Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gending Alas Mayit (Part 4) Tabuh Waturingin

“Kalian tau musik gamelan? Sebuah musik dengan alunan nada yang mampu membuat pendengarnya merasa nyaman.. Namun bagaimana kalau ada musik gamelan yang membawa kutukan?

Cerita ini adalah kiriman dari teman lama saya yang bernama cahyo..
Desa windualit, sebuah desa di pedalaman kaki gunung merapi yang menyimpan banyak misteri..


JEJAKMISTERI - Sekilas desa ini hanya terlihat seperti desa biasa seperti desa pada umumnya, namun siapa sangka.. saat ini terdapat kutukan yang menyerang desa itu.

Ketika malam purnama tiba seluruh warga sudah mengurung diri dirumah masing-masing, membaca doa dan menutup telinga berharap saat itu bukan giliran mereka.

Setelah matahari terbenam sayup-sayup terdengar suara gamelan dari dalam hutan yang disebut Alas mayit...

Satu dari antara warga desa akan menari kesetanan tanpa henti, memaksa tubuhnya untuk memutar seluruh sendi-sendi tubuhnya hingga patah dan berlari menuju hutan.

Keesokan harinya jasad orang itu akan muncul di mulut hutan dalam kondisi yang tidak utuh.
Seluruh daya upaya sudah dilakukan, namun setiap tindakan malah menimbulkan korban yang semakin banyak..

Kutukan ini bernama...

Gending Alas Mayit…

***

Gila.. ini cerita kiriman dari cahyo, sangat mengerikan kalau mengetahui kisah ini benar-benar terjadi.
Buat para pendengar, saat ini Cahyo, Paklek dan teman-temanya sedang membantu untuk menghentikan kutukan gending alas mayit ini.

Yang saya kenal, mereka adalah orang-orang hebat dan selalu membantu siapa saja yang membutuhkan... termasuk saya yang sempat ditolong oleh mereka.

Apabila mereka sampai membutuhkan bantuan, tandanya ini dalah sesuatu yang gawat.. jadi apabila ada yang mengetahui petunjuk mengenai Gending Alas Mayit silahkan hubungi saya di hotline telpon atau di media sosial..

Oh iya, satu lagi yang penting.. mereka mencari petunjuk mengenai Tabuh Waturingin..
Untuk malam ini sekian dari saya, radio tengah malam undur diri...“

“Oke.. close!” Ucap dika dari luar ruangan.
Aku membuka headsetku, menarik nafas sebentar dan segera keluar ruangan.

“Gua bikin kopi dulu ya dik, kalo ada telpon masuk tolong terima dulu...” ucapku.

“beres.. nyantai dulu sana” jawab dika.

Aku pergi ke dapur, mengambil gelas dan menyeduh kopi hangat. Sekilas kejadian di pabrik gula terlintas kembali di pikiranku. Seandainya tidak ada Cahyo dan Paklek, entah bagaimana nasib kami saat ini.

Sebuah aroma kopi sangat mampu menghilangkan lelahku seharian ini. Mungkin sudah belasan tahun semenjak aku bertemu mereka, saat itu cahyo hanya bocah smp yang masih sering bermain dengan monyetnya. Aku penasaran, seperti apa dia sekarang?

“Gimana dik, ada yang nelpon?” Tanyaku sambil menghampiri dika.

“Ada, tapi rata-rata gak serius.. nawarin jasa lah, minta alamat desa lah..” Jawab dika.

“ya sudah, kita juga udah tau bakal begini.. yang penting usaha dulu aja” Lanjutku.

Suara langkah kaki terburu-buru terdengar menuju tempat ini yang berujung pada pintu ruangan yang dibuka dengan buru-buru.

“Ardian.. woi!” Teriak seseorang... tidak.. ada dua orang lagi menyusul lagi dari belakang.
Itu Didi, Ranto, dan Nizar!

“Eh.. kalian, ngapain kalian ke sini? Buru-buru lagi... dikejar debt collector lu?” Tanyaku

“nggak lah... gua denger siaran lu tadi, itu bener cerita dari Cahyo ? gua langsung gas kesini waktu tau dia yang minta tolong” Tanya nizar.

“Iya... cahyo yang dulu dipanggil Panjul” jawabku

“Pokoknya kita harus bantuin dia, kita utang nyawa sama dia...“ Lanjut Didi.

Dika terlihat sedang menerima telepon, kali ini cukup panjang semoga saja ada informasi mengenai Kutukan itu.

“Eh gua bikin kopi dulu ya...“ Ucap didi sambil menuju ke dapur.

“ok, sekalian bikinin juga nih buat dua kurcaci” jawabku
“beres...”

Kami santai sejenak, terlihat nizar dan Ranto sibuk dengan Hpnya. Sepertinya mereka juga mencari informasi melalui internet dan media sosial.

“Ar.. kalau info yang gua dapet, tabuh itu berarti pemukul gamelan ya?” Tanya Nizar.
“Bisa jadi, kalo bener berarti emang berhubungan sama suara gamelan itu... tapi pasti ada yang membuat tabuh itu jadi spesial” jawabku.

“Waturingin... itu bisa jadi nama tempat” ucap Ranto.

Kami berdiskusi cukup lama namun tak ada gunanya, semua yang keluar dari mulut kami hanya dugaan saja.

“Ardian.. ini tadi ada yang nelpon lagi, kali ini kayaknya beneran...” Ucap dika menghampiriku.

“Ada info apa dik?” tanyaku.

“Sebenernya ga detail... yang nelpon seorang perempuan ngaku namanya Ismi, dia cuman bilang kalau mau tau tentang tabuh waturingin dan gending alas mayit bisa datang ke desaku di selatan pulau jawa” Cerita Dika.

“Yah... kalau Cuma begitu bisa jadi orang iseng yang mau ngerjain kita” ucap Ranto dengan pesimis.

“Tapi..  terakhir dia ngomong, salam juga buat cowo yg sering ngikutin ardian.. nandar” lanjut dika.

Aku melihat dika dengan serius, terlihat kedua temanku lainya menatap curiga kepadaku.
“Gimana dia bisa tau hantu nandar masih ngikutin gua?” Tanyaku pada dika.

“Yah... kalau Cuma begitu bisa jadi orang iseng yang mau ngerjain kita” ucap Ranto dengan pesimis.

“tapi... terakhir dia ngomong, salam juga buat cowo yg sering ngikutin ardian.. nandar” lanjut dika.

Aku melihat dika dengan serius, terlihat kedua temanku lainya menatap curiga kepadaku.
“Gimana dia bisa tau hantu nandar masih ngikutin gua?” Tanyaku pada dika.

“Gua ga tau dik, bisa jadi dia emang tahu tentang hal gaib... makanya gua sampein ke elu”
Ucap dika sambil menyerahkan kertas tertulis alamat desa di selatan pulau jawa.

“Ardian... setanya Nandar masih ngikutin elu?” ucap Nizar sambil berbisik.
“iya... tapi ya udahlah, ga ganggu ini..”ucapku.

Suasana berubah menjadi hening, kami sibuk dengan hp masing-masing sampai terdengar suara jendela yang di hantam dengan keras.

Kami berlari menghampiri jendela, tidak ada satupu hal yang aneh hanya angin kencang berhembus dari luar. Namun saat akan kembali mendadak listrik seluruh ruangan mati.

“Dik.. mati lampu?” Teriaku sambil menyalakan senter dari handphoneku.
“Sebentar gua cek...” jawabnya.

Kami kembali duduk di sofa menunggu kabar dari dika, namun sekali lagi terdengar suara benda keras menghantam jendela. Namun kali ini tidak hanya itu...

Sayup-sayup terdengar suara gamelan, entah darimana asal suara itu..
“Ardian.. itu suara dari mana? Komputer lu belum mati?” Tanya Nizar.

