JIWAKU DIATAS PUNCAK
JEJAKMISTERI - Aku merangkak, memanjat tebing yang tinggi itu, malam dingin serasa menusuk tulang, sebelumnya aku sedang tertidur di lembah yang damai.
Namun ketika ku terbangun, ku melihat sesosok mayat tertelungkup di sebelahku, kaget bukan main, kepalanya pecah tak berupa, darah membanjiri sekitarnya dan sedikit mengenai baju yang ku pakai, dan yang membuatku semakin panik pakaian yang di pakai orang itu persis seperti yang ku pakai juga.
Bagaimana kalau teman temannya tidak tahu dia terjatuh ke bawah sini? bagai mana perasaan orang tuanya kalau dia tidak di ketemukan?dalam hatiku mulai berkecamuk, rasa iba dan rasa peduli sebagai sesama pendaki membuat saya memutuskan untuk segera mencari bantuan.
Sesampainya di atas tebing yang tinggi, aku melihat pada sosok mayat tadi yang kelihatan hanya sedikit karena tertutup oleh akar, pohon dan ilalang di sekitar jurang, saya berdiri dan langsung menuruni jalur pendakian dengan tujuan sesegera mungkin sampai ke BC, sukur sukur bisa bertemu pendaki yang lagi summit.
Beberapa meter di depan terlihat beberapa pendaki sedang menapaki jalur pendakian, hati senang sekali, akhirnya ketemu pendaki juga.
"Bang misi bang, ada yang jatuh ke jurang di atas sana" kataku seraya menunjuk ke atas puncak, tapi kok mereka cuek aja yaa, sepertinya mereka gak mendengar, atau mereka pendaki belagu, batin saya dongkol.
"Bang... Hallooo... Baang...!!!" Teriakku, "Percuma bang, mereka gak denger dan gak lihat kita, soalnya mereka berbeda sama kita" suara perempuan di belakangku menghentikanku berteriak.
Saat ku menoleh kebelakang ku melihat sosok wanita memakai baju planel kotak merah dengan celana PDL warna hitam dan sepatu gunung warna coklat tua, Carrier empat puluh liter tergantung di punggungnya, rambutnya panjang di ikat memakai bandana dengan warna senada dengan bajunya.
"Aku Rani bang dari Bekasi, tapi udah lama di sini" sambil tersenyum manis Rani memperkenalkan diri, "Saya Rama, dari Bandung" kataku seraya menjabat tangannya.
"Memang mereka berbeda sama kita? Maksudnya gimana? Kok saya bingung yaa, bukannya mereka itu mau summit kan?" Cerocosku tanpa jeda.
"Lagi lagi Rani tersenyum manis, "Kita dan mereka beda alam bang" jelasnya, "Astaghfirullah maksud teteh mereka Itu?" Tanya saya kaget, sambil mengangguk dan tersenyum Rani mengajak saya untuk duduk di shelter yang ada di pos bayangan.
"Tenangin dulu pikirannya bang, bawa air minum gak?"
Tanya Rani kepadaku, yang membuat saya sadar bahwa semua perlengkapanku termasuk logistik dan air minum tertinggal di lembah tadi bersama mayat yg jatuh dari jurang itu.
"Sial..! ketinggalan di bawah" umpat ku kesal pada keteledoran sendiri, kok bisa sampe ketinggalan batinku.
"Yaa sudah minum punyaku aja bang, nih..!" Tawar Rani seraya menyodorkan botol air minumnya yang sedikit aneh menurut saya.
Seperti botol minuman biasa, namun seperti terbuat dari bambu dengan ukiran batik timbul, "Dasar cewek bisa aja cari merchandise yang unik dan aneh kayak gini" ucapku dalam hati sambil mengambil botol minum dari Rani lalu meminumnya.
"Kok rasanya agak aneh yaa, padahal selintas sama aja kayak air mineral yg di jual bebas di warung warung, tapi ini rasanya seger banget, terus seperti ada manis manisnya gitu air apa ini Ran? Kok rasanya agak beda gini yaa" tanyaku pada Rani.
“Sama kok air mineral biasa, cuman kamu lagi panik aja kali bang" jelas Rani sambil tersenyum... Manis sekali.
Mungkin iya saya lagi panik aja pikir saya. "Yaa udah Ran saya mau lanjut ke BC mau laporan ada orang jatuh" kata saya seraya akan beranjak keluar dari selther.
“Udah bang percuma, abang gak bakalan didenger" ucap Rani sekali lagi meyakinkanku, "Kenapa? Apa mereka ngira saya becanda gitu?" tanya saya agak tinggi sama Rani.
