Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KUYANG DAN 3 BENDA KERAMAT

"Sayang.. sayang bangun.." gusarku saat melihat suamiku masih tertidur pulas

JEJAKMISTERI - Nama suamiku Sean, ia adalah perantau dari pulau Dewata Bali, dan kami resmi menikah beberapa tahun yang lalu di Kalimantan.

Dan kali ini, aku membangunkannya karena ada berita buruk mengenai kakakku yang seluruh organ tubuhnya hilang,

"Mhh.." Sean berkedip berkali-kali, kemudian melihat wajah istrinya yang terlihat ketakutan. "Kamu kenapa sayang? jangan bilang masalah makhluk itu lagi. Aku tak percaya akan mitos tersebut." ujar Sean ketus.

Aku yang mendengar kata sindirannya hanya menutup mata, "Kakakku.. kakakku meninggal sayang, aku takut kalau giliranku tiba. Apa yang tertulis di secarik kertas ini benar," ujarku sejenak memberikan kertas berisi tulisan.

Suamiku yang membacanya terlihat menyelidik setiap bait kata,

"Aku masih bingung dengan tulisan ini, aku tahu ini milik nenekmu, tapi aku rasa ada rahasia yang ingin dia ungkapkan.." Sean masih mencerna tulisan tersebut.

"Aku tak ingin mati.." Hana menahan kesedihan yang selama ini ia tahan, "Aku sudah menerima menjadi mandul, tapi untuk mati aku belum siap.."

Sejenak Sean terdiam melihatku "Aku akan memecahkan misteri ini, ini janjiku padamu sayang. Aku rasa aku mulai mempercayai tulisan nenekmu, di sini tertulis 3 benda keramat yang tidak boleh di sentuh, jika benda pertama telah di pegang atau di lihat, maka 2 benda lainnya akan segera menyusul." ujarnya kemudian memberikan kertas itu padaku.

"Aku tak tahu kenapa kakekku tega melakukan pesugihan, tapi derita yang akan di tanggung cucunya, kenapa ia tega melakukan semua ini?" kemarahan meliputiku bagai kobaran api.

"Sudahlah, yang sudah terjadi biarlah terjadi, setidaknya nenekmu memberitahu kita semua, walaupun melalui secarik kertas, tapi kurasa masih ada tulisan yang tertinggal, kenapa kita tidak ke rumah nenekmu saja?"

"Rumah nenekku terpencil, dulu kupernah ke sana dan tak pernah lagi datang, hawanya terlalu menyeramkan, aku bahkan tak ingat wajah kakek dan nenekku."

"Baiklah kalau kamu tidak mau. Aku akan melihat jenazah kakakmu besok, kau mau ikut denganku?" kata Sean penuh harap.

Aku yang mendengar merasa ketakutan Aku sebenarnya ingin melihat wajah kakakku di ruang otopsi, tapi setelah melihat jenazah kakak tertuaku 2 tahun lalu, hanya tinggal kepala dan seluruh organ tubuhnya menghilang membutuhkan waktu lama untuk menghilangkan shock. Teringat akan kematian yang akan kulalui.

"Aku sebenarnya ingin kesana mas, tapi aku masih trauma dengan saudara perempuanku dulu, aku.. aku hanya.." lagi-lagi ku tak dapat menahan tangisku, karena wajah masa lalu sulit untuk di lupakan. Kemudian tak terasa tangan yang hangat memegang erat tanganku,

"Ya, kurasa kau tak perlu ke sana, biarlah aku yang mengambil jenazah kakakmu dan langsung menguburkannya.. kamu tak usah khawatir, sekarang kamu istirahat saja jangan terlalu memikirkan masalah leak." ujar Sean tersenyum sendu.

Aku pun menuruti sarannya dan tertidur pulas.

**************
Keesokan harinya suamiku pergi ke rumah sakit, sedangkan aku membawa kertas kemudian pergi ke mal membeli makanan untuk keperluan sebulan. Aku pergi dengan membawa mobil, di sana ku membeli sarden, mie instan, dan makanan yang tahan untuk sebulan. Setelah lelah berbelanja aku pun pergi ke toilet wanita, hendak mencuci muka walaupun firasatku agak buruk.

Brrrr..

Air kran membasahi tanganku, lalu kubasuh muka sambil mengeluarkan tisu untuk membersihkan sisa air, entah kenapa bulu kudukku langsung berdiri walaupun tak ada orang sama sekali, aku melihat kaca kemudian ada sekelebat bayang putih yang melintas, seketika itu juga kulihat ke belakang tapi tak ada apapun, tapi lampu toilet itu berkedip 3 kali, agak lama menurutku. Lalu kubulatkan tekad, yakinlah ini hanya halusinasi.. pikirku mencoba menenangkan.

Aku kembali menghadap wastafel tapi ada sebuah lipstik di samping kran air. Seingatku tak ada benda itu di sini. Lalu kuambil lipstik itu walau benakku menegaskan untuk tidak mengambilnya, tapi tanganku tetap tidak mau berhenti, seakan akan lipstik itu magnet bagi tanganku, ku pegang pelan tapi bayang putih itu kembali ada, ku tutup mata dan...

kurasa ada tangan yang memegang pundakku, aku tak berani untuk melihat,

"Maaf, mbak kenapa?" tanya seseorang wanita berpakaian putih,

Mataku yang masih terkejut melihat ke arahnya dan perempuan itu tersenyum, mengingatkanku pada seorang yang sangat dekat tapi aku tak tahu siapa.

"Ouwh, gak kenapa napa mbak, hanya saja tadi saya tidak melihat lipstik di sini." kataku mengarahkan jari telunjuk ke arah lipstik. Wanita itu sejenak melihat lipstik itu kemudian tersenyum.

"Lipstik itu bukan milik saya juga mbak, lebih baik mba ambil saja lipstiknya, sayang jika tidak di ambil." ujar wanita berambut panjang itu lagi, ucapannya serasa membuai pikiranku, lalu ku ambil lipstik itu dan juga barang yang kubeli, lalu keluar dari toilet itu,

Sebelum keluar aku sempat tersenyum padanya dan dia ikut tersenyum, tapi saat ku berjalan keluar aku merasa ia menyeringai menatapku, tapi ku tak mempedulikannya lalu langsung balik pulang.

Setiba di rumah ternyata suamiku telah berada di ruang tamu sambil menonton tv lalu ia berkata,

"Aku tadi sudah menguburkan jenazah kakakmu, aku lihat semuanya. Kurasa matinya memang sangat tidak wajar." ujarnya memasang tampang menyelidik juga takut.

Aku menatap suamiku sesaat lamanya,

"Jadi kamu percaya kan?"

"Ya, aku percaya setelah ku lihat dengan mata telanjang, kurasa aku harus membongkar isi kertas itu, mana kertasnya?"

"Ada di tasku, tapi aku mandi dulu ya mas, badanku lengket."

Aku pun berjalan ke lantai atas tempat kamar mandi berada, sekalian mencoba lipstik itu pikirku.

Sementara itu Sean pergi ke kamar mencari kertas di dalam tas setelah istrinya masuk ke kamar mandi,

"Aku harus memecahkan teka teki ini, aku yakin ada jalan keluarnya," matanya mencari seisi tas dan menemukan apa yang di cari, lalu memperhatikan isi tulisan sambil bersandar di tempat tidur,

"Di sini tertulis bahwa Kuyanng itu akan mencari tumbalnya setelah 3 benda diketemukan, tapi benda itu tidak disebutkan. Yang jadi persoalan mengapa benda itu tidak disebutkan? ini aneh. Lalu ada baris kosong di akhir tulisan, di sini tertulis : 3 hari, lalu selebihnya kosong.. eh tunggu dulu." Sean menyipitkan mata ke arah baris kosong tersebut lalu melotot dan ternganga, "Ternyata baris kosong itu ada tulisannya!! aku harus kasih tau istriku dulu, tapi tidak sekarang karena harus membeli kaca pembesar asli, pasti ada yang nenek Hana sembunyikan dari baris kosong ini.."

Setengah jam kemudian Hana keluar kamar mandi sambil memegang lipstik.

"Aku mau coba lipstiknya, sepertinya bagus.." ujarku sambil memperhatikan lipstik tersebut kemudian pergi ke wastafel tepat di sebelah kamar mandi. Setelah membuka penutup lipstik tiba-tiba hawa dingin singgah di belakang leher, tapi tidak ku pedulikan lalu mengoles lipstik tepat di bibirnya, sebelum menyentuh bibir dari arah kaca terlihat lipstik itu berubah bentuk,
, karena yang kupegang sekarang adalah...

JARI TANGAN..!!!

"ARRRGHHH" Aku berteriak histeris sambil membuang jari tersebut ke lantai yang sempat menggelitik bibirku lalu terpejam ketakutan meringkuk di bawah.

Sean yang mendengar jeritan istrinya kemudian berlari keluar kamar dan menemukan istrinya berjongkok sambil menutup mata.

"Kamu kenapa?" panggil Sean sambil memeluk istrinya, "Aku di sini sayang, jelaskan ada apa?" ujarnya sambil mengelus pundak istrinya.

"Itu..." bisikku penuh ketakutan.

"Itu apa? sudah jangan takut, cerita saja sebenarnya ada apa?"

"Lipstik.. jari.." gumamku penuh histeris.

Suamiku memicingkan mata mencari lipstik, lalu dari sudut matanya ia melihat lipstik yg teronggok di lantai.

"ini cuma Lipstik, kamu lihat kan?" ujar Sean meyakinkan.

"Buang.. BUANG LIPSTIKNYA!!!" jeritku sambil menutup muka,

Sean lalu menuruti perkataan istrinya, ia mengambil Lipstik lalu pergi keluar sambil mencari minyak tanah untuk membakar lipstik itu. 
***********
Di kejauhan sesosok wanita menyaksikan jari tangan miliknya telah di bakar menjadi abu.
************

Keesokan harinya Sean pergi ke pasar mencari kaca pembesar asli, lumayan agak mahal, tapi semua itu terbayar setelah dia pulang. Sebelum membeli kaca pembesar, Sean sempat mengambil pemetik gitar yang ada di jalan entah untuk apa, karena sudah banyak pemetik gitar tapi tangannya bagai tersedot untuk mengambil benda itu.

"Ma, sepertinya kita bakalan tahu teka teki tulisan ini, papa sudah membeli kaca pembesar untuk membaca baris kosong di akhir kalimat 3 hari itu."

Dengan mata menyipit aku mencoba menerka apa yang tertulis di kertas itu, tapi karena tidak tahu lalu berkata, "Apa isinya?"

"Sebentar, aku arahkan kaca pembesar ke arah kertas ini dulu" jelasnya sambil menggerakkan ke arah baris kosong, namun kata yang muncul...

PERJANJIAN KEMATIAN!!!

Sudah jelas apa isinya, TIGA HARI PERJANJIAN KEMATIAN..

"Ma, sepertinya kita harus ke rumah nenekmu secepatnya, sebelum semua terlambat.." dengan mimik campuran antara iba dan kepedihan Sean memberitahu apa yang tertulis di situ,

"Mungkin ini memang takdirku Mas," ujarku berkata pilu, "Aku yakin jika aku mati maka Kuyang itu akan pergi, biarlah aku yang mati.."

"Kamu jangan berkata begitu!! Kamu tahu kalau aku sayang kamu. Aku berjanji akan menjagamu, kalau kamu hanya pasrah seperti itu, kau bukan istriku..! Pasti ada jalan.." ujar Sean penuh kemarahan.

Hana berkaca-kaca mendengar ucapan suaminya, kata-katanya bagai embun di pagi hari, bagai tetes hujan di musim kemarau..

"Aku bangga menjadi istrimu Mas, walaupun aku mati besok, walaupun aku ditakdirkan tidak bersama kamu. Tapi aku akan tetap mencintaimu.." gumamku sambil memeluk Sean erat seakan akan ini hari terakhir mereka berdua,

"Kamu harus kuat, aku yakin pasti ada cara mencegah makhluk itu membunuhmu, pasti nenekmu masih menyimpan diary, aku yakin ini hanya robekan" ujarnya menggenggam kertas tersebut.

"Aku tak tahu soal itu, tapi kita berdua memang seharusnya ke sana. Aku sebenarnya gak mau ketempat angker tersebut, tapi siapa tahu yang kamu bilang benar mas." ujarku tersenyum sendu.

Kami pun sejenak melupakan esok hari, sean mengambil gitar sambil memetik senar gitar di tengah malam itu, tapi Hana tahu apa yang di pegang suaminya, itu bukanlah pemetik senar gitar tetapi KUKU JARI KAKI.!!

Malam itu dilaluiku dengan penuh ketakutan, tapi aku menyembunyikan dari suamiku, lalu kami berdua pun tertidur.

Di mimpiku, aku berada di suatu tempat, hampir mirip perpustakaan. Di kegelapan malam itu aku membawa obor dari bambu lalu menyalakannya, lalu menyusuri lorong, lorong yg panjang dan gelap. Hanya diterangi obor yang kupegang, sambil menyusuri lorong itu, lalu dikejauhan aku mendengar suara berisik, suara seperti orang sedang memakan sesuatu. 
Lalu dihampirilah asal suara itu, dengan obor aku memindai kegelapan.. dan tepat didepannya, sesosok wanita tanpa badan, hanya kepala dan isi perut sedang memakan seseorang, seseorang yang tak lain adalah KAKAKNYA!!

"ARRRGGGHHH LEAK..." jeritku keras keras berharap seseorang menolongku.

Wanita tanpa badan yang mendengar jeritan itu lalu berhenti memakan organ tubuh tersebut, lalu menengok ke arah hana yang masih pucat pasi, di sudut bibirnya penuh dengan darah, gigi penuh taring dan matanya melotot sehingga terlihat jelas mata kucingnya yang berwarna merah.

Aku yang meneranginya dengan obor sangat jelas melihat mata itu, ini adalah wanita yang bertemu dengannya..,

Tanpa buang waktu, aku pergi ke arah berlawanan terus berlari, tanpa melihat ke belakang.

"Aku harus mencari lemari.." ucapku terengah engah, di jalan lorong ia menemukan tempat yang berisi lemari pakaian dan juga kasur. Tanpa buang-buang waktu, aku masuk kedalam lemari pakaian sambil mematikan obor, pintu lemari itu ada sedikit lubang..

"Apa KUYANG itu sudah pergi?" pikirku sambil tetap melihat ke arah lubang dan memegang pintu lemari pakaian.

Detak jantungku berhembus cepat, seakan akan memekakkan telingaku. Lalu dari arah pintu terdengar suara ketukan sambil mendorong, sudah jelas itu suara kepala makhluk itu yang membuka pintu.

Hening sejenak....!!!

Kulihat dari lubang itu KUYANG itu mengendus kasur, lalu ia berhenti mengendus dan,

Sekarang ia menatapku. Aku tahu dari sorot matanya kalau dia menatapku, matanya sungguh mengerikan. Ia terbang ke arah lemari sambil terus menatapku dari lubang itu, aku menjauh dari lubang tanpa memegang handel lemari, terpojok dengan sempitnya lemari, "Jangan bunuh aku.." bisikku cemas penuh ketakutan, lalu kudengar suara handle lemari di buka, pasti giginya yang membuka lemari itu.

Aku memaki dalam hati kenapa kakekku melakukan semua ini? Kenapa hanya demi harta yang kecil nilainya justru sanggup mengorbankan keturunannya? Aku terus memaki walau ku tahu itu semua salah, aku tahu ini akhir hidupku.

Lalu KUYANG itu sudah ada dihadapanku, lebih tepatnya diatasku karena aku sendiri jongkok penuh ketakutan,

Makhluk itu bertambah dekat..

Dekat...

Dekat.. dan...

"ARGGGGHHH"

"Kamu kenapa sayang?" tanya Sean sambil melirik diriku yang melotot kearahnya dengan wajah penuh ketakutan.

