Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dusun Angker: Penemuan Mayat (Part 5)


JEJAKMISTERI - Ia kemudian melanjutkan membaca tulisan tersebut. "Kemungkinan bagi saya untuk pulang sangatlah kecil. Mereka tidak pernah membiarkan saya kabur. Jika saya berusaha kabur, mereka selalu bisa menangkap saya dan membawa saya kembali ke dusun angker mereka. Bagi kalian yang membaca tulisan ini, tolonglah saya. Saya sudah putus asa. Saya tidak tahu cara bagaimana saya untuk kabur. Tolonglah saya sebelum mereka menebas leher saya seperti yang mereka lakukan pada mas Idlam," Bammmm!

Bagaikan tersambar petir di saat tiada hujan, semua orang tersentak kaget saat tulisan tersebut menyebut nama salah satu orang yang menjadi target pencarian Arkim dan Cayut.

"Oh Tuhan! Ini benar-benar masalah besar!" Arkim melenguh frustrasi.

"Bos kita telah tiada, yut. Kita sepertinya akan kehilangan pekerjaan," lanjutnya.

"Apalah daya, kim. Saat itu rupanya menjadi hari terakhir kita bertemu dengannya. Pantas saja dia mengatakan hal-hal aneh seolah dia akan pergi selamanya," tukas Cayut seraya menunduk.

"Saya turut berduka cita, mas Arkim, mas Cayut. Saya juga tidak menyangka akan menjadi begini. Rupanya saat itu juga menjadi pertemuan terakhir saya dengannya. Ternyata rasa kepenasaranannya justru membawanya pada kematiannya," ucap Pak Tohar seraya menatap ke arah tulisan di sarung itu.

"Hmm, saya merasa ada yang aneh dengan tulisan itu, lho. Kok bisa ya Sulman atau siapapun itu menulis sepanjang ini. Padahal kan logikanya orang yang sedang dalam bahaya itu jangankan menulis panjang, menulis pendek saja belum tentu bisa. Biasanya orang yang sedang dalam bahaya itu cukup menulis singkat namun dapat difahami. Dan oh, iya ini bukan tulisan Sulman," kata Arhan yang lantas disambut tatapan bingung semua orang.

"Arhan benar. Ini bukan tulisan Sulman. Ini terlalu rapi. Tulisan Sulman itu seperti ceker ayam. Beneran, lho. Pak Tohar belum pernah melihat tulisannya Sulman?" timpal Dani mendukung argumen Ahran.

Pak Tohar tampak termangu.

"Iya juga, ya. Kenapa saya tidak berpikir ke situ?" tukasnya seraya menepuk kening.

"Tapi meskipun itu bukan tulisan teman kalian. Bisa saja itu tulisan yang lain yang turut menjadi korban penculikan warga dusun ini. Bisa saja ini tulisan Bu Lashri. Eh, tapi ini bukan tulisan Bu Lashri. Saya hafal betul tulisan Bu Lashri. Tulisannya rapi tapi sangat berbeda dengan tulisan ini," kata Arkim mendadak menarik kata-katanya.

"Hmm, apa mungkin ini tulisan gadis itu?" gumam Pak Tohar bingung.

"Masalahnya adalah kita tidak tahu apakah gadis itu benar-benar hilang di sini. Lagipula sepanjang kita melewati jalur tengah hutan ini kita tidak menemukan jejak mobil hardtop atau mobil offroad. Kebanyakan justru jejak truk," tukas Dani yang turut kebingungan.

"Ini sangat membingungkan. Lantas apa kita lanjutkan pencarian saja?" tanya Ahran.

"Kita tidak akan mundur barang selangkah karena Sulman masih di sana. Dia pasti sedang menunggu bantuan," tukas Pak Tohar seraya mengambil sarung tersebut kemudian menyimpannya di tas gendongnya.

"Semoga saja ini hanya pesan palsu. Kita hanya perlu terus mencari," ucap Arkim yang kemudian memperbaiki letak golok yang diselipkan di pinggangnya.

"Aku khawatir jika orang-orang tersebut akan menyerang kita hanya karena melihat di antara kita ada yang membawa senjata," kata Pak Tohar saat melihat golok tersebut.

"Saya akan menyembunyikannya kalau begitu," tukas Arkim seraya menutupi golok tersebut dengan jaket yang dikenakannya.

"Baiklah. Ayo kita lanjutkan pencarian ini," tukas Pak Tohar seraya beranjak diikuti yang lain.

Cahaya lampu senter berseliweran di area itu saat Pak Tohar dan yang lain tengah menelusuri tempat itu.

Sesekali sorot lampu senter menyorot pada sosok mistis yang dengan cepat menghilang.

"Masih nenek itu. Apa dia akan terus mengikuti kita ke mana pun?" ujar Arhan saat mengenali sosok itu.

Saat Pak Tohar sedang memperhatikan area di hadapannya, mendadak kaki kirinya terantuk sesuatu yang keras seperti batu. Sesuatu yang keras itu berada di area seperti suatu bekas galian dangkal dengan tumpukkan tanah bekas galian.

