Dusun Angker: Teror Nenek Gondrong (Part 3)

JEJAKMISTERI - Pak Tohar yang lebih dulu sampai disambut sopir dan kernet truk tersebut.
"Wah, gagal menanjak, ya. Cuma 4x6, ya?" ujarnya.
"6x6, kok. Tapi saya tadi salah banting setir. Harusnya ke kanan, malah ke kiri," sahut si sopir yang masih berada di kabin.
Sementara si kernet sedang berusaha menimbun lubang jejak ban truk dengan material seadanya seperti batu ataupun kayu.
"Magrib-magrib begini mau mengangkut kayu, mas?" tanya Pak Tohar.
"Biasalah, om. Punya anak beranjak remaja. Pengen dibelikan hape baru. Alasannya karena harus belajar secara online karena belajar di sekolah sedang dilarang," sahut sopir truk. "Oh, saya Arkim. Itu kernet saya namanya Cayut. Kami ini sejoli petualang jalanan ancur ini," lanjutnya.
"Hoi, sembarangan aja ganti nama orang! Panggil saja saya Jackson, om," sahut si kernet yang baru selesai menimbun lubang bekas jejak truk.
Arkim terkekeh sembari berusaha mengeluarkan kendaraannya dari jebakan tanjakan licin itu.
"Tidak bisa! Ini terlalu dalam. Kayaknya kita harus menggali," ujar Pak Tohar.
"Waduh, mana gelap lagi," ujar Ahran seraya menyalakan senter hapenya.
"Yut, ambil linggisnya. Kalau tidak digali, bannya akan tetap muter di situ-situ aja," seru Arkim seraya menengok ke arah Cayut dan Pak Tohar serta yang lainnya.
"Mana linggisnya?" tanya Dani.
Cayut kemudian menghampiri kabin truk dan mengambil linggis yang disimpan di bawah bangku tidur di belakang kursi utama. Ia selanjutnya memberikan linggis itu kepada Dani.
"Terimakasih mau membantu. Kita ganti-gantian saja menggalinya," ucapnya seraya merogoh sakunya, mengambil handphone-nya.
Selanjutnya Cayut menyoroti kolong truk bagian belakang sementara Dani mulai menyingkirkan gundukan tanah yang menghambat ban hingga menjadi slip.
"Kim, coba maju!" seru Cayut saat Dani selesai menyingkirkan gundukan tanah di kolong truk.
Truk itu mulai bergerak perlahan dengan suara derunya yang keras pertanda jalur belum sepenuhnya dapat dilewati.
"Ayo bantu dorong!" seru Pak Tohar yang dibantu Arhan mulai mendorong truk. "Mendorong truk trailer susah juga. Punya dua badan, sih," keluhnya.
Sementara Arkim yang sedang di balik roda kemudi, mendadak tersentak saat melihat suatu sosok menyeramkan berdiri di antara sebatang pohon dan rumpun bambu. Itu adalah sosok yang sebelumnya mengganggu Arhan dan kawan-kawan.
"Yut! Apaan itu!" pekiknya panik.
"Apaan emangnya?" sahut Cayut sambil berlari ke arah gas biar truknya bisa naik. Kurasa ban belakangnya sebentar lagi bisa naik," ujar Pak Tohar seraya kembali mendorong badan truk dibantu Arhan dan Dani.
"Hantunya nongol lagi, nongol lagi! Sudah kayak eek aja!" umpat Arhan.
"Penggemar tinja mengumpat. Hahaha," ledek Dani seolah lupa bahwa mereka sedang diperhatikan sosok demit berambut mengembang itu.
Mendadak sosok tersebut berkelebat dan tahu-tahu muncul di belakang Arhan yang posisinya paling belakang setelah Pak Tohar dan Dani.
"Dan, belakang leherku terasa dingin begini. Seperti sedang diraba oleh mayat yang sudah dikubur selama seratus hari," ucap Arhan gemetar.
Dani perlahan menoleh ke arah Arhan. Ia pun terhenyak saat melihat sosok tersebut sedang menyeringai di belakang temannya tersebut.
"Lain kali jaga bicaramu! Atau dia mendatangimu seperti ini!"
"Aaaahhhhh!"
Suara jeritan Arhan bergema di tempat tersebut, bahkan terdengar cukup jauh hingga ke hadapan suatu tumpukan batu berbentuk seperti sebuah gapura.