“Bang, mending kita cek yuk sekali lagi mayatnya, siapa tau abang kenal, sambil kita tunggu tim SAR dateng" ajak Rani untuk kembali ke puncak.
"Gila Ran, mana mungkin bisa kenal, orang kepalanya aja hancur kok, terus kalo kita ke atas lagi, tenaga saya bisa abis" teriak saya sama Rani, yang dibales tetap dengan tenang dan tersenyum manis.
“Mending minum lagi deh bang, biar tenang" lanjut Rani dengan tetap tersenyum. “Ya udah Rani antar abang ke BCnya, tapi nanti abang jangan kecewa yaa" lanjut Rani.
Kami pun mulai melangkahkan kaki kami menurun dan menelusuri jalan setapak jalur pendakian gunung itu menuju BC.
Beberapa pendaki melewati kami, lagi dan lagi dan lagi mereka semua yang berpapasan dengan kami seperti tidak menghiraukan kami.
"Anak anak sekarang parah yaa Ran, gak tau adat" umpat saya sambil Mengikuti Rani dari belakang, Rani hanya menimpali datar, “Yudah bang biarin aja, entar juga abang pasti ngerti."
Tak lama kamipun sampai di BC, namun suasana BC hari itu sangat berbeda, keadaanya ramai dengan tim SAR mereka sibuk mempersiapkan alat untuk pecarian.
"Bang... Maaf... bang, ada apa ini?" Tanya ku pada seorang anggota SAR yg sedang mempersiapkam perlengkapan untuk pencarian seseorang yang hilang di atas, terluka atau meninggal.
Petugas itu seakan tidak mendengarkan ucapanku, dia terus aja dengan kesibukannya, dan aku pun juga berpikir mungkin saking sibuknya jadi tidak menghiraukan kami.
Yang membuat saya semakin jengkel, Rani masih aja senyam senyum seperti tidak terpengaruh oleh apa yang sedang terjadi,
tanpa sengaja saya mendengar obrolan dari para relawan.
"Barusan ada info dari pendaki yang lagi summit melalui HT, katanya mereka menemukan carrier warna biru navy merk Pabrik outdor terkenal nyangkut di atas pohon di bibir jurang.
"Carrier warna biru navy? kok bisa yaa sama persis kayak punyaku?" batin saya,
dan sepertinya Rani melihat perubahan pada raut wajah saya.
"Bang inget sesuatu? Ada yang bikin abang sadar, ada apa gitu sama abang?" tanya Rani kepada saya.
"Enggak sih Ran, cuman aneh aja gitu, kok carrier nya mirip punya saya, kalo emang punya saya kok bisa nyangkut di atas pohon yaa" jawabku agak kebingungan.
"Sstt..! Dengerin lagi bang, noh tim SAR lagi ngedata daftar pendaki" kata Rani sambil menunjuk ke arah petugas jaga.
"Ini ada satu pendaki yang seharusnya lapor turun dua hari yang lalu, tapi sampai hari ini belum ada lapor" kata petugas jaga BC kepada tim SAR yang menanyakan daftar pendakian sambil memberikan buku daftar pendaki.
"Oke ini dia, Nama Rama Dirgantara, Umur dua puluh lima tahun, dia solo hiker berangkat naik hari Sabtu, rencana turun hari Minggu dan sekarang sudah hari Selasa, berarti dia tanpa kabar udah dua hari ya?" tanya petugas SAR sambil membaca baca buku daftar.
Deg.......
Bagaikan mendengar petir di siang bolong, antara heran, kaget, tak percaya dengan yang saya denger barusan.
"Nggak... Nggak!!! Nggak mungkin... Ini pasti prank nih, bang ini aku bang, Rama Dirgantara yang baru kemaren simaksi bang, dan baru sehari bang belum tiga hari kok" racauku dan berusaha menyentuh tubuh dari tim SAR tersebut,
Namun…
Tanganku seperti menangkap angin, saya coba lagi dan lagi lagi tanganku seperti menembus tubuh orang itu.
Dengan panik aku terus terusan mencoba menepuk tubuh anggota tim SAR yg sekarang dia memegang punduknya “Kok tiba tiba bulu kudukku merinding ya pak?
Lenganku juga kayak ada yang niup, seperti ada angin tapi dingin banget ini pak" kata salah satu anggota tim SAR itu pada temennya.
"Mungkin orang yang jatuh itu, mau ngasih tau kali" timpal temannya.
“Yaa Alloh gak mungkin, ini gak mungkin.... Ayoo bangun Rama kamu bermimpi... Ayo bangun!" isakku sambil terduduk lemas, aku menangis sekeras kerasnya, tanganku di telungkupkan di antara lutut dan dada, tidak tahu harus bagaimana, bingung, sedih antara percaya dan tak percaya.
Satu tangan mengusap usap punggungku dengan lembut.
“Sudah bang, terima kenyataan bang, dari awal Rani udah berusaha kasih abang petunjuk, biar abang sadar, bahwa abang itu jiwa tak beraga, tapi sayang abang gak sadar terus, makanya Rani ikut abang ke BC, biar abang gak shock, kenyataanya sosok mayat yang telungkup di jurang itu adalah memang bang Rama sendiri" kata Rani menjelaskan panjang lebar.
"BOHOOONG ! elu boong kaaan! Gue gak percaya.... Kalian semua bohooong!” teriak saya tak terkendali.
“Bang mending ikut saya yuk ke TKP biar abang yakin bahwa orang yg abang liat itu memang abang" kata Rani sambil menarik tanganku dan tiba tiba kami sudah berada di dasar jurang.
Dimana di depan kami terbujur kaku mayat sosok pendaki yang tertelungkup dengan kepala terlihat pecah menganga, "Ran kok kita udah ada disini lagi? Jadi barusan kamu yang mindahin kita kesini? Berarti kamu juga jiwa tanpa raga?" tanya saya keheranan.
"Iya bang, Rani yang mindahin kita kesini, Rani juga sama kaya abang, bahkan Rani tidak seberuntung abang" kata Rani sambil menunduk seperti sedih, dan baru kali ini selama bersamanya Rani tidak tersenyum.
“Beruntung? Maksud kamu saya beruntung? Beruntung apanya Ran? Aku, kamu.... Kita itu senasib Ran, kita hanya jiwa yang tak memiliki raga, dan entah sampai kapan kita terjebak di antara dua alam ini?" teriak saya ke Rani yang sedari tadi tertunduk sedih.
“Iya, abang beruntung, raga abang cepat di temukan, dengan begitu raga abang akan segera di sempurnakan, setelah itu abang akan di jemput oleh dua malaikat untuk menuju alam yang berikutnya, sementara Rani bang? Sampai detik ini tubuh Rani tidak pernah di temukan, walaupun Rani udah mencoba mengasih tanda, udah coba ngasih tahu lokasi tubuh Rani berada lewat merasuk raga orang.” Rani diam sejenak, menyeka buliran air bening dari sudut bawah matanya.
"Bahkan Rani pernah mencoba masuk ke mimpi para pendaki, juga ke mimpi mamah dan papah Rani tapi tetap bang hasilnya sama, kenyataanya tubuh Rani sampai hari ini tidak bisa di temukan oleh mereka, dan Rani pun hanya mahluk yang memiliki keterbatasan, Rani tidak bisa tiba tiba muncul depan orang dan menunjukan dimana tubuh Rani berada, walaupun mereka sebenarnya sudah didekat tubuh Rani berada, sisanya lebih tepat" ratap Rani lagi sambil terisak menangis.
Tiba tiba kami mendengar beberapa langkah tergesa di atas kami, dan ada beberapa orang sedang berbincang, mengenai skenario terbaik dan teraman untuk proses evakuasi tubuh saya.
Tak lama merekapun turun dengan menggunakan sling yang di tambatkan melalui point dan menggunakan carabiner.
Setelah sampai di bawah, mereka langsung mengecek tubuhku, melihat kondisi kepalaku yang hancur, memeriksa semua kantong baju dan celanaku, mereka menemukan dompet ku lalu memeriksa isinya dan menemukan Kartu Mahasiswaku.
"Yuups! positif, ini Rama Dirgantara solo hiker dari Bandung, ada nomor telepon yang bisa dihubungi?" tanya petugas SAR pada temannya yang tadi memeriksa Handphone.
"Ada pak, ini ada nomor ibunya" teriak anggota SAR sambil mengacungkan handphone milikku.
"Nanti kalau sudah kita bawa dan sampai di BC, segera telpon orang tuanya" perintah dari petugas SAR tersebut yang langsung di iyakan anak buahya.
"Yuk kita amankan segera” sambil menyiapkan kantong mayat warna kuning, dengan segera memasukan tubuhku kedalam kantong mayat dan di ikat menggunakan webbing lalu di cantelkan ke sling menggunakan carabinner.
Perlahan tubuhku di tarik keatas, ada rasa sesak dalam rongga dada, akhirnya inilah akhir cerita kehidupanku, saya harus meninggal dalam keadaan yang mengenaskan, jauh dari orang tua tercinta, dan mereka pasti akan meras sangat kehilangan bathinku.
"Bang udah ikutin sana, biar abang bisa melihat dulu kedua orang tua dan saudara saudara abang yang lainnya sebelum abang dijemput sama dua malaikat dan di antar ke alam lainya." Ucap Rani sambil menggenggam jariku.
"Biar abang bisa melihat keluarga abang dulu, minta maaf dulu sama mereka walaupun mereka gak bisa melihat dan mendengar abang, minimalnya abang bisa ketemu untuk terakhir kalinya dengan keluarga abang" lirih Rani sambil terisak dan sesekali mengusap air matanya yang menetes di pipi dengan jemari jemari munggilnya.
Rasa iba dan entah rasa apa namanya yang membuat ku begitu berat untuk meninggalkan Rani.
“Saya disini aja sama kamu Ran, kita bisa menjelajah gunung ini bersama, kita bisa lihat sunset setiap hari sama sama, selamanya dan hanya kita berdua Ran, kita..." sebelum selesai bicara Rani memotong duluan ucapan saya.
"Ssthh...! Udah bang jangan di terusin lagi, jangan nambah kesedihanku lagi bang, lagian percuma kok, dimana pun abang berada, kalo tubuh abang sudah disempurnakan dan di kuburkan, abang pasti di jemput oleh malaikat yang di tugaskan buat jemput abang, dan abang tidak bisa menghindar apalagi sembunyi bang" pilu Rani, lalu tertunduk.
"Udah lah bang lagian juga Rani udah terbiasa sendiri, Rani bisa kok mejalaninya, santuy aja bang gak usah khawatirin Rani, Rani cukup terhibur kok saat melihat pendaki ganteng kayak abang dan bisa deket deket tanpa di ketahui siapapun, Rani bahagia juga saat jailin mereka yang gak bisa ngehargain alam beserta penghuninya dan mereka ketakutan hihihihi" Rani tertawa dan jelas dipaksakan.
"Apalagi saat kasih pelajaran ke pasangan pendaki yang berbuat mesum di tenda mereka, tahu gak bang Rani pernah nampakin wajah Rani yang ancur ke mereka yang sedang WOOHOO..!! di dalem tenda, hahaha kebayang gak bang mereka panik lari keluar tenda tanpa pakai apapun, yang bikin Rani puas, mereka di marahin sama pendaki lainnya" kenang Rani sejenak senyum cerianya terlihat, namun hanya sesaat.
"Bang, Rani tidak akan ngelupain abang sampai kapanpun, karena dari awal abang di BCpun Rani udah ngikutin abang, Rani udah suka sama abang, tapi Rani sebenarnya gak mau kejadian ini menimpa abang, Rani berusaha kasih tahu abang bahwa di samping abang tertidur itu jurang" Rani menarik nafas panjang.
"Rani masuk ke mimpi abang buat ngasih tahu, cuman terlambat, Abang keburu berbalik dan terjatuh, sialnya carrier abang nyangkut di pohon sekitar jurang, yang menyebabkan tubuh abang terpelanting dan kepala mendarat duluan di atas batu" ujar Rani sambil kembali tertunduk tanda penyesalan.
Setelah mendengar penjelasan dari Rani ingatanku kembali ke tiga hari yang telah lalu, saat itu aku pulang kerja, dan baru saja menerima massage via WA dari tunanganku, isinya singkat, padat dan akurat.
"KITA PUTUUSS!!"
Yang membuat hatiku hancur berkeping keping, betapa tidak? Lima tahun pacaran dan satu tahun ini bertunangan dan bulan depan merencanakan untuk menapaki jalan kupu kupu bersamanya dalam mahligai Rumah tangga, tiba tiba dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami.
Tanpa berpikir panjang saya pulang ke rumah, packing barang, siapin logistik dan alat alat untuk satu hari karena seninnya saya harus kerja dan kuliah, angkat carrier tanpa istirahat langsung berangkat, setelah simaksi di BC gunung itu.
Saya langsung jalan, pos satu lancar, pos dua dan tiga tanpa hambatan, pos empat mulai kepayahan, pos bayangan benar benar kehabisan tenaga, pos lima sampai puncak terlalu memaksa karena putus cinta.
Akhirnya sampai juga ke puncak, keadaan memang sudah sangat larut dan saya sudah benar benar ke payahan, sempat terdengar bisikan.
"Bang naik lagi sedikit, jangan istirahat disitu, sebelah abang jurang" tapi tidak ada siapa siapa, saya pikir itu hanya halusinasi saja karena saya sangat kecapekan.
