Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ANAK KEMENYAN (Part 1)


JEJAKMISTERI - Di sebuah hutan tropis yang jauh dari kehidupan manusia, berjalan tergesa seorang lelaki berbadan kurus dan rambutnya keriting. Hutan Buyut, begitulah orang-orang menyebutnya. Pohon-pohon di sana berukuran besar, batangnya selalu basah, akarnya merambat ke segala arah, tidak ada jalan setapak di sana sehingga lelaki itu harus menebas tumbuhan apa pun yang menjuntai menghalangi jalannya.

Ia berhenti sejenak dan mendongak ke langit, cuaca sedang mendung seperti akan segera turun hujan. Ia harus segera sampai di tujuannya, sesekali dilihatnya jarum kompas yang dipegangnya untuk memastikan kalau langkahnya tetap ke arah Selatan.

Lelaki itu bernama Rian, ia nekat masuk ke hutan Buyut untuk mengambil getah pohon kemenyan. Getah pohon itu dipercaya bisa membuat istrinya hamil. Sudah berbagai cara Rian lakukan agar bisa dikaruniai seorang anak, tapi semua cara itu gagal, istrinya tidak kunjung hamil. Pernikahannya degan Nova sudah menginjak 15 tahun, ia malu terus-terusan jadi bahan obrolan tetangga dan keluarga karena dituduh mandul.

Mengenai pohon kemenyan di hutan Buyut, ia tahu dari salah satu rekan kerjanya yang juga mengalami masalah yang sama, ajaibnya setelah istrinya memakan getah pohon kemenyan, bulan berikutnya langsung hamil. Kata temannya itu, hanya ada satu pohon kemenyan di hutan buyut dan jarang sekali ada orang yang berani datang ke sana.

Rian menghentikan langkahnya. Ada sebuah rumah tua yang di sana, ia tersenyum. Kata rekannya, pohon kemenyan itu tumbuh di depan rumah tua, entah siapa yang dulu membangun rumah tersebut di tengah hutan seperti itu. Segera Rian menghampiri rumah tersebut dan benar saja, ada sebatang pohon kemenyan di depan rumah itu.

Tas gendongnya dilepas, ia juga membuka sepatunya. Kemudian memanjat pohon itu dengan perlahan, awalnya ia kesulitan karena batang pohon tersebut licin dan berair. Rian harus menebas beberapa dahan terlebih dahulu sebelum mengiris batang pohon. Getah tersebut tidak akan langsung keluar melainkan harus menunggu terlebih dahulu.

Rian mengusap dahinya yang basah oleh keringat. Dengan golok kecil yang ia gunakan, batang pohon tersebut dilukai sayat demi sayat. Setelah dirasa cukup, ia memasukkan kembali goloknya ke dalam rangka. Ia harus tetap di hutan sampai getahnya muncul, dan tidak ada pilihan lain bagi Rian selain menginap di dalam rumah tua itu.

Dinding rumahnya sudah dirambati tumbuhan, lantainya kotor sekali, dan pintunya menganga tidak ada daun pintu terpasang di sana. Ia memperhatikan sekeliling, sudah sangat acak-acakan, banyak kayu-kayu bekas furnitur berserak. Rian juga menemukan sumur yang masih berair di halaman bagian belakang rumah. Katrol, alat untuk menimba sumur masih berfungsi, terlihat seperti baru diperbaiki oleh seseorang, mungkin saja rekannya Rian yang tempo hari mencari getah kemenyan untuk istrinya.

Ia kembali ke ruang tengah, ada dua kamar di rumah itu. Semuanya sudah tidak berpintu, jendelanya melompong tidak ada kacanya. Banyak daun-daun kering berserak di lantai, Rian menyingkirkan daun tersebut menggunakan sepatunya. Setelah lumayan bersih, ia duduk sambil mendongak, menarik napas lega. Ia memeriksa smartphone-nya, dan tersenyum. Ternyata masih ada sinyal di tengah hutan seperti ini. Ia ingin berkabar pada Nova.

“Halo Nov.”

“Sayang kok belum pulang?”

“Aku lagi ada tugas mendadak di luar kota. Kemungkinan besok aku baru akan pulang.”

“Oh begitu, tugas di mana sayang?”

“Bandung.”

“Hm... ya sudah hati-hati ya. Kamu bahkan nggak bawa salin.”

“Aku bisa beli kok Nov di sini.”

“Ini kamu lagi di mana kok sepi banget?”

“Ini lagi di toilet,” Rian berbohong, ia tidak mau istrinya tahu kalau ia sedang berada di hutan Buyut.

“Ya sudah kalau begitu. Aku lagi masak mie, nih.”

“Oh, oke. Bye sayang.”

Rian menutup telepon. Di dalam tasnya ada sebuah tikar kecil yang sengaja ia bawa untuk alas tidur. Tikar itu digelar, ia membaringkan badan berbantal tas gendong. Hari yang sangat melelahkan bagi Rian, ia berharap besok getah itu bisa dia ambil.

***

Entah jam berapa, Rian terbangun. Bukan karena nyamuk atau gangguan binatang melata melainkan karena suara katrol berdenyit seperti ada seseorang yang sedang menimba air. Rian tergeragap bangun dan langsung berdiri, ia merogoh senter dari dalam tasnya. Apakah ada seseorang yang menghuni rumah ini? Tanya Rian dalam hati.

Dengan penuh rasa penasaran, ia mendekati sumber suara tersebut. Rian kemudian terperanjat saat cahaya senternya menyinari tubuh seorang nenek yang sendang menimba air di sana. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak panik, mungkin saja nenek itu memang tinggal di hutan ini, pikir Rian. Walau cahaya senternya menyinari tubuhnya, tapi nenek tersebut tidak memperdulikannya malah terus menimba air, suara derit katrol sangat nyaring membuat Rian ngilu mendengarnya.

“Nek?” penasaran, ia lantas mendekat perlahan.

“Maaf saya numpang tidur di rumah ini,” lanjut Rian.

Nenek itu tetap sibuk menimba air.

“Nenek tinggal di dekat sini, ya?”

Rian semakin dekat.

Sekiranya satu meter jarak Rian pada si nenek tersebut, tiba-tiba saja menguar bau kemenyan menusuk hidung Rian. Ia memberhentikan langkahnya, dahinya mengerut dan saat menoleh ke belakang, dilihatnya banyak lelaki yang sedang duduk sila di ruang tengah. Anehnya, wajah mereka semua menyerupai wajahnya Rian. Melihat kejadian aneh tersebut, Rian ketakutan. Ia langsung berlutut meminta ampun, Rian paham bahwa tidak ada jalan untuk lari. Dan ia sudah memprediksi hal ini sebelumnya, gangguan gaib pasti akan jadi tantangan untuk mendapatkan getah pohon kemenyan.

“Ampun, Mbah. Saya cuma mau getah pohon kemenyan. Maafkan saya kalau mengganggu.”

Rian menundukkan kepala, matanya terpejam, dan keringatnya mengucur di wajah. Tidak lama setelah itu, kepalanya pusing dan tubuhnya lemas seketika ia jatuh terkapar di lantai.

***

Keesokan paginya, ia tersadar. Buru-buru Rian memeriksa batang pohon kemenyan. Getah tersebut sudah muncul dan mengkristal, ia mengoreknya dengan pisau kemudian memasukkan getah tersebut ke dalam tasnya. Setelah itu ia bergegas pergi, ia ingin segera memberikan kemenyan tersebut pada istrinya.

Sesampainya di rumah, ia langsung menggerus kemenyan tersebut kemudian melarutkannya ke dalam air hangat. Ia sangat yakin kalau kemenyan ini bisa membuat istrinya hamil. Rian tidak sabar ingin segera punya keturunan. Saat istrinya sedang menonton tv di kamar, ia lantas memberikan segelas air yang sudah dicampur bubuk kemenyan tersebut.

“Air apa ini, sayang?”

“Ini air jampe, biar kita cepat punya keturunan. Kamu minum, ya.”

Nova mengangguk kemudian menghabiskan air tersebut.

Ajaibnya, seminggu kemudian Nova langsung mual-mual dan setelah dicek dia benar-benar hamil. Rian langsung memeluk istrinya dengan penuh bahagia, setelah ia menunggu selama bertahun-tahun akhirnya Nova hamil juga. Ia mengabarkan kehamilan istrinya pada semua keluarga, kerabat, dan rekan kerjanya. Semua ikut bahagia.

Di bulan kedelapan kehamilan Nova, tiba-tiba saja perutnya mengempis. Jabang bayi yang ada di dalam perutnya hilang entah ke mana. Ia menangis panik, Rian tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Ketika akan membawa istrinya untuk konsultasi ke dokter, Rian terkejut bukan main karena melihat ada sebatang pohon kemenyan yang tiba-tiba tumbuh di halaman rumahnya.

“Sayang, itu pohon apa? Kok tiba-tiba ada di halaman rumah kita?” tanya Nova.

“Kemenyan, Nov. Itu pohon kemenyan.”

Pohon itu terlihat sama persis seperti pohon yang ia jumpai di hutan Buyut. Ada apa ini sebenarnya?

Dokter tidak mengerti dengan apa yang dialami Nova. Kandungannya tiba-tiba raib seperti ada yang mengambil jabang bayi dalam perutnya. Setiap malam Nova menangis, ia tidak bisa merelakan bayinya yang hilang. Rian sudah berusaha untuk menenangkannya, tapi Nova benar-benar sedih dan kadang malah melamun sendiri di jendela kamarnya.

Soal pohon kemenyan di depan rumah Rian, ia sudah mencoba untuk menebang pohon tersebut, tapi batang pohon itu sangat keras seperti batang besi yang tidak bisa dirobohkan. Berbagai cara sudah Rian lakukan untuk menebang pohon tersebut, tapi semuanya sia-sia. Rian yakin ini bukan pohon sembarangan.

Seperti yang pernah ia saksikan malam itu. Istrinya sudah tidur dengan pulas, tiba-tiba ia mendengar suara seorang perempuan menyanyikan lagu Nina Bobo di halaman rumahnya. Suara itu terdengar halus dan menakutkan. Rian heran kenapa malam-malam seperti ini ada orang yang nyanyi.

Sengaja ia tidak menyalakan lampu rumah, langkahnya sangat hati-hati mendekat ke jendela. Ia buka sedikit tirai jendela rumahnya agar bisa mengintip, anehnya di sana ia tidak melihat siapa pun. Batang pohon kemenyan itu masih tegak berdiri, tidak ada orang di sana. Suara perempuan itu pun berhenti, Rian mengembuskan napas lega.

Tapi, lagi-lagi saat ia hendak kembali ke tempat tidur, perempuan itu kembali bernyanyi. Rian tidak mau membangunkan Nova, ia khawatir istrinya ketakutan. Dengan memberanikan diri, Rian keluar dari rumahnya, ia menoleh ke sekeliling, tetap tidak ada siapa-siapa di sana.

Tapi tunggu dulu, kedua mata Rian menangkap sesuatu yang aneh di bawah pohon kemenyan. Ia berjalan mendekati pohon, dan tepat di bawah batangnya, ada helaian rambut panjang seukuran satu meter terserak berantakan. Dahi Rian berkerut, rambut siapa itu? Gumamnya dalam hati.

Kemudian ada seseorang meludahi kepalanya dari atas pohon. Rian sontak saja mendongak dan di sana ia melihat sesosok kuntilanak sedang duduk di dahan pohon sambil menggendong bayi. Rian berteriak ketakutan lalu masuk ke dalam rumahnya. Nova terbangun mendengar teriakan Rian.

“Ada apa sayang?” tanya Nova yang seketika saja panik.

Rian menelan ludahnya sendiri, napasnya terengah-engah, dahinya berkeringat. Sebisa mungkin ia tetap tenang.

“Nggak ada. Nggak ada apa-apa, Nov.”

Nova penasaran, ia membuka tirai jendela dan dilihatnya seorang wanita berdiri di depan pohon kemenyan sambil memandangi ke arah Nova. Itu jelas kuntilanak, wajahnya tersenyum, ia menggendong seorang bayi.

“Sayang, itu kuntilanak!”

“I... iya Nov. Udah ayo masuk ke kamar. Biarkan saja, jangan kita ganggu.”

Tangan Rian bergetar menuntun istrinya masuk ke dalam kamar.

***

Tidak lama setelah kejadian itu, Rian dan Nova mendengar suara tangisan bayi di halaman rumahnya. Itu terjadi di siang bolong, suaranya bersumber dari pohon kemenyan. Warga berkerumun di halaman rumah Rian untuk mendengar tangisan itu. Bergantian mereka menempelkan telinga ke pohon kemenyan.

“Jadi bagaimana ini Pak Rian?”

“Iya Pak, jelas ada bayi di dalam batang pohon ini.”

“Tebang sajalah, Pak.”

Warga berebut mengajukan saran.

“Kita kan sudah coba tebang, tapi pohon ini tidak bisa ditebang bapak-bapak," kata Rian.

Seorang lelaki muncul di tengah kerumunan warga. Ia tiba-tiba menebaskan golok ke batang pohon kemenyan.

“Wah sekarang bisa nih Pak,” kata lelaki itu.

Rian mengerutkan dahi, ia memperhatikan batang pohon yang baru saja ditebas, “Ya sudah kita tebang saja,” timpal Rian.

"Tapi hati-hati, takutnya di dalam benar-benar ada bayi," tambah Rian.

Mereka kemudian menebang pohon tersebut, semakin terkupas permukaan batangnya, semakin terlihat kulit seorang bayi di sana. Ternyata ada ruang di dalam batang pohon itu, sebuah tangan bayi terlihat bergerak-gerak.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close