TERSESAT - MENCARI JALAN PULANG
Kali ini mengisahkan kejadian masa lalu dimana 5 anak muda pada waktu itu sedang liburan sekolah, dan mereka sudah merencanakan untuk mendaki gunung Semeru.
Kisah ini nyata dan bukan sekedar cerita dongeng semata. Disadur dari kisah nyata pada tahun 1977.
JEJAKMISTERI - Berawal dari kisah 5 anak muda pada waktu itu sedang liburan sekolah, mereka melakukan pendakian di gunung Semeru Jawa Timur.
Rata-rata usia mereka sama antara Tujuh belas tahun, dan salah satunya temanku waktu dulu ketika kami masih sama-sama duduk dibangku SDN di Surabaya, dan sekarang menjadi seorang Guru.
Didalam kisahnya dulu waktu mendaki gunung Semeru bersama dengan Empat orang teman'nya satu sekolahan, waktu hilang dan tersesat dihutan Semeru.
Sambil bercerita dia mengingat-ngingat tempat dan waktu kejadian dia tersesat dan hilang. Kadang-kadang aku mengingatkan memorinya mengenai tempat-tempat yang ia lupa,,
Sebelum pendakian dia bertemu dengan bapak Tumari dan GB. Marudud Pangabean, petugas Pos PPH waktu itu di Ranupani untuk minta ijin mendaki ke Semeru.
Selanjutnya perjalanan dari Ranupani sampai kepuncak Mahameru tidak kami ceritakan, karena sudah di ceritakan di Jalur Purba Semeru & Jejak Masa Lalu.
TERSESAT - MENCARI JALAN PULANG
Disinilah awal kisah ini dimulai...
Setelah mencapai puncak Mahameru, mereka berlima turun kembali dengan selamat sampai di Kalimati.
Dan dari Kalimati mereka melanjutkan perjalanan kembali melewati hutan Bajangan dengan vegetasi hutannya yang berdeda.
Akan tetapi apa yang terjadi selanjutnya setelah melintasi hutan Jambangan yang pada waktu itu hutannya masih rapat dan lebat...??
Hutan belantara itu telah menyesatkan lima anak muda yang mencari jalan pulang.
Turun dari puncak Mahameru, terasa asing langkah kaki bagi lima anak muda yang baru pertama kali mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, itu...
Perjalanan yang mereka tempuh sejak turun dari puncak Mahameru tidak terasa bahwa langkah kaki mereka telah semakin jauh melangkah masuk ke tengah hutan larangan Semeru.
Setelah hutan Jambangan, baru mereka menyadari bahwa jalur setapak yang mereka lalui itu telah hilang dari pandangan. Langkah kaki mereka telah membawa semakin masuk ke tengah hutan Belantara Semeru.
Sore mulai menjelang, dan Matahari telah bergulir ke peraduannya meninggalkan jejak lima anak muda itu di sunyinya hutan Belantara Semeru, nasib mereka di pertaruhkan...
Lelah, haus dan lapar mencengkeram nasib mereka berlima terjebak di tengah hutan. Dinginnya udara malam yang sunyi dan perut terasa lapar menorehkan perih menggigilkan badan dengan fikiran masing-masing entah apa yang terjadi esok...' disaat sedang ber'istirahat ditengah hutan yang sepi dan sunyi mereka berfikir dan saling bertanya satu sama lainnya, setelah melewati hutan Jambangan seharusnya Oro-oro Ombo lalu Ranu Kumbolo, tapi kenapa kita semakin jauh dan belum sampai juga ke danau...??
Ternyata mereka tersesat semakin jauh masuk ketengah hutan karena jalur yang seharusnya mereka lewati lurus, tapi tanpa disadari mereka menyimpang kekanan.
Hutan yang sunyi, gelapnya malam ditengah Belantara Semeru, udara semakin dingin menusuk, mereka bergerombol menjadi satu tak terasa menghantar tidur lelap mereka berlima karena kelelahan.
Udara malam yang dingin dan suasana mencekam, sesekali mengusik tidur lelap mereka karena lelah, lapar dan haus di tengah belantara sunyi.
Suara derik serangga malam melengkapi suasana mencekam, seakan menyajikan simphony lagu alam menambah keangkeran hutan yang menyeramkan.
Malam bergulir berganti waktu meninggalkan sisa mimpi berbalut dingin dan rasa cemas..., menyosong pagi dalam balutan sepinya hutan larangan Jalmo Moro jalmo Mati.
Embun masih melekat erat menyisakan titik-titik air di dedaunan dan rimbunnya semak belukar dan lebatnya pepohonan, Matahari bersinar cerah dari ufuk Timur.
Jaring laba-laba menjebak mangsa untuk santapan pagi.
Kicau burung liar memecahkan suasana sepi hening hutan, merebak sinar Mentari pagi menembus di antara sela batang pohon, ranting dan hijau dedaunan, waktu telah berganti...
Kemana harus melangkah pergi...??
Menapak jejak untuk kembali lagi melewati jalur yang hilang di tengah hutan lebat terasa asing bagi kami berlima ini...' (keluh dalam hati salah seorang dari mereka).
Setelah berkemas mereka berlima melanjutkan perjalanan lagi menerobos lebih jauh masuk ketengah hutan karena tidak tahu harus kemana dan kearah mana mereka harus melangkah pergi...??
Yang mereka tahu hanya terus berjalan dan terus melangkah dengan terseok letih dan kelelahan menembus hutan Semeru.
Lapar, haus mulai melanda mereka masing-masing, masih ada sisa logistik/ makanan tapi setetes'pun air tidak ada karena habis waktu di perjalanan disaat turun dari pendakian kemarin. Rencananya setelah sampai ke Ranu Kumbolo barulah mereka mengambil air untuk bekal melanjutkan perjalanan ke Ranupani.
Dengan kebingungan dan rasa putus asa mereka berlima terus melangkah berjalan tanpa arah, menerobos sunyinya hutan merambah semak belukar dan lebatnya pepohonam berharap menemukan jalan keluar.
Antara ada dan tiada...??
Jalmo moro, jalmo mati (kamu datang kamu mati).
JEJAK Perjalanan 5 anak muda yang mendaki Mahameru, tersesat dan hilang di hutan Semeru.
***
Hari ke 2 dan ke 3 mereka ber'lima masih terus menyusuri hutan Semeru tanpa tahu arah dan tujuan, lembah dan punggungan mereka jejaki, hutan lebat mereka terobos, kalau malam tiba mereka mencari perlindungan untuk tempat istirahat dan tidur.
Hari ke 4 setelah mereka ber'lima tersesat dan hilang di hutan Semeru.
Tanpa makan dan minum, hanya mencari apa yang bisa di makan dan di minum di tengah hutan untuk sekedar mempertahankan hidup.
Mereka terus berjalan merambah hutan larangan Semeru yang angker dan penuh mistery tanpa tahu arah dan tujuan.
"Jaman dahulu ada pepatah siapa saja yang masuk dan tersesat ditengah hutan Semeru tidak akan bisa kembali lagi (Jalmo moro - Jalmo mati) kamu datang - kamu mati"
Kondisi mereka ber'lima semakin lemah, tubuh semakin parah dan lelah, carut marut luka di lengan dan wajah terkena goresan semak belukar dan duri yang mereka terobos tak tahu harus kemana...??
Mereka terus melangkah dalam kebingungan dan putus asa.
Bila malam kedinginan, siang kepanasan halusinasi mulai mengiringi perjalanan mereka yang semakin parah kondisinya, mereka berlima tetap bertahan sambil terus berusaha mencari jalan keluar dari tengah hutan yang menyesatkan.
Maut seakan mengintai mereka menunggu datangnya ajal bagai diantara dua tabir antara hidup dan mati.
Mereka terus berjalan dan melangkah tanpa arah dengan tujuan yang tidak pasti, hutan belantara Semeru seakan siap menelan kelima anak muda itu, mereka hanya menunggu waktu saja.
Mereka seakan menghadapi maut dan dihati mereka masing-masing sudah merasa putus asa. Tubuh mereka sudah mulai lemah karena kurang minum, dan dalam kondisi keputus'asaan itu tanpa disadari tiba-tiba muncul sosok lelaki tua/kakek-kakek di depan kelima anak muda itu. Entah dari mana datangnya kakek itu...' begitu tiba-tiba saja muncul dihadapan mereka dari lebatnya hutan dan semak belukar.
Sejenak ke lima anak muda itu terkejut dan takut, tapi juga merasa senang dihati mereka masing-masing karena bertemu dengan Kakek itu di tengah hutan.
Dengan tatapan teduh dan lembut tetapi sinar matanya nampak tajam, Kakek itu menyapa dengan lembut kepada lima pemuda itu...
Kakek (K): ngger..., kowe kabeh koq jebus kene ape menyangendi...?? (nak.., kamu semua koq sampai disini mau kemana) sapa Kakek itu.
Salah seorang dari mereka menjawab,
Teman (T): saking minggah gunung Semeru, kek..., kulo kalian konco-konco meniko tersesat/ical (dari naik/mendaki gunung Semeru kek.., saya sama teman-teman ini tersesat/hilang).
(Dalam bahasa Jawa, ngger..., itu panggilan orang tua untuk anak laki-laki)
K : oalah nggeer-ngger.., dadi kowe kabeh iki teko Semeru, too... terus kesasar dalane ora iso bali moleh (oalah nak-nak.., jadi kamu semua ini dari Semeru, taa... terus tersesat jalannya tidak bisa kembali pulang) jawab kakek itu.
T : inggeh kek.., (iya kek..,) jawab teman.
K : Wes pirang ndino kowe kabeh iki kesasar...?? lanjut Kakek itu bertanya lagi (sudah berapa hari kamu semua ini tersesat) kata kakek tersebut.
T : Sampon sekawan dinten kek..., (sudah empat hari kek..,) jawab teman.
K : oalaaah.... dadi kowe kabeh iki wes petang dino kesasar nang alas iki...' yo wes ora popo ngene wae kowe kabeh ngasuho disik nang kene (lhoalaaah.... jadi kamu semua ini sudah empat hari kesasar dihutan ini...' ya sudah tidak apa-apa kamu semua istirahat saja dulu disini).
Lalu kakek tersebut mengambil sebatang ranting kering yang tergelatak dibawah kakinya dan mengorek'kan ranting itu ditanah membentuk suatu lingkaran yang cukup ditempati lima anak muda itu.
K: wes kowe kabeh ngasuho disik nang njerohe bunderan garis iki, ora usah nyang endi-endi mengko yen ono opo-opo ora usah kaget kowe kabeh ojok sampek metu soko garis iki.
(ya sudah kamu semua istirahat dulu didalam lingkaran ini, jangan kemana-mana nanti kalau ada apa-apa kamu semua jangan sampai keluar dari lingkaran ini) kata Kakek itu berpesan demikian kepada lima remaja itu dengan sabar dan bijak.
T : inggeh kek.., (iya kek..,) jawab mereka hampir bersama'an dengan sedikit keheranan, tapi mereka menuruti pesan si Kakek itu. Setelah melihat mereka semua masuk didalam lingkarang itu, si Kakek lalu berkata kembali...
K : kakek tak nglanjutno golek remik'an kayu disik yo nggger..., kowe kabeh lungguhwo nang kono wae (kakek mau nglanjutkan mencari ranting kayu lagi ya nak..., kamu semua duduk saja disitu) kata Kakek tersebut berpesan pada mereka.
Setelah berkata demikian si kakek lalu pergi menghilang dirimbunnya pohon dan semak belukar entah kemana...??
Namun tak seberapa lama setelah kakek tersebut pergi, tiba-tiba muncul'laah...
Dua ekor Harimau berjalan beriringan ke arah mereka yang sedang duduk istirahat berhimpitan di lingkaran itu.
Lalu dua ekor Harimau itu berhenti dihadapan mereka juga ikut istirahat bersebelahan menghadap kemereka dengan jarak sangat dekat sekali diluar garis, seakan sedang menunggu mereka yang duduk didalam lingkaran itu.
Betapa sangat terkejut mereka semua saat melihat dua Harimau yang tiba-tiba datang dan menghampiri, hingga saking takutnya dan terkejut mereka sampai ada yang...' maaf (kencing di celana).
Untungnya mereka semua masih ingat pesan kakek tersebut, tadi sebelum pergi meninggalkan mereka "kalau nanti ada apa-apa jangan sampai kalian keluar dari lingkaran ini apapun yang terjadi"
Sesaat mereka ber' lima, meski masih merasa takut akhirnya tenang walau masih pucat dan gemetaran, karena melihat ke Dua Harimau itu diam saja dan duduk/ndelosor (bahasa jawanya) sambil mengawasi seakan menjaga mereka semua yang duduk berkumpul berada didalam lingkaran tersebut.
Cukup lama kejadian itu hingga waktu menjelang siang dan tidak terjadi apa-apa kepada mereka, dan mereka masih bertahan duduk didalam lingkaran itu.
Waktu berlalu kemudian salah se'ekor dari Harimau itu berdiri dan pergi di ikuti oleh Harimau lainnya berjalan ber'iringan pergi menghilang begitu saja disemak belukar dan lebatnya pepohonan hutan Semeru.
Setelah kepergian kedua Harimau itu, mereka merasa lega dan juga masih merasa takut jangan-jangan kedua Harimau itu nanti kembali lagi.
***
Sesaat setelah kedua Harimau itu pergi tak lama kemudian tiba-tiba si kakek itu muncul kembali dari rimbunnya hutan didepan mereka, lalu menanyakan...'
K : Oalah ngger..., kowe kabeh sik ono nang kene to (oalah nak..., kamu semua masih ada disini ta)
T : inggeh kek..., (iya kek...,) jawab salah seorang dari mereka yang masih duduk bergerombol didalam lingkaran.
K : Kowe kabeh kuwi mau nemui opo sak'wis Kakek tinggal (kamu semua tadi menemui apa setelah kakek tinggalkan) tanya kakek itu bertanya penasaran.
T : wonten macan ageng kek..., ten mriki kale macan'ipun (ada Harimau besar kek..., disini tadi, dua Harimau'nya) jawab salah seorang mewakili menjawab dengan suara bergetar.
Mendengar jawaban dari salah seorang anak muda itu si kakek tersenyum sambil mengangguk-angguk'kan kepalanya lalu si Kakek berkata....'
K : yo wes ora popo ngger.., keloro Macan kuwi mau lagi nungguk kowe/njogo kowe kabeh, untunge kowe sabar eling karo pesen e Kakek mau, ora sampek metu soko lingkaran kuwi, yoo... wes ngene wae saikine kowe kabeh mampiro nang Gubug'e kakek, ora adoh soko kene. Mbah Putri wes ngenteni kowe.., liwato dalan iki lurus wae yoo... mengko yen wes ketemu mbah Putri takon, maturo ae kakek sik nglanjutake golek remikan kayu. (Ya sudah tidak apa-apa nak.., kedua Harimau tadi sengaja menjaga kamu semua, untungnya kamu sabar dan mendengar pesannya Kakek tadi dan tidak sampai keluar dari lingkaran itu... ya sudah sekarang kamu semua mampir ke gubug'nya kakek.., dan tidak jauh lewat jalan ini lurus saja mbah putri sudah menunggu kamu semua, nanti kalau mbah Putri tanya, kamu bilang kakek masih melanjutkan mencari ranting/kayu kering) kakek itu berpesan demikian kepada anak-anak itu.
T : inggeh kek.., ngestoaken (iya kek.., saya mengerti) jawab teman demikian mewakili temannya yang lain.
Selanjutnya ke lima anak muda itu berlalu setelah pamit pada kakek,
melewati jalan yang di tunjuk dan meninggalkan kakek, tersebut di tengah hutan... Sedangkan si kakek memandang kepergian ke lima anak muda itu dengan tatapan tajam tapi teduh.
Anehnya ketika mereka berjalan kearah jalan yang di tunjuk oleh si kakek itu ternyata jalur setapak yang nampak terlihat dengan sangat jelas, yang sebelumnya jalur itu tidak ada.
Sambil sedikit keheranan dihati masing-masing mereka terus berjalan menyusuri jalur setapak itu, selang beberapa saat tak lama berjalan mereka menemukan sebuah Gubug di tengah hutan, dindingnya dari anyaman bambu dan beratap jerami yang ditata sangat rapi, dengan halamannya yang bersih.
Di sekitar halaman ada kebun kecil yang ditanami sayur-sayuran. Yang lebih heran lagi ke lima anak muda itu melihat seorang nenek tua berperawakan kecil tidak kurus dan tak gemug, berpakaian bersih memakai jarik dan kebaya selayaknya penduduk desa yang sangat sederhana.
Nenek tersebut berdiri di tengah pintu gubug sambil berkacak pinggang memanggil dan menyambut kehadiran ke lima anak muda itu sambil melambaikan tangan.
Nenek : oalaah... kowe to ngger.., ayo mrene...mrene (oalah... kamu ta nak.., ayo kesini...kesini) sambut dan panggil nenek itu kepada lima anak muda yang berjalan sampai dihalaman gubugnya.
T : inggeh nek.., (iya nek..,) jawab salah seorang teman.
Ke lima anak muda itu datang dan menghampiri Nenek lalu menyalaminya masing-masing sebagai rasa hormat seorang anak kepada orang tua. Mereka lalu dipersilahkan masuk ke dalam gubug oleh si nenek, tapi mereka semua tidak mau masuk dan hanya berdiri atau duduk di halaman gubug, mungkin karena masih merasa asing bagi ke'lima remaja itu untuk masuk kedalam Gubug.
Sejenak setelah melihat anak-anak muda itu istirahat dihalaman Gubugnya nenek itu mengambil air di gentong (gerabah) yang terbuat dari tanah liat di samping depan gubug, dengan cebuk (gayung) yang terbuat dari tempurung kelapa lalu di berikan pada ke lima anak muda itu sambil berkata....,
N : kowe mau opo ketemu kakek..,? (kamu tadi apa ketemu kakek) tanya nenek tersebut.
T: inggeh nek.., kakek matur tesih nglanjutaken pados kajeng.. (iya nek.., kakek tadi berpesan masih melanjutkan mencari kayu) jawab teman menerangkan kepada si Nenek.
Sambil berkata demikian si nenek menyerahkan air di tempurung kelapa.
N : rupane kowe podo ngelak kabeh, ayo iki di ombe banyune gantian... (rupanya kamu haus semua, mari diminum airnya bergantian) kata si nenek sambil memperhatikan anak-anak remaja itu bergatian minum. Saking hausnya mereka bergantian minum air digayung yang terbuat dari ditempurung kelapa itu.
Keanehan terjadi lagi saat ke lima pemuda itu bergantian minum air di tempurung kelapa itu, yang terasa sejuk, segar dan dingin sepertinya mau di habiskan semua air itu...
Tetapi yang terjadi malah sebaliknya walau di minum orang lima bergantian, air di tempurung kelapa itu tidak pernah habis dan masih tetap utuh seperti semula saat di ambilkan dan diberikan oleh si nenek kepada mereka, dan nenek itu hanya tersenyum melihat mimik keheranan dari ke lima anak-anak muda tersebut yang merasa keheranan.
***
Selanjutnya nenek itu masuk ke dalam gubugnya yang kelihatan dari pintu luar tidak jelas didalamnya gelap dan tidak ada cahaya dilihat dari luar halaman.
Hari menjelang siang tapi suasana di sekitar gubug terasa sejug dan asri, angin semilir membelai daun-daun pepohonan rindang. Nampak di belakang gubug, hutan lebat rimbun dan teduh.
Didepan halaman yang tidak seberapa luas ada jalan setapak yang cukup lebar seperti jalan makadam di desa. "Mungkin tidak jauh lagi sudah dekat desa dan bisa menumpang tidur dan beristirahat dirumah penduduk setempat, batin mereka dalam hati"
Jalan setapak itu kanan kirinya dibatasi pohon-pohon besar dan rindang. Hati mereka semua merasa senang karena bertemu dengan Kakek dan Nenek yang telah menolongnya setelah tersesat sekian hari dihutan tanpa makan dan minum, hingga keada'an mereka sedikit ada kekuatan tenaga setelah minum cukup banyak yang diberikan olah si Nenek, dengan perasa'an masih keheranan dihati mereka masing-masing tentang air yang mereka minum itu tidak ada habisnya karena isinya masih selalu penuh dan tidak pernah berkurang berkurang sedikitpun.
Siang itu mereka ber'lima istirahat dan duduk-duduk disebuah balai/amben kecil yang terbuat dari Bambu didepan Gubug sambil menunggu Nenek yang masih berada didalam Gubug'nya.
Mereka semua sama-sama diam dan saling membisu entah apa yang difikirkan dihati mereka masing-masing...?? mungkin karena masih merasa keletihan dan capek setelah menempuh perjalanan sekian hari tersesat ditengah hutan.
Semilir angin membawa rasa sejuk dibadan, wajah-wajah mereka sudah nampak segar walau kelihatan masih letih dan kelelahan.
Tidak seberapa lama kemudian si Nenek keluar lagi sambil membawa nyiru (nampan kecil) yang terbuat dari anyaman bambu, berisikan singkong (ketela pohon) rebus yang masih hangat kemudian berkata kepada mereka...'
N : ayo iki di maem disik ben seger maneh awak'e pirang-pirang dino kowe kabeh ora mangan, cuma onone pohong (singkong) iki, maklum nang ndeso ora ono opo-opo sak onone wae... (ayo ini dimakan dulu biar kuat badannya sekian hari kamu semua tidak makan, cuma ada singkong rebus ini maklum di desa tidak ada apa-apa seadanya saja).
Sambil berkata demikian si Nenek menyerahkan singkong itu ke mereka.
Tanpa berfikir panjang anak-anak muda yang kelaparan itu karena sekian hari tidak makan, langsung mengambil singkong masing-masing yang di berikan si Nenek dan langsung melahapnya.
Tapi apa yang terjadi ketika saat mereka makan dan menggigit singkong itu...' crooot... bukan serat kecil yang biasanya ada didalam singkong tersebut ketika digigit, tetapi yang merembes keluar dari dalamnya seperti darah dan berwarna Merah kehitam-hitaman, mereka sempat kaget dan merasa heran...'
Karena merasa sangat lapar sekian hari tidak makan dan adanya singkong itu yang diberikan oleh si Nenek, mereka tetap memakannya dengan lahap tanpa menghiraukan keanehan yang lain.
Tetapi salah seorang diantara lima anak muda itu tidak mau makan sama sekali, mungkin karena tidak suka atau melihat ada seperti darah saat singkong itu di gigit hingga membuat temannya yang lain menegur...'
T: Ayo koen koq gak mangan..? (ayo kamu kok tidak makan) tegur temannnya yang tidak makan singkong itu.
TT : Emoh gak doyan..' (tidak mau' tidak suka) jawab temannya yang tidak mau makan singkong itu.
Mendengar jawaban anak muda yang tidak mau makan singkong itu, si Nenek yang masih berada disitu merasa tidak enak hati karena jawaban itu seakan-akan menghina makanan yang diberikan, karena makanan yang di hidangkan tersebut di tolak mentah-mentah dengan sikap yang tidak sopan pula.
Tanpa diduga ekspresi wajah Nenek itu berubah seperti menahan geram dan amarah, mata si Nenek sekejap menyala menandakan kemarahan yang di tahan sambil memperhatikan anak muda yang bicara itu.
Ke empat anak muda lainnya yang kebetulan saat itu juga memperhatikan ekspresi perubahan wajah Nenek tersebut jadi merinding dan merasa takut juga, apalagi anak muda yang tidak mau makan singkong itu merasakan takut juga dan gemetar tubuhnya diperhatikan oleh si Nenek dengan tatapan tajam dengan ekspresi wajah yang berubah, dia hanya diam saja sambil menundukkan kepala karena malu, takut atau entahlah...'
Kejadian yang tak terduga itu membuat ke lima anak muda itu hanya diam saja dan mereka sedikit demi sedikit masih tetap memakan Singkong karena perut mereka merasa lapar. Sedangkan salah seorang yang tidak mau makan singkong itu hanya diam menunduk.
Sejenak suasana jadi hening dan sepi, udara di sekitar Gubug seakan menjadi panas tanpa hembusan angin, pohon dan dedaunan hutan di sekitarnya diam membisu, sebisu mulut mereka ber'lima yang terkatub rapat tanpa ada yang berbicara sedikitpun merasa ketakutan dan sekaligus malu pada si Nenek, karena sikap dari salah seorang anak muda yang tadi berbicara tidak sopan, tidak suka Singkong yang dihidangakan oleh Nenek.
Inilah suatu pelajaran bagi siapa saja dan dimanapun berada, bagi setiap orang apabila menemui kesulitan janganlah mengecewan orang yang hendak menolong kita atau sudah menolong, membalas dengan sikap dan kata-kata kita yang tidak semestinya kita ucapkan hingga sampai melukai perasa'an orang lain yang sudah menolong kita dengan tulus dan ikhlas. Kita hanya bisa memetik pelajaran dari kisah ini dan mengambil hikmahnya dari suatu perjalanan dan disaat kita menemui kesulitan.
Sekejap suasana hening itu tiba-tiba di pecahkan oleh suara Nenek yang memberi sedikit wejangan sebelum mereka melanjutkan perjalanan dan berpesan kepada anak-anak muda itu agar supaya hati-hati dalam perjalanan melewati hutan.
Maksud dan kata-kata si Nenek itu mengatakan, janganlah kamu menolak pemberian orang lain yang tulus menolong dan memberikan makanan apa'pun kepadamu di saat dalam keadaan haus dan lapar.
Apalagi mengatakan tidak suka makanan itu di depan orang yang memberi. Dan maksud kata-kata si Nenek mengatakan..." temanmu yang satu itu telah tertolong oleh kamu semua karena Satu keburukan di tolong oleh Empat kebaikan.
Intinya ketika saat kita dalam keadaan lapar dan haus atau dalam keada'an kesulitan lalu di tolong oleh orang diberi minum dan makanan, malah menghina makanan itu dihadapan orang yang memberi pertolongan.
Pesan dari si Nenek itu, "janganlah kamu mengecewakan orang yang bermaksud menolongmu dengan tulus dan ikhlas di saat dirimu mengalami kesulitan. Jagalah sikapmu, jagalah kata-katamu disetiap kamu menjumpai orang, apalagi kepada orang yang menolongmu, belajarlah sopan dan santun kepada semua orang yang kamu jumpai dimanapun dirimu berada bila kamu berbicara dan diajak bicara niscaya kamu akan selalu baik-baik saja.
Tutur kata si Nenek itu begitu lembut dan bersahaja, pesan dan petuahnya sangat dalam meresap dalam hati sanubari, membuat ke lima anak muda itu terdiam membisu sambil menundukkan kepala mendengarkan kata-kata yang disampaikan oleh si Nenek tersebut.
N : Yo wes ora popo ngger.., kowe kabeh iseh enom sih adoh dalammu urip nang ndonyo iki, mongko sing ati-ati lakumu jogoen mengko yen wes slamet bali moleh (ya sudah tidak apa-apa nak.., kamu semua masih muda masih panjang jalanmu hidup di dunia ini, makanya yang hati-hati tingkah lakumu dijaga kalau sudah selamat kembali pulang)
T : Inggeh nek.., maturnuwon sanget sampun di paringi tuyo kalian makanan. Ngapunten menawi konco kulo meniko wonten salah sikapipun mboten sae dateng Nenek.., (iya nek.., terimakasih sudah di beri air sama makan, dan mohon maaf bila teman saya ini ada kesalahan sikapnya tidak baik sama Nenek).
Demikian teman itu menyampaikan maaf atas sikap temannya yang tidak sopan dan berterimakasih atas segala yang di berikan si Nenek tersebut.
N : Yo wes ngger.., ora dadi opo sing ati-ati yoo.. kowe kabeh yen mlaku mengko, turuten dalan kuwi terus wae orah usah menggok-menggok mengko sore sak durunge surub kowe wes tekan deso..., tapi kowe kabeh elengo lek wes metu soko kene ojo sampek pisan-pisan kowe kabeh noleh menyang mburi yen wes metu soko kene...'
("ya sudah nak.., tidak apa-apa yang hati-hati yaa.. kamu jalan saja turuti jalan itu jangan sampai berbelok lurus saja nanti sore sebelum gelap kamu akan sampai di desa..., tapi kamu semua harus ingat kalau sudah pergi dari sini jangan sekali-sekali kamu semua menoleh kebelakang kalau sudah pergi dari sini").
Sambil berkata demikian si Nenek menunjukkan jalan makadam pada ke Lima pemuda itu dan berpesan sore nanti mereka akan sampai di sebuah desa, dan jangan sekali-kali menoleh ke belakang kalau sudah pergi melangkah dari sini (gubug Nenek).
T : Inggeh nek.., ngestoaken (iya nek.., di mengerti) jawab salah seorang dari mereka, lalu satu persatu mereka bergantian menyalami Nenek sambil mencium tangannya dan pergi berpamitan meninggalkan tempat itu.
Ke lima pemuda itu selanjutnya pergi melangkah keluar dari halaman gubug si Nenek, menyusuri jalan makadam yang membentang lurus didepan mereka. Sedangkan si Nenek masih berdiri ditempatnya sambil memperhatikan kepergian ke'Lima anak-anak muda itu yang pergi meninggalkannya.
Siang itu matahari sangat terik karena musim kemarau, tetapi udara di tengah hutan itu terasa sangat sejug dan segar karena lebatnya pepohonan dan semak belukar dikiri kanan jalan.
Nampak se'ekor burung kecil yang elok bulunya sedang berkicau sambil melompat-lompat desela-sela ranting dan dedaunan seakan menyapa mereka menyampaikan salam "haii... kawan selamat jalan dan hati-hati diperjalanan"
Mereka sempat berpapasan dengan sekelompok Kidang, induk dan anak-anaknya yang menyeberang jalan setapak makadam yang terlihat sangat jelas dan terang.
Tetapi belum jauh mereka ber'Lima melangkah berjalan menyusuri jalan makadam tersebut.., salah seorang diantara mereka yang berjalan paling belakangan tanpa sengaja menoleh kearah belakang...'
Betapa sangat terkejutnya dia, karena Nenek beserta gubugnya, halaman serta kebun kecil yang barusan dia tinggalkan itu ternyata telah hilang lenyap begitu saja tanpa ada bekas sedikitpun kembali jadi hutan lebat seperti semula.
Tidak sadar ia berteriak kepada teman-temannya yang berjalan didepannya.
TT : Reek...' gubug'e Nenek ilang gak onok ("rek/teman gubugnya Nenek hilang tidak ada"). Teriaknya pada teman lainnya...'
Spontan karena mendengar teriakan dari salah satu temannya itu ke empat pemuda lainnya yang didepan menoleh serentak berbarengan ke belakang.
Apa yang terjadi selanjutnya ketika mereka semua menoleh ke belakang, ternyata gubug beserta Nenek tersebut yang barusan mereka pamiti dan ditinggalkan sudah tidak ada lagi keberadaannya dan berganti menjadi hutan lebat kembali.
Mereka semua heran dan sangat terkejut sekali saat itu, tertegun memandang apa yang dilihatnya barusan bahwa Gubug si Nenek yang barusan mereka tinggalkan itu telah hilang lenyap dan berubah menjadi hutan lebat kembali, dan tanpa disadari ketika mereka semua berbalik arah kembali kedepan untuk melanjutkan perjalanan, kembali lagi keanehan terjadi...' jalan setapak makadam yang tadinya ada didepan mereka dan nampak sangat jelas lurus membentang didepan mereka ternyata... jalan setapak makadam yang mereka lewati sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi hutan lebat kembali.
Didepan mata mereka nampaklah hutan lebat dan tidak ada sedikitpun disekelilingnya ada tanda-tada bekas jalan yang akan mereka lewati. Mereka terkurung kembali ditengah hutan Belantara yang sunyi, kebingungan, ketakutan, putus asa dan penyesalan yang tiada pasti.
Kenyataan itu harus mereka hadapi kembali, betapa tidak jelas-jelas tadi didepan mereka melihat jalan setapak makadam membentang lurus ketika melangkah keluar dari halaman Gubug Nenek, tapi kini setelah salah seorang dari mereka menoleh ke belakang dan di ikuti oleh mereka semua, dan setelah berbalik jalan makadam itu telah lenyap menjadi hutan Belantara kembali.
Mereka dihadapkan pada kenyataan yang sulit dipahami dan dimengerti kejadian-kejadian yang aneh menimpa mereka ber'Lima selama tersesat dihutan Semeru.
Dalam kebingungannya mereka barulah sadar dan mengerti bahwa sebelum pamit tadi si Nenek telah berpesan "bila kamu setelah pergi melangkah dari tempat ini, janganlah sekali-kali kamu semua menengok ke belakang, teruslah berjalan melewati jalan itu sore nanti kamu akan sampai didesa"
Mereka menyesal dalam hati karena sudah melanggar pesan si Nenek sebelum meninggalkan tadi. Penyesalan tidak berarti lagi mereka semua harus menanggung resiko bersama atas kesalahan mereka sendiri.
Dengan rasa sesal dihati masing-masing yang berkecamuk difikiran mereka ber'Lima akhirnya menerobos kembali hutan Jalmo Moro Jalmo Mati Semeru, seperti sebelum bertemu Kakek dan Nenek dihutan dan digubugnya tadi.
Salah seorang masih ingat pesan si Nenek, sebelum meninggalkannya "lewati terus jalan itu dan jangan sekali-kali kalian menoleh kebelakang nanti menjelang sore kamu akan sampai didesa".
Dari pesan itulah mereka baru tersadar dan terus berjalan menerobos lebatnya hutan angker dan semak belukar di hadapan mereka. Tangan dan wajah penuh luka goresan duri tajam, ranting dan semak belukar yang mereka lewati, terasa perih dan pedih tanpa peduli mereka terus berjalan menerobos lebatnya hutan.
Sesekali mereka ber'Lima berhenti karena bingung arah mana yang harus dituju karena medan didepan mereka merupakan hutan lebat yang sulit di tembus dan dilalui. Dan yang lebih mengerikan lagi fikiran ke Lima anak muda itu masih mengingat kejadian-kejadian yang dialami ketika bertemu Kakek, Harimau, Nenek, makanan singkong yang mereka makan, air yang mereka minum tidak pernah habis walau hanya se'tempurung Kelapa, Gubug yang lenyap tanpa bekas dll... kejadian yang mereka alami.
Fikiran itu menghantui mereka sepanjang siang menerobos hutan larangan yang sangat lebat dan angker.
Dari rimbunnya pepohonan dan semak belukar tanpa di ketahui oleh mereka, sepasang mata tajam selalu mengawasi gerak gerik langkah Lima anak muda itu yang dengan susah payah terus merambah hutan, berjalan tersendat-sendat karena harus menyibak semak-semak belukar dan lebatnya hutan larangan yang mereka lalui. Sesekali mereka berhenti lalu berjalan kembali dengan kebingungan dan penuh penyesalan dihati.
Hari sudah menjelang sore tapi tanda-tanda ada desa yang di maksud si Nenek tadi tidak kelihatan sama sekali. Biasanya kalau sudah mendekati desa pasti akan ketemu ladang/kebun penduduk sekitar, tetapi yang ada di sekeliling dan dihadapan mereka hanyalah hutan lebat yang sunyi.
Gelapnya hutan tidak memungkinkan mereka untuk terus berjalan, mereka lalu memutuskan untuk beristirahat, lapar dan haus mereka rasakan kembali karena sejak meninggalkan si Nenek dan gubugnya siang tadi tidak membawa bekal apa-apa, cuma air saja secukupnya yang diberikan oleh si Nenek untuk bekal minum diperjalanan.
Mereka ber'Lima mencari tempat ditengah hutan itu untuk beristirahat dengan kondisi yang lapar dan haus, tangan dan wajah mereka semua penuh goresan luka terkena duri semak belukar.
Malam semakin larut, dinginnya udara ditengah hutan lebat membuat tubuh mereka menggigil kedinginan, sepi mencekam hening mebisu merayapi fikiran mereka masing-masing, apalagi di sela waktu sesekali terdengar auman Harimau, yang tidak seberapa jauh dari tempat mereka beristirahat.
Kedinginan, kelaparan, kehausan dan ketakutan membuat mereka sulit tidur dengan kondisi yang demikian mereka berlima menggerombol jadi satu saling berhimpitan untuk saling menghangatkan tubuh mereka masing-masing dari udara yang dingin menusuk tulang di tengah lebatnya hutan.
Suasana sepi mencekan hanya terdengar derik serangga malam dan hembusan angin dingin dari lereng gunung. Bulan redup enggan menampakkan cahayanya karena tertutup awan Hitam, hanya kegelapan yang ada melingkupi mereka ber'Lima antara tidur dan terjaga, sepi dan sunyi menyelimuti hutan Jalmo Moro Jalmo Mati di belantara Semeru.
Malam semakin larut suasana hening dan mencekam itu tiba-tiba mereka di kejutkan oleh suara gemerisik dari semak belukar disekitar mereka berada dan tampaklah dua pasang mata bersinar tajam menyala didepan mereka yang tiba-tiba saja muncul dari rimbunnya pepohonan dan lebatnya semak belukar dikegelapan malam. Samar-samar nampak Dua makhluk besar mendekati mereka yang terkejut dan ketakutan ditempatnya.
Udara yang sebelumnya dirasakan dingin mencekam tiba-tiba berubah menjadi panas ditubuh mereka ber'Lima karena saking takutnya melihat kehadirang Dua makhluk itu dihadapan mereka. Keringat dingin mengucur, mata mereka terbelalak dengan wajah pucat karena menahan rasa ketakutan yang luar biasa.
Mereka berlima sangat ketakutan sekali dan gemetar melihat dua pasang sinar itu yang muncul dari gelapnya malam dan rimbunnya hutan, semakin mendekat dan semakin dekat ke arah mereka yang saling merapatkan tubuhnya.
Yang terjadi selanjutnya, sepasang mata bersinar tajam menyala itu ternyata sepasang mata dari dua ekor Harimau yang cukup besar sedang berdiri sangat dekat sekali dihadapan mereka dengan matanya menatap tajam kearah anak-anak remaja itu yang sangat ketakutan.
Mereka terkejut dan sangat ketakutan melihat dua ekor Harimau itu, ingin berlari tapi kemana karena yang terlihat sekeliling hanya gelapnya hutan dan tidak mungkin untuk lari menyelamatkan diri dari tempat itu.