"Aku bertemu makhluk KUYANG itu dimimpiku, ternyata ia adalah wanita yang kutemui di Mal 2 hari yang lalu, kurasa ini hari terakhir kita mas."

"Hari terakhir? Apa maksudmu?" tanya Sean sambil memicingkan mata.

"Hufft.. jadi 3 benda itu adalah bagian tubuh dari KUYANG itu, aku baru tahu sekarang setelah melihat lipstik yang ternyata jari tangan, dan pemetik gitar (pick) ternyata kuku kaki,"

"Apa?! jadi yang ku bawa kepunyaan Makhluk itu?" gumam Sean dengan jijik, setidaknya ia tidak muntah.

"Iya, kamu memang tidak bisa melihat hal itu Mas. Tapi aku yakin dengan semuanya ini, makanya kita harus ke tempat nenek."

"Ya, kamu benar. Tapi sekarang aku sedang berpikir cara menakuti makhluk itu, kamu ada ide?"

"Kurasa dengan obor sayang.. kita harus buat obor."

"Oke, aku bakal cari batang bambu. Kamu siapkan kain dan juga minyak tanah, kira-kira untuk sampai ke rumah nenekmu berapa lama?" tanyanya penuh harap.

"Aku tak tahu berapa lama, mungkin 4 jam." ucapku mengira-ngira, karena memang semenjak dewasa tidak pernah ke tempat itu lagi, cukuplah sekali ke tempat itu. Tapi dengan tersenyum getir menambahkan.

************

Akhirnya di hari terakhir itu, jam 4 pagi kami siap pergi ke rumah nenek, berharap ada buku atau diary yang mampu mengungkapkan cara membunuh Kuyang itu.

3 jam kemudian..
Aku menatap kosong ke arah pedesaan dari balik kaca mobil, tak memikirkan makanan karena selain tidak berselera makan, juga pastinya isi perutnya bakal habis di makan makhluk tersebut, yah setidaknya ini cara terakhir dan paling pasrah sebelum di santap oleh makhluk tersebut.

"Kamu kenapa tersenyum sayang?" ujar suamiku dengan tampang sinis, jelas sekali dia tak yakin apa yang kupikirkan.

"Mengingat kondisimu saat ini, aku berani bertaruh isi kantongku sekarang juga." ujarnya lagi sambil tersenyum mengejek dan seketika melihat isi kantongnya yang ternyata hanya tinggal koinan.

Aku yang mendengarnya tak berkata apa-apa, lagi pula buat apa memberitahu sesuatu yang akhirnya diselingi tawa ngakak? yah setidaknya skenario seperti itu yang ku tahu.

Kami berdua terdiam penuh konsentrasi, suamiku memikirkan jalanan yang penuh batu karena kami sudah memasuki daerah terpencil, sementara aku hanya sibuk memikirkan akhir hidup dan juga..

Sesaat aku terdiam melihat benda aneh di lubang tempat menaruh recehan seperti pada angkot, setidaknya itulah yang ada dipikiranku, lalu kuambil yang ternyata kapur krem dengan bentuk agak aneh, ada lekuk seperti pada jari manis kaki...

"Sial.. ini benda dari makhluk itu." pikirku sambil membuka jendela mobil lalu membuang kapur yang sempat berubah menjadi jari tersebut..

Sejenak Sean melirikku yang bertambah pucat,

"Kamu kenapa?" tanyanya heran.

"Sepertinya, yang kupegang tadi benda terakhir. Sebaiknya kita cepat-cepat ke rumah nenek, kurasa Kuyang itu sedang mengarah ke sini."

"Hmm, aku sebenarnya ingin berkata sesuatu padamu. Sepertinya aku hanya berputar di rute yang sama." bisiknya pelan

"Kamu becanda kan?" kataku setengah tak percaya karena rutenya sudah kuberitahu.

"Aku gak becanda, sepertinya ada yang aneh. Lebih baik aku tanya ke penduduk sini, tunggu sebentar."

Suamiku keluar mencari warga desa untuk mencari rumah peninggalan nenek, terlihat ia berhasil menemukan tukang kayu panggul dan orang itu menunjuk lurus dan membisikkan sesuatu.

Beberapa menit kemudian ia tiba di mobil dengan tersenyum masam.

"Penduduk sini bilang jika orang asing sering tersasar di daerah ini, kecuali ada seseorang yang pernah atau memiliki ikatan di kampung ini."

"Baiklah, aku yang nyetir kalau begitu, mudah-mudahan aku masih ingat jalannya." jawabku sambil berpindah tempat duduk,

Mobil terus berjalan menyusuri kawasan hutan. Hanya ada jalan berbatu yang cukup untuk satu kendaraan, kami tiba di sebuah rumah yang hancur sebagian.

"Ini dia tempatnya." ucapku lalu menambahkan, "Sekarang jam 6, kita harus cepat menemukan diary itu."

"Sebaiknya aku membawa 2 obor." ucap Sean sambil berlari ke mobil membawa obor yg telah di beri minyak lalu dinyalakan.

Kami pun menyusuri rumah yang sudah tak berpenghuni, dan entah dari mana datangnya, angin kencang menerpa mukaku dengan sangat ganas, diikuti suara kikikan tawa yang memekakkan telinga. Aku dan suamiku lalu langsung memasuki rumah itu,

"Cepatlah kita tak punya waktu." ujar resah suamiku sambil mengawasi sekeliling tempat, aku yang pergi ke tempat yang penuh buku lalu mengobrak abrik buku tersebut, tak sengaja menjatuhkan buku yang dilapisi cap darah.

**************

"Sepertinya ini bukunya." bisikku senang, lalu mulai membuka satu persatu kertas itu yang berisi perjalanan hidup nenek dan saat-saat ia tahu pesugihan suaminya, semuanya tertulis di buku ini, buku ini lebih dari sekedar diary, ini adalah jiwa nenek.. pikirku, aku beralih kebagian tengah buku yang ternyata terdapat robekan, ternyata robekan itu sama dengan kertas yang selama ini ku baca, aku dengan tidak sabaran membaca kalimat yang agak acak, entah karena di tulis sambil menggigil atau..

GUSRAKKK..

"Hana, lari dari sini..." teriak Sean yang telah di tabrak makhluk Kuyang. Obor yang dipegangnya terpental ke arah tumpukan kertas sehingga membakar seisi rumah.

"TIDAAAKKK.." aku menjerit melihat suamiku yang menatap nanar padaku, seakan-akan menyuruhku pergi dan bergumam tanpa kata yang seakan- akan hendak mengatakan, KESELAMATANMU ADALAH SEGALANYA, Kuyang itu sudah menggigit urat leher dan bagian jantungnya lalu dengan buas menyantap isi perutnya,

KEJAM.. SEHARUSNYA AKU YANG MATI.. JANGAN SUAMIKU..

Aku berlari sambil membawa diary itu, ingin rasanya ku mati mengikuti jejak suamiku, tapi dari matanya kutahu ia ingin aku tetap hidup.

AKU BERJANJI AKAN MENJAGAMU..

Itulah kata suamiku, dengan berurai air mata aku berlari ke arah mobil, dan kulihat dibelakang Kuyang itu terbang mengejarku, dengan tawanya yang membuat bulu kuduk merinding Desau angin bertambah cepat sedangkan pintu mobil tak bisa terbuka.

"Ayolah buka bangsattt!!" aku semakin cemas.

Kuyang itu tinggal beberapa meter lagi kearahku, dengan rambut panjang dan mulut penuh darah ia menyirangai tertawa "Hi.. hi.. hi.."

Aku mengeluarkan seluruh tenagaku hingga akhirnya pintu mobil terbuka, lalu aku langsung masuk dan mengunci pintu tepat sebelum Kuyang itu menabrak kaca pintu mobil,

"Syukurlah untung sudah di tutup kacanya," ujarku tapi kemudian memaki dalam hati, sial pintu kaca samping belum di tutup, aku melotot melihat Kuyang itu yang sepertinya tahu jalan pikiranku, lalu ia terbang tepat saat kumemutar kaca jendela untuk menutup mobil, tapi ia sudah seperempat masuk, sial, kepala Kuyang ini kuat sekali, lalu kunyalakan obor sambil menyodorkan tepat ke wajahnya, lalu Kuyang itu terbang menjauh, kesempatan itu tak kuabaikan, langsung saja kututup kaca yang telah berlapis darah dan langsung tancap gas.