Saat ia menyoroti benda yang membuat kakinya terantuk tersebut, ia terkejut bukan main. Sebab ternyata benda yang membuat kakinya terantuk adalah seonggok tulang-belulang yang masih mengenakan pakaian lengkap. Tulang-belulang tersebut sebagiannya masih berupa daging yang telah membusuk.

"Mayat!" pekik Arhan saat melihat tulang-belulang tersebut.

"Kok tidak bau, ya? Padahal ini dalam kondisi membusuk," kata Dani yang juga melihat ke arah onggokan tulang-belulang itu.
Arkim terlihat mendekati mayat yang hampir tinggal tulang-belulang itu. Ia kemudian memperhatikannya dengan seksama.

"Ada dua mata anak panah yang menyembul di dadanya. Dia pasti mati karena dibunuh menggunakan panah oleh seseorang atau dua orang yang ahli menggunakan panah. Kalian sempat melihat orang-orang itu, kan? Meski gelap di antara mereka terlihat ada yang membawa busur panah. Kesimpulannya kita sedang dihadapkan pada sesuatu yang sangat berbahaya. Mungkin orang-orang itu sangat berbahaya,"

Menunjukkan ciri-ciri Sulman. Tapi saya yakin mayat ini berjenis kelamin laki-laki," kata Dani setelah menelusuri mayat tersebut dari ujung kaki hingga kepala.

"Ini juga bukan Pak Idlam apalagi Bu Lashri," tukas Arkim.

"Mungkin kita sebaiknya tinggalkan dia. Saya melihat di balik pepohonan tinggi itu seperti ada semacam rumah dari bambu, dan itu bukan hanya satu," ujar Pak Tohar seraya menyoroti sela-sela pepohonan tinggi di sebelah kiri area di mana mayat itu berada.

Semua orang menatap ke arah lokasi yang ditunjuk Pak Tohar. Memang benar, di sana terlihat beberapa rumah berbilik bambu yang tampak lengang serta tanpa penerangan satupun.

"Tapi rumah-rumah itu dikelilingi semacam pagar dengan bambu runcing. Kita tidak akan melewati pagar itu karena sangat berisiko. Kita juga tidak akan merusak pagar yang susah payah dibangun orang lain," ujar Pak Tohar seraya menyoroti pagar dengan bambu runcing yg berderet sepanjang pagar tersebut.

"Lalu kita akan mencari pintu gerbangnya begitu?" tanya Arhan penasaran.

"Kita harus melakukan itu jika tidak ingin dianggap sebagai penyusup," tukas Pak Tohar seraya berlalu menuju ke kiri dari area di mana mayat ditemukan.

Semuanya pun mengikuti Pak Tohar seraya celingukan saat mendengar suara gemerisik dari arah kanan. Suara tersebut persis sama dengan suara saat mereka sedang membahu menyingkirkan potongan-potongan kayu gelondongan yang menutupi jalan.

"Suara gemerisik itu lagi?" ujar Cayut sambil menoleh ke belakang.

"Mereka tampaknya membuntuti kita," ucap Arkim saat berjalan agak mendahului Pak Tohar.

Tidak sadar ia melewati sebuah arca yang dikiranya adalah tunggul pohon. Arca tersebut rupanya memiliki tali yang terbentang hingga k arca lainnya yg jaraknya sekitar empat meter. Arkim rupanya malah melewati tali tersebut dan tersandung karenanya.

Mendadak dari balik kegelapan munculah puluhan sosok manusia yang membawa berbagai jenis senjata. Mereka semua mengepung Arkim dan yang lainnya.

Sosok tinggi besar berwarna hitam itu menyeruak dalam kegelapan. Ia menerjang ke arah Pak Tohar seraya mengayunkan sebilah kapak besar ke leher pria yang kini sudah tidak dapat melarikan diri ini.

Jreesssss.......

"Huaakkkkhhhhhhhh!"

Byurrrrr....

Air mengguyur tepat ke wajahnya, membangunkannya dari ketidaksadarannya. Ia pun terbangun dengan nafas megap-megap.

Setelah berhasil mengatur nafasnya, ia menoleh ke sebelah kiri kemudian ke sebelah kanannya. Ia pun tersadar jika dirinya sedang dalam posisi duduk saling membelakangi dengan Arhan dalam kondisi kedua tangannya terikat menyatu dengan kedua tangan Arhan.

Sementara itu ia juga melihat Dani dalam posisi duduk terikat bersama Cayut. Sedangkan Arkim terlihat sendiri terikat pada sebatang kayu ysng ditancapkan ke tanah.

Waktu itu hari sudah mulai terang. Artinya pagi telah datang. Lalu berapa lama ia dan kawan-kawan di tempat tersebut dalam kondisi terikat?

Pak Tohar kemudian melihat beberapa orang laki-laki yg kebanyakan berusia di atas 60 tahun sedang berdiri mengelilinginya dan kawan-kawan sembari menatap dengan tatapan dingin.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close