Tumpukan batu itu mengangkangi suatu jalan setapak menuju suatu dusun yg tampak berkabut. Tidak terlihat adanya tanda kehidupan di sana. Hanya rumah-rumah yg terbuat dari kayu dan bambu yg berjejer dengan jarak sekitar empat meter.
Meski tidak tampak tanda-tanda keberadaan manusia, namun samar-samar terlihat siluet hitam dari beberapa sosok manusia yang membawa busur dan anak panah.
Sebagiannya terlihat membawa tombak dan senjata sejenis parang. Siluet-siluet tersebut terlihat bergerak sangat cepat menuju ke arah asal tempat di mana suara teriakan terdengar.
Mereka bergerak sangat cepat melewati pepohonan, semak belukar hingga sungai kecil. Sementara itu di mana Pak Tohar dan yang lain sedang berusaha membantu mendorong truk yang bannya slip. Mereka tetap melakukannya meski baru saja diteror sosok mistis. Dan itu belumlah berakhir karena sosok tersebut bisa muncul sewaktu-waktu.
Hal itu karena setelah mengganggu Arhan, mendadak hantu itu menghilang, namun suara erangannya terdengar muncul di tempat itu. Padahal sebelumnya sosok tersebut tidak mengeluarkan suara apapun.
Setelah cukup lama berupaya, akhirnya truk berhasil naik. Sekarang giliran Pak Tohar menaikkan mobilnya melalui tanjakan yang amat licin dan becek itu.
"Beruntung kita tidak perlu mendorong lagi. Mobil ini sudah double gardan. Belum lagi winch yang siap sedia," ucap Pak Tohar dengan bangga.
"Itu cukup melegakan," tukas Dani yang kini duduk di bangku tengah bersama Arhan.
"Kalian duduk berdua. Saya jadi merasa seperti menjadi sopir pribadi kalian saja," kata Pak Tohar sambil memperhatikan truk yang melaju di depannya.
"Lah, tidak usah protes, pak. Saya duduk di belakang kan karena Ahran diganggu terus sama nenek gondrong," tukas Dani. "Kacau dah, suara nenek itu masih terdengar," gumamnya.
Tiba-tiba Pak Tohar mengerem mobil dengan mendadak, membuat para penumpangnya terpelanting.
"Astaga! Di jalan ancur begini kok bisa-bisanya berhenti mendadak seperti habis ngebut, pak," protes Dani sambil melihat ke arah truk yang juga tengah berhenti.
"Ada apa, pir? Eh, kim?" seru Pak Tohar seraya melihat ke arah kepala truk di mana Arkim terlihat keluar dari sana.
"Ada yang melemparkan potongan batang pohon ke tengah jalan, pak. Itu jelas sangat mengganggu. Saya sama Cayut terpaksa harus menyingkirkan dulu kayu-kayu ini," sahut Arkim seraya menoleh ke belakang ke arah mobil Pak Tohar.
"Astaga," gumam Pak Tohar seraya keluar dari mobil.
Setengah berlari ia menghampiri Arkim yang sedang mencoba menyingkirkan potongan kayu gelondongan bersama Cayut.
"Kayu-kayu ini tiba-tiba saja berjatuhan seperti dilemparkan oleh orang," kata Arkim seraya mendorong potongan kayu gelondongan itu.
"Siapa itu?" Cayut tiba-tiba berseru saat mendengar suara gemerisik dari sebelah kiri jalan yang berupa tebing pendek dengan pepohonan yang berjajar diselingi semak-semak.
"Apa mereka mengalaminya juga saat kemari sebelum menghilang?" gumam Arkim saat mengamati sebongkah potongan kayu gelondongan yang mirip dengan kayu yang dorong yang telah berada di pinggir jalan.
Padahal ia dan Cayut baru sekali mendorong bongkahan-bongkahan kayu itu.
"Maaf? Mereka? Menghilang? Maksudmu?" Pak Tohar terkejut saat mendengar ucapan Arkim barusan.
"Oh, tidak. Maksud saya, rekan saya yang suka mengambil kayu yang lewat jalan ini apakah pernah mengalami hal seperti ini. Begitu lho, pak," tukas Arkim tergagap.
"Tidak perlu berkilah. Jujur saja saya kemari karena ingin mencari teman kami yang menghilang saat hendak mengambil muatan di ujung hutan sana. Katakan siapa temanmu yang sedang kalian cari," kata Pak Tohar seraya menatap penuh selidik ke arah Arkim yang sedang berdiri mematung di depan bongkah kayu itu.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya