Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BAGIAN TUBUHKU GUNUNG JAWA (Part 2 AND)


JEJAKMISTERI - Kemudian Lana terkulai lemah dan jatuh ketanah, dengan sigap aku menopang tubuhnya
"Lan.. Lana, bangun Lan, ini aku bara", aku terus mengoyang-goyangkan tubuh Lana

Akhirnya Lana pun membuka mata, sedangkan Lani masih saja berada diatas pohon dan terus menatap sinis terhadapku

Putra yang sedari tadi kebingungan pun bicara dengan lantang
"Heeyy.. Iblis, aku tak takut padamu. Lepaskan teman-temanku!!!", suara Putra membuat keadaan semakin tegang saja

Lani yang dirasukin makhluk halus pun bereaksi dan melompat dari atas pohon
"HAHAHAHAHAHAA.. KAU BERANI MENANTANGKU BOCAH INGUSAN?", Lani berjalan setengah merangkak dan terus mendekat kearah Putra.

Dengan cepat Lani menerkam Putra dan mencakar-cakar tubuh Putra yang tak berdaya.
"BANGKIT DAN LAWAN AKU", suara Lani dengan terus mencabik tubuh Putra dan kembali tertawa

Aku bingung harus berbuat apa, aku hanya bisa berdoa pada yang maha kuasa dan memohon perlindungan

**

"Bismillahirrohmaanirrohim"
"Allaahu laa ilaaha illa huwal hayyul qayyum laa ta'khudzuhuuu sinatuw walaa naum, lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardhi, man dzal ladzii yasy-fa'u indahuu illaa bi-idznihii ya'lamu maa baina aidiihim wa ma khalfahum wa laa yuhiithuunaa bisyai-im min 'ilmihii illaa bimaa syaa-a wasia'a kursiyyuhus samaawati wal ardla wa laa ya-uuduhuu hifduhumaa wa huwal 'aliyyul 'adhiimu. (Al Baqarah : 255)"

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang"
"Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluknya); tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaan nya apa yang dilangit dan dibumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at disisi Allah tanpa izinnya? Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melaikan apa yang dikehendakinya. Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

**

Ku bacakan terus ayat kursi yang aku hafal dan diikuti oleh semua teman-temanku.

Lani langsung bereaksi dan menggelepar-gelepar ditanah
"Panas.. Panas.. Hentikan itu.. Hentikan", Lani berteriak kepanasan dan terus berguling

Aku melihat makhluk disekelilingku pun menjerit dan perlahan menghilang satu-persatu. Keadaan pun menjadi sedikit membaik.

Lani terdiam dan mengeluhkan kakinya sakit
"Ada apa denganku?, mengapa kakiku sangat sakit, apa yang sebenarnya terjadi?", Lani menjadi kebingungan dengan apa yang tadi telah menimpanya.

"Sebaiknya semuanya berdoa, minta pada Allah untuk keselamatan kita"

Akhirnya kami duduk melingkar dan berdoa pada Allah
"Ya Allah selamatkan lah kami, ini semua salahku, maafkan kan kesalahanku ya Allah, terimalah permintaan maafku ini dan tunjukan kemana arah untuk kami menuju ridhomu ya rabb"

Terus saja aku berdoa didalam hati memohon ampun atas apa yang telah aku perbuat.

Air mata tak terasa mengalir dengan sendirinya. Iyaa.. Kami semua menangis kala itu dan merasa sangat menyesal.

***

Kemudian kami semua berdiri dan memutuskan melanjutkan perjalanan kembali. Langit tak berubah dari pagi hingga sekarang

Yang kurasa hanya gelap, gelap dan gelap. Tapi itu tak mengurungkan niat kami untuk tetap berjalan

Entah berapa lama kami berjalan, lalu sampai lah kami disebuah pohon besar.

Pohon ini sangat lah rindang dan lebat, hingga air hujan pun tak bisa menembus daun-daunnya.

Aku putuskan untuk bermalam ditempat ini karna sangat lelah rasanya dan sungguh aku mulai tak sanggup lagi untuk berjalan

"Kita istirahat disini ya, aku sudah lelah", aku duduk dan bersandar dibawah pohon besar itu.
Ku lihat Andi dan Jaya mencari kayu-kayu disekitar pohon ini. Mereka segera membuat perapian kecil untuk penghangat.

"Gue tidur sebentar ya"
"Iya Barr, lu tidur dulu aja, biar gue sama Jaya yang berjaga", suara Andi membuatku tenang karna aku merasa terjaga malam ini.

Lana pun menghampiriku dan menyandarkan kepalanya dipundak sebelah kananku
"Bara, aku kedinginan, boleh kah aku memelukmu?", ungkap Lana terhadapku

Aku hanya diam tak menjawab, mataku terasa berat dan tubuhku kedinginan. Yang ku rasakan tangan Lana memeluku dengan erat.

Tangannya merangsak masuk dari dalam jaket dan baju yang aku gunakan. Lana meletakkan tangannya didadaku

"Dingin sekali tanganmu Lana", gumamku dalam hati, namun ku tahan, karna aku tak mau Lana tambah kedinginan.

Kurasakan tangan Lana mulai beradaptasi dengan suhu tubuhku.

Iya.. Sentuhannya menjadi lebut, hangat dan nyaman. Tanpa terasa aku mulai memejamkan mataku dan terlelap

***

"Bara, kamu memang luar biasa. Aku tak tau jika pendakian ini tanpamu", terus saja aku menatap Bara yang tengah tertidur.

Aku merasakaan lelah diwajah Bara.
"Bara, tetap lah seperti ini ya.. Bawa aku keluar dari hutan ini. Aku percaya padamu", gumamku terus seakan tak habis mengagumi Bara.

Bara memang orang yang cuek, urakan dan selengean. Namun Bara sangat peduli terhadap teman-temannya, ini terbukti bahwa Bara sangat melindungiku dan yang lain.

Ku sandarkan terus kepalaku didada Bara yang bidang, ku rasakan suara jantungnya berdetak
"Deg-deg.. Deg-deg.. Deg-deg.. Deg-deg", pelan dan memenuhi telingaku, seraya berkata. Tetap lah disini Lana aku mencintaimu

Andai kau tau Bara, aku pun sangat mencintaimu.

Air mataku menetes dan ku menangis bahagia karna orang yang aku sayangi tengah berada dalam pelukku

Aku terus menatap wajah Bara dan kurasakan tangan Bara memeluku erat. Sampai akhirnya aku pun tertidur dalam pelukkan Bara.

***

Tenggorokan ku mengering, aku terbangun dari tidurku. Ku lihat Lana masih tertidur pulas didadaku. Aku membenarkan posisi Lana, kemudian aku berdiri

Ku lihat disekeliling hutan itu, sepertinya pagi telah datang. Aku pun berjalan dan mencari sesuatu yang bisa aku minum

Aku pun membangunkan kelima temanku
"Heey.. Ayo bangun, kita lanjutkan perjalanan dan mencari sesuatu untuk kita makan dan minum", ku goyang-goyangkan tubuh mereka satu-persatu

Mereka pun bangun dari tidur lelapnya, bara api yang masih menyala aku matikan mengunakan sepatuku. Aku injak-injak sampai semuanya mati dan ku pastikan tak ada sumber api lagi dari kayu tersebut.

Setelah semuanya siap, aku melanjutkan perjalanan.

Andi kembali memimpin paling depan, setelah itu Jaya yang sambil memapah Putra, di sambung Lani, Lana dan aku paling belakang

Andi berhenti
"Bara ada banyak lumut disini", teriak Andi dari depan
"Stop dulu Ndi, lumut itu mengandung banyak air, kita bisa minum", jawabku.

Akhirnya kami semua menyedot air dari lumut-lumut tersebut. Rasanya lega sekali tenggorokan ku, air dari lumut ini begitu segar, kami pun terus melakukan itu.

Setelah selesai kami lanjutkan berjalan
"Bara, badanku panas", Lana berbicara sangat pelan kepadaku.

"Andi, kita berhenti dulu, badan Lana panas banget", aku berteriak pada Andi yang berada didepan. Andi pun berhenti dan berjalan kearah Lana yang terduduk lemah.

"Kamu tahan dulu ya Lan, aku akan carikan obat untukmu"
"Gue ikut Barr", seru Andi.
"Jaya, lu jaga mereka ya", pintaku pada Jaya
"Tenang Barr, gue pasti jaga mereka, lu hati-hati ya", jawab Jaya berpesan kepadaku dan Andi

Kemudian aku berjalan kedalam hutan bersama Andi, berharap menemukan tumbuhan yang bisa aku jadikan obat untuk Lana.

Tak lama kita berjalan, aku menemukan pohon semanggi, daun semanggi berwarna hijau dan lebar. Daun ini bisa menetralkan racun dalam tubuh dan juga bisa menurunkan panas pada tubuh.

"Ndi.. Bantu gue petik daun-daun ini ya?"
"Iya Barr", jawab Andi

Setelah terkumpul, aku bergegas kembali dan langsung aku tumbuk daun itu menggunakan batu kecil dan menyuruh Lana untuk segera meminumnya

"Kalian kunyah aja daun semanggi ini, ini baik buat tubuh kita", aku serukan kepada keempat sahabatku.

"Gimana Lan, sudah baikan?", tanyaku
"Sudah Barr, tapi kaki kananku terasa sangat sakit sekali", Lana mengeluh sakit pada kaki kanannya.

Aku pun melepas sepatu yang digunakan Lana, ku lihat kakinya pucat, mungkin karna memang sepatu yang digunakan basah selama empat hari

Aku lihat tak ada yang luka pada kaki Lana. Aku pun menggulung celana panjangnya. Benar saja filingku, kaki Lana nyeri akibat pacet yang menempel pada kakinya

Pacet atau biasa disebut (lintah). Lebih dari satu yang menempel dikaki Lana.

Yang aku lihat membuat aku merinding. Baru ini aku melihat lintah menempel sebanyak ini
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa....... Lepaskan itu Barr, Lepaskan.. Aaaaaaaa........", Lana menjerit ketakutan dan menendang-nendangkan kakinya, berharap binatang itu terjatuh.

"Tutup matamu ya Lan, aku akan melepaskan lintah ini satu-persatu", pintaku menenangkan Lana
"Iya Barr, cepat Barr, aku takut", Lana benar-benar ketakutan atas apa yang terjadi pada kaki kanannya.

Aku mencabut belatiku dan meminta bantuan Andi dan Lani untuk memegang Lana.

Ku gesekan belatiku pada lintah yang menempel dikaki Lana. Sangat keras hewan ini menempel, mungkin sudah Lama iya berada disana

"Aaaaaaaaaaa... Baraaaaaaaaa", Lana berteriak kesakitan. Aku tau ini memang sakit, tapi ini harus aku lakukan.

Lintah itu pun satu-persatu mulai ku lepaskan dari kaki Lana.

Kulit kaki Lana ikut terkelupas karna tergesek oleh belatiku. Darah mulai mengalir dari kulit Lana dan semakin banyak, hingga menempel ditangan kananku

"Lana.. Kau harus kuat, aku tau ini menyakitkan"

*******

Lana terus saja merintih kesakitan dan memejamkan matanya. Lani hanya menangis sambil terduduk lemas disamping Lana. Sepertinya Lani pun merasakan apa yang saudara kembarnya rasakan

Akhirnya lintah yang terakhir terlepas dari kaki Lana. Setelah itu aku mengunyah daun semanggi dan ku tempelkan pada luka dikaki Lana.
"Heeyy.. Sudah selesai Lan"
"Benar kah itu barr?, terimakasih bara, terimakasih", suara Lana yang masih ketakutan dan bergetar.

"Apa kah kau masih sanggup berjalan?", tanya ku pada Lana
"Masih barr, aku masih kuat", Lana menjawab dengan senyum yang menawan.

"Aaah.. Aku benar-benar jatuh hati padanya", gumamku

Akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan kembali perjalanan.

Andi masih tetap berjalan paling depan, lalu Lani, kemudian Jaya yang memapah Putra, Lana dan aku paling terahkir.

Aku terus memperhatikan Lana, rambutnya panjang sebahu, ia memakai panel kotak-kotak berwarna merah. Sambil senyum aku terus saja memandanginya dari belakang

"Hayoo kamu memperhatikan aku ya?", Lana benar-benar mengejutkanku dan memberi senyumnya yang manis. Kalau diperhatikan diatas bibir Lana ada sedikit bulu tipis yang tumbuh disana
"Heemmmmm.."

"Eehh.. Kamu ngagetin aku aja", aku menjawab dengan spontan
"Bara, terimakasih ya?"
"Terimakasih untuk apa Lan?"
"Kamu sangat baik denganku, sepertinya aku menyukaimu Barr", Lana berbicara dengan lembut

Wajah Lana memerah dan memberikan senyum yang indah. Lana berlari menjauh dariku, mungkin ia malu karna telah mengungkapan isi hatinya padaku

"Aku pun menyukaimu Lan", teriakku dalam hati.

Lana berjalan paling depan dan sesekali berjalan mundur menghadap kebelakang untuk melihatku, begitu seterusnya

Aku pun tersenyum melihat tingkah laku Lana yang manja, sampai akhirnya Lana berhenti dan menatapku pekat

Aku terus saja berjalan kearahnya, namun Lana tetap diam mematung. Aku semakin mendekat pada Lana, tiba-tiba saja Lana berteriak

"Tiiiidddaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk.." teriakkan Lana mengejutkan aku dan juga yang Lainnya. Lani menghampiri Lana dan bertanya

"Kamu kenapa?", tanya Lani
"Ba.. Ba.. Baraaa", Lana terus saja mematung dan berbicara terpatah-patah.
"Kenapa dengan bara?, ia baik-baik saja", Lani semakin bingung dengan tingkah adik kembarnya

Kemudian Lana berlari tepat dihadapanku. Ku lihat wajahnya yang kebingungan dan mengeluarkan air mata

"Ta.. Tangaanmu, tanganmu barr"

Semua melihat kearahku dengan tatapan kebingungan.

"Baraaaaa.. Jawab aku. Tanganmu kenapa?, sejak kapan ini terjadi?", Lana berteriak, terus saja bertanya dan memegang jaket ku yang seharusnya itu adalah lengan kiriku

Lana menangis dan memelukku
"Jelaskan Bara.. Jelaskan padaku, ada apa dengan tanganmuuuuuuu..", tubuhku digoyang-goyangkan oleh Lana, seraya meminta penjelasan atas apa yang terjadi pada lengan kiriku

Kawan-kawan ku yang lain pun bertingkah sama. Mereka mempertanyakan tentang tanganku.

Hanya ada tangisan yang keluar dari wajah mereka
"Mengapa kau tak menjawab baraaaa.. Jawab pertanyaan ku?", tak henti-hentinya Lana mempertanyakan itu dengan tangis yang kian menjadi.

Aku hanya diam dan membelai rambut indah nya dan berkata
"TENANG LAH, AKU BAIK-BAIK SAJA"

Lana tetap tak terima, Lana terus saja memaksaku untuk menjelaskan apa yang terjadi. Namun aku hanya diam tanpa menjelaskan apa-apa

Aku melihat wajah sahabatku satu-persatu, seraya berkata
"TENANG LAH SAHABAT, AKU TETAP LAH BARA YANG KALIAN KENAL"

"Sebenarnya apa yang terjadi Bar, lu cerita sama gue", Putra angkat bicara

Akhirnya aku pun menjawab
"Gak ada yang perlu gue jelasin kawan. Ini kesalahan gue karna terlalu ceroboh", ungkapku.

"Tapi mengapa kamu tidak cerita apa-apa padaku bara?", lagi-lagi Lana bertanya sambil menangis dan memeluk, sambil terus menyentuh lengan pada jaket panjangku.

"Maafkan aku bara, maafkan aku.. Harusnya aku mengetahui ini dari awal, MAAFKAN AKU..", tangisan Lana semakin kencang. Sampai akhirnya Lana pun terkulai lemah dan terjatuh.

"Laannnaaaaaaaa..", teriakku terkejut melihat Lana yang tiba-tiba saja terjatuh dan tak sempat ku tangkap

Wajah Lana pucat, bibirnya menjadi membiru.
"Apakah Lana terkena hipothermia?", gumamku dalam hati

"Lana.. Lana. Bangun Lan, sebentar lagi kita sampai", terus saja aku berteriak membangunkan Lana yang pingsan. Tapi Lana tak bergeming dan tetap saja diam

"Jaya, bantu gue, kita carikan batang kayu"
"Untuk apa barr?", tanya Jaya.
"Kita buat tandu untuk Lana", aku dan Jaya bergegas mencari kayu, sedangkan Andi mencari akar untuk penguatnya

Aku berjalan disekitar hutan tersebut dan memotong beberapa batang kayu untuk ku buat tandu. Setelah semuanya terkumpul aku dan Jaya segera merakit tandu tersebut

Dua belah kayu yang panjang aku apit dengan kayu yang berukuran kecil, sehingga membentuk seperti anak tangga.

Kemudian aku memapah tubuh Lana yang dibantu Andi dan Jaya. Lana sekarang sudah berada diatas tandu yang kami buat

"Biar aku saja yang membawa Lana", pinta Jaya
"Kalau lu lelah gantian ya jay, biar gue berjalan paling belakang", timpal ku pada Jaya

Kemudian kami melanjutkan perjalanan turun kebawah. Andi dan Putra berjalan paling depan, disusul oleh Lani kemudian Jaya yang menyeret tandu, aku tetap berjalan paling belakang.

Tak ku rasakan tanda-tanda akan mencapai kaki gunung jawa, ini perjalanan empat hari yang sangat melelahkan untukku. Entah sedang berada dimana aku ini

Tapi aku tak putus asa, aku harus kembali untuk pulang bersama kelima teman-temanku.

Langit nampak mulai sore kabut pun kembali menutupi jarak pandang kami. Mengapa terasa cepat sekali hari berganti dihutan ini

Aku terus berjalan sambil memperhatikan wajah Lana yang pucat. Tiba-tiba..

"Kerrrraaaakkkkkkkkkk... Aaaaaaaaaaaa.."
"Putraaaaaaaaaa.........."

Aku mendengar seperti suara batang pohon yang patah dan suara teriakan Andi memanggil nama Putra.

Entah apa yang terjadi didepan sana, kabut yang pekat membuat ku tak melihat apa yang sedang terjadi

Aku sedikit mempercepat langkahku dan aku meninggal kan Lani, Jaya dan Lana
"Jay, gue kejar Andi ya", pesanku pada Jaya
"Cepat Barr.. Cepat", jawab Jaya yang panik mendengar teriakan Andi

Dengan setengah berlari akhirnya aku temukan Andi yang berdiri ditepi jurang.
"Ada apa Ndi?, dimana Putra?", tanyaku pada Andi yang panik dipinggir jurang

"Putraaaa.. Putraaaa.. Traa.. Traa.. Tra..", suara teriakan Andi mengema dijurang itu. Aku benar-benar tak melihat Putra kala itu

"Heeyy.. Jawab gue, dimana Putra?", aku bertanya sekali lagi pada Andi. Andi pun akhirnya menjelaskan padaku

"Sewaktu gue jalan tiba-tiba Putra tergelincir dan jatuh kedalam jurang Barr. Gue gak sempet menangkap Putra, karna gue terpeleset bebatuan yang licin"

Andi menjelaskan dengan wajah panik dan juga rasa bersalah. Aku pun melihat raut itu diwajah Andi

"Putraaaaaa.. Traa.. Traaa.. Traaaa..", Andi berteriak sambil menangis
"Putraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......"
Tubuhku merinding mendengar suara teriakan Andi yang lirih.

"Bodoh, gue emang Bodoh.. Putraaaaa", Andi sangat menyesal atas peristiwa ini.

"Plaakk.. Plaakkk.. Plaakkk..", berulang kali Andi menyalahkan dirinya sendiri. Ku lihat andi berteriak sambil menamparkan wajahnya menggunakan kedua belah tangannya

"BODOH.. BODOH.. PUTRAAAAA...."

Aku melihat air matanya mengalir deras. Andi terkulai lemah ditepi jurang memanggil Putra dan terus menyalahkan dirinya sendiri.

*******

Cahaya dilangit mulai menghilang, kabut pun semakin tebal dan menutupi pandanganku.

Hembusan angin berganti menjadi sangat dingin. Ini lebih dingin dari hari-hari sebelumnya

Tak ada tanda-tanda keberadaan Putra saat itu
"Put.. Bertahan lah, aku pasti menemukanmu", hanya itu yang ku sampaikan dalam hati kecilku

"Sreeekkk.. Sreeekkk", ku mendengar suara itu dari belakang. Ternyata Jaya dan Lani yang sedang menyeret tandu Lana.

"Apa yang terjadi bar?", tanya Jaya
"Tenangkan pikiranmu Jay"
"Dimana Putra?", Jaya kembali bertanya. Aku hanya diam tak menjawab.

"Ini semua salah gue Jay, kalau saja gue gak tergelincir, Putra gak bakal jatuh kejurang", Andi menjelaskan pada Jaya, sambil terus meneteskan air mata.

Andi bertumpu dengan kedua lututnya, kedua tangannya mencengkram rumput-rumput ditepian. Matanya terus menatap kearah jurang yang diselimuti kabut tebal

Air mata Andi bagai lautan yang terkena gelombang stunami, meluap melalui bibir pantai terus menerus. Aku melihat raut wajah penyesalan pada Andi.

Aku berjongkok disamping Andi dan berkata
"Lu belum selesai nangisnya?, gue mau turun cari Putra, kalau lu udah selesai nangis susul gue ya", aku perlahan mencari jalan untuk menuruni jurang tersebut

Ku tengok Andi dan ku lihat raut wajahnya penuh harap. Ia mengusap air matanya lalu menyusul aku untuk turun

"Jaya, gue titip Lana dan Lani ya?, buat api unggun biar Lana tetap hangat", seruku
"Baik barr, lu berdua hati-hati ya dan bawa Putra kembali", Jaya memberi semangat untuk kami berdua dan sebuah harapan Putra kembali

Kami terus menuruni jurang tersebut. Untungnya disisi-sisi jurang banyak terdapat akar-akar pohon yang bisa kita jadikan pegangan untuk turun

Aku mempunyai firasat, Putra pasti selamat. Namun aku tak tau dimana ia berada sekarang.

"Putra traa traa tra.. Putra traa tra tra..", sepanjang menyusuri jurang, aku dan Andi terus saja memanggil nama Putra terus menerus

Dibawah sana aku melihat jaket berwarna biru tersangkut diranting pohon jurang itu.
"Bara, itu Putra", seru Andi memberitahukan ku, tangannya menujuk kearah bawah jurang.

Iya.. Itu benar Putra, ia tersangkut dipohon dan tak bergerak.

Dengan perlahan aku dan Andi berjalan terus menuruni jurang tersebut. Akhirnya kami sampai ditempat Putra tersangkut

Aku memeriksa apa kah Putra masih bernafas!!!
"Alhamdulilah, Putra masih bernafas", seruku dalam hati

Namun aku bingung bagaimana caranya membawa Putra untuk naik keatas. Andai saja tanganku tidak buntung, pasti aku akan dengan mudah untuk membawa Putra keluar dari tempat ini.

Kemudian Andi berinisiatif untuk menggendong putra. Aku hanya mengiayakan kemauan Andi, karna aku tak bisa berbuat banyak untuk itu.

Aku hanya menyarankan Andi untuk mengikat Putra menggunakan jaket nya. Ku buka ikat pinggangku dan memberikannya pada Andi
"Lu iket ini dipinggang , agar Putra gak sampai merosot"

Andi melakukan apa yang ku perintahkan, lalu Andi berkata
"Ayo Put, kita pulang"

"KITA PULANG"

Kata-kata Andi membuatku sedih sekaligus bahagia, karna sesusah apa pun keadaannya, kita masih saling merangkul dan saling tolong menolong.

Ini lah sahabatku yang membuatku masih bisa bertahan sampai sekarang.

Andi, mulai menaiki tebing-tebing jurang menggunakan akar dan dibantu oleh kedua kakinya. Aku pun menyusul menaiki jurang tersebut.

Kulihat raut wajah Andi tampak lelah, namun ku rasakan semangatnya mengalahkan rasa lelahnya.

Entah berapa lama aku, Andi dan Putra berada dijurang ini, ku daki terus bebatuan yang licin, sempat beberapa kali aku dan Andi tergelincir namun itu tak mematahkan semangat kami untuk membawa Putra keatas.

Usahaku dan Andi membuahkan hasil, akhirnya kami sampai diatas jurang tersebut. Diatas aku melihat Jaya yang tengah menunggu cemas, makin keatas aku melihat Lani yang tengah menunggu.

"Baraaaaaaa..", aku hafal suara ini.

Iya.. Itu suara Lana, ku lihat Lana tersenyum padaku dengan berlinang air mata. Itu air mata bahagia

Mataku tetap melihat kearah Lana, ia memberikan tangannya untuk membantuku naik, padahal jarak kami masih beberapa meter

Luka ditangan kiriku mendadak menjadi sangat sakit, memang beberapa kali tangan ini tergesek akar dan bebatuan ditebing ini.

Aku terus saja menatap wajah Lana yang manis.
"Lana, kau sungguh cantik", gumamku didalam hati

Tinggal beberapa meter lagi aku akan sampai, tapi entah mengapa badanku terasa berat, pandanganku menjadi kabur. Berat sekali rasanya

"Aku mohon jangan sekarang", aku bicara pada diriku sendiri, kau tubuhku, kuat lah untuk beberapa saat, jangan kau membuat kelima sahabatku lebih khawatir.

Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku terus memanjat keatas dengan satu tangan dan dua belah kakiku

"Ayo bara sedikit lagi", ku dengar semua sahabatku memberiku semangat padaku

Mengapa ini begitu sakit, aku baru merasakan sakit sekali pada bahu kiriku. Aku berhenti ditepi jurang, entah mengapa aku tak sanggup lagi untuk meneruskannya

Habis sudah tenagaku kawan.

Aku melihat disekelilingku hanya ada kabut pekat. Aku berharap bisa melihat pemandangan indah seperti dipuncak gunung jawa ini.

"Ya Allah, aku sangat lelah", terus saja aku menatap kabut tebal itu. Mengapa aku jadi merasa nyaman disini. Apakah hidupku harus berakhir ditepi jurang gunung jawa ini.

Didalam kabut, aku melihat wajah ibuku
"Bara.. Kemari nak, datang lah dan peluk ibu", suara itu nyata dan aku mendengar jelas ibuku memanggil.

"IBU.. IBU.. TUNGGU BARAAAAAA", aku teriak disisa-sisa tenagaku.
"Kemari lah nak kita pulang", ibuku memberi kan senyum padaku

"Baraaa.. Mengapa kau diam, ayo naik sedikit lagi", Lana berteriak dengan kerasnya. Aku pun terkejut entah apa yang terjadi pada diriku

Akhirnya aku sadar, aku tadi berhalusinasi
"Lana.. Tolong bantu aku", dengan sekuat tenaga ku coba untuk memanjat jurang ini

Ku rasakan tangan Lana berhasil menggapai ku. Kemudian Andi , Jaya dan Lani pun turut membantuku
"Terimakasih sahabatku, Terimakasih", itu saja yang ku ucapkan dalam hati

Aku tau kalian semua lelah, tapi kalian tetap menolongku dengan sisa tenaga yang kalian miliki

"Hahahahahaa.. Jurangnya dalam juga ya", aku tertawa bahagia
"Kamu masih saja bisa bercanda Barr", Lana menimpaliku dan memeluku dengan erat

Ku pandangi wajah Putra dan tak ku sangka Putra tersenyum padaku lalu berkata
"Ngapain lu ngeliatin gue kaya orang bego gitu Barr?", Putra bicara diimbangi tawa kecil dibibirnya

"Lu bisa melihat Put?", tanyaku pada Putra
"Masih Barr, kan lu sendiri yang bilang sama gue kalau mata gue gak apa-apa"

Aku senang mendengar Putra berbicara seperti itu. Semangatku kembali tumbuh, lalu aku bicara kepada kelima sahabatku
"Apakah kalian siap untuk pulang?", aku bicara sambil berusaha berdiri dengan dibantu oleh Lana

Dengan penuh semangat kami berenam berdiri kembali. Ku lihat wajah-wajah lelah dari kelima temanku.

Ini bukan apa-apa, justru ini lah awal perjalanan kami untuk pulang.

Malam yang dingin menjadi saksi perjuangan kami berenam melewati hutan gunung jawa. Malam yang dipenuhi kabut tebal dan disinari cahaya bulan diatas langit

Putra kembali memimpin perjalanan dingin malam ini, dibantu oleh Andi dengan berjalan beriringan.

Jaya menyusul sambil memapah Lani, karna Lani merasakan nyeri dikedua belah kakinya.

Tinggal aku yang berjalan tepat berada dibelakang Lana.

Entah berapa lama kami terus berjalan menyusuri hutan itu. Jauh sudah kami turun kebawah, namun kaki gunung jawa belum juga terlihat dari pelupuk mata.

Dengan langkah yang terseok-seok, kami terus berjalan tanpa henti. Lelah sekali rasanya, kepalaku mendadak menjadi berat.

Pandangan mataku pun mulai kabur, aku berbicara pada tubuhku sekali lagi
"Aku tau kau lelah wahai tubuhku, tolong bantu aku sekali lagi"

Sepertinya tubuhku sudah tak sanggup lagi untuk berjalan. Pandangan mataku berubah menjadi gelap dan
"IBU....", itu suara terakhir yang ku ingat. Seketika tubuhku pun ambruk.

Hanya sunyi yang aku rasakan dan dengan sayup-sayup aku dengar suara kumandang adzan.

"Apakah aku berhasil?"

*******

Aku yang tepat berada didepan Bara, mendengar suara Bara memanggil "IBU", aku menengok kebelakang dan ternyata Bara sudah terbaring ditanah

"Baraaaaa.. Bangun. Kita sudah sampai", aku terus saja mengoyang-goyangkan tubuh Bara yang terbaring tak berdaya.

Seketika aku menangis tak kala ku lihat wajah Bara mulai memucat.
"Bara.. Bangun, tetap lah sadar Baraaaa", aku terus berteriak, namun Bara hanya diam.

"Kalian tunggu disini, gue akan cari bantuan", Andi berbicara dan langsung bergegas turun kebawah untuk mencari bantuan.

Disini tinggal Jaya, Putra , Bara dan kaka kembarku Lani.

Aku sungguh panik saat itu, tak kala aku dengarkan denyut jantung Bara berdetak melambat

"Jangan pergi Bara, aku mencintaimu", tangisku mulai menjadi-jadi. Rasanya aku takkan sanggup jika benar Bara tiada.

"Baraaaaaaaaa.. Banguuuuuuuuunnn.., wajahku basah dengan air mataku, aku terus memohon jangan pergi.

Sudah hampir setengah jam kami menunggu, dari kejauhan ku lihat Andi berlari bersama beberapa warga.

Akhirnya kami semua diefakuasi dari hutan itu. Banyak warga yang melihat kami pada saat itu, dengan tatapan yang penuh tanda-tanya.

Tempat itu lumayan cukup luas, mungkin seperti balai desa. Bara berada didalam kamar dengan tetap berbaring tak bergerak.

Tak lama aku lihat wanita berpakaian serba putih yang datang dan membawa tas yang berwarna hitam ditanganya. Wanita itu langsung masuk kedalam kamar dan memeriksa keadaan Bara.

Setelah itu kami semua dibawa kerumah sakit terdekat kala itu, karna Bara harus menggalami oprasi pada lengan kirinya. Aku bersyukur Bara masih hidup.

***

Gelap, mengapa gelap sekali disini. Aku terbaring diranjang empuk, sejak kapan aku bisa berada disini. Mengapa gelap ?, ada dimanakah aku ini. Apa aku sudah mati ?

Ya Allah, izinkan aku kembali keduniamu, banyak yang harus aku selesaikan. Beri aku satu kesempatan ya Allah.

Dalam gelapku, aku menangis, entah mengapa aku tak bisa menggerakan tubuhku. Sampai ku rasakan tangan kasar yang membelai lembut kearah wajahku, lalu berkata

"Kamu anak yang baik, ibu ikhlas jika kamu harus pergi nak."

Ibu.. Itu suara ibuku. Air matanya terasa jatuh dipipiku dan aku merasakan kuasa Tuhan saat itu.

Cahaya mulai terlihat diujung sana dan akhirnya aku bisa membuka mataku dengan perlahan.
"Ibu" aku memanggilnya dengan lembut
"Ya Allah.. Bara, kamu masih hidup nak" ibuku berkata dan mencium wajahku terus menerus.

"Bara merindukanmu Bu, maafkan Bara", menetes lah air mataku, bersamaan dengan senyum bahagiaku, karna aku bisa melihat ibuku kembali

Aku melihat di sekeliling ruangan itu. Kemudian aku menayakan keberadaan kelima sahabatku.

"Dimana teman-temangku Bu ?", aku bertanya dan mencoba bangkit dari ranjang itu. Aku ingin melihat kelima teman-temanku

"Mereka ada diluar, sebentar, ibu panggilkan mereka", ibuku kemudian bangkit dan meninggalkan ruangan itu.

Aku bersandar diujung ranjang dan menanti kelima sahabatku datang. Lana, orang pertama yang aku lihat dan langsung memeluku.

Lalu Andi, Jaya dan Lani, mereka masuk keruangan itu dengan wajah penuh kebahagiaan. Andi pun berkata

"Akhirnya lu sadar juga ya Barr", andi bicara sambil duduk diujung ranjang tempat ku sekarang.
"Baru juga beberapa jam gue tidur Ndi !", jawabku pada Andi.

"Kamu koma selama dua bulan Barr", Lana menanggapi pembicaraanku. Aku terkejut mendengar itu dari Lana.

Rasanya aku hanya tertidur beberapa jam setelah aku pingsan dikaki gunung jawa dan berada ditempat ini. Hanya itu yang aku ingat.

"Yang terpenting kamu sekarang sudah siuman Bar", suara Lana menenangkan ku.

"Putra.. Dimana Putra ?", tanyaku pada Lana.

Kelima sahabatku hanya diam dan tak menjawab pertanyaanku. Kemudian Andi bicara.

"Apa kau tidak ingat apa-apa Bar ?", tanya Andi.
"Gue inget, kita berdua berhasil membawa Putra kembali dari jurang tersebut dan Putra pun sempat bicara sama gue, kalau matanya pun sudah bisa melihat. Lalu dimana Putra sekarang ? Apa sudah kembali kerumahnya ?, tegasku pada Andi dan para sahabatku.

Lalu Andi kembali bicara
"Kita memang berhasil membawa Putra kembali keatas. Namun nyawa Putra tak tertolong lagi Bar", aku kaget mendengar peryataan Andi.

"Lu jangan bercanda Ndi, jelas-jelas gue bicara sama Putra setelah kita sampai keatas jurang", tegasku pada putra

"Kamu pingsan sewaktu aku berhasil meraih tanganmu Barr", Lana menimpali pembicaraanku.
"Aku masih sadar Lan, aku masih ingat kalian menarik tanganku dari jurang itu", tegasku kembali meyakinkan ingatanku saat itu.

"Lu harus terima kenyataan ini Bar, Putra sudah meninggal sewaktu berada dijurang dan aku yang memapahnya sampai keatas", tegas Andi
"Tidak mungkin.. Kalian jangan bercanda!", aku kebingungan dan tak percaya apa yang dikatakan Andi dan Lana.

"Bagaimana mungkin ini terjadi Ndi ? Gue sendiri yang memeriksa detak jantungnya!!!"
"Tapi kenyataannya Putra sudah tiada Barr, kepala Putra tertusuk batang kayu hingga tembus kebelakang", Andi kembali mempertegas peristiwa itu padaku.

"Tidak mungkin, ini tidak mungkin", aku terus saja tak percaya apa yang dikatakan Andi padaku. Aku berteriak diruangan itu dan mengeluarkan air mata. Demikian pula dengan teman-temanku, mereka ikut menangis saat itu.

"Putra.. Mengapa kau pergi ? Bukan kah kau berjanji akan bertahan hingga kita sampai dikaki gunung jawa", aku bicara dalam hati dan tak percaya atas apa yang sebenarnya terjadi

"Ngapain lu ngeliatin gue kaya orang bego gitu Barr."
Ini kata-kata terakhir dari Putra yang masih aku ingat.

***

Setelah aku sudah sedikit membaik, aku mengajak Andi, Jaya, Lana dan Lani untuk mengantarkan aku ketempat peristirahatan terakhir Putra.

Putra dimakamkan tak jauh dari rumahnya. Kami berlima datang dan mendoakan kepergian Putra untuk selama-lamanya.

"Putra.. Terimakasih kau telah mau menjadi seorang sahabat untuk kami, aku akan merindukan sosokmu. Semoga kau tenang disurga aamiin"

.....................................................................

Setelah pendakian tersebut kami berlima meneruskan kegiatan seperti biasanya, sampai kami lulus dan menjadi seorang sarjana.

Lana.. Ia gadis yang aku cintai, akhirnya aku menyatakan cintaku padanya dan kami menikah.

Orang tua Lana memiliki sebuah perusahaan dan aku dijadikan seorang yang dipercayai untuk mengurus perusahaan tersebut.

Karna pengalaman kami digunung jawa membuat ayah Lana menilaiku sebagai orang yang bertanggung jawab.

Sekarang aku hidup bahagia bersama wanita yang aku cintai.
[TAMAT]

*****
Sebelumnya

-----------
Namanya BARA AKSARA
Dan ini kisah nyata beliau ditahun 1988 jawa tengah.

*TAK ADA YANG TAK MUNGKIN BAGI ALLAH (kun fayakuun) "jadilah" MAKA JADILAH*
close