Dusun Angker: Sebuah Petunjuk (Part 4)

JEJAKMISTERI - "Baiklah. Ini sangat kebetulan. Berarti kita satu tujuan. Bos kami yang bernama Pak Idlam dan istrinya, Bu Lashri, menghilang di area di depan sana, tepatnya di tikungan yang sejatinya hanya mengarah ke kanan. Tapi ternyata di sana ada tikungan tersembunyi yang mengarah ke kiri. Jalur itu memang seharusnya hanya tikungan biasa yang berbelok ke kanan. Tapi faktanya itu adalah pertigaan, dengan satu tikungan yang terlihat dan satu tikungan yang hampir tidak terlihat alias samar-samar," tukas Arkim seraya menghela nafas.
"Saya bersyukur di perjalanan menemukan orang yang ternyata memiliki tujuan yang sama. Ngomong-ngomong siapa teman bapak yang hilang di sini?" lanjutnya.
"Namanya adalah Sulman Sartudi, sopir truk pengangkut kayu yang biasa wara-wiri di jalur ini. Ia menghilang saat hendak menjemput muatannya. Selain dia, ada seorang gadis yang diduga hilang di daerah ini setelah ikut rombongan para offroader mobil. Keluarganya sampai datang kepada saya, memohon agar saya mau mencari gadis itu," tukas Pak Tohar menuturkan.
"Mas Cayut, sepertinya di sana ada orang tapi kok tiba-tiba seperti menghilang," ujar Arhan seraya memperhatikan barisan pohon yang berdiri di atas tebing pendek itu.
"Bukan sepertinya. Itu memang orang. Aku melihatnya membawa tongkat atau lebih tepatnya itu tombak. Saya tidak dapat memastikannya," sahut Cayut seraya mendorong potongan kayu terakhir bersama Arhan.
Sementara Pak Tohar yang masih berbicara dengan Arkim terlihat mengusap kening.
"Saya kenal Pak Idlam dan Bu Lashri. Mereka pernah datang kepada saya. Mereka meminta pendapat saya tentang niat mereka untuk membuktikan keberadaan kampung atau dusun tertutup di pedalaman hutan ini. Sulman pun pernah mengatakan hal yang sama di depan saya. Kalau gadis itu tidak karena saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi setidaknya saya tahu wajahnya. Dia cantik tapi tidak secantik teh Amel," papar Pak Tohar membuat Arkim mengerutkan kening.
"Saya tidak tahu nama yang barusan anda sebut," tukas Arkim kemudian perhatiannya teralihkan pada siluet-siluet yang berjejer di antara pepohonan yang berdiri di atas tebing pendek. "Tikungan itu tinggal dua puluh meter lagi dari sini. Ketika siang aku tidak pernah melihat mereka," lanjutnya.
"Mereka melihat ke arah kita. Kita sebaiknya pergi," kata Pak Tohar seraya berjalan menuju mobilnya.
Arhan dan Dani pun menyusul. Sementara Arkim telah menghidupkan mesin truknya.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di tikungan yang dimaksud.
Baik Arkim dan Pak Tohar sama-sama menghentikan kendaraannya ketika mereka mencapai tikungan yang dimaksud.
"Truk Sulman ditemukan sekitar dua puluh meter lagi dari sini. Mungkin dia berjalan kaki dari sana untuk kembali kemari. Atau mungkin dia menemukan jalan lain menuju dusun itu," ujar Dani seraya melihat ke arah Arkim dan Cayut yang sedang keluar dari kabin truk sembari menyorotkan lampu senter ke arah mobil pak Tohar.
"Kita mulai dari sini. Kita mesti berjalan kaki mengingat tikungan ke kiri tidak dapat dilewati mobil," tukas Pak Tohar seraya keluar dari mobil.
Arhan dan Dani saling pandang seperti merasa ragu untuk melanjutkan niat mereka.
"Padahal kalau kita kemarinya pas siang hari. Tidak akan menakutkan seperti ini. Mungkin kita juga akan melihat dengan jelas orang-orang itu," ucap Arhan seraya mengusap wajahnya.
"Di siang hari tampaknya mereka tidak akan keluar. Mereka juga pasti tidak ingin terlihat jelas oleh orang luar. Dugaanku lainnya bisa saja di antara mereka ada yang memiliki kemampuan seperti ninja. Aku pernah mendengar cerita soal suku asli daerah ini," tukas Dani.
"Apapun yang apa masyarakatnya. Apakah mereka ramah atau tidak terhadap orang asing? Kita akan segera tahu," ucap Arhan seraya keluar dari mobil.
Ia kemudian mengedarkan pandangannya kemudian berhenti pada area sebelah kiri jalan yang berlawanan dengan tikungan yang mengarah ke kanan.
Di sana tidak terlihat adanya jalan meski Arhan menyorotinya dengan senter. Hanya rerimbunan daun pepohonan yang tingginya sekitar empat meter. Di sana juga hanya ada semak-semak yang menutupi area yang sebelumnya diceritakan adalah sebuah tikungan ke kiri.
"Tidak ada jalan ke sana," ujar Cayut saat menyoroti area itu bersama dengan Arhan.
"Kamuflase?" ucap Pak Tohar seraya menatap ke arah Arkim yang tampak seperti sedang meneliti area itu.
"Bukan. Memang tidak ada jalan yang dengan sengaja dibuat di sana. Tapi kita bisa menyelinap ke balik pohon yang itu," tukas Arkim sambil menyorot sebatang pohon yang lebih tinggi dari pohon lain yang ada di dekatnya.
"Udaranya dingin sekali. Padahal sudah pakai jaket," ucap Arhan sambil melihat ke arah pohon tersebut. "Aku seperti melihat wajah nenek hantu itu di batang pohon ini," lanjutnya dengan gemetar.
"Tetap tenang, han. Banyak-banyak berdoa. Kita sedang berada di tengah hutan yang sangat luas untuk mencari Sulman dan yang lain. Jangan grogi. Kita akan segera menemukan mereka kemudian pulang," kata Pak Tohar seraya menghampiri pohon itu.
"Hmm, di bawah sana terlihat baik," ucapnya setelah mencapai pohon tersebut.
Akhirnya Pak Tohar, Arhan, Dani, Arkim, dan Cayut, melanjutkan langkah dengan melewati pohon tersebut untuk mencapai suatu area yang berada lebih rendah dari area di mana pohon itu berada.
Mereka terus berjalan seraya memutarkan pandangan.
Kuk, kuk, kuk,
Terdengar suara burung hantu yang diringi suara-suara binatang malam lainnya. Malam itu agak terang saat sang rembulan menampakkan diri setelah beberapa waktu lalu tertutup awan.
Pak Tohar menyorotkan senternya ke depan dan tidak sengaja menyorot sesuatu yang terlihat seperti selembar sarung bermotif kotak berwarna oranye.
"Sarung?" ucapnya seraya mempercepat langkah menuju selembar sarung yang menggantung di ranting pohon kecil.
"Ini kan sarungnya Sulman? Kok bisa Tim SAR tidak menemukannya?" ucap Dani terkejut.
"Mungkin mereka menemukannya tapi sengaja tidak membawanya," timpal Arhan yang turut memperhatikan sarung itu.
"Tim SAR memang kemari. Ini buktinya," kata Pak Tohar seraya menyoroti banyaknya bekas jejak sepatu di atas tanah yang sebagiannya tampak berlekuk dalam.
"Kok mereka bisa tidak mengambil sarungnya? Padahal sarung ini bisa jadi barang bukti," kata Dani penasaran.
"Sarung ini baru empat hari menggantung di sini. Artinya waktu Tim SAR kemari, sarung ini tidak ada di sini," kata Pak Tohar yakin.
"Bagaimana anda bisa tahu kalau sarung ini baru empat hari di sini?" tanya Dani penasaran.
"Ini. Saya tidak perlu mendekatkan mata saya ke sarung ini untuk membaca tulisan yang tertulis di sana," Pak Tohar menunjuk tulisan tangan yg memenuhi salah satu permukaan sarung itu.
"Astaga!" gumam Arhan saat melihat itu.
"Siapapun yg menemukan sarung ini, tolong saya. Saya dikejar-kejar oleh mereka. Para penduduk dusun ini sangat menakutkan. Mereka memiliki cucuk di hidungnya dan selalu membawa senjata tajam yang berlumuran darah yang sudah kering," ucap Arhan membacakan tulisan yang terpampang di sarung tersebut.
Ia kemudian melanjutkan membaca tulisan tersebut. "Kemungkinan bagi saya untuk pulang sangatlah kecil. Mereka tidak pernah membiarkan saya kabur. Jika saya berusaha kabur, mereka selalu bisa menangkap saya dan membawa saya kembali ke dusun angker mereka.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya