Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL PESUGIHAN (Part 2 AND)


JEJAKMISTERI - Suatu malam di sebuah desa transmigrasi, terasa sangat sepi, langit terlihat hitam karena sang rembulan tidak menampakkan diri, demikian pula dengan bintang-bintang, mereka bersembunyi entah dimana, mungkin karena malam itu tengah hujan, walau tidaklah deras, hanya gerimis halus saja sejak sore tadi. Para warga memilih berdiam diri didalam rumah masing-masing, walau saat itu baru jam 8 malam.

Ponirah yang tengah hamil besar bahkan tinggal menunggu saat melahirkan saja, ia merebahkan dirinya diruang keluarga, berkumpul dengan ke 7 anaknya, ia terlihat gelisah karena memikirkan suaminya yang belum pulang dari Jawa, dan tidak tahu kapan suaminya pulang, pada masa itu sangat sulit berkomunikasi karena tidak seperti pada masa saat ini yang sudah bermacam alat komunikasi.

''Mak bapak kok belum pulang juga ya, emangnya bapak pergi ke jawa mau ngapain Mak?" Tanya Ipul anak laki-lakinya yang ke 6, yang saat itu berusia 7 tahun.

''Iya nak, mamak juga ndak tahu kapan bapak pulang, bapak ke Jawa mau jual sawah kita yang disana" Jawab ponirah berbohong. 
"Mak nanti kalau bapak pulang belikan Ipul sepeda ya Mak" Ucap Ipul lagi. 
"Iya nanti bapak yang belikan, asal Ipul jangan nakal ya''

Mendengar ucapan sang ibu, Ipul terlihat sangat senang, lalu ia tertidur dengan lelap, demikian pula dengan anak-anaknya yang lain.
Disaat semua anak-anaknya tertidur tentunya suasana terasa begitu sunyi, ponirah semakin resah, disaat itulah samar ia mendengar suara bisikan ditelinganya,

"Kamu harus jaga anak yang ada didalam kandungan mu, dia milikku"
Mendengar suara bisikan itu, sontak membuat Ponirah terkejut, seketika ia membuka kedua matanya, palingkan muka kekanan dan ke kiri, tidak ada sesiapa disana kecuali anak-anaknya yang tengah tidur pulas.

Seketika bulu kuduknya meremang, ponirah terus beristighfar, belum lagi hilang rasa terkejutnya tiba-tiba saja,

Kruut... kruuut...
Terdengar suara seperti cakaran tangan dengan kuku yang tajam di dinding papan rumahnya, dimana saat itu ia bersandar.
Tentu saja Ponirah terkejut, bahkan terjingkat dari tempat duduknya menjauhi dinding itu.

Ponirah sangat ketakutan, tubuhnya gemetaran, suara garukan pada dinding tak terdengar lagi, namun berganti dengan suara-suara langkah berat diluar sana seakan banyak orang tengah berjalan mengelilingi rumahnya.
Belum lagi suara-suara geraman dan tangis bayi.
Kali ini Ponirah mulai menangis walau tidak sampai bersuara.

"Bapaaak, kenapa tega menumbalkan aku", terdengar suara anak kecil berteriak dan menangis dari luar rumah dan suara itu terus berulang.

Tubuh ponirah semakin gemetaran, antara rasa takut yang teramat sangat, dengan rasa iba mendengar suara teriakan dan tangisan anak kecil itu, yang entah suara anak siapa.

Tok ... tok ... tok ....
Ditengah situasi sangat menegangkan terdengar suara ketukan dari pintu depan, ponirah tidak bergerak, ia hanya diam dengan dada berdebar.
Suara ketukan itu terus berulang, hingga terdengar suara memanggil.
''Mak buka pintu, ini bapak pulang''
Demikian suara itu berkata.

''Bapak dah pulang?" Ponirah berkata dalam hati, lalu dengan rasa ragu dan takut perlahan ia berdiri dari duduknya dan mulai melangkah menuju pintu depan, setelah berada didepan pintu depan, sesaat ia berdiri ragu akan membuka pintu itu, lalu ia berkata untuk memastikan jika yang diluar benar suaminya atau bukan.
"Siapa yang diluar?" Demikian tanyanya.

"Mak, ini bapak pulang'' cepat buka pintu, bapak capek nih" Jawab dari luar, memang ponirah kenal dengan suara suaminya tapi hanya memastikan saja kebenarannya, karena sebelumnya ia baru saja mengalami hal menakutkan.
Lalu ponirah membuka pintu, benar saja didepan pintu itu berdiri suaminya yaitu Rajib, tengah memikul karung besar.

"Ba, bapak pu..pulang..." Bruuug.
Begitu ia membuka pintu dan mengetahui suaminya yang pulang, anehnya Ponirah langsung ambruk dan terjatuh tak sadarkan diri didepan pintu.
Tentu saja hal itu membuat Rajib terkejut dan panik, bukannya senang ia pulang justru istrinya malah pingsan. Rajib langsung masuk kedalam rumah, menurunkan karungnya, lalu memangku tubuh istrinya dan dibaringkan diruang keluarga.

Lalu Rajib menutup pintu kembali rumahnya, disaat itulah tanpa sengaja Rajib memandang kearah luar pintu rumah, astaghfirulloh ....
Rajib beristighfar karena ia sangat terkejut, diluar tepat didepan pintu rumahnya ia melihat sosok tinggi besar dan hitam tengah berdiri menatap kearahnya, sosok itu menggeram pelan, mulutnya menyeringai memamerkan gigi taring yang panjang. Dengan cepat Rajib menutup pintu dan mengunci.

Pagi yang cerah, secerah raut wajah Rajib, pagi itu Rajib terlihat sangat senang, karena ketika subuh hari ia terbangun dari tidurnya langsung mengecek isi karung yang ia dapatkan dari aki Odeng, ternyata isi karung itu sudah berubah semua, yaitu dari bentuk dedaunan kering menjadi uang.
Rajib masih diam tidak memberitahukan kepada istrinya apalagi kepada anak-anaknya, jika ia pulang membawa uang sekarung besar.

Pagi itu pula Ponirah telah sadar dari pingsannya, walau masih terlihat masih pucat, mungki rasa takut yang ia rasakan masih terasa dibenaknya.
yang membuatnya pingsan, tiada lain karena saat membukakan pintu untuk suaminya ia melihat penampakan yang sangat menyeramkan tepat dibelakang suaminya.

Selain ponirah yang sangat senang dengan kedatangan Rajib, ketujuh anaknya juga sudah pasti senang dan bahagia.

Diruang keluarga mereka berkumpul sambil sarapan pagi.
"Pak katanya mau belikan sepeda buat Ipul, mana sepedanya kok nggak ada pak" tanya Ipul& merengek.
''Hehehe, iya tenang aja nanti bapak belikan sepeda semuanya'' Jawab Rajib sembari tertawa ringan.

''Masa iya semuanya sepeda pak, Rojak kan sudah besar, jangan sepeda lah pak, Rojak mau sepeda motor aja, soalnya sekolah Rojak jauh pak" Sambung Rojak anak pertamanya yang saat itu sudah sekolah di kelas 2 SMA.
"Iyaaa, tenang aja nanti bapak belikan, tapi kalian semua janji ya sama bapak, sekolah yang rajin supaya kalian kelak jadi orang sukses'' Ucap Rajib dengan raut wajah terlihat serius.

Singkat cerita, tiga hari sudah Rajib tiba dirumahnya, dalam tiga hari itu sudah beberapa perubahan yang ia lakukan. Mulai dari merenovasi rumah, membeli sepeda motor 2 unit, beberapa unit sepeda buat anak-anaknya, perabotan elektronik dan tak lupa, segala kebutuhan dan perlengkapan bayi.

Tentu saja perubahan pada kehidupan Rajib menjadi bahan sorotan warga kampung, darimana tiba-tiba saja Rajib punya uang banyak.

Menanggapi banyak pertanyaan warga Rajib menjawab dengan santai, jika ia baru saja pulang dari Jawa habis menjual harta warisan dari orang tuanya.
Sebagian warga percaya saja karena memang di desa itu kebetulan tidak ada yang sekampung dengannya, kecuali Tatang, Rajib tidak bisa berbohong, ia berkata jujur kepada Tatang darimana sumber harta yang ia miliki saat ini.

Suatu malam Rajib bertandang kerumah Tatang, ia membawa banyak oleh-oleh untuk Tatang, yaah mungkin sebagai ucap terimakasihnya kepada Tatang karena apa yang ia miliki saat ini salah satunya jasa dari Tatang juga.

Rajib dan Tatang mengobrol serius diteras depan rumah Tatang.
"Tang, aku mengucapkan banyak terimakasih ya atas bantuannya". Ucap Rajib mengawali obrolan.

''Ah terimakasih untuk apa jib?" Jawab Tatang pula.
''Iya tang, karena ini juga atas jasamu yang sudah memberikan petunjuk dan alamatnya'' Jawab Rajib lagi.
Mendengar ucapan Rajib, Tatang hanya tersenyum kecut, lalu ia berkata dengan pelan kepada Rajib.
''Jib, siapa yang kamu jadikan tumbal?" Demikian tanya Tatang ke Rajib dengan suara sedikit bergetar.

Mendengar pertanyaan Tatang sesaat Rajib terdiam, sembari celingak celinguk kekanan dan ke kiri, memastika jika saat itu tidak ada orang lain yang mendengar, selain Tatang. Lalu Rajib berkata dengan suara pelan pula.
"Anakku yang masih ada didalam perut istriku tang'' demikian bisiknya ke Tatang.

Mendengar Ucapan Rajib, sontak Tatang terkejut dan menatap wajah Rajib.
''Serius jib?'' kamu kok tega jib?'' Demikian ucap Tatang benar-benar merasa terkejut.

''Yaaah gimana lagi tang, tapi enggak saat ini anakku diambilnya, nanti setelah lahir dan berumur setahun tang" Ucap Rajib, lalu Rajib melanjutkan cerita.
"Dan apabila setelah berumur setahun aku tidak menepati janji, maka aku sebagai gantinya tang" sambung Rajib lagi semakin pelan.

Mendengar penjelasan Rajib Tatang hanya menghela nafas berat, ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

Malam yang dingin dan hening, gelap karena sang rembulan tengah tidak menampakkan diri menghiasi malam itu, hanya hujan gerimis yang perlahan membasahi bumi dan isinya.
Tiba-tiba saja keheningan malam itu dipecahkan oleh suara tangisan Ponirah yang merasa perutnya sangat sakit, mungkin saat itu ia akan melahirkan.

Melihat Ponirah akan melahirkan, Rajib merasa bingung, karena saat itu waktu menunjukan jam 12 malam, tentunya saat itu jangankan bidan, dukun beranak pun sudah pada tidur, akhirnya mau tidak mau ia harus memanggil dukun bayi, namun tidak dia yang pergi, melainkan Rajib menyuruh anak pertamanya, yaitu Rozak.

Rojak pergi menjemput dukun beranak atau dukun bayi, sementara Rajib menemani ponirah yang merintih kesakitan.
Disaat situasi panik, Rajib dibuat semakin ketakutan dengan suara-suara aneh yang ia dengar dari luar rumah.

Rajib mendengar bermacam suara, suara geraman, suara tawa ngikik, suara ringkik kuda, sedang didaerah tersebut tidak pernah ada kuda walau satu ekor, bahkan suara memanggil nama dirinya.
Rajiiib ... rajiiiib ....

Rajib sangat terkejut mendengar namanya dipanggil oleh seseorang dari luar rumah, namun yang membuatnya terkejut bukan karena namanya dipanggil, tapi suara seseorang yang memanggil namanya itu, yaaah ia seperti tak asing dengan suaranya, dalam takut ia mengingat suara siapa gerangan, sesaat kemudian raut wajah Rajib menegang dan pucat pasi, karena ia benar-benar telah mengingatnya, itulah suara aki Odeng.

Tok ... tok ... tok ....
Dalam situasi menegangkan bagi Rajib, terdengar suara ketukan dipintu depan, tentu saja Rajib tidak berani langsung membukanya, hingga kembali suara ketukan itu terdengar beruntun, Rajib beranjak melangkah mendekati pintu itu, dengan tergagap ia bertanya.

"Si siapa diluar?" Demikian tanya Rajib.
''Aku pak, Rojak, cepat buka pak" Jawab seseorang dari luar dan ternyata itu Rojak anak pertamanya yang tadi ia suruh untuk menjemput dukun bayi.
Rajib menghela nafas lega, lalu ia membuka pintu dengan segera.

"Lama betul buka pintunya pak, kami ketakutan pak, kami diikuti mahluk seram" Ucap Rojak dengan nafas tersengal-sengal, jika ia bersama Mbah dukun bayi itu diperjalanan menuju rumah diikuti mahluk hitam dan menyeramkan hingga didepan rumah.

Singkat cerita malam itu anak ke delapan Rajib dan ponirah lahir dengan sehat dan selamat, bayi mungil berjenis kelamin perempuan.
Ponirah sangat senang, demikian pula dengan Rajib, namun dibalik rasa senang dan bahagianya Rajib, terselip rasa sedih dan takut. Karena jelas setahun mendatang ia harus menyerahkan putri satu-satunya itu ke jin pesugihan. Anak Rajib menjadi delapan orang, namun anak perempuannya hanya satu, yaitu bayi yang baru lahir ini.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, demikian terus berjalan sebagaimana mestinya, kehidupan keluarga Rajib dari segi ekonomi terlihat semakin meningkat secara pesat, Rajib dapat dikatakan jadi orang paling kaya di desa itu, selain kebun sawit yang luas, ia juga memiliki usaha lain, seperti toko sembako dibeberapa tempat.
Dengan demikian jelas tidak pernah lagi ia merasakan kekurangan masalah kebutuhan hidup, namun semua itu apakah sudah menjamin Rajib bahagia?

Ternyata harta yang melimpah tidaklah membuat Rajib bahagia, dan ketidak bahagiaannya hanya ia sendiri yang tahu rajib merahasiakannya, hingga saat itu tidak seorang tahu dari mana ia mendapatkan hartanya, walau beberapa kali sempat istrinya bertanya, kecuali Tatang.

Setiap Rajib memandang wajah putrinya yang semakin hari semakin terlihat lucu dan cantik, ia selalu menangis, tentunya ia berusaha agar kesedihan serta tangisnya tidak terlihat oleh ponirah.

Sebenarnya akhir-akhir ini semakin kuat rasa curiganya Ponirah terhadap Rajib, pasti ada sesuatu hal yang buruk akan terjadi, karena ia sering melihat kelebatan-kelebatan tak jelas dirumahnya, bahkan pernah juga ia melihat sosok menakutkan tengah menimang bayinya disaat terjaga tengah malam, dan banyak lagi hal-hal ganjil terjadi selama setahun terakhir.
Namun setiap ia sampaikan kepada Rajib selalu saja suaminya itu mengelak dan berkata jika semua itu hanyalah halusinasi.

Suatu sore yang tenang selepas ba'da ashar Rajib pamitan ke istrinya jika ia hendak main ke rumah Tatang sahabatnya itu.
Setibanya didepan rumah Tatang, kebetulan saat itu Tatang tengah berada dirumahnya, Rajib dan Tatang duduk santai mengobrol diteras depan.

"Ada apa jib kemari, tumben biasanya sibuk terus?" Tanya Tatang membuka obrolan.
''Iya tang aku memang sibuk terus, yah biasalah urusin usahaku, o ya tang aku mau cerita sama kamu'' demikian jawab Rajib ke Tatang,

Namun ucapannya terhenti, terlihat raut wajahnya berubah muram, bahkan kedua matanya berkaca-kaca, tentu saja hal itu membuat Tatang merasa heran dan bertanya lagi.

''Hey, kamu kenapa kok sedih, ada masalah apa jib?" Tanya Tatang sembari menepuk pelan bahu kanan Rajib. Ayoklah kita ngobrolnya didalam saja tak enak nanti dilihat orang'', sambung Tatang sembari beranjak berdiri dan melangkah masuk kedalam rumah.

Setelah masuk Tatang mempersilahkan duduk diruang tamu dan melanjutkan mengobrol,
''Ada apa dengan kamu jib, kelihatannya kamu sedih kali" Kembali Tatang bertanya mengawali obrolan.

"Begini tang, tiga hari lagi umur anak Perempuanku genap setahun, dan kamu tahukan maksudnya" demikian ucap Rajib pelan, dan kali ini Rajib tak dapat membendung lagi air matanya, butiran bening menetes dan mengalir di pipinya.

Mendengar ucapan Rajib Tatang sangat terkejut, lalu ia berkata.
''Astaghfirulloh, iya juga jib, tak terasa waktu berlalu ya'' ucap Tatang pelan namun jelas terdengar ada kecemasan dari nada suaranya, karena tentunya Tatang sangat mengetahui dan memahami arti genap setahun umur anaknya Rajib.

''lalu bagaimana jib?" Sambung Tatang lagi bertanya.
"Tang, aku tak sanggup dan tak rela rasanya menyerahkan anakku ke para jin itu, biarlah aku yang menggantikannya" jawab Rajib dengan pasti namun air matanya terlihat semakin deras mengalir.

Mendengar jawaban dari Rajib, Tatang terlihat terkejut dan berkata.
"Yang serius kamu jib? lalu bagaimana dengan anak-anakmu yang lain, mereka masih kecil-kecil?" Demikian ucap Tatang.

"Tang, aku ini sudah tua, mungkin umurku tidak akan lama lagi didunia ini, tapi anakku, dia masih panjang masa depannya, biarlah dia melanjutkan hidupnya dengan bahagia, dengan harta yang ada aku yakin istriku bisa membesarkan anak-anakku dengan baik'' Demikian ucap Rajib dengan penuh keyakinan.

"Tapi bagaimana caranya untuk menggantikannya agar aku saja yang mereka ambil, jangan anakku tang, aku tidak tahu caranya'' sambung Rajib, semakin pilu.

Sejenak Tatang tertunduk dan terdiam, lalu Tatang berbicara, 
"Begini saja jib, pertama kamu harus bicarakan hal ini kepada istrimu, lalu kamu pergi kerumah temanku, dia seorang ustadz, titipkan anakmu itu sama ustadz untuk sementara, aku yakin ustadz itu bisa melindungi anakmu, namun tidak untukmu" Demikian ujar Tatang memberi solusi.

Singkat cerita, siang itu dengan menggunakan mobil pribadinya Rajib memboyong anak-anak dan istrinya pergi kerumah seorang ustadz temannya Tatang, bahkan Tatang ikut serta bersama mereka.

Setibanya dirumah ustadz yang kebetulan ustadz tersebut tengah berada dirumahnya, Tatang turun dari mobil Rajib, namun Rajib dan keluarganya masih didalam mobil.
Tatang masuk kedalam rumah dan mengobrol dengan serius kepada ustadz, terlihat ustadz terkejut dan berulang beristighfar.

Tak lama berselang Tatang keluar dan menghampiri Rajib di mobilnya, menyuruh agar segera turun dan masuk kedalam rumah ustadz, disaat itu terlihat wajah ponirah begitu sembab, karena yaah sejak ia tahu masalah sebenarnya dari Rajib, ponirah tak hentinya menangis, karena tidak ada pilihan yang menyenangkan dan akhirnya ia harus mengikuti keputusan Rajib suaminya itu, yakni Rajib akan pergi untuk selamanya, menjadi penghuni sendang pesugihan itu.

Singkat cerita, setelah menitipkan anak-anak dan istrinya kepada pak ustadz, Rajib berpamitan, tentunya saat itu saat yang begitu menyedihkan, Rajib menangis, memeluk dan mencium satu persatu anak-anaknya, walau saat itu semua anaknya belum ada yang mengerti dengan pasti apa sebenarnya yang terjadi.
Setelah semuanya selesai Rajib dan Tatang pergi kembali ke rumahnya Rajib.

Kira-kira jam 9 malam Rajib dan Tatang tiba dirumahnya, saat itu Tatang memutuskan untuk menemani sahabatnya itu, karena malam itu detik-detik terakhir hidup Rajib, yaaah Rajib akan pergi atau dijemput jin pesugihan sesuai dengan perjanjiannya dengan para jin itu.
Ketika baru tiba didepan rumah Rajib, terlihat rumah itu sangat gelap, karena memang ketika berangkat siang tadi semua lampu belum dihidupkan.

Dari sorot cahaya lampu mobil yang mengarah kebagian depan rumahnya Rajib, Tatang dapat melihat dibeberapa titik rumah itu dengan jelas sosok-sosok hitam berdiri menatap tajam kearah mereka, Rajib sangat ketakutan, beda dengan Tatang, Tatang terlihat tenang.

"Udah tenang aja jib, ayok parkirkan mobilmu dan kita masuk" Tatang berusaha menenangkan Rajib.
Setelah memarkirkan mobil lalu mereka masuk kedalam rumah.

Setelah didalam rumah mereka duduk di ruang keluarga, walau semua lampu dirumah itu telah dinyalakan namun suasanannya terasa sangat menyeramkan, terdengar geraman-geraman tak jelas serta langkah-langkah berat seakan tengah mengepung rumah itu, berulang Tatang melirik ke jam dinding yang menempel diatas tv diruang keluarga itu, saat waktu menunjukkan jam setengah 12 malam.

Tatang beringsut dari tempat duduknya menghadap ke Rajib yang gemetaran serta air matanya tak henti mengalir, lalu Tatang berbicara dengan pelan,

"Jib, sebentar lagi saatnya mereka datang untuk menjemput anakmu, namun kamu telah mengingkari perjanjian itu, jadi kamu harus siap dengan apa yang akan terjadi padamu ya, jangan pernah kamu jawab apapun dari mereka karena mereka itu licik, mereka akan berusaha menarik kamu dan keturunanmu, maka dari itu apapun yang terjadi kamu harus diam dan terima"

Urusan selanjutnya biar aku yang urus, jangan khawatir tidak lama lagi aku juga akan menyusulmu kesana jib untuk mempertanggung jawabkan apa yang aku lakukan, karena aku sudah terikat perjanjian juga dengan mereka.
Demikian ucap Tatang panjang lebar.
Mendengar ucapan Tatang Rajib hanya diam dan menganggukkan kepala saja, Rajib menangis dan memeluk Tatang sembari berkata,

''Tang, kamu sahabatku, aku titip anak-anak dan istriku ya" Demikian ucapnya, lalu melepaskan pelukan dari Tatang, kemudian Rajib melangkah masuk kedalam kamarnya dan menutup rapat pintunya.

Tinggalah Tatang duduk sendiri di ruangan itu, kembali Tatang melirik jam dinding, waktu menunjukkan tepat jam 12 malam, raut wajah Tatang terlihat tegang, tiba-tiba saja, krieeek, duuummm, laksana terjadi gempa bumi serta rumah itu bergoncang hebat, terdengar pula suara ledakan keras dari kamar Rajib.

Sesaat kemudian situasi kembali tenang, hening tak terdengar suara apapun, bahkan sosok-sosok yang berseliweran dirumah itu seketika lenyap, namun rumah itu terasa panas serta bau sangit bagai aroma daging yang hangus terbakar.

Setelah dapat menguasai diri, Tatang bangkit berdiri dan melangkah mendekati pintu kamar Rajib, perlahan ia membuka pintu kamar Rajib, sedikit terbuka Tatang mengarahkan pandangannya kedalam, namun didalam kamar itu terlihat gelap serta penuh dengan kepulan asap putih seperti ada yang terbakar.

Tatang meraih senter besar yang berada diatas meja kecil dekat pintu kamar itu, lalu dengan senter itu Tatang melihat kedalam kamar Rajib.
Disaat itulah Tatang melihat tubuh Rajib tergeletak dilantai kamarnya hangus dan tak bernyawa lagi.
Innalilahi wainnailaihi rojiun.
Selamat jalan Rajib, tunggu aku disana. Demikian Tatang berkata dalam hatinya.

Singkat cerita, malam itu juga Tatang menghubungi RT/RW setempat dan meminta kepada RT / RW agar kondisi jenazah Rajib jangan sampai banyak yang melihat karena kasihan Rajib kondisi jenazahnya sangat memperihatinkan, warga tetangga mengira jika Rajib meninggal karena disambar petir karena bertepatan pada kejadian pada Rajib, didesa itu tengah hujan deras serta banyak petir, hingga semua warga bahkan RT / RW beranggapan sama, yaitu Rajib meninggal karena disambar petir.

Tiga hari kemudian Tatang menjemput anak-anak dan istri Rajib untuk kembali kerumahnya, melanjutkan kehidupan didunia ini sesuai harapan Rajib, Rajib mengorbankan diri demi keluarga yang ia sayangi, walau yaaah jalan yang ia tempuh salah bahkan sesat.

[SEKIAN]

*****
Sebelumnya

Note:
Demikian akhir dari kisah ini, semoga berkenan serta dapat mengambil nilai positifnya, ingat mendapatkan kekayaan/kebahagiaan dengan cara yang salah bahkan sesat bukanlah jalan yang dianjurkan dalam agama, karena jelas semua itu hanya tipudaya setan yang berusaha menjerumuskan kita, tetap berusaha dan berjuang dalam ridho Allah, serta perbanyaklah bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita, niscaya kita akan selalu merasa cukup dan bahagia tentunya.
close