KETIKA ILMU GEMATRIA MENGUNGKAP RAHASIA DAJJAL YANG ADA DI DALAM AL-QURAN, AL-HADITS DAN AL-KITAB
Untuk itu sebelum kita melanjutkan kajian ini, maka ada beberapa catatan kecil yang perlu kita sepakati terlebih dulu...
Jika Anda setuju dengan beberapa catatan kecil di atas mari kita lanjutkan, dan jika Anda tidak setuju maka disarankan untuk berhenti sampai disini...
Nah untuk yang setuju, mari kita mulai...
Disadari atau tidak, ternyata masih banyak diantara kita yang “gagal faham” dan tidak mampu menemukan substansi dari sosok DAJJAL hanya karena DAJJAL tidak dijelaskan di dalam al-Quran dan hanya dijelaskan di dalam Hadits saja, padahal sebenarnya jika kita jeli justru kita akan menemukan bagian awal dari kisah perjalanan hidup DAJJAL ada di dalam Al-Quran meskipun al-Qur’an sama sekali tidak menyebutkan kata DAJJAL di dalamnya.
Lalu apa sih substansi yang sebenarnya dari DAJJAL?
Bagi Umat Islam, istilah DAJJAL bukanlah sebuah istilah yang asing dan baru, karena disebutkan secara gamblang dalam hadits-hadits yang membahas tentang akhir zaman, dan juga disebutkan dalam kepustakaan Jawa pasca Islam seperti misalnya naskah Jangka Jayabhaya. Namun bagi Umat Kristen, istilah DAJJAL ini justru menjadi istilah yang tidak familiar dan bahkan terdengar asing sama sekali, padahal istilah “DAJJAL” dalam Bahasa Arab merupakan kata serapan dari Bahasa Syro-Aramaik (Syriac) “DAGGALA” yang berarti “palsu, penipu, pembohong, pendusta”. Bahasa Syro-Aramaik adalah perkembangan dari Bahasa Aramaik yang menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh YESUS, Sang MESSIAH. Bahasa Aramaik sendiri telah menjadi kosa kata umum di Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun lamanya sebelum Al-Quran diturunkan.
Perlu dicatat bahwa kata “DAGGALA” dalam Bahasa Syro-Aramaik kemudian diterjemahkan ke dalam teks asli Perjanjian Baru berbahasa Yunani menjadi kata “PSEUDO” yang berarti “palsu” yang muncul sebanyak 2 kali, dan kata “ANTI” yang berarti “lawan” yang muncul sebanyak 5 kali, yaitu 1 kali dalam bentuk jamak “ANTI KHRISTOI” yang berarti “banyak Anti Kristus” dan 4 kali dalam bentuk tunggal “ANTI KHRIST” yang berarti “seorang Anti Kristus”.
Jadi ada dua bentuk jamak untuk kata “DAJJAL” dalam Bahasa Yunani, yaitu “PSEUDO-KHRISTOI” yang berarti “Kristus-Kristus Palsu” (Matius 24:24), dan “ANTI-KHRISTOI” yang berarti “banyak Anti Kristus” (1 Yohanes 2:18), dan keduanya dalam teks Perjanjian Baru Peshitta berbahasa Aramaik disebut “MESHIHE DAGGALE” yang berarti “MESSIAH PALSU”. Kata “MESHIHE DAGGALE” inilah yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Arab menjadi “AL-MASIH DAJJAL” dalam hadits-hadits eskatologi Islam yang menjelaskan tentang nubuwat akhir zaman.
Salah satunya adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits ini,
Ada yang perlu digarisbawahi dengan kalimat DAJJAL dalam hadits di atas, dimana Rasulullah saw menyebut DAJJAL dengan gelar AL-MASIH. Padahal di dalam Al-Quran, kata AL-MASIH itu merupakan gelar yang melekat pada Nabi ISA as sebagaimana disebut sebanyak 11 kali di dalam 9 ayat di dalam Al-Quran dengan diksi kata “AL-MASIIH ‘IISA IBNU MARYAM”.
Bahkan dalam teks Al-Kitab Perjanjian Baru juga dinyatakan bahwa YESUS adalah MESHIHA yang berarti Sang MESSIAH.
“YESUS melarang murid-muridnya supaya jangan memberi tahu bahwa ia adalah MESHIHA.” ( Matius 16:20 )
“Siapakah DAGGAL itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa YESUS adalah MESHIHA? Dia itu adalah MESHIHA DAGGAL yang menyangkal baik Bapa maupun Putra.” ( 1 Yohanes 2:22 )
Lalu pertanyaannya adalah mengapa DAJJAL juga digelari sebagai AL-MASIH? Apa sebetulnya arti dari kata AL-MASIH?
Dikutip dari Kitab “Asyratus Sa'ah” karya Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl, dijelaskan oleh Abu Abdillah Al-Qurthubi bahwa kata AL-MASIH memiliki variasi turunan kata sebanyak dua puluh tiga. Umumnya ulama tafsir menyatakan bahwa akar kata AL-MASIH adalah “MASAHA” yang berarti “mengusap”. Dari sini, kata AL-MASIH mengikuti wazan fa’iilun yang bisa dimaknai sebagai “Isim Fa’ilun” (pelaku) ataupun “Isim Maf’ulun” (objek).
Jika kata AL-MASIH dimaknai sebagai “Isim Fa’ilun” (pelaku), maka gelar AL-MASIH untuk Nabi ISA as merujuk pada salah satu mukjizat beliau saat “mengusap” setiap orang yang sakit dan langsung sembuh atas izin Allah.
Sedangkan gelar AL-MASIH untuk DAJJAL merujuk pada kemampuan DAJJAL yang seperti kemampuan Nabi ISA as, namun jumhur ulama mengatakan kalau kemampuan DAJJAL itu merupakan sihir.
Akan tetapi jika kata AL-MASIH dimaknai sebagai “Isim Maf’ulun” (objek), maka gelar AL-MASIH untuk Nabi ISA as dimaknai sebagai sosok yang telah “diusap” dalam artian dihapus dosa-dosanya sebagaimana dinyatakan oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Kitabnya “Dala’il An-Nubuwah”.
Sedangkan gelar AL-MASIH untuk DAJJAL dimaknai sebagai sosok yang telah “diusap” dalam artian dihapus sebelah matanya.
Selain itu, beberapa ulama tafsir juga mengatakan bahwa akar kata AL-MASIH adalah “MAS-YIH” (dengan huruf Sin sukun dan huruf Ya kasrah), yang berasal dari kata “SAAHA - YASIIHU - SIYAAHATAN” yang berarti “mengembara”.
Jika AL-MASIH dimaknai dengan pemaknaan ini, maka gelar AL-MASIH untuk Nabi ISA as berkaitan dengan sejarah Nabi ISA as yang selalu “mengembara” sambil berdakwah kepada Bani Israil di segala penjuru bumi.
Sedangkan gelar AL-MASIH untuk DAJJAL berkaitan dengan kisah DAJJAL yang juga gemar “mengembara” dan mendatangi seluruh wilayah di penjuru bumi. DAJJAL memiliki kemampuan luar biasa untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan sangat cepat. Tapi tujuan DAJJAL melakukan hal itu hanya untuk menimbulkan fitnah dan kerusakan.
Nah setelah kita memahami apa arti dari kata AL-MASIH, sekarang kita akan mencari tahu apa arti dari kata DAJJAL.
Kata DAJJAL berasal dari kata “DAJALU” yang berarti “mencampuradukkan” yang maknanya adalah “DAJALA IDZAA LABISA WA MAWWAH” yang berarti “merancukan dan mengaduk-aduk”. Jadi DAJJAL adalah orang yang merancukan dan penuh kebohongan. Kata tersebut merupakan bentuk mubaalaghah (melebihkan) dengan wazan fa’ilu (pelaku), sehingga makna dari kata DAJJAL adalah orang yang melakukan banyak kerancuan dan kebohongan.
Jadi sampai disini, kita akhirnya menjadi paham bahwa ternyata ada dua makhluk yang bergelar AL-MASIH, yakni Nabi ISA as dan DAJJAL. Keduanya akan saling bertemu di akhir zaman, AL-MASIH melawan AL-MASIH.
Nah karena DAJJAL berhubungan erat dengan Nabi ISA as maka tentunya DAJJAL pun pasti berhubungan dengan apa-apa yang terkait dengan kisah dan latar belakang Nabi ISA as, seperti Yerusalem, Bani Israil, Yahudi dan juga Nasrani.
Namun sayangnya, banyak orang yang masih memiliki pemahaman bahwa DAJJAL hanya menjalankan perannya di akhir zaman saja, padahal jika kita mau menelusuri dan menggali keterangan-keterangan, tanda-tanda dan simbol-simbol DAJJAL di dalam Al-Quran, Al-Hadist maupun teks asli Al-Kitab Perjanjian Baru berbahasa Syro-Aramaik dimana asal kata AL-MASIH DAJJAL berasal mula, kemudian merangkaikannya menjadi sebuah puzzle yang utuh, maka kita barulah tersadar bahwa ternyata DAJJAL itu sudah memainkan perannya dari sejak EPISODE AWAL hingga sampai kepada EPISODE AKHIR di akhir zaman.
Inilah yang disebut sebagai "connecting the dots" yakni menghubungkan titik dengan titik sehingga mewujud pada kesimpulan yang mencerahkan dan komprehensif. Cara berfikir seperti inilah yang sesungguhnya ditakuti oleh para zionis, karena dengan lahirnya manusia-manusia yang "tercerahkan" dan mampu berfikir kritis, maka praktis ia akan mampu membongkar dan menelanjangi rencana-rencana jahat mereka, membongkar sejarah-sejarah palsu yang mereka buat, dan juga tidak akan mudah terjebak dengan "pepesan kosong" yang digembor-gemborkan oleh media mainstream yang mereka banggakan.
Mari kita mulai .....
Namun sebaiknya kita bahas dahulu bagaimana asal usul DAJJAL dari mulai AWAL ZAMAN agar kita bisa menyambungkan sepak terjangnya hingga AKHIR ZAMAN.
Dan satu-satunya literatur yang menjelaskan Asal Usul DAJJAL dengan lengkap bersumber pada manuskrip kuno yang ditemukan oleh seorang petani di Palestina, yang kemudian diserahkan kepada seseorang bernama Azad bin Harim bin Shafur di kota Quds (Palestina). Manuskrip kuno ini ditulis dengan huruf Aram Kuno dan diperkirakan berumur sekitar empat abad sebelum diutusnya Nabi MUSA as. Potongan Manuskrip Kuno ini dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud, seseorang yang meraih gelar LC di Universitas Kairo pada bidang Sastra di Fakultas Bahasa-Bahasa dan Studi Timur, bersama dengan seorang rekannya yang mengerti dan memahami bahasa Aram kuno, kemudian ditulis menjadi sebuah buku yang berjudul “Dajjal Akan Keluar Dari Segitiga Bermuda”.
Dalam buku tersebut, Muhammad Isa Dawud menyatakan:
“Saya (Muhammad Isa Dawud) mendapat petunjuk dari Manuskrip Kuno itu, ditulis oleh seorang yang bernama Azad bin Harim bin Shafur, dimana disana dituliskan bahwa dirinya pernah bertemu dengan Nabi IBRAHIM as, bahkan menanyakan kepadanya ihwal seorang laki-laki yang disebut DAJJAL yang sangat membahayakan itu. Saya sendiri (Muhammad Isa Dawud), membenarkan apa yang disebutnya itu. Nabi NUH as, yang sangat jauh dari masa kenabian Nabi IBRAHIM as, juga pernah memperingatkan kaumnya dari fitnah DAJJAL. Jadi tidak ada alasan untuk meragukan atau menganggap aneh perkataan Nabi IBRAHIM as yang diterimanya dari Nabi NUH as. Dan tampaknya, apa yang berada dalam manuskrip kuno ini adalah seperti apa yang pernah didiktekan oleh Nabi IBRAHIM as di lembah Quds (Palestina), yang kemudian sejarahnya ditulis dalam manuskrip kuno ini dan diturunkan secara turun-temurun oleh anak cucunya, hingga sampai pada zaman Nabi ISA as. Maka kemudian cicit-cicit Azad bin Harim bin Shafur ini pun menanyakan hakikat DAJJAL kepada Nabi ISA as dan Rasul Allah itu pun menguatkannya.”
Muhammad Isa Dawud menyatakan bahwa dalam manuskrip kuno tersebut disebutkan:
“Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Hai Jibril, anak itu (DAJJAL) adalah Hamba-Ku. Tetapi di akhir zaman ia akan mengaku sebagai Tuhan yang disembah di muka bumi. Aku akan mengutus Hamba-Ku yang lain untuk menyiksanya dengan siksaan pedih dan akan membunuhnya pada suatu saat tertentu yang tidak akan diingkari oleh Hamba-Ku. Orang tersebut adalah seorang nabi (Nabi ISA as) yang diutus pada suatu masa dan ia menjadi wali tanpa wahyu menjelang akhir zaman.”
Muhammad Isa Dawud juga menyatakan bahwa dalam manuskrip kuno tersebut juga disebutkan:
Selanjutnya di dalam Manuskrip Kuno itu disebutkan:
“Pada suatu pagi, ketika umur anak itu (DAJJAL) mencapai 8 tahun, mulailah kedua matanya terbuka diiringi dengan kesadaran hatinya. Ia berjalan-jalan mengelilingi pulau itu dan mendapati dirinya hanya seorang diri disana. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh seekor binatang besar dan berbulu sangat lebat, binatang itu berbicara kepadanya dengan bahasa yang dapat dipahaminya dengan baik. Binatang itu berkata: ‘Engkau adalah seorang anak yang diselamatkan oleh Allah dari gempa dahsyat ketika bumi terjungkir, yang terjadi di Negeri SAMIRAH. Engkau dibawa oleh Malaikat yang agung, ia yang membawamu kesini. Ia yang mengurus makan dan minummu. Oleh karena itu janganlah engkau mengkhianati janjimu kepada Allah. Sebab dalam hati setiap anak Adam telah tertanam ketundukan kepada Allah dan keimanan kepada-Nya selama ia masih berada dalam fitrah kesuciannya. Karenanya engkau sendiri mesti menjadi Muslim dan Mukmin yang yakin dan taat kepada Tuhan Pencipta Alam ini. Dialah Tuhan Yang Maha Esa’. Singkat cerita, anak itu (DAJJAL) pun semakin hari semakin bertumbuh dewasa dan ia menemui bahwa dirinya mempunyai kelebihan-kelebihan yang mirip dengan mukjizat yang diberikan kepada Nabi ISA as, yang pada waktu itu belum diketahui dan dipahami hakekatnya. Dan ia diperbolehkan keluar dari pulau untuk mencari kebenaran dan hakekat dirinya sehingga ia dapat menentukan pilihan sampai menjelang waktu datangnya Nabi yang terakhir.”
“Maka DAJJAL dewasa pun keluar pulau untuk mencari kebenaran dan hakekat dirinya, dan tempat pertama yang ditujunya adalah negeri nenek moyangnya SAMIRAH, kemudian ia berkelana ke MESIR, dan DAJJAL dewasa mendapati pada masa itu ada seorang anak yang diambil dari Sungai Nil dan dipelihara dalam istana Raja. Rupanya DAJJAL dewasa saat itu berada pada masa Nabi MUSA as. Dan ketika Nabi MUSA as tumbuh dewasa dan kemudian diangkat menjadi Nabi, DAJJAL dewasa pun menyaksikan semua mukjizat-mukjizat Nabi MUSA as, maka ia tertarik untuk menyelidiki siapa Nabi MUSA as itu. DAJJAL dewasa pun pergi menemui Nabi MUSA as, ia tidak menceritakan apapun kepadanya selain kesamaan dirinya dengan Nabi MUSA as yang sama-sama berasal dari keturunan Nabi YA’QUB as bin Nabi ISHAQ as. Bahkan DAJJAL dewasa pun menyaksikan peristiwa keluarnya Bani Israil dari MESIR secara besar-besaran, dan DAJJAL dewasa pun ikut bersama mereka.”
Selanjutnya di dalam manuskrip kuno itu juga dikisahkan bahwa kaum Nabi MUSA as kemudian disesatkan oleh DAJJAL dewasa ketika ditinggal Nabi MUSA as untuk menghadap Tuhannya dengan membuat patung sapi yang bisa hidup dan bersuara.
Muhammad Isa Dawud dalam bukunya menyatakan bahwa dijelaskan dalam Manuskrip Kuno bahwa JEJAK RASUL yang dimaksud dalam QS. Surat Thaha adalah batu besar yang panelnya ditulisi oleh Malaikat Agung (Jibril) dengan tulisan-tulisan pelajaran dan ilmu Allah yang diberikan kepada DAJJAL ketika ia masih kecil dan tinggal di Pulau terpencil dahulu. Disana ada sebuah batu yang indah warnanya dan juga tanah yang berwarna seperti tinta yang digunakan oleh Malaikat Agung (Jibril) untuk menulis. Tanah yang semacam tinta inilah yang selalu dibawa oleh DAJJAL dewasa (SAMIRI) dan ditaburkan untuk mencampuri emas yang dilepuhkan untuk membuat patung sapi itu sehingga patung sapi itu terlihat seolah-olah mempunyai urat-urat seperti hidup dan bisa bersuara. Dan setelah Nabi MUSA as menyadari bahwa dirinya sedang berhadapan dengan seorang DAJJAL, maka kemudian Nabi MUSA as pun hanya menyuruh SAMIRI pergi, sebab Nabi MUSA as sendiri telah diamanati oleh Allah untuk hanya menyampaikan risalah kepada SAMIRI dan bukan memeranginya, karena bagaimanapun juga Nabi MUSA as pun tidak akan dapat membunuh SAMIRI. Dan hal seperti ini juga berlaku pada zaman Rasulullah saw ketika sedang menyelidiki IBNU SHAYYAD yang diyakini oleh banyak orang dan para sahabat sebagai DAJJAL pada zaman itu, dimana saat itu Umar bin Khatthab ra telah meminta izin kepada Rasulullah saw untuk membunuh IBNU SHAYYAD, namun Rasulullah saw melarangnya. Sebab bila memang benar IBNU SHAYYAD itu adalah DAJJAL (seperti hakekatnya SAMIRI) maka niscaya Umar bin Khatthab ra pun tidak akan dapat membunuhnya, karena satu-satunya yang bisa membunuh DAJJAL adalah AL-MASIH ISA ibnu MARYAM yang akan turun ke dunia pada suatu waktu di akhir zaman.
Jadi jika ada yang beranggapan bahwa Al-Quran tidak mengisahkan tentang DAJJAL, jelas itu sebuah kekeliruan, karena ternyata QS. Thaha justru mengisahkan tentang DAJJAL sebagai sosok SAMIRI yang telah menyesatkan Bani Israil, umat Nabi MUSA as.
Ternyata jawaban atas pertanyaan ini ada dalam Buku “Dajjal Akan Keluar Dari Segitiga Bermuda” yang ditulis oleh Muhammad Isa Dawud.
Dalam bukunya itu, Muhammad Isa Dawud menuliskan:
Selanjutnya dalam bukunya itu, Muhammad Isa Dawud juga menuliskan:
Jadi sampai disini, akhirnya kita menjadi paham bahwa SAMIRI yang disebutkan dalam QS. Thaha ternyata memang merupakan nama DAJJAL yang sebenarnya yang kemudian oleh IBLIS, nama SAMIRI ini dibuang dua huruf terakhirnya hingga namanya menjadi SAM dan kemudian dikenal sebagai PAMAN SAM.
Nah ketika mendengar nama SAM atau PAMAN SAM ini, lantas apa yang akan langsung terpikirkan di otak kita?
Pasti setiap orang akan langsung mengaitkannya dengan NEGARA AMERIKA yang memang dikenal sebagai NEGARA UNCLE SAM atau NEGARA PAMAN SAM. Semoga sampai disini paham ya mengapa simbol MATA SATU yang dibingkai dalam segitiga yang dikenal sebagai “The Eye of Providence” atau “The Seeing All Eye of The God” menjadi lambang resmi NEGARA AMERIKA dan bahkan diabadikan dalam uang kertas pecahan satu dollar Amerika yang di dalamnya disisipi simbol “OWL” atau “Burung Hantu” dalam ukuran yang sangat kecil. Simbol OWL adalah simbol DAJJAL dimana keduanya memiliki nilai gematria yang sama, sedangkan simbol MATA SATU dalam bingkai segitiga sebagai simbol MATA TUHAN yang Maha Melihat Segalanya adalah simbol IBLIS yang dikenal sebagai LUCIFER yakni sosok pemimpin malaikat yang diusir Tuhan dari surga dan turun ke dunia (dalam Islam disebut AZAZIL), sehingga simbol MATA SATU tersebut juga seringkali dikenal sebagai “The Seeing All Eye of LUCIFER”. Istilah “The Seeing All” sendiri kemudian dijadikan sebuah protokoler domain yang mengontrol akses internet di seluruh dunia sebagai protokoler “www” yang merupakan akronim dari “world wide watch” yang kemudian dikamuflase sebagai “world wide web”. Protokoler “www” sendiri diambil dari huruf Ibrani ke-6 yakni VAV sehingga maksud dari triple “Vav-Vav-Vav” disini merujuk kepada kode bilangan “666” sebagai bilangan sakral dari LUCIFER, Sang Raja IBLIS yang menjadi sekutu abadi DAJJAL.
~•°○°•~•°●°•~•°○°•~
Sebelum kita melanjutkan tulisan ini, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab terkait dengan dari tulisan ini.
Pertanyaan pertama, dari seseorang yang menggunakan nickname facebook “Bambang Wahyu Ponco Aji” :
“Alhamdulillah terjawab sudah tanda tanyaku tentang DAJJAL yang dikenal sebagai IBNU SHAYYAD di masa Rasulullah saw dan SAMIRI di masa Nabi Musa as.”
Tanggapan saya:
Benar bahwa DAJJAL adalah sosok SAMIRI di masa Nabi MUSA as, dan bahkan dalam Manuskrip Berbahasa Aram Kuno yang diperkirakan berumur sekitar empat abad sebelum diutusnya Nabi MUSA as, yang dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud, disebutkan bahwa SAMIRI adalah nama DAJJAL yang sebenarnya. Namun tidak untuk IBNU SHAYYAD, dan perlu saya tegaskan disini bahwa IBNU SHAYYAD bukanlah DAJJAL.
Apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al Khudri ini dibenarkan oleh Manuskrip Kuno yang dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud dalam bukunya “Al-Khuyut al-Khafiyyah baina al-Masikh ad-Dajjal wa Asrar Muthallath Bermuda wa al-Atbaq at-Ta’irah”. Dalam Manuskrip Kuno tersebut disebutkan bahwa beberapa hari ketika Rasulullah saw terlahir ke dunia, DAJJAL kemudian dibelenggu oleh 20 orang malaikat menggunakan rantai baja besar berlapis yang sangat kuat.
Binatang Dabbah berbulu tebal (dalam Hadits Rasulullah saw dikenal dengan nama JASSASAH) yang selama ini membesarkan DAJJAL kecil hingga tumbuh menjadi DAJJAL dewasa dan menemaninya dengan setia di sebuah pulau terpencil di tengah laut kemudian berkata kepada DAJJAL:
“Wahai DAJJAL, sekarang engkau berada di zaman penutup para nabi, kekasih Allah, Muhammad saw. Ia telah lahir beberapa hari yang lalu ketika engkau berada di tengah lautan seraya melalaikan ketentuan yang berlaku. Engkau berada di penghujung akhir zaman di bumi. Janji Allah telah datang masanya. Engkau tidak akan terlepas dari RANTAI yang membelenggumu kecuali setelah wafatnya kekasih Allah, Muhammad saw. Tanda telah dekatnya masa keluarmu dari pulau ini adalah Hijrahnya Nabi Muhammad saw ke tanah suci Madinah setelah orang Arab memeranginya dan mengusirnya beserta para pengikutnya dari Mekah, dan kemenangan atas mereka. Sedangkan tanda keluarmu sebagai orang sombong di dunia adalah terputusnya pohon kurma Baisan (di Palestina), berkurangnya air danau Thabary (Danau Tiberias), keringnya mata air Zughar (di Syria), dan banyak terjadi gempa bumi dahsyat sebelum keluarnya musuhmu yang akan memerangimu (yakni Nabi ISA as).”
Jadi menurut apa yang tertulis dalam Manuskrip Kuno di atas, setelah Rasulullah saw terlahir ke dunia maka DAJJAL tidak lagi dibiarkan bebas seperti sebelumnya, ia kemudian dibelenggu dengan RANTAI yang sangat kuat di Pulau terpencil tempat dimana ia dibesarkan. Sehingga sampai disini kita menjadi paham bahwa benar apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al Khudri bahwa IBNU SHAYYAD yang hidup pada masa Rasulullah saw masih hidup itu bukanlah DAJJAL.
Dari Abu Sulamah dari Fatimah binti Qais diriwayatkan bahwa pada suatu malam pernah Rasulullah saw mengakhirkan shalat isya yang akhir, lalu beliau saw keluar dan bersabda:
Kemudian Pertanyaan Kedua, dari seseorang yang menggunakan nickname facebook “Hendar Efara” :
“Maaf ingin bertanya. Jika Nabi MUSA as dan Nabi Muhammad saw pernah bertemu atau mengetahui bahwa DAJJAL ada di masa mereka, lalu apakah Nabi ISA as juga pernah bertemu dengan DAJJAL?”
Tanggapan saya:
Dalam Manuskrip Kuno yang dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud dalam bukunya “Al-Khuyut al-Khafiyyah baina al-Masikh ad-Dajjal wa Asrar Muthallath Bermuda wa al-Atbaq at-Ta’irah” disebutkan sbb:
“Setelah beberapa waktu hidup bagaikan raja tanpa rakyat di pulau tempat tinggalnya, ia (DAJJAL) kembali berlayar menuju tanah moyangnya Samirah, namun alangkah terkejutnya ia ketika mendapati dunia tidak seperti yang pernah dilihatnya. Disitu ia menemukan sekelompok manusia yang disebut as-Samiriyyah, campuran antara Yahudi dan orang-orang Assyria. Kelompok manusia itu terbentuk setelah kembalinya kelompok Yahudi menyusul kejatuhan negeri Babilonia yang besar itu. Lalu mereka membangun kuil khusus untuk mereka. Di dalam kuil tersebut mereka membaca syair-syair kuil Bait Al-Muqaddas. Ia menemukan bahwa nama Samirah telah berubah menjadi Jirzim, namun ia masih mengenali gunung-gunung terkenal yang ada di negeri itu. (Yang dimaksud dengan gunung-gunung itu ialah Kuil-Kuil terkenal di kota Samirah. Kuil-kuil itu dahulu dibangun oleh orang-orang Samirah yang merupakan kemuliaan atas Bait al-Muqaddas. Seorang dukun menghancurkan kuil itu hingga tidak berbekas, namun orang-orang Samirah kemudian membangunnya kembali. Kuil itu tetap berdiri hingga pemberontakan terkenal yang dilakukan orang-orang Samirah dari kelompok Bani Israil pada abad ke-5 M, kemudian Komandan perang Romawi, Vespasion menghancurkan kota itu dan diatas puing-puingnya didirikan kota baru. Hingga sekarang adat istiadat orang-orang Samirah masih terjaga walaupun kuil-kuilnya telah dihancurkan di Jirzim). Yang lebih mengherankan adalah bahwa ia (DAJJAL) mendengar ada seseorang yang berasal dari keturunan Nabi DAUD as, dari pihak ibu, mengaku sebagai seorang Nabi. Ia adalah AL-MASIH ISA, sang penyelamat kaum Bani Israil dari pertikaian, kezaliman dan kepunahan. Ia (AL-MASIH ISA) datang bukan untuk menghapus, melainkan untuk menyempurnakan Namus (ajaran agama).
Maka berkatalah orang suruhan DAJJAL itu ketika telah berhadapan dengan Nabi ISA as,
“Jika engkau benar-benar seorang nabi, katakanlah padaku siapa yang berada di luar.”
Nabi ISA as diam sejenak, kemudian berkata,
“Wahai saudaraku, beritahukan kepada orang yang mengutusmu bahwa Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung menerima tobat dan mengampuni dosa-dosa segenap hamba-Nya. Jika hamba itu mau bertobat, mengesakan Tuhan, maka ia benar-benar kembali. Dia lah (Allah) yang melindungi anak kecil yang sedang tidur dari kekejaman penguasa. Dia lah yang memeliharanya di pulau tempat tinggal binatang raksasa (JASSASAH) itu di saat ia (DAJJAL) masih kecil. Dia lah yang mengajarkan kepadanya Keesaan Tuhan dan shalat melalui tulisan kepercayaan-Nya, Jibril. Dia Maha Kuasa untuk memaafkan fitnah yang telah dilakukannya kepada Bani Israil, jika ia beriman kepada Al-Masih ar-Rabb dan apa yang diturunkan kepadanya berupa Injil.”
Maka utusan itu keluar menemui orang cacat mata (DAJJAL) yang menyuruhnya lalu menyampaikan kabar yang diterimanya. Tetapi ia tidak menanggapinya selain mengatakan, “Ia adalah tukang sihir. Setan-setan telah merasuk kedalam dirinya. Jika ia seorang Nabi, ia tidak akan mengetahui siapa aku dan apa yang telah terjadi, sebab para nabi itu tidak akan memberitahukan yang gaib. Hanya Allah yang Maha Mengetahui yang gaib, meskipun ada diantara setan yang mencuri kabar sebagaimana diajarkan dukun-dukun Mesir kepadaku”.
Jadi Manuskrip Kuno di atas menyebutkan bahwa selain bertemu Nabi MUSA as, DAJJAL rupanya juga bertemu dengan Nabi ISA as meskipun ia tidak berani berhadap-hadapan langsung dengan Nabi ISA as melainkan hanya menyuruh seseorang untuk menemui Nabi ISA as.
Kemudian Pertanyaan Ketiga, dari seseorang yang menggunakan nickname facebook “Adrian” :
“DAJJAL hanyalah sistem money paper dan bukan sosok.”
Tanggapan saya:
Jika kita tengok keterangan hadits mengenai sosok DAJJAL, maka Rasulullah saw mengatakan bahwa DAJJAL mirip dengan orang yang hidup pada saat itu yang bernama Abdul ‘Uzza bin Qathan atau Ibnu Qathan bin Khuza’ah. Jika memang DAJJAL bukan seorang manusia melainkan sebuah sistem, ideologi atau organisasi rahasia yahudi, maka pertanyaannya adalah apa takwil dari kemiripan DAJJAL dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan ini?
Kemudian Pertanyaan Keempat, dari seseorang yang menggunakan nickname facebook “Afive Widyantoro” :
“Dari penjelasan di atas, analisa saya bahwa DAJJAL itu berada tidak jauh, di TIMUR kah? Matur Suwun”
Berikut tanggapan dari seseorang yang menggunakan nickname facebook “Habil Files” :
“Di buku Muhammad Isa Dawud ada banyak informasi dari manuskrip-manuskrip kuno dari seluruh dunia yang sangat berharga yang berhasil beliau kumpulkan, hanya saja Muhammad Isa Dawud menyimpulkan bahwa DAJJAL akan keluar dari segitiga bermuda dan ini berdasarkan informasi dari JIN. Padahal dalam Hadits Rasulullah saw tentang Tamim Ad-Dari yang juga menjadi bagian yang diceritakan dalam buku tersebut sudah ada petunjuk koordinat lokasinya bahwa keberadaan pulau tempat DAJJAL disekap adalah di tempat matahari terbenam atau tempat matahari terbit (titik yg sama) sementara dalam Hadits yang lain disebutkan akan keluar (bergerak) dari arah matahari terbit ... Wallahu ‘alam...” 😁🙏
Dan berikut tanggapan saya :
Jika merujuk pada Manuskrip Kuno yang dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud dalam bukunya “Al-Khuyut al-Khafiyyah baina al-Masikh ad-Dajjal wa Asrar Muthallath Bermuda wa al-Atbaq at-Ta’irah” disebutkan sbb:
“Pulau yang didiami oleh anak itu (DAJJAL) dikenal dengan nama “Jazirah ats-tsu ar-rahib wa ad-dabbah al-halba” yang berarti “pulau yang dihuni ular yang mengerikan dan binatang dabbah yang berbulu lebat”.
Sementara dalam Hadits Rasulullah saw tentang Tamim ad-Dari disebutkan bahwa Tamim ad-Dari menaiki sebuah perahu bersama tiga puluh laki-laki dari kaum Lakhm dan Judzam, mereka kemudian diombang-ambing oleh ombak selama satu bulan di tengah laut, sampai akhirnya mereka menepi ke sebuah pulau dari gugusan kepulauan (Jazirah min Jaza’iril Bahri) saat matahari terbenam. Mereka lantas duduk di sisi kapal mereka, setelah itu mereka bergegas memasuki pulau tersebut hingga akhirnya bertemu dengan binatang dabbah yang besar dan berbulu lebat.
Dan di akhir Hadits tentang Tamim ad-Dari tersebut, Rasulullah saw bersabda:
Dan dalam riwayat hadits yang lainnya disebutkan:
Sampai disini akhirnya kita mendapat petunjuk dimana tempat tinggal DAJJAL, yakni sebagai berikut:
Mari kita analisa bersama .....
Sebelum kita menganalisanya, saya ingin kembali mengingatkan bahwa dalam teks Al-Kitab Perjanjian Baru Peshitta berbahasa Aramaik (bahasa yang digunakan sehari-hari oleh Nabi ISA as atau YESUS), DAJJAL disebut sebagai “MESHIHE DAGGALE” yang berarti “Messiah Palsu” yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab menjadi “AL-MASIH DAJJAL”, sedangkan dalam Al-Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani (Septuaginta) diterjemahkan menjadi “PSEUDO-KHRISTOI” yang berarti “Kristus-Kristus Palsu” (Matius 24:24) dan “ANTI-KHRISTOI” yang berarti “Anti Kristus-Anti Kristus” (1 Yohanes 2:18).
Di dalam Al-Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani (Septuaginta) sendiri, keberadaan “PSEUDO-KHRISTOI” atau “ANTI-KHRISTOI” yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi “ANTI-CHRIST” dan dalam Bahasa Indonesia menjadi “ANTI-KRISTUS” ini didasarkan pada ayat ayat berikut :
Apa yang disampaikan dalam Al-Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani (Septuaginta) tentang akan adanya seorang “ANTI-KRISTUS” yang akan muncul di akhir zaman dan banyak “ANTI-KRISTUS” yang muncul menjelang akhir zaman ini sama seperti apa yang disampaikan Rasulullah saw dalam hadits berikut,
Jadi baik Al-Kitab Perjanjian Baru (Septuaginta) ataupun Al-Hadits keduanya sama-sama menubuatkan akan sosok tunggal “ANTI-KRISTUS” atau “AL-MASIH DAJJAL” yang akan muncul di akhir zaman dan beberapa “ANTI-KRISTUS” atau “DAJJAL” (tanpa gelar AL-MASIH) yang akan muncul menjelang akhir zaman yang jumlahnya mencapai 27 atau 29 orang.
Nah sosok tunggal “ANTI-KRISTUS” atau “AL-MASIH DAJJAL” sendiri dalam Nubuat Nabi DANIEL as disebutkan akan memerintah sebagai seorang “RAJA” (Daniel 9:27, Daniel 11:31 dan Daniel 12:11). Sedangkan Yohanes menyebutnya sebagai “BEAST” atau “MONSTER” (Wahyu 13:18).
Dari pernyataan Nabi DANIEL as dan Yohanes ini kita mendapatkan informasi bahwa Sang “ANTI-KRISTUS” atau “AL-MASIH DAJJAL” ternyata memiliki atribut bilangan “666” dan memerintah seperti seorang “RAJA”.
Hal ini serta merta mengingatkan kita akan Perjanjian Tertulis antara AL-MASIH DAJJAL (ANTI-KRISTUS) yang bernama SAM (SAMIRI) dan IBLIS yang bernama AZAZIL (LUCIFER) sebagaimana disebutkan dalam Manuskrip Kuno yang dikumpulkan, diteliti dan dibukukan oleh Muhammad Isa Dawud dalam bukunya “Al-Khuyut al-Khafiyyah baina al-Masikh ad-Dajjal wa Asrar Muthallath Bermuda wa al-Atbaq at-Ta’irah” dimana di bagian akhir Perjanjian Tertulis tersebut tertera kalimat “Tertanda, DAJJAL, RAJA Yahudi yang ditunggu-tunggu dan dijanjikan kerajaan seribu penduduk”.
Nah di antara Umat Nasrani sendiri masih terdapat perbedaan mengenai bilangan “666” ini karena rupanya ada sebagian Umat Nasrani yang meyakini bahwa bilangan tersebut sebenarnya bukanlah “666” melainkan “616”. Hal ini didasari oleh penemuan naskah “Codex Ephraemi Rescriptus” (C-04) yang berusia lebih dari 1600 tahun pada tahun 1929, dimana dalam naskah tersebut tertulis kalimat “hexa kosio dexa hes” yang berarti “ENAM RATUS ENAM BELAS”. Penemuan Manuskrip “Codex Ephraemi Rescriptus” ini diperkuat lagi dengan penemuan naskah Papirus 115 (P-115) yang berusia lebih dari 1700 tahun, yang ditemukan di situs Oxyrhynchus, Mesir pada tahun 2005 yang juga mencantumkan kalimat “hexa kosio dexa hes” yang berarti “ENAM RATUS ENAM BELAS”.
Pertanyaannya adalah apa makna dibalik bilangan “616” ini dan apa keterkaitannya dengan lokasi pulau terpencil tempat AL-MASIH DAJJAL atau ANTI-KRISTUS berada?
Mari kita bedah menggunakan Ilmu Gematria sebagaimana judul dari tulisan ini.
Dalam Ilmu Gematria, bilangan “616” dapat dimaknai sebagai rangkaian dari huruf Ta, Waw, Ra dan Ya dengan perhitungan Nilai Gematria sbb:
“Ta-Waw-Ra-Ya” dibaca “TAURAYA” atau “TORAYA” memiliki total nilai gematria = 400+6+200+10 = 616.
Pertanyaan selanjutnya adalah ada apa dengan “TAURAYA” atau “TORAYA” ini?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, maka perlu dicatat bahwa para penafsir awal Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani (Septuaginta) mengidentifikasi sosok tunggal “ANTI-KRISTUS” (AL-MASIH DAJJAL) sebagai Kaisar-Kaisar ROMAWI.
Misalnya “GAIOS KAISAR” yang merujuk kepada sosok KAISAR CALIGULA, Kaisar ke-3 yang memerintah Negeri ROMAWI pada tahun 37-41 Masehi. Nama aslinya adalah GAYUS JULIUS AUGUSTUS GERMANICUS. Dalam Ilmu Isosephi (Ilmu Gematria Bahasa Yunani), nama “GAIOS KAISAR” ini memiliki nilai gematria “616”.
Dan juga “NERO KAISAR” yang merujuk kepada sosok KAISAR NERO, Kaisar ke-5 yang memerintah Negeri ROMAWI pada tahun 54 - 68 Masehi. Nama aslinya adalah LUCIUS DOMITIUS AHENOBARBUS. Ketika diadopsi oleh KAISAR CLAUDIUS (Kaisar ke-4 Romawi), namanya berubah menjadi NERO CLAUDIUS CAESAR AUGUSTUS GERMANICUS. Dalam Ilmu Gematria Bahasa Ibrani, nama “NERO KAISAR” ini juga memiliki nilai gematria “616”.
Dan juga “TROYA KAISAR” yang merujuk kepada sosok KAISAR TRAJAN, Kaisar ke-13 yang memerintah Negeri ROMAWI pada tahun 98 - 117 Masehi. Nama aslinya adalah MARCUS ULPINUS TRAJANUS, anak angkat dari KAISAR NERVA (Kaisar ke-12 Romawi). Dalam Ilmu Gematria Bahasa Ibrani, nama “TROYA KAISAR” ini juga memiliki nilai gematria “616”.
Nah KAISAR TRAJAN inilah yang namanya mengalami “muradif” dalam penulisannya menjadi:
TRAJAN —> TROJAN —> TROYAN —> TROYA —> TORAYA.
Ketika masa pemerintahan KAISAR TRAJAN inilah, Negeri ROMAWI pernah mengalami peperangan di masa lampau dengan Bangsa Persia yang dikenal sebagai “PERANG TROYA” dan tempat kejadiannya direkam di dalam Al-Qur'an dengan diksi kata “ADNAL ARDHI”.
“Telah dikalahkan Bangsa RUM (Bangsa ROMAWI) di negeri yang terdekat (ADNAL ARDHI) dan mereka sesudah dikalahkan akan menang.” ( QS. Ar-Ruum 30:2-3 )
Diksi kata “ADNAL ARDHI” ini dalam Al-Quran terjemahan Depag diterjemahkan sebagai “negeri yang terdekat” (maksudnya negeri yang terdekat dengan ARAB yakni SYIRIA, LIBANON dan PALESTINA), sementara dalam terjemahan Al-Quran versi Al-Furqan diterjemahkan sebagai “dekat bumi”. Padahal jika diterjemahkan secara kata per kata, maka kata “ADNA” (alif-dal-nun) dari kata “ADNAL ARDHI” dalam bentuk kata kerjanya bermakna “menutupi” sehingga kata “ADNAL ARDHI” dapat dimaknai sebagai “yang menutupi bumi” yang dalam bahasa Ilmu Geologi dikenal sebagai “lempeng kerak bumi”.
Tafsiran diksi kata “ADNAL ARDHI” ini sebagai “yang menutupi bumi” atau “lempeng kerak bumi” ini menjadi menarik karena kata “TORAYA” yang merupakan bentuk muradif dari kata “TRAJAN” lebih dekat dengan pemaknaan sebagai “tempat pertemuan tiga lempeng kerak bumi (yakni lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik)”.
Dalam sebuah diskusi sejarah di facebook, Prof. Andi Nurmiyati menyebutkan bahwa wilayah TORAYA di masa purba meliputi Jazirah Kepulauan (Jazairil Bahri) yang merupakan wilayah yang terdiri atas pulau-pulau, mencakup Pulau SULAWESI (Sula Dwipa), Pulau SUMATRA (Swarna Dwipa), dan sedikitnya ada empat pulau kecil lainnya yang ada di Benua Asia saat ini.
Ada hal menarik dari Pulau SULAWESI sebagai bagian dari wilayah TORAYA di masa purba yang diambil dari nama “TROYA KAISAR” yang merujuk kepada sosok KAISAR TRAJAN, dimana ibukota dari wilayah TORAYA ini justru berada di Kota MAKASSAR di Pulau SULAWESI, yang dalam literatur berbahasa Perancis berjudul “Nouvelle Description de L’ARCHIPELAGUE Oriental ou Asiatique” yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi “New Description of The Oriental or Asiatic Archipelago” disebutkan bahwa nama kuno dari Kota MAKASSAR di masa lampau adalah “ZION, SION, SIAN, SANGUIN, CAURIPANA, GETIGAN dan SUPPA”.
“SIAN” sendiri dalam dialek lokal Bahasa MAKASSAR dilafalkan sebagai “SIANG” (tradisi masyarakat Bugis Makassar melafalkan huruf /n/ sebagai /ng/). Nama “SIANG” ini kemudian mengalami transliterasi menjadi “SCIOM” atau “CIOM” dalam Bahasa Portugis, “ZION” dalam Bahasa Belanda, “CHIO” dalam Bahasa China dan “SYAM” dalam Bahasa Arab.
Dan secara bahasa, nama “SIANG” berasal dari kata “KASIWIANG” yang berarti persembahan kepada KAISAR karena telah berhasil memenangkan Perang TROYA melawan Bangsa Persia. Sayangnya fakta sejarah ini kemudian menjadi hilang tanpa jejak dari Sejarah Dunia.
Dan simbol dari Kota “SIANG” sebagai ibukota dari wilayah TORAYA sebagai Negeri ROMAWI di masa lalu sebelum dibagi menjadi dua wilayah menjadi ROMAWI TIMUR dan ROMAWI BARAT, dalam tradisi lokal masyarakat Bugis MAKASSAR dikenal sebagai “ANRONG APPAKA RI SIANG” yang berarti “empat induk di SIANG” yang di masa lalu terletak di “BORI APPAKA” yang berarti “negeri empat” yang sekarang menjadi nama dari Desa Bori Appaka, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.
Dari filosofi “BORI APPAKA (berarti “negeri empat”) yang dimiliki oleh Kota SIANG (“CIOM” dalam Bahasa Portugis, “ZION” dalam Bahasa Belanda, “CHIO” dalam Bahasa China dan “SYAM” dalam Bahasa Arab) sebagai ibukota dari wilayah TORAYA sebagai Negeri ROMAWI di masa lalu inilah kemudian wilayah Negeri SYAM saat ini terbagi menjadi “empat negara”, yakni:
Menurut Al-Baladzuri, dalam bukunya yg berjudul “al-Mu’jam al-Buldan” (disusun pada abad ke-13 M) menyebutkan bahwa kata “SYAM” diambil dari nama “SAM” (putra sulung Nabi NUH as) karena konon dia adalah orang yg pertama kali menempati kawasan ini setelah bencana topan yg terjadi pada masanya mereda. Kemudian dalam Bahasa Suryaniyah, huruf /sin/ dirubah menjadi huruf /syin/ hingga nama “SAM” menjadi “SYAM”.
Muhammad Syafii Antonio dalam bukunya yang berjudul "Encyclopedia of Islamic Civilization" juga menyebutkan bahwa nama “SYAM” (Bahasa Arab) atau “SHEM” (Bahasa Ibrani) diambil dari kata “SAM” yang diambil dari nama salah seorang anak Nabi NUH, yaitu SAM bin NUH. Namun kemudian kata “SAM” ini dilafalkan dalam Bahasa Suryaniyah menjadi “SYAM”.
Jadi yang dimaksud dengan “SYAM” disini bukanlah “SYAM” yang selama ini kita kenal sebagai Negara SYRIA atau SURIAH. Kenapa SYRIA atau SURIAH juga bisa dikenal sebagai SYAM? Jawabnya karena beberapa keturunan dari KAN'AN yang tinggal di SYRIA atau SURIAH waktu itu menyebut SYRIA atau SURIAH dengan sebutan AL-SHA'M yang kemudian mengalami perubahan lafal menjadi SYAM.
Guru besar filsafat Universitas Marist, New York, Joshua Marka, seperti dikutip dari ancient.eu, mengungkapkan bahwa nama SYRIA atau SURIAH dahulu adalah EBER NARI yang berarti Lseberang sungai”. Nama EBER NARI ini dirujuk dalam Al-Kitab dari Ezra dan Nehemia serta laporan oleh ahli-ahli Taurat dari raja-raja Asyur dan Persia.
Penyebutan nama SYRIA atau SURIAH untuk pertama kalinya digunakan oleh seorang ahli ilmu bumi dan sejarawan Yunani yang bernama Strabo (63 SM-24 M). Menurut Strabo, SYRIA atau SURIAH yang dimaksud meliputi wilayah Timur dekat antara Asia Kecil dan Mesir yang dikuasai kerajaan Romawi. Pada saat bangsa Arab menguasai kawasan tersebut pada abad ke-7 Masehi, mereka kemudian menamakannya BARR asy-SYAM (Daratan Syam) atau BILAD asy-SYAM (Negeri Syam). Di kalangan orang-orang Eropa, kemudian nama SYRIA lebih sering digunakan daripada nama SURIAH.
Maka dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Negeri SYAM pada masa lampau adalah Negeri TORAYA yang merujuk kepada Kerajaan ROMAWI TIMUR yang diperintah oleh seorang Raja yang dikenal sebagai “TROYA KAISAR” atau “KAISAR TRAJAN” yang pusat negerinya berada di “NICOMEDIA” yang dalam Bahasa Portugis dilafalkan sebagai “SCIOM MIDIO” dan dalam Bahasa Arab dilafalkan sebagai “SYAM MADYA” yang seluruhnya memiliki arti “Pusatnya (Negeri) SYAM”.
Dan Negeri TORAYA yang merujuk kepada Kerajaan ROMAWI TIMUR ini pada masa lampau wilayahnya mencakup sampai ke Kepulauan ARAB SELATAN (dikenal pula sebagai FELIX ARABIA) yg terdiri atas Kepulauan Nusantara, dan beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara.
Dalam Kitab “Nurul Yaqin fi Sirati Sayyidil Mursalin Muhammad saw” yg ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Afifi Al-Bajuri disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw berusia 9 tahun, Rasulullah saw BERLAYAR ke SYAM bersama paman beliau Abu Thalib dengan membawa barang dagangan, dan ketika Rasulullah saw berusia 25 tahun, Rasulullah saw kembali BERLAYAR ke SYAM dengan membawa barang dagangan milik Siti Khadijah.
Lewat Kitab “Nurul Yaqin fi Sirati Sayyidil Mursalin Muhammad saw” ini, kita mendapatkan informasi bahwa Negeri SYAM yang menjadi tujuan dagang Rasulullah saw bukanlah berada di Semenanjung Arab Utara yg wilayahnya mencakup ARABIA DESERTA (Arab Gurun Pasir) dan ARABIA PETRAEAE (Arab Petra) yang cukup ditempuh lewat PERJALANAN DARAT dengan menunggangi UNTA, tapi justru berada di Semenanjung Arab Selatan yakni di FELIX ARABIA (Arab yg Subur) yg disebut juga sebagai Kepulauan ARAB SELATAN yang ditempuh dengan cara BERLAYAR dengan PERJALANAN LAUT.
Jadi sampai disini semakin jelas bahwa sebenarnya yang dimaksud Negeri SYAM itu bukanlah Negara SYRIA atau SURIAH, melainkan Negeri TORAYA yang dalam Bahasa Al-Quran disebutkan berada di lokasi “ADNAL ARDHI” yang berarti “tempat pertemuan tiga lempeng kerak bumi” yang merujuk kepada Kerajaan ROMAWI TIMUR pada masa pemerintahan TROYA KAISAR atau KAISAR TRAJAN (Kaisar ke-13 Romawi) pada masa lampau yang wilayahnya mencakup sampai ke Kepulauan ARAB SELATAN (dikenal pula sebagai FELIX ARABIA) yg terdiri atas Kepulauan Nusantara dan beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara, dimana pusat negerinya berada di Kota MAKASSAR yang di masa lampau dikenal dengan nama SIAN / SIANG (Bahasa Makassar), SCIOM / CIOM dalam Bahasa Portugis, ZION dalam Bahasa Belanda, CHIO dalam Bahasa China dan SYAM dalam Bahasa Arab.
Sampai disini kita pun akhirnya menjadi paham mengapa di Pulau SULAWESI terdapat Kota Ghaib WENTIRA yang dalam Bahasa Arab dilafalkan sebagai WANTIRA yang tersusun dari rangkaian huruf Waw, Nun, Ta, Ya dan Ra, yang memiliki nilai gematria sbb:
Apakah AL-MASIH DAJJAL disekap dan dirantai di kota ghaib WENTIRA di Pulau SULAWESI?
Wallahu ‘alam bish shawab.