Istirahat sebentar lalu diriin tenda, masak, makan malam lalu tidur mungkin besok pagi saya akan fresh lagi pikirku.
Sambil menghisap sebatang rokok saya bersandar pada tunggul kayu yang sudah tua dan mungkin agak lapuk, tapi mana saya peduli.
Rasanya badan sudah capek sekali, tanpa sadar saya pun terlelap, dan saat bangun saya di kagetkan oleh tubuh yg telah kaku tertelungkup di sebelah saya.
Bukan... Bukan sebelah saya ternyata... setelah saya ingat kembali ternyata, Saya yang keluar dari tubuh itu...
"Bang..."
Panggilan Rani menyadarkanku dan kembali kekenyataan bahwa aku memang sudah meninggal dan sekarang berdiri di sini di tempat saya terjatuh.
Bersama seorang jiwa tak beraga yang terjebak di di antara dua alam di gunung ini.
"Bang saatnya abang pergi, ikutin mereka yang bawa tubuh abang, Rani akan selalu ingat abang walaupun abang tidak akan teringat apapun, Rani harap suatu saat nanti kita bertemu di keabadian" lirih Rani sambil tersenyum yang paling manis yang pernah saya lihat, perlahan Rani melepas genggaman tangannya.
Pudar... Memudar... Dan menghilang "Selamat tinggal bang Rama" kata terakhir dari Rani tanpa wujud.....
Tertegun sejenak lalu sayapun melesat mengikuti mereka yang menandu tubuhku...
Seorang wanita setengah renta menangis terus mengurai air mata yang membuat matanya menjadi sembab di papah lengan lengan kekar yang masih terlihat sisa sisa keperkasaan dan ketegasan dari seorang pria paruh baya juga yang terlihat lusuh dan terlihat jelas rasa duka yang mendalam, dua remaja putri yang sama sama sibuk denga gadgetnya dan sesekali terisak di sudut ruangan.
Ingin rasa nya aku memeluk mereka, ingin rasanya ku mengadu apapun sama ibu dan terlelap di atas paha paling nyaman sedunia, lalu kau usap rambutku penuh kasih, kecupan hangat di keningku membuat ku merasa nyaman dan aman, tapi sekarang tak akan bisa lagi.
Ingin rasanya berlindung dipunggungmu walaupun tak setegap dulu tapi masih mampu membuatku merasa kau lindungi ayah.
Maafkan Rama ibu, ayah si kembar jail nan menggemaskan, maafin abang udah gak bisa dengerin curhatan kalian lagi....
Setelah tubuhku di bersihkan atau di mandikan, dikafani, dikamperi dan di kapasi, lalu di sholatkan di mesjid karena ternyata banyak sekali yang merasa kehilanganku dan ingin ikut menyolatkanku, lalu masuklah saya kedalam kendaraan terakhirku, iya keranda...
Di usunglah tubuhku kepemakaman umum sekitar rumahku... Saatnya telah tiba, dua sosok rupawanan elok menghampiri dan menggandeng tanganku.
"Mari nak... Waktumu telah tiba..." dengan tersenyum mereka membawaku pergi kesuatu tempat yang indah luar biasa.
Ada semacam gerbang yang sangat besar didalamnya tumbuh berbagai macam bunga yg cantik menawan.
Sampai tujuh gerbang kulewati dan di gerbang ke tujuh ini kami berhenti di sebuah rumah bergaya classic bercat putih dan berpagar kayu, dengan hamparan rumput di halaman yang luas rumah itu, pokoknya ini rumah impianku banget
"Nah nak ini lah rumah sementara mu, sampai semua kembali di panggil dan di kumpulkan kembali, masuklah nak" kata salah satu sosok menawan tersebut....
Kubuka pintu pagar, kulintasi jalan di hamparan rumput nan luas, ku hisap aroma wangi dari bunga di keabadian....
Kubuka pintu rumah itu, saat ku masuk seperti ada kilauan cahaya yang sangat menyilaukan membuat mataku sedikit memincing dan kututup kembali pintu dari dalam.
Ada rasa nyaman, rasa aman, rasa damai disini dan yang paling penting, saya tidak mengingat satu hal apapun sebelumnya.
Setelah saya menutup pintu itu, tidak ada sedih, tidak ada duka, tidak ada hati yang terluka, tidak ada rasa kehilangan tidak ada rasa marah apa lagi benci, yang ada hanyalah rasa Damai yang abadi….
SEKIAN
BACA JUGA : MISTERI ALAM JIN