangan peri biasanya berkumpul di taman bunga sebelah selatan istana atau di Danau Asmoro."
"Danau yang akan Raden kunjungi saat ini, awalnya danau tersebut tidak ada namanya, tapi karena banyak pasangan peri yang memadu kasih di sana, maka disebutlah danau tersebut dengan nama Danau Asmoro."
"Tapi Danau Asmoro ramainya hanya pada waktu-waktu tertentu saja, kalau malam hari, pada setiap selasa kliwon, dan saat bulan purnama seperti ini, sedang pagi hari biasanya pada setiap hari ahad di penghujung bulan."
"Ada apa saja di Danau Asmoro ?" Tanya Jaka indi dengan rasa ingin tahu.
"Di seputar tepi Danau Asmoro ada beberapa panggung, yang tersedia yang diisi dengan berbagai atraksi dari para peri wanita, seperti menari, bernyanyi, ketrampilan menggunakan pedang, keahlian memanah, pertunjukan seni bela diri atau bisa juga keahlian lainnya. Atraksi panggung ini juga merupakan upaya memikat dari kaum peri wanita kepada para peri pria dan juga untuk memikat para pejabat penguasa negeri, sebagai sarana untuk mengangkat peri dari kalangan rakyat biasa menjadi peri pekerja dikalangan istana. Atau bagi prajurit rendahan, bisa digunakan sebagai sarana meningkatkan kariernya, bila dinilai punya kemampuan lebih oleh atasan yang kebetulan hadir."
Kemudian pengawal tersebut menarik nafas sesaat lalu melanjutkan ceritanya.
"Ada beberapa wanita yang sangat populer dikalangan peri pria dan penonton karena ketrampilannya yang istimewa, diantaranya Dewi Anggraini yang memiliki ketrampilan memanah, dan Putri Kidung yang pandai bernyanyi dan memainkan alat musik."
"Apakah Raden mau melihatnya!?" Tanya pengawal tersebut.
"Baiklah, kalau begitu, lihat hutan Purwanya lain kali saja, kita secepatnya menuju danau Asmoro." Ujar jakai indi dengan antusias.
***
Sementara itu ditempat yang terpisah. Tampak cahaya penerangan dikamar mandi berdinding batu marmer putih yang berada disalah satu sudut Istana, menyinari tubuh Dewi Yuna yang sedang berendam di bak pemandian, tubuhnya yang putih mulus, serta halus licin bagai sutra, tersinari oleh cahaya pelita yang terang benderam.
Ia dengan malas malasan membaringkan badannya dengan terlentang di dalam bak mandi yang berisi air hangat, sepasang kakinya yang jenjang dan halus diletakkan tinggi tinggi di atas pinggiran bak pemandian. membiarkan betis dan telapak kakinya berada di udara terbuka, sementara badannya terendam dalam air yang hangat. Dewi Yuna terlihat sangat senang dan gembira dengan cara mandi seperti ini. Setelah melakukan perjalanan hampir enam bulan lebih lamanya, Berendam di-air panas dapat memberikan sensasi kenikmatan tersediri. Cara mandi demikian telah membuat ia melupakan segala kepenatan dan keletihan selama dalam perjalanannya yang panjang. Sekujur tubuhnya semua terendam dalam air hangat, hanya bagian kepala dan wajahnya, juga kedua kakinya serta sepasang mata beningnya yang setengah terpejam itu saja yang berada di atas permukaan air, dengan kedua matanya mulai menatap kearah kakinya yang indah.
Sepasang kaki itu pernah mendaki gunung yang paling tinggi, pernah melintasi sungai yang panjang, pernah menuruni jurang yang curam, pernah pula melakukan perjalanan tujuh hari tujuh malam berturut-turut di daerah badai salju yang dingin, dan juga pernah melakukan perjalanan di gurun pasir yang panas.
Sepasang kaki itu pernah menendang sampai mati tiga puluh tujuh ekor serigala, pernah menendang remuk kepala seekor macan kumbang dan menendang perut seekor singa padang pasir, hingga terlempar sejauh tiga tombak, serta pernah menginjak sampai mati beberapa ekor ular dan kalajengking yang berbisa, dan tidak jarang pula menendang banyak pemuda berandal.
Tetapi sampai saat ini. sepasang kaki itu masih tetap demikian jenjang dan indah, demikian halus putih dan bersih, tanpa bekas luka gores sedikitpun, tanpa cacat dan noda sekalipun. Seumpama seorang gadis pingitan yang belum pernah melangkah keluar dari dalam kamarnya sekalipun, belum tentu memiliki kaki yang demikian indah dan sempurna. seperti kaki miliknya, Lalu Dewi Yuna menjulurkan tangannya keatas, membasuh dengan air hangat kakinya dan kemudian juga membasuh jari-jari tangannya secara bergantian. Kemudian memperhatikan lengan dan jari-jemarinya. Sepasang tangan itu, tampak demikian putih halus dan lembut gemulai seperti tak bertulang, tapi dengan tangan ini entah sudah berapa banyak pemuda hidung belang dan mahluk jahat yang dihajar dan ditinjunya, dengan tangannya yang halus dan lembut itu. Disamping itu Ia memang suka sekali dengan berbagai jenis petualangan dan berbagai aktitas yang mengandung bahaya. Ia gemar menunggang kuda yang dapat berlari paling cepat, mendaki gunung yang paling tinggi, menuruni jurang yang paling dalam, juga membunuh penjahat yang paling kejam. banyak yang berkata, bahwa wanita yang menjalani kehidupan yang berat dan keras, akan membuat pudar kecantikan, serta terlihat cepat menjadi tua. Akan tetapi perkataan banyak orang itu tidak berlaku baginya.
Matanya masih tetap bening dan indah, kulitnya masih putih bersih dan mulus, pinggangnya masih langsing dan ramping, bahkan buah dadanya masih tetap membusung tinggi, kenyal dan padat. Perutnya pun masih tetap rata, sepasang kaki dan pahanya padat berisi dan indah. Pendek kata, sekujur tubuhnya dari atas sampai kebawah, semua menunjukkan tubuh wanita yang indah, cantik dan sempurna.
Wajahnya lembut berseri, senyumnya mampu menggetarkan hati setiap pria, kalau tertawa tampak lesung pipitnya yang manis menggemaskan.. Siapapun mungkin tak akan percaya kalau ia adalah seorang wanita muda yang sudah banyak melakukan pertempuran, pembunuhan. dan menjalani banyak petualangan berbahaya.
[BERSAMBUNG]