“listrik mati Nizar... gimana komputer bisa nyala? “ Jawabku

Aku mencari asal suara gamelan itu, namun sama sekali tidak ada petunjuk.
Ditengah gelapnya ruangan, terdengar suara pecahan kaca dari dapur...

“Didi!... dia masih di dapur!” Teriak Ranto.

Kami segera bergegas berlari menghampiri Didi, namun suara gamelan terdengar semakin keras ketika kami mendekat ke sana.

“Ada apa Di??” aku menyapa didi yang terlihat membelakangi pintu dapur.

Gelapnya ruangan membuat suasana semakin mencekam, Didi menoleh, kami menyorotnya dengan cahaya lampu dari hanphone.

Namun yang terlihat sungguh mengerikan, sebuah gelas kaca pecah tergenggam di tanganya, ia mengangkat dan memasukan ke dalam mulutnya yang sudah bercucuran darah.

Mata didi melotot dengan tajam, memandang kami sambil melumat pecahan kaca itu.

“Di.. jangan di! Stop di!” Ucap Nizar yang segera menghentikan tangan didi.

Aku dan ranto menyusul nizar, menarik didi dan menahanya di lantai namun tenaganya terlalu keras..

**

Didi berdiri membelakangi tembok sambil tetap menggengam pecahan kaca ditanganya.
“Kalian tidak usah ikut campur!!” Didi berbicara dengan suara yang mengerikan.
Suara gamelan terdengar semakin kencang.

“Ini peringatan! Gending Alas mayit juga akan menghampiri kalian jika kalian ikut campur!” Ucap makhluk itu lagi.

Setan itu tertawa dengan keras, Nizar dan Ranto terlihat ketakutan di ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya kecil..

“Ardian..  gimana nih, kalo gini terus Didi bisa celaka” Ucap nizar.
Aku berfikir sejenak, teringat korek api pemberian paklek masih tersimpan di tasku.
“Ranto, Nizar.. tahan Didi sebisa kalian” Perintahku pada mereka.

Aku segera berlari ke ruangan rekaman, mencari tasku dan segera membawa kembali ke ruangan dapur.

Terlihat Ranto dan Nizar kewalahan menahan Didi.

Sebuah korek api dengan ukiran kuno kukeluarkan dari tas, pemantiknya cukup keras namun aku tetap berhasil menyalakanya.
“Nizar.. mundur” ucapku pada nizar yang masih menahan Didi.
Terlihat dari sudut-sudut ruangan makhluk halus bermunculan, begitu juga Nandar yang ada di belakangku.

“singkirkan!! Singkirkan benda itu!” ucap Didi meringkuk di ujung ruangan.

Makhluk itu terganggu dengan cahaya dari api ini. perlahan terlihat sosok makhluk bertubuh serba hitam mengenakan pakaian sinden keluar dari tubuh didi.
“Ini peringatan! Atau kalian juga akan mati!” Ucap makhluk itu pergi menjauh dari ruang yang diselimuti cahaya korek ini.

Suasana mulai tenang disusul dengan listrik yang mulai menyala. Kami membopong didi dan membawanya ke ruang tamu.

“Dik.. tolong P3K” Ucapku pada dika.

“Ini.. itu didi kenapa?” tanya dika sambil menyerahkan kotak obat.
“Kesurupan... kayaknya urusan yang kita lakuin ini benar-benar bahaya” jawabku.
“Tapi kenapa didi yang langganan kesurupan ya?” Tanya dika dengan polos.
Kami menoleh ke arah secara serentak seolah setuju dengan ucapanya dika.
“Iya Di.. kok elu melulu yang kesurupan? Kenapa sih lu?” tanyaku.
“aduh..  mana gua tau, besok besok gantian lu pada aja... gua ikhlas!” Jawabnya dengan wajah yang menahan sakit.

“Dih ogah... amit-amit” Jawab Ranto sambil mengikatkan perban di tangan Dika.

“Besok gua mau coba nyamperin lokasi yang dikasi dika tadi... siapa tau bisa ada petunjuk” Ucapku.

“Gua ikut... pokonya gua bantu sampai selesai “ucap nizar
“Iya kita semua ikut...” sambung didi juga.

“Lu udah babak belur kayak gini... mendingan standby aja di sini sama dika... biar Gua, Nizar, sama Ranto yang ke sana” ucapku melarang niat Didi.

Esok harinya kami berkumpul kembali di studio, Dika dan Didi bertugas memantau informasi dari telepon dan medsos, dan sisanya berangkat menuju suatu desa di selatan pulau jawa.

Perjalanan menuju tempat tersebut tidak terlalu lama, hanya saja saat mendekati lokasi medan semakin berat, jalanan tidak ditutup dengan aspal sepenuhnya. Sepanjang jalan dihiasi dengan hutan-hutan jati yang tersusun rapi.

“Ini bro lokasinya...” ucap nizar kepadaku.
“Yakin? Udah bener sesuai di peta?” Aku memastikan sekali lagi

“Bener... tinggal lu cari perempuan yang telepon kemarin, siapa namanya? Ismi?” Lanjut Nizar.
Segera aku turun dari mobil dan menanyakan mengenai perempuan bernama ismi pada warga yang lewat.
Ia menunjuk pada sebuah rumah kayu di sudut desa.
“Disana rumahnya... katanya mobil masih bisa masuk kok..” ucapku pada nizar.
Kami melanjutkan perjalanan dan berhenti pada sebuat rumah kayu dengan lahan yang cukup luas. Terlihat seorang wanita, masih muda sedang menjemur pakaian di halaman rumah itu.

“Permisi mbak... bener ini rumah mbak ismi?” Tanyaku sesopan mungkin.
“Ya saya sendiri, saya ismi... ada yang bisa saya bantu?” wanita itu menjawab dengan sopan.

“Kami dari radio tengah malam, benar kemarin mbak ismi yang nelpon?” tanyaku sekali lagi.

“Oh mas ardian ya? Masuk dulu mas... maaf rumahnya berantakan” Ucap Ismi dengan mempersilahkan kami masuk.

Sebuah rumah tua, namun tidak kumuh... rumah yang terawat dengan baik, hawa sejuk tetap terasa walau di tengah panasnya udara siang hari.

Secangkir teh hangat disajikan kepada kami, tak terlihat orang lain selain ismi di rumah ini.
“Mbak ismi... terima kasih kami udah disambut, maaf saya agak lancang.. tapi mungkin mbak ismi bisa menceritakan yang mbak ismi tau mengenai Gending alas mayit maupun tabuh waturingin” Nizar mencoba membuka perbincangan.

“Masnya istirahat dulu saja, diminum tehnya... yang cerita nanti bukan saya. Tunggu sebentar ya” Ucap ismi dengan sopan dan meninggalkan kami.

Kami menurut dan menikmati secangkir teh yang disediakan oleh Ismi.
Seorang kakek tua berjalan perlahan menghampiri kami, Ismi terlihat menggandengnya berjalan dengan hati hati dan mendudukanya di dekat kami.

“Ini kakek saya... mbah Rusman, dia yang akan menceritakan semuanya” Jelas Ismi pada kami.
Mbah rusman memperhatikan kami satu per satu sepertinya ia juga menyadari keberadaan hantu nandar yang terus mengikutiku, kami merapikan posisi duduk dan memberikan senyum seramah mungkin kepada mbah rusman.

“Setelah kalian tau semuanya, apa yang akan kalian lakukan?” Tanya mbah rusman kepada kami.
“Kami hanya mencari informasi mbah, teman kami di jawa tengah, mereka yang ahli soal hal ghaib yang akan mencoba menghentikan kutukan itu” jelasku pada pak rusman.
“Bagus.. jika kalian yang ikut campur, sudah pasti kalian mati” Ucapnya.

Kami sangat mengerti akan hal itu, namun setidaknya aku harus mendapatkan informasi yang bisa membantu cahyo.

“Menginaplah semalam disini, nanti malam kalian akan tahