DENDAM SINTREN (Part 3 END)

JEJAKMISTERI - Di dalam keheningan malam, suara desahan wanita terdengar dari sebuah kamar, menandakan pemilik suara itu sedang berada pada klimaks nafsunya.
Ternyata yang ada di dalam kamar itu adalah Ambar dan seorang pria yang masih tampak muda. Entah sudah berapa jam mereka bercinta layakya pengantin baru. Sampai akhirnya, pria muda itu mohon pamit untuk pulang karena waktu sudah tengah malam.
"Ndoro, kulo pamit riyen," ucap seorang pria muda yang sedang memakai celana dengan gugup.
[Nyonya, saya pamit dulu]
"Yowes, koe kudu meneng, Gus. Ojo sampe ono seng ngerti aku njaluk di keloni karo koe," balas Ambar sembari bercanda. [Yauda, kamu harus diam, Gus. Jangan sampai ada yang tahu aku minta di kelonin sama kamu]
"Nggeh, Ndoro." [Iya, nyoya]
Sebelum pria muda yang bernama Bagus itu beranjak pergi, Ambar yang masih telanjang itu berdiri dari ranjang dan berjalan menuju ke arah Bagus.
Ambar lalu mencium bibir Bagus mesra, seperti tidak mau berpisah. Maklum saja, selama menikah dengan juragan Janadi, Ambar tidak bahagia. Dia harus menikah dengan laki-laki yang lebih tua darinya dan tidak dia cintai.
Tapi karena desakan orang tuanya, akhirnya Ambar mau menikah dengan juragan yang pantasnya menjadi pamannya itu. Ambar harus merelakan masa mudanya.
Semenjak menikah, Ambar memang sering melakukan hubungan terlarang di belakang suaminya. Bahkan dia sering tidur dengan Kisman, karena suaminya kurang bisa memuaskannya di ranjang.
Kini, Ambar merasa punya mainan baru. Bagus adalah anak salah satu abdi dalem suaminya. Mereka masih satu rumah, tapi Bagus tinggal di kamar belakang khusus abdi dalem.
***
Masih pagi buta, ketika suara kentongan terdengar menelusup ke dalam gendang telinga. Di sebuah kebun kosong, salah satu warga yang akan berangkat ke mushola untuk shalat subuh, menemukan tubuh tanpa kepala.
Warga yang penasaran, akhirnya berkumpul di tempat mayat tanpa kepala itu di temukan.
"Iki, aku nemu sirahe!!" teriak salah satu warga. [Ini, aku menemukan kepalanya]
Lainnya pun berbondong-bondong mengahampiri salah satu warganya itu, yang menemukam kepala mayat.
"Astaghfirullah, kui kan Kisman," ucap salah seorang warga. [Astaghfirullah, itu kan Kisman]
Setelah tau identitas mayat yang ternyata adalah Kisman, warga langsung menghubungi keluarga Kisman. Berita tentang penemuan jenazah Kisman yang mengenaskan, langsung tersebar ke seluruh penjuru desa.
Tidak terkecuali Ambar, yang sekarang sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia mendengar desas-desus bahwa kematian Kisman karena di bunuh dedemit.
"Opo iki perbuatane Asmirah?" batin Ambar dengan wajah gelisah. [Apa ini perbuatan Asmirah?]
Tapi Ambar mencoba realistis, banyak yang bilang juga Kisman di serang hewan buas saat sedang melewati kebun kosong itu. Tapi entah kenapa, perasaan Ambar menjadi tidak karuan. Gelisah, takut dan penasaran.
***
Malam ini, Ambar berdandan cantik dan wangi untuk menemui Bagus. Tadi pagi, dia menemukan surat di atas meja riasnya. Surat itu tertulis dari Bagus.
Sudah dua hari mereka tidak bertemu, ada rasa rindu di hati Ambar untuk bujang tampan itu.
"Malam ini, aku akan jadi milikmu lagi, Bagusku," gumam Ambar dengan senyum simpul.
***
Sebetulnya Ambar, sedikit heran. Kenapa Bagus, memintanya untuk bertemu di rumah kosong kotor seperti ini. Tapi karena rasa rindu, Ambar pun segera masuk ke dalam rumah kosong yang sedikit gelap itu.
"Gus, koe ngendi? Aku wes teka iki," teriak Ambar tidak sabar. [Gus, kamu dimana? Aku sudah datang ini]
Tapi tidak ada jawaban, justru Ambar merasa hawa yang tidak enak. Bau busuk tercium entah dari mana, membuatnya ingin muntah. Karena Bagus tidak juga menampakan diri, Ambar memutuskan untuk pulang saja.
Dengan perasaan sebal, Ambar berbalik menuju pintu rumah kosong itu. Tapi sebelum sampai di pintu, seseorang memanggil namanya.
"Ambar...."
Reflek Ambar pun berbalik ke belakang, alangkah terkejutnya Ambar saat melihat di pojokan rumah ada sesosok menyeramkan, menatapanya dengan tatapan mengerikan.
***
Sosok itu adalah Asmirah, yang memakai kebaya warna kuning. Kebaya yang biasa dia pakai saat pentas sintren. Tapi Asmirah yang dulu cantik kini hadir dengan penampilan menakutkan.
Wajahnya busuk dan berbelatung, mulutnya yang sobek hingga ke telinga menampakan gigi hitamnya. Matanya hitam pekat, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa ketakutan.
Tidak terkecuali Ambar, badannya bergetar hebat kerena takut.
"Koe meh opo, As?" tanya Ambar dengan suara serak. [Mau apa kamu, As?]
Sosok Asmirah hanya menyeringai, lalu perlahan dia mendekati Ambar. Cara berjalannya benar-benar mengerikan, Asmirah bukan berjalan menggunakan kakinya, melainkan merangkak seperti bayi.
Ambar yang sudah ketakutan setengah mati, langsung menggedor-gedor pintu berharap ada seseorang yang mendengarnya.
"Tolooonnggg...," teriak Ambar.
"Koe wedi? Hahahahahha" ejek sosok Asmirah dengan tertawa.
Ambar yang tadi merasa ketakutan, entah kenapa kini menjadi marah karena mendengar ucapan hantu Asmirah. Ambar pun berbalik dan menatap sosok Asmirah yang kini ada di depannya.
"Setan Asu, koe wes mati!! Aku ora bakal wedi karo iblis koyo koe!" bentak Ambar dengan nafas yang naik turun. [Setan anjing, kamu sudah mati!! Aku tidak akan takut dengan iblis kaya kamu!!]
Sosok Asmirah hanya bergeming mendengar umpatan Ambar, tapi wajahnya yang sudah mengerikan kini tampak lebih menakutkan. Hawa yang sedari tadi sudah dingin menjadi semakim mencekam. Ambar pun menyesali perkataannya barusan. Harusnya dia memohon ampun, bukannya menantang balik.
***
Tiba-tiba pintu yang sedari tadi tertutup rapat itu, terbuka hingga membuat Ambar yang ada di baliknya terpental ke depan. Kepalanya membentur ubin dengan keras.
Belum lagi Ambar terbangun, tubuhnya sudah di banting dan di benturkan pada tembok. Membuatnya mengaduh kesakitan.
"Ampun, Asmirah," isak Ambar.
Asmirah yang hanya berdiri di tengah-tengah ruangan kosong itu hanya terdiam, matanya terus saja memperhatikan Ambar yang sedang kesakitan.
Saat Ambar mulai merangkak perlahan menuju pintu, lemari yang ada di sebelahnya jatuh mendadak dan menimpanya.
"Aarrggggg...," teriak Ambar.
Badannya terasa remuk, lemari yang menimpanya lumayan besar dan sangat berat. Ambar pikir dia akan mati karena tertimpa lemari, tapi tiba-tiba lemari itu terangkat dengan sendirinya.
Kaki Amnar patah, dia tidak sanggup berjalan. Kepalanya berdarah akibat terbentur ubin tadi dan ditambah tertimpa lemari.
***
Asmirah terus saja menatap Ambar yang sedang sekarat, tapi dia belum puas. Penderitaanya saat menjelang kematian lebih menyakitkan.
Di tatapnya sebuah tombak yang berada di rungan itu, entah itu tombak sudah berapa lama di sana. Karena tombak itu sudah terlihat berkarat.
Tubuh Ambar yang sudah lemas tiba-tiba melayang, membuatnya bertambah ketakutan.
"Ampuni aku, Asmirah. Aku nyesel, tolong aku ojo di pateni," pinta Ambar sembari menangis.
[Ampuni aku, Asmirah. Aku menyesal, tolong aku jangan di bunuh]
"Ampun? Koe wes mateni aku karna dadi gundik bojomu, tapi koe luweh bejat! Koe demenan karo wong akeh, neng mburi bojomu! Koe pantes modar, Ambar!!" [Ampun? Kamu sudah membunuhku karena menjadi simpanan suamimu, tapi kamu lebih bejat! Kamu berselingkuh dengan orang banyak di belakang suamimu! Kamu pantas mati, Ambar!!]
Setelah mengatakan itu, di lemparkannya tubuh Ambar ke arah tombak yang kini tampak berdiri tegak. Lalu tombak itu menusuk anus Ambar hingga tembus ke perutnya.
Badan Ambar berkelojotan, sama seperti Asmirah saat menjelang kematiannya. Tapi, saat tubuh Ambar sedang kelojotan. Asmirah kemudian menggantung leher Ambar itu di langit-langit rumah, tubuh Ambar yang tadi kelojotan kini berhenti total.
Kini tampak jasad Ambar, menggantung dengan tombak masih menancap di anus yang menembus ke perutnya. Lidahnya menjulur keluar dengan mata melotot. Darah segar menetes-netes ke lantai tepat di bawah mayat Ambar.
Asmirah kini menyerigai mengerikan, dendamnya sudah terbalaskan. Tapi, dia tetap di kuasai amarah. Dia marah karena harus mati muda, dia marah karena harus meninggalkan keluarganya dan dia marah karena janin di perutnya juga ikut mati bersamanya.
Asmirah menjerit-jerit, tubuhnya merangkak cepat meninggalkan jasad Ambar yang menggantung.
Jeritan menyayat hati, diselingi suara lolongan anjing malam. Rintik hujan yang tiba-tiba jatuh membuat kampung itu tampak sangat mencekam.
Warga yang mendengar jeritan-jeritan mengerikan itu memilih bersembunyi di balik selimut.
***
Di rumah besar milik juragan Janadi, juga terlihat sunyi. Abdi dalem memilih berada di kamarnya masing-masing karena suasana mencekam di kampung semenjak hilangnya Asmirah.
Terlihat juragan Janadi duduk termenung di ranjangnya sembari menggenggam pisau, dia bahkan tidak perduli jika istriya, Ambar belum pulang meskipun sudah tengah malam.
"Asmirah, aku rindu," ucap juragan Janadi sebelum mengiris pergelangan tangannya sendiri.
---==TAMAT==---
Note: Sebelumnya saya mohon maaf jika cerita yang saya up terlalu vulgar. Dan saya ucapkan banyak terimakasih untuk agan²wati yang sudah mau baca kisah Asmirah ini.
*****
Sebelumnya