Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

RITUAL MENDAPATKAN ILMU TERBANG


JEJAKMISTERI - Gunung Dempo tetap sunyi. Semilir angin barat senja itu meniup dedaunan pepohonan angsana. Kami bersebelas terbuai oleh lembutnya bayu. Tak ayal membuat mata kami menjadi mengantuk. Tetapi kami tidak boleh tertidur. Jika tidur, maka, kami semuanya akan binasa. Harimau Penthera akan menerkam kami. Daging lembut kami akan menjadi santapan Si Raja Gunung itu. “Tidur, berarti mati!” pekik Ki Langit Sabana, guru spiritual kami, mengingatkan.

Ki Langit Sabana tidak lain adalah pemegang ilmu linuwih Tapa Debu yang bernama Hamid Jamaludin, sebutlah begitu, seorang mantan perwira tinggi Angkatan Darat yang mampu menghilang melenyapkan diri dan terbang bagaikan debu.

Jantungku berdetak hebat pada saat hujan batu turun menimpa angsana. Batu batu kali sebesar kepala jatuh dari langit. Hujan batu, hujan yang tidak lazim terjadi dan dialami oleh kalangan praktisi supramistik. Termasuk aku, seorang yang lemah dan fakir yang telah 20 tahun memasuki lama mistik, dunia supranatural yang belakangan dianggap gila oleh sebagian keluargaku.

Hujan batu itu, ternyata adalah sinyal gaib dari kaki langit Bahwa, usaha itu mendapat restu dan siap dilaksanakan, pada malam yang telah ditentukan, yaitu Selasa Pahing, pukul 24.00, tanggal 4 Januari, beberapa hari setelah heboh perayaan Malam Tahun Baru Masehi, di mana kami semua sudah standby di atas Gunung Dempo, gunung yang berketinggian hampir 3000 meter dari permukaan laut ini.

Sebenarnya aku dilarang keras oleh ayah dan ibuku untuk belajar ilmu Kambayan Sugiang ini. Sebuah cabang ilmu mistik yang bukan cuma mampu melenyapkan diri sendiri, tapi juga mampu masuk ke alam gaib, alam Ayunan Rahman, lalu mendapatkan kunci pintu alam Bangiang Garaeng, alam debu, suatu dunia setengah nyata di balik dunia nyata. Alam Bagiang Garaeng itu adanya di atas Gunung Dempo, Pagara lam, Sumatera Selatan, tempat di mana kami melakukan pertapaan.

Sebagai seorang guru besar Universitas Mahayana, Semarang, katakanlah begitu, yang mengutamakan hal rasional di dalam kiprah kerjanya, maka ayahku sangat tidak menyukai dunia mistik. Dunia mistik baginya adalah kienik, dunia irasional yang menggiring seseorang mejadi gila.

“Sinting, benar-benar sinting kami nantinya,” kata ayahku, saat mengetahui bahwa aku akan masuk ke kelompok Rajutalam, komunitas pelaku gaib yang menjadikan daerah Sumatera Selatan sebagai basis utama.
“Tidak Papa, saya harus berangkat ke Gunung Dempo dan apapun yang akan terjadi, akan saya hadapi di sana, hal ini sudah menjadi konsekuensi logisku sebagai seorang praktisi supranatural,” desisku, saat ayahku mencegat aku untuk berangkat. Begitu juga dengan ibuku, hingga dia menangis, menghimbau agar aku tidak berangkat ke daerah sangat berbahaya dan baginya mengerikan itu.

Aku menghambur, mencium kaki ayah dan kaki ibuku.Aku sangat memohon restu mereka berdua, memohon ijin mereka yang yang terpenting, aku sangat memohon doa dan mereka agar usahaku berhasil dan aku pulang dalam keadaan selamat.

Karena tekadku membaja, membatu dan hatiku sudah bulat total, maka kedua orangtuaku akhimya melepaskan aku. Mereka mengijinkan dan memberiku restu untuk pergi. Akupun segera meninggalkan rumah kami di Jalan Kartini 569 Cc, Semarang, dan aku buru-buru menghambur, melesat ke bandara Adi Sumarmo lalu terbang ke bandara SoekarnoHatta Jakarta lanjut ke bandara Sultan Mahmud Badarudin di kota Palembang.

Dari bandara Sultan Mahmud Badarudin, Talangbetutu, aku menyewa taksi sedan Toyota Altis berjalan selama empat jam meleweti jalur 300 kilometer menuju Pagaralam, Lahat. Setelah sampai di Kota Pagaralama, aku menyewa sepeda motor untuk naik ke kaki Gunung Dempo. Di Blok timur Cilpilak, sudah menunggu lima teman dari Brunai Darussalam, dua teman dari Malaysia dan tiga teman dari Australia. Mereka sudah memasang tenda dan menjadikan blok cilpilak sebagai perumahan darurat, hingga hari ritual sakral itu datang.

Setelah dua hari kami di barak, barulah pemimpin sekte datang. Hamid Jamaludin, seorang tentara berpangkat jenderal bintang dua purnawirawan, pemimpin ritual, seseorang yang punya kemampuan mistik mumpuni, punya ilmu pecah jiwa, ilmu linuwih dan pemegang pintu kelimuan mahaguru supranatural Java Mantra.

Jenderal pensiunan Hamid Jamaludin adalah tentara yang mampu menghilangkan, melenyapkan dirinya dan membuat panik para musuh saat dia perang melawan Fretilin di Timor Timur tahun 76 lalu. Sudah ratusan Serdadu Fretilin mati di tangannya dan jantung musuh itu dia makan dengan sadis.

Jantung itu dimakan supaya semakin ganas dan berani masuk ke kantong musuh dan beringas untuk menghabisi dengan dingin. Jika tidak, tentara kita akan menjadi takut bahkan banyak pula yang disersi di Timor Timur karena takut menghadap serdadu Fretilin yang ganas juga sadis.

“Kini, setelah berhasil menghancurkan serta membuat Ftetilin menyerah dari Timor Timur masuk ke pangkuan Indonesia, barulah sayameninggalkan kebiasaan memakan jantung manusia itu dan saya bertobat,” ungkap Pak Jenderal Hamid Jamaludin, kepadaku.

yang membuat saya terkagum-kagum kepada Pak Hamid Jamaludin ini, dia tidak datang dengan pesawat atau kendaraan apapun ke Gunung Dempo ini dari Jakarta. Tetapi dia datang dengan Ilmu Ringan Tubuh, terbang dari Jakarta menyeberang di atas Kepulauan Seribu lalu terbang ke Pagaralam, Sumatera Selatan.

Ilmu Pak Hamid Jamaludin sangatlah tinggi dan Iinuwih. Namun, dia tidak pernah menyombongkan diri, dia adalah seorang yang sangat sederhana, bersahaja, merendah dan tawaddu. Tingkat sifat pasrah, berserah diri dan bergantung nya kepada Allah Azza Wajalla begitu tinggi. Dia seorang sufi sejati, yang sangat dekat dengan Allah dan sangatlah mencintai Allah melebihi siapapun. Mungkin kedekatannya itu dapat mendekati walau tidak sama, dengan kedekatan para rasul kepada Allah Azza Wajalla.

Namun, Pak Hamid Jamaludin tidak pernah sedikitpun mengungkap kedekatan itu. Tidak sekalipun dia membuka rahasia bagaimana dia berulang kali bertemu dengan para wali, dengan para rasul di dalam ritual sakralnya, di kamar gelapnya di rumahnya yang besar di Menteng, Jakarta Pusat.

Karena kedekatannya dengan para Malaikat pula, atas ijin Allah, maka Pak Hamid Jamaludin mengetahu apa yang tidak diketahu? banyak orang. Dia mengetahui apa yang orang lain tidak tahu. Dia sangat tahu apa yang orang lain tahu. Maka itu, ilmu Weruh Sakdurunge Winarah, ilmu mengetahui sesuatu yang akan terjadi di depan, ramalan, dia sangatlah ahli.

Pak Hamid Jamaludin banyak mengetahui apa yang akan terjadi di depan. Contoh soal, ramalannya tentang kejatuhan Pak Harto, di mana saat itu Pak Harto sedang kuat-kuatnya, membuat banyak pejabat tercengang, saat dia katakan bahwa Pak Harto akan jatuh dengan modus mengundurkan diri. Gerakan mahasiswa akan menduduki parlemen dan terjadi huru hara besar di beberapa kota besar di Indonesia secara serempak. Hal itu diungkapkannya pada Desember Screenshot_997 dan setahun kemudian, apa yang dikatakannya adalah benar adanya. Di beberapa kota terjadi bakar-bakaran, huru hara dan Pak Harto menyatakan berhenti sebagal presiden.

Contoh soal lain, ramalan yang sangat jitu sebelum tsunami besar melanda Aceh, di mana sebulan sebelumnya Pak Hamid Jamaludin melihat gempa besar di ujung Aceh dan gempa itu meledakkan ombak besar lalu mematikan ratusan ribu nyawa manusia. Hal itu diungkapkannya kepada beberapa menteri, tapi menteri tidak percaya ramalan itu. Begitu benar terajadi, barulah menteri itu sujud mencium tangan Pak Hamid Jamaludin. Hingga sekarang, Pak Hamid selalu dimintai pendapat tentang beberapa calon pemimpin dunia oleh para menteri.

Kami semua mendengarkan ramalan-ramalan Pak Hamid sebagai sebuah kelakar. Dia menyampaikan apa yang dia lihat di depan nanti, sebagai sebuah percandaan, tetapi dari pencandaan itu, kami semua menyimak, apa sebetulnya yang akan terjadi yang menjadi inti dari pembicaraannya. Terkadang Pak Hamid Jamaludin memberikan Kultum, khotbah-khotbah dengan cara yang bersahaja, sederhana dan mengena di hati kami semua.

Apabila teman dari Australia tidak mengerti, maka Pak Hamid akan menerangkannya dengan Bahasa Inggris. Bahasa lnggrisnya sangat fasih dan lancar, ‘begitu juga dengan bahasa Jerman, Jepang, Belanda dan Bahasa Spanyol.

Teman-teman dari Australia tertarik kepada komunitas ini karena sosok Pak Hamid Jamaludin yang sakti. Mereka yang jauh-jauh datang dari Sydney itu, ingin menggali ilmu tradisional waraisan bangsa Indonesia yang hingga sekarang ini sudah nyaris punah. Ilmu gaib warisan masa lalu bangsa Jawa dan Bangsa Melayu Indonesia itu, nyaris hilang dan mereka yang datang dari Australia itu ingin memindahkan ilmu itu ke Negeri Kanguru.

Tanggal 4Januari, hari Selasa Pahing, ritual sakral dimulai. Kami melakukan upacara gaib itu di tengah malam, tepat pukul 24.00 di atas Gunung Dempo. Rasa dingin menggigit sekujur tubuh, kami semua pada mulanya menggigil karena kedinginan. Namun, ajaib, setelah mengambil wudhu, kami keluar tenda dan berkumpul di bawah pohon kayu tembesu umun 5000 tahun di blok pangkiliang, di lima level di atas perkemahan kami. Rasa dingin tiba-tiba lenyap dan tubuhpun berubah menjadi hangat.

Walau udara pegunungan tentu sangat dingin, hanya 8 hingga 9 denajat celsius sesuai petunjuk yang tertera di termometer.Semua anggota dituntut untuk bersih hati kepada sesama manusia, bersih hati kepada Allah Azza Wajalla, lalu memusatkan konsentrasi kepada kekuasaan, kekuataan dan keagungan Allah Subhanahu watallah. Kami semua diminta untuk menanggalkan sifat lahiriah duniawi, namun masuk ke alam antasukma, alam antah barantah yang selama ini aku tidak tahu sama sekali ada alam dekat bumi, namun tidak terlihat dari bumi. Alam itu adalah Alam Ayunan Rahman, alam surga tepi dunia, surga percobaan sebelum menanti surga sesungguhnya di akhirat nanti.

Ketika Jenderal Hamid Jamaludin menepukkan tangannya, kami semua membuang fikiran lalu melepaskan fikiran itu menuju satu titik. Titik nol, titik di mana semuanya merasakan seakan kembali ke dalam rahim ibu. Mantra-mantra linuwih yang diberikan jenderal Hamid Jamaludin, kami baca dan hayati secara seksama. Saat itu lah, roh kami keluar dari jasad dan kami menyatu terbang di dalam gelap, di dalam dingin dan cuaca pegunungan yang sangat lembab.

Semua itu kami dapat rasakan, bukan dapat dilihat. Namun semua menemukan pengalaman yang sama. Pengalaman batiniah dan rohaniah yang sekaligus bersatu padu. Kami merasakan perpegangan tangan dengan sosok Pak Hamid Jamaludin yang memimpin di bagian terdepan. Seperti seorang imam di dalam sholat. Sebagai makmum, kami mengikuti dari belakang dan kami terbang entah arah ke mana, tak ada satupun di antara kami yang tahu, kecuali Jenderal Hamid Jamaludin,

Setelah beberapa jam terbang, kami menemukan sinar kuning kemerahan, matahari yang memberikan bias sinar dari timur. Bola dunia terlihat bulat dan sinar itu semakin terang dan terang sehingga kami melihat bulatan globe bumi yang utuh.

Selain nampak gambar daratan dan laut, samudera, kami juga merasakan betapa anggunnya dunia, bumi, alam fana yang akan hancur pada hari kiamat nanti. Lalu kehancuran itu akan membinasakan seluruh makhluk, seluruh yang bernyawa akan mati, hancur total oleh mega dahsyatnya bencana sebagai alasan Allah SWT untuk mensyahkan hari kiamat.

Apa yang tertangkap oleh mata, ternyata lebih dahsyat jauh dibandingkan dengan apa yang ditangkap oleh rasa. Semua berjalan dan bergerak dengan rasa, hati, jiwa, ruh yang lebih mulia dan yang mulia. Lebih nyata dan pada apa yang dilakukan dengan penglihatan mata. Maka itu, kami semua tidak merasa aneh lagi, bahwa seseorang yang matanya dibutakan oleh Allah karena kecelakaan atau suatu penyakit, Allah akan membukakan kepekaan rasa, indera ke enam bahkan indera ke tujuh yang supertajam, mampu memandang lebih jauh, lebih tajam dari pada apa yang secara fisik tertangkap oleh dua bola mata.

Kami tidak tahu hari apa dan tanggal berapa, yang jelas kami semua terlepas dari bumi, masuk ke suatu alam yang sebut saja alam Ayuran Rahman, alam milik Allah Azza Wajalla yang selama ini sangat rahasia.
“Secara fisik dan alamiah, manusia akan tahu bila mencari, lalu menemukan alam rahasia yang diberikan Allah SWT bila kita meminta dan total berdoa sambil ikhtiar.

Tidak ada yang tidak mungkin kita temukan dari sejuta rahasia itu jika kita sungguh-sungguh ingin mengetahuinya. Ingat, Allah berpesan kepada manusia udunni astajim lakum, berdoalah dan mintalah kepada-Ku, kata Allah, aku akan mengabulkan pintamu itu. Jadi, bila kita sungguh-sungguh, seperti pepatah Arab menyebut, manjaddah wajadah, barang siapa sungguh-sungguh, akan mendapatkannya,itulah yang saya lakukan dulu, hingga, Alhamdulillah, mendapatkan semuanya ini,” desis Jenderal Hamid Jamaludin, setelah kamj keluar dari alam Ayunan Rahman tersebut.

Tentang suasana pada alam Ayunan Rahman, jujun agak sulit diceritakan. Karena kami diwanti-wanti, untuk tidak mengumbar akan keaadan yang super indah tersebut.
Jenderal Hamid Jamaludin meminta kepada kami untuk tidak membuka semuanya. Sebab, bila itu dibuka, dikuatirkan akan membuat kehebohan, kegaduhan spiritual yang akan menjadi kontraproduktif. Bagi pelaku ilmu syareat dan hakikat, cukuplah menekuni serius keilmuan dan jalan ibadah inti itu.

“Jalanilah dengan balk dan benar, jujur serta tulus ikhlas. Sedangkan yang kita jalani adalah ilmu akhir tentang ke-Tuhanan, yaitu ilmu makrifatuilah, ilmu yang mampu memisahkan jasad dan roh, pecah jiwa, rogoh sukmo untuk mendekatkan diri kepada Allah. Makin berserah diri bergantung, menggantungkan diri serta mempasrahkan seluruh jiwa raga total kepada Sang Pencipta, Allah Yang Agung, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

“Ingat, Allah tidak akan memberikan bagian kecil ilmu-Nya sekecil apapun, sebiji kermunting untuk manusia, jika manusia itu tidak berusaha mendekat dan meminta kepada-Nya, untuk mengetahui sesuatu yang sedikit dari maha luas, mega samudra kekuasaan serta kebèsaran-Nya. Allah Karim!” imbuh Jenderal Hamid, kepada kami.

Adapun zikrullah utama yang terus diungkap sepanjang ritual sakral aclalah: zikir, subhanallah, Alhamdulillah, Lailahaillah, Aliahu Akbar. Ziki ini nyaris tidak boleh terputus, terus diucapkan setiap kali kita ingat, setiap kali bernafas, setiap kali jantung berdetak dan setiap terjaga dan tidur.

Tentang mengapa harus dilakukan di atas gunung yang dingin, tengah malam, sunyi, tanpa lampu dan angin yang kencang. Jenderal mengatakan, bisa saja dilakukan di kota-kota, di desa atau di perkampungan umum. Akan tetapi, konsentrasi manusia akan sulit tercapai bila dilakukan di tempat keramaian, ada suara, ada bunyi berisik dan ada lalu lalang kehidupan.

“Ritual ini dilakukan di puncak Gunung Dempo, karena gunung Dempo adalah tempat yang dingin, sepi, sunyi dan gunung ini merupakan paku, paku dari tegaknya Pulau Sumatera. Gunung ini mengikat Bukit Barisan yang memanjang dan selatan ke utara, menjahit Pulau Sumatena dan mengokohkan pulau ini, hingga tidak terbelah oleh gempa sebesar apapun.

Gunung Dempo memang gunung berapi dan sangat berbahaya bagi kehidupan, tetapi, Penghuni Gaib gunung in Eyang Bawu Rekso, Kakek Sangkil Ahmad, sahabat sejatinya saya, menjadi belahan jiwa yang selalu bahu membahu menjaga bumi dari kehancuran tangan manusia yang tamak. Maka itu, daerah gunung ini dilarang untuk eksploitasi besar besaran, walau di sini banyak emas dan benda berharga yang mampu untuk membayar hutang negara,” cerita Jenderal Hamid Jamaludin, ketika kami bersiap meninggalkan Gunung Dempo dan kembali ke rumah masing-masing.

Di luar dugaan, usai ritual itu, kami semua mampu mengecilkan diri menjadi sebutin debu. Semuanya mengecil dan melayang terbang dari gunung lalu pulang ke rumah masing-masing. Ada yang pulang ke Brunai, Malaysia, Jakarta dan Semarang. Bahkan, teman yang pulang ke Sydney, menjadi debu kecil melayang ke Australia.

Setelah sampai, mereka menelpon dan menceritakan terbang penerbangan debu itu di atas Sam udera Hindia yang luas. Mereka mendarat di atas menara Pulau Chrismas lalu melanjutkan terbang gedung Opera House dan jembatan Victoria Bridge di Sydney. Australia, lalu pulang ke rumah mereka masing-masing di dekat Kingcross Street View. 
Kisah ini dialami oleh Yulianti Maizuki 
[SEKIAN]

close