Diperjalanan menuju pulang aku melihat makhluk itu masih terbang di belakang mobil, kesempatan itu kugunakan untuk menarik gigi, aku langsung berhenti dan memundurkan mobil secepat mungkin, lalu Kuyang itu tertabrak kaca belakang trus bergelinding di atas mobil menuju bawah mobil, aku memundurkan mobil lagi.

"Matilah kau LAKNATTT!!!" ucapku dengan penuh kemarahan lalu melindas kepala makhluk itu, setidaknya dia sudah mati, pikirku sambil terus memacu mobil. Diperjalanan pulang aku membaca kembali diary itu, membaca bait terakhir yang tertulis bahwa Kuyang hanya akan mati dengan pisau khusus yang terbuat dari logam besi putih, dan pisau ini terletak di rumah anaknya, sengaja ia kubur di ruang tamu tepat di bawah lampu.

"Jadi di rumah ibuku ada pisau itu!!," seandainya pisau itu dari dulu kutemukan, mungkin 3 nyawa manusia telah tertolong, bisikku penuh air mata,

"Mas.. maafkan aku.."

Akhirnya setengah 12 malam aku tiba di rumah dengan membawa 7 obor, semua pintu dan jendela ku kunci, tepat di ruang tamu aku membuat lubang disekeliling untuk tempat 6 obor, lalu kunyalakan sambil membongkar ubin,"

"Ayolah cepat.." cemasku sambil menggali lebih dalam berharap bertemu pisau itu, lalu tak terasa saat di gali seperti menimpa suatu mirip besi, lalu kukorek yang ternyata berupa sebilah Mandau putih bukannya pisau,

Kemudian ku baca sekali lagi diary itu, yang tertulis, "Potonglah bagian bawah organ Kuyang itu agar membebaskan jiwanya...."

"Kenapa ada baris kosong di akhir kalimat ini?" lalu ucapan itu tak dicernanya, karena Kuyang itu terbang ke arah jendela, memecahkan kaca dan terus menuju kearahku,

HI..HI..HI

Aku yang melihatnya, tak merasa takut. Inilah saatnya membalas kematian suamiku!!

Saat makhluk itu mengarah kearah ku, lalu ku tebas organ jantung yang berdetak di bawah kepalanya, kepala itu pun kemudian jatuh ke lantai sambil menatapku.
Mata itu terlihat berkaca-kaca dan tersenyum melihatku, seakan-akan apa yang dikatakan diary itu benar, jiwa Kuyang ini telah bebas, lalu ku lihat di sudut matanya seperti menatap erat padaku dan sebutir air mata menetes disana, seakan akan mengatakan satu kata yang mustahil di ucapkan, karena di mata itu tersirat kata MAAF, dan kemudian akhirnya Kuyang itu sirna menjadi abu seiring dentang jam menunjuk jam 12.

***

2 hari kemudian,

Sekarang ku telah bebas, dan mengunjungi rumah nenekku kembali, sekaligus membawa jasad suamiku dan mengembalikan diary itu, setiba di sana, jasad suamiku kumakamkan di samping makam nenek di bantu penduduk setempat, sebelum di makamkan aku sempat mengambil kaca pembesar di kantong celana almarhum suamiku, lalu sebelum ku kembalikan diary itu, aku membuka bagian terakhir diary itu tapi tiba-tiba foto seorang wanita terjatuh, tertulis di sana bernama INANG MAGDALENA, itu memang nama nenekku, tapi setelah melihat wajah itu...

Bukankah ini wajah wanita itu..? bagaimana mungkin?

Kemudian kuarahkan kaca pembesar di baris kosong tersebut. Lalu paru-paruku seakan tersedot keluar, karena Kuyang yang ku bunuh adalah..

NENEKKU sendiri...!!!

SELESAI

close