Dengan pasrah dan putus asa mereka berlima akhirnya berdiam diri saja dengan menahan rasa ketakutan yang sangat luar biasa.
Suasana tegang itu akhirnya berangsur-angsur tenang karena mereka melihat dua Harimau itu ternyata diam saja di tempatnya tanpa bereaksi sedikitpun terhadap mereka ber'Lima yang ketakutan.
Cukup lama dua Harimau itu berdiam diri didepan kelima anak muda itu seakan menjaga mereka yang mulai merasa tenang kembali.
Tak lama kemudian ke dua Harimau itu pergi begitu saja meninggalkan mereka, sekejab lenyap begitu saja dan menghilang ditelan gelapnya malam dan hutan larangan.
Suasana hening kembali dan mencekam menyelimuti hutan larangan, desir angin yang datang dari lereng gunung berhembus dan udara dingin terasa menusuk tulang tubuh, mereka menggigil kedinginan dalam sunyinya alam hutan Belantara Semeru.
Bulan tiba-tiba muncul dari balik awan membiaskan sinarnya yang keperakan menebar disela daun dan pepohonan menerangi segala penjuru pelosok hutan yang semakin sunyi mencekam.
Nan jauh sayub-sayub terdengar lolongan menyayat anjing hutan di iringi suara derik serangga malam saling bersautan ditengah sunyinya malam.
Letih dan lelah akhirnya membawa mereka tertidur dalam selimut dinginnya udara malam yang semakin mencekam hutan larangan itu, terbawa mimpi malam yang menakutkan.
Udara dingin serasa menusuk kulit tubuh sampai terasa ketulang, rasanya ngilu tapi tidak mereka hiraukan karena badan sangat letih dan mereka kelelahan.
Kicau burung dan sinar mentari pagi telah membangunkan mereka, embun masih melekat menyegarkan dedaunan basah. Geliat tubuh yang dirasakan sangat lelah dan sejuknya udara pagi telah membangkitkan semangat mereka ber'Lima untuk melanjutkan perjalanan kembali ke arah mana harus berjalan menembus hutan.
Kejadian semalam telah mengukir kembali ingatan fikiran mereka masing-masing sejak awal tersesat dan hilang ditengah hutan Belantara Semeru.
"Andai saja kemarin siang kita menuruti pesan si Nenek, mungkin kemarin sore kita sudah sampai didesa" (celetuk salah seorang diantara mereka dengan suara putus asa)
"Gara-gara dia menoleh kebelakang" (celetuk yang lainnya)
"Kamu juga menoleh kebelakang" (kata temannya membela)
"Sudah-sudah jangan ribut kita semua dalam kesulitan dan harus tetap kompak jangan bertengkar karena tidak ada gunanya kita saling menyalahkan, kita harus tetap bersama bagaimana caranya bisa keluar dari hutan ini, ingat pesan si Nenek sebelum kita meninggalkan Gubug,nya kemarin siang..., kita harus tetap bersama apapun yang terjadi dan terus lurus berjalan sesuai pesan Nenek, kemarin. Saya yakin, Nenek memberikan pesan itu benar tapi gara-gata kita sendiri yang melanggar pesannya itu hingga kita jadi kesasar lagi" (sahut salah seorang dari mereka dengan kata-katanya yang bijak memberikan pengertian kepada teman-temannya)
"Tapi siapa yaa... Kakek dan Nenek itu...??" (Celetuk yang lain bertanya kepada teman-temannya)
"Gak eruuuhh..." (tidak tahu jawab teman-temannya serentak).
"Aku luwe rek.." (aku lapar rek' yang lainnya berkata memelas)
"Podo aku yoo... luwe opo koen thok ta sing luwe" (sama saya juga lapar apa kamu saja ya yang lapar) kata yang lainnya menimpali berbicara.
"Ayo kita berangkat...
"Lewat endi...?? (Lewat mana...)
"Kemarin kita dari sana sekarang kita harus kearah sana" (salah seorang menjelaskan sambil telunjuknya menunjukan arah).
Pagi itu mereka saling ngobrol melupakan ketegangan masing-masing. Sambil berkemas mereka bergantian berbicara yang tadi malam didatangi Harimau, tentang Kakek dan Nenek, perut lapar dan kedinginan dsb.., hingga suasana sedikit ada ketenangan dihati mereka masing-masing.
Ke Lima anak muda itu melanjutkan perjalanan lagi, terus melangkah menyibak dan menerobos semak belukar dan lebatnya hutan.
"Apapun yang terjadi kita harus tetap berjalan terus sampai menemukan desa itu ("kata salah seorang dari mereka memberikan semangat kepada teman-temannya yang sudah mulai putus asa").
Masih teringat pesan si Nenek, "lewatlah jalan itu dan jangan pernah berbelok nanti kamu akan sampai di desa"
Mereka berlima terus berjuang berjalan sampai malam, menembus hutan Belantara Semeru, dan dari kejauhan mereka melihat titik sinar redup sepertinya lampu minyak dari sebuah rumah penduduk desa.
Dengan berpedoman titik cahaya yang terlihat dari jauh itu akhirnya menjelang tengah malam mereka ber'Lima sampai dipinggiran sebuah desa di lereng Semeru, dan didesa itulah mereka berlima selamat dan ditolong oleh penduduk desa setempat.
Sampailah akhir dari cerita kisah "Tersesat Mencari Jalan Pulang" ini yang pernah diceritakan oleh teman penulis, dia bersama teman-teman itu ternyata sampai didesa Senduro - Lumajang Jawa Timur.
~SEKIAN~