Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL PESUGIHAN (Part 1)


JEJAKMISTERI - Hidup didunia ini berbagai macam bentuk kehidupan, ada yang miskin dan tentunya ada yang kaya, kalau yang kaya sudah pasti enak tidak harus terlalu memikirkan untuk kebutuhan urusan perut sehari-hari.
Tapi bagi yang miskin, jangankan untuk yang lebih-lebih, hanya untuk perut sejengkal saja kadang kewalahan dalam mencarinya.

Karena kemiskinan itu pula, banyak manusia yang lemah imannya menempuh jalan sesat, rela mengorbankan orang yang ia sayangi, bahkan mengorbankan diri sendiri dijadikan tumbal untuk mendapatkan kekayaan secara instant. Lalu untuk apa harta berlimpah jika pada akhirnya diri sendiri yang dijadikan tumbal? Alasannya yang penting keluarga yang ia sayangi bahagia dan berkecukupan. Seperti halnya dalam kisah nyata berikut ini.

"Tang, aku dengar dari orang, katanya kamu pernah pesugihan ya? Antarin dong aku ke sana, aku mau juga, aku suntuk sekali, hidup susah terus" Suatu malam Rajib berbicara kepada Tatang, yang memang Rajib sengaja datang kerumah Tatang.

"Kata siapa aku pernah pesugihan jib? Kalau aku pernah pesugihan mungkin hidupku enggak susah begini'' Jawab Tatang dan balik bertanya kepada Rajib dengan kedua mata menjeling.

"Aku enggak bisa kasih tahu dari siapa tang, yang penting kamu kasih tahu saja dimana tempatnya, kalau kamu ndak bisa antar aku, karena aku mau coba, tolonglah tang, aku serius, aku capek hidup susah, anakku banyak tang, aku sudah berusaha bekerja apapun, tapi tetap saja hidupku susah, lalu bagaimana nasib anak-anakku kelak, mana sekarang istriku lagi hamil besar pula" demikian ucap Rajib memohon kepada Tatang agar memberitahukan dimana tempatnya.

"Serius kamu jib mau pesugihan? apa kamu sanggup dengan syaratnya?
Karena tempat dimana aku pernah melakukan pesugihan itu syaratnya berat, harus menumbalkan orang-orang yang kita sayangi, seperti anak, istri, orang tua kita sendiri'', ucap Tatang panjang lebar menjelaskan segala syaratnya.

Mendengar penuturan Tatang sejenak Rajib terdiam, terlihat dari raut wajahnya ada keraguan.
Lalu Tatang berbicara lagi.

"Jib, sebaiknya tidak usah kamu lakukan itu, nanti kamu menyesal, karena aku sudah mencobanya dan aku sangat menyesal, beruntung sempat aku batalkan, kalau tidak?, Hmm entahlah sebesar apa dosa yang aku tanggung'', walau yaah akhirnya aku tetap harus mempertanggung jawabkannya''.

Demikian ucap Tatang sembari menghembuskan nafas berat, terlihat raut wajahnya sedih, seakan ia menyesali segala perbuatannya dimasa lalu.

"Begini aja tang, aku akan fikirkan dulu ya, tapi mintalah alamat tempat itu".
Ucap Rajib meminta alamat tempat pesugihan.
Singkat cerita, setelah mendapat alamatnya dari Tatang, Rajib permisi pulang.

Setibanya dirumah, Rajib berfikir keras, antara terus dengan tekatnya untuk melakukan pesugihan walau dengan syarat berat, atau mengikuti nasihat Tatang, yakni agar tidak melakukan pesugihan.

Kehidupan Rajib memang sangat memperihatinkan, hidup susah di daerah transmigrasi dengan anak lumayan banyak, saat itu anaknya sudah 7 orang dan saat itu istrinya tengah hamil besar pula anak ke 8.

Siang itu cuaca di desa itu sangat terik, sehingga terasa sangat menyengat di tubuh, maklum saat itu waktu menunjukkan jam 12 siang, sang mentari tengah berada tepat diatas kepala, Rajib memutuskan untuk istirahat di gubuknya yang berada ditengah ladang, kegiatan Rajib sehari-hari sama dengan warga desa lainnya, yaitu bertani diladang, hari itu Rajib tengah menyiangi rumput di kebunnya yang ia tanam jagung dan tidak lama lagi akan panen.

Di dalam gubuknya Rajib duduk istirahat sembari termenung berfikir keras dengan rencana melakukan pesugihan untuk merubah kehidupannya yang susah.
Hingga saat itu ia merasa yakin dan nekat dengan fikirannya, yakni akan melakukan pesugihan, walau segala resiko dan syaratnya berat.

''kalau begini terus hidupku lalu bagaimana dengan masa depan anak-anakku, sementara aku sudah tua'', demikian dalam hatinya berbicara.
Mungkin karena fikirannya tengah kacau, Rajib tak berniat meneruskan kerja, ia memilih untuk pulang,

Selepas sholat fardu Maghrib dan makan malam, Rajib duduk sendiri diteras rumahnya sembari merokok, hingga beberapa saat ia belum juga masuk kedalam rumah dan tidur, seperti biasa warga desa setelah waktu sholat isya langsung tidur karena paginya harus pergi kerja ke ladang, istri Rajib yang tengah hamil besar mendatangi Rajib diteras, lalu duduk disampingnya dan berkata.

''beberapa Hari ini kelihatannya bapak gelisah, bapak kenapa?"
Demikian tanya ponirah ke suaminya.
Mendengar pertanyaan sang istri, Rajib tidak langsung menjawab, ia hanya menghela nafas berat dan memandang jauh ke langit yang gelap, seakan ingin ia tembus dengan kedua matanya, lalu ia berkata dengan pelan.

"Mak, hidup kita kok susah terus ya, padahal dari awal kita nikah, bapak tak pernah bermalas-malasan kerja'',
Demikian ucapnya, terdengar suaranya parau, mungkin ia menahan gejolak kesedihan dijiwanya.

''pak, bapak harus sabar dan ikhlas serta selalu bersyukur, semua ini kehendak Gusti Alloh, kita jalani saja siapa tahu suatu saat kita mendapat rejeki melimpah''. Jawab ponirah berusaha menguatkan suaminya itu.

''iya Mak, tapi kapan?, Aku sudah gak kuat dengan keadaan ini, sepertinya aku harus berikhtiar Mak''. Sambung Rajib kepada istrinya.

"Memangnya apa rencana bapak?"
Balik tanya ponirah ke suaminya.
"Begini Mak, seminggu lagi kita panen jagung, hasilnya sebagian mau bapak pakai untuk ongkos pulang ke Jawa, sisanya untuk kebutuhan kalian dirumah ya".
Demikian ucap Rajib ke ponirah.

Mendengar ucapan Rajib tentunya membuat Ponirah merasa heran, dan bertanya kembali.
"Mau ngapain bapak ke Jawa, kan kita Ndak punya apa-apa lagi disana"
Tanya Ponirah penasaran.

''pokoknya mamak nda perlu tahu, yang penting doakan saja semua urusan bapak lancar ya, ini semua demi hidup kita agar lebih baik lagi", jawab Rajib dengan penuh keyakinan serta merahasiakan tujuannya.
''ya udah ayok kita masuk dan tidur, sudah malam ni, besok bapak mau ke ladang lagi''. Ajak Rajib ke istrinya, lalu mereka masuk dan tidur.

Singkat cerita, suatu pagi terlihat Rajib bersiap diri, dengan berpakaian rapi, membawa tas lumayan besar, yaaah pagi itu Rajib bersiap hendak berangkat ke Jawa.

''hati-hati ya pak di jalan"
Ucap ponirah sembari mengusap bening air matanya, ponirah merasa sedih, demikian pula deng ketujuh anaknya. Bagaimana ponirah tidak merasa sedih, suaminya pergi jauh, sedang ia tengah hamil 8 bulan Mauk bulan ke 9 bulan, sementara anak-anaknya juga belum ada yang dewasa.

''mamak gak usah khawatir ya, hemat uang yang ada buat belanja, bapak gak akan lama'', ujar Rajib menguatkan hati istrinya, lalu ia berangkat.

Setibanya di pulau Jawa, tepatnya di Jawa barat, dengan alamat yang ia kantongi, rajib langsung menuju ke alamat tersebut, mulai dari menggunakan bus, naik angkot, terakhir ia turun dari ojek.

Rajib berdiri mematung menghadap kearah sebuah jalan setapak yang dikiri dan kanannya terlihat pepohonan besar dan tinggi menjulang, yaaah hutan belantara, ditambah suasana hari mulai redup, karena saat itu waktu menunjukkan jam setengah 6 sore, tentu saja sang mentari sudah mulai memasuki peraduannya.

Ada rasa ngeri didalam jiwa Rajib melihat situasi dihadapannya, namun tak menciutkan tekatnya, walau ia sadar saat itu ia merasa beberapa pasang mata tengah memperhatikannya dari balik rimbunnya pepohonan.

Rajib melangkahkan kakinya dengan pasti mulai menapaki jalan setapak masuk lorong gelapnya hutan tanpa memandang kekanan dan kekiri.

Selain ia merasa takut karena bayangan serta suara-suara aneh terlihat dan terdengar olehnya, Rajib harus fokus dengan jalan yang ia lewati, jalan setapak yang banyak terhalang oleh ranting-rantingkering.

Sesekali ia harus melewati rawa, ditambah saat itu hari mulai malam. Sahabat kang Asep semua pasti bisa membayangkan bagaimana situasi serta suasana dihutan itu, sungguh membuat bulu kuduk tak berhenti meremang.

Rajib terus berjalan dengan senter kecil ditangannya, Rajib memang sudah menyiapkan segala sesuatu yang ia butuhkan, karena Tatang sudah memberitahukan kepadanya.

Singkat cerita, akhirnya Rajib tiba disebuah lembah yang tidak terlalu dalam dan luas, dihadapannya terlihat sebuah bangunan kecil terbuat dari kayu serta beratapkan daun Rumbia.
Sesaat ia berdiri dan terdiam sembari mengawasi bangunan yang cuma ada satu dihutan itu, dari celah bangunan yang tepatnya sebuah gubuk itu, terlihat bias cahaya redup sebuah pelita dari dalamnya.

"Apa gubuk ini yang disebut Tatang ya", demikian hati Rajib berkata, lalu perlahan ia melangkah mendekati gubuk dihadapannya, pelan Rajib mengetuk pintu gubuk itu.
"Assalamualaikum"
Demikian Rajib mengucapkan salam.

Hening tidak ada jawaban, tiba-tiba saja, terdengar suara gemuruh dari sekelilingnya, yaaah angin kencang bertiup dari segala arah menerbangkan dedauna kering, bahkan seakan hendak melumat bangunan gubuk yang ada, disaat itulah terdengar suara bentakan keras dari dalam gubuk itu.

"Ajig siah, Saha anu babacaan di kawasan aing"
(Sial kamu, siapa yang membaca doa dikawasanku)
Demikian bentakan itu, terdengar sangat marah, tentu saja situasi yang terjadi saat itu membuat Rajib terkejut sekaligus ketakutan tanpa tahu hal itu terjadi karena ia mengucapkan salam, karena Tatang lupa tidak memberitahukan jika ditempat itu tidak boleh membaca semua yang berkaitan dengan ajaran agama.

Tak lama berselang pintu itu terbuka dan terlihat seorang laki-laki tua dan kurus, kedua tangannya menyatu di
depan dada sembari mulutnya berkomat Kamit seperti tengah membaca mantra.

Beberapa saat kemudian situasi ditempat itu terlihat kembali tenang, hening dan dan senyap, tak ada angin kencang yang menggulung, tak ada lagi semburan dedaunan kering, tinggal Rajib yang berdiri kaku dengan raut wajah pucat pasi bersama laki-laki tua yang menatap tajam ke arah Rajib,

"Kamu siapa? dan ada apa kamu datang kemari membuat masalah hah?"
Bentak laki-laki tua pemilik gubuk itu, yang tak lain itu aki kuncen atau aki Odeng. Sahabat kang Asep semua masih inget kan siapa aki Odeng?, Yang inget komen ya ... lanjut cerita ...

Mendapat bentakan dari pemilik gubuk itu sudah pasti Rajib ketakutan hingga tubuhnya gemetaran, lalu ia menjawab.
''ma, maaf aki, aku Rajib dari Sumatra, aku temannya Tatang ada perlu sama aki", demikian jawab Rajib dengan suara terbata karena menahan rasa takut.

Mendengar jawaban dari Rajib, sejenak aki Odeng terdiam seakan tengah mengingat, lalu ia berkata,
''oo si Tatang, trus ada apa kamu ke sini menjumpai aku?"

Tanya aki Odeng selidik.
''aku sudah bosan hidup susah aki, aku mohon bantuan aki agar aku bisa mendapatkan harta dengan cepat".

Demikian tutur Rajib menceritakan keluhan serta tujuannya datang menjumpai aki Odeng.
Mendengar ucapan dan tujuan rajib seketika aki Odeng tertawa dan berkata.

Hahaha ... Dasar manusia bodoh, pemalas, maunya kaya dengan gampang saja, tapi baiklah, jika itu sudah keinginanmu, sekarang aku tanya, kamu fikir bisa mendapatkan harta itu dengan cuma-cuma, apakah kamu siap dengan segala syarat dan resikonya?"
Ujar aki Odeng dengan menatap tajam Rajib.

''aku siap aki"
Jawab Rajib singkat.
''heeemmm, baiklah kalau begitu, ayok masuklah, ucap aki Odeng mempersilahkan Rajib untuk masuk ke gubuknya, yang terlebih dahulu aki Odeng masuk kedalam, lalu diikuti Rajib dan menutup pintunya.

Didalam gubuk yang temaram, mereka duduk berhadapan, Rajib hanya duduk menunduk tak berani menatap wajah aki Odeng.

"Sebelum memulai ritual aku akan memberitahukan kepadamu apa syarat utamanya, apakah kamu siap? Jika tidak maka malam ini juga kamu harus meninggalkan tempat ini".
Ucap aki Odeng berkata, mengawali pembicaraan.
''baik aki apa syaratnya yang harus aku penuhi'', demikian tanya Rajib ke aki Odeng.

"Syarat utamanya aku minta tumbal nyawa anakmu yang sekarang masih ada di dalam perut istrimu, karena aku butuh tumbal anak perempuan kelahiran hari Kamis, dan anakmu itu perempuan dan akan lahir seminggu lagi pada hari kamis'',

"Tapi tenang saja, aku tidak akan mengambilnya dalam waktu dekat ini, melainkan jika anakmu sudah berumur satu tahun''.
Demikian tutur aki Odeng menjelaskan segala syaratnya dengan panjang lebar.

Mendengar penjelasan dari aki Odeng tentu saja Rajib terkejut, namun hanya sesaat saja, lalu ia menjawab.

"Baiklah aki, aku setuju dengan syarat itu, tapi apa aku bisa mendapatkan hartanya sekarang?"
Demikian jawab Rajib dengan penuh keyakinan bahkan menanyakan kapan ia akan mendapatkan harta yang ia inginkan.

"Hahaha, ya ... ya ...
Harta itu bisa kamu dapatkan, tapi sebelumnya kamu harus tahu juga apa akibatnya jika kamu ingkar",
Mendengar ucapan aki Odeng seketika Rajib terdiam dengan dada berdebar menunggu kelanjutan ucapan aki Odeng.

"Jika kamu melangkar atau ingkar dengan janji ikatan perjanjiannya, maka dirimu sebagai gantinya, karena kamu kelahiran hari Kamis juga",

Hahahaha ..., Bagaimana siap Rajib?"
Sambung aki Odeng itu yang diakhiri tawa yang sungguh bisa membuat bulu kuduk meremang yang mendengar.

Sejenak Rajib terdiam, lalu ia berkata dengan pelan.
''baiklah aki, aku siap dengan segala resikonya, dan aku akan memenuhinya''.
Demikian ucap Rajib.

Rajib menyetujui dan akhirnya dibuat perjanjian mistik dengan aki Odeng, dilanjutkan ritual yang dilakukan disebuah sendang yang tak jauh dari belakang gubuknya aki Odeng atau aki kuncen itu.

Sama dengan ritual yang pernah dilakukan oleh Tatang beberapa tahun yang lalu, ritual itu dilakukan selama tiga hari, namun bedanya tumbal akan di berikan setahun lagi menunggu anak Rajib yang saat itu masih dalam kandungan istrinya lahir dan berumur satu tahun.

Singkat cerita, setelah 3 hari melakukan semedi di atas sebuah batu, dan dinyatakan berhasil oleh aki Odeng, dilanjutkan penyembelihan seekor ayam hitam atau ayam cemani serta membelah sebutir buah kelapa tanpa sabut, sempat Rajib terkejut ketika hendak menyembelih leher ayam itu, karena tiba-tiba saja ayam yang siap akan disembelih itu menangis dan berbicara.

"Bapaaak, kok tega sama aku, aku ini anakmu pak", 
Demikian ayam itu berkata, namun hanya sesaat saja Rajib terkejut dan sejenak termenung ragu, dalam hatinya ia berkata "ini cobaan, aku harus kuat", lalu ia melanjutkan niatnya dan mulai menyembelih leher ayam itu, yang tentunya dibayangkan olehnya seakan itu leher anak perempuannya, demikian pula ketika akan membelah buah kelapanya.

Setelah selesai semua, lalu aki Odeng membawa Rajib masuk ke dalam goa yang berada di pinggiran sendang itu.
Seperti yang dilakukan pada Tatang, aki Odeng menyerahkan karung yang berisikan uang.
Setelah penyerahan dan kembali aki Odeng mengingatkan.

''ingat Rajib, setahun dari saat ini kamu harus menyerahkan anakmu kepadaku, jika tidak maka dirimu yang aku jemput untuk menggantikan anakmu disini''.
Demikian ucap aki Odeng tegas.

Mendengar ucapan aki Odeng yang bernada ancaman, Rajib hanya menunduk dan menganggukkan kepala saja tanda mengerti. lalu ia berpamitan pulang.

Diperjalanan pulang sudah pasti harus melewati jalur ketika ia datang ke tempat itu, berbagai macam gangguan sudah pasti dan sangat ekstrim, namun tekad Rajib sudah bulat dan kuat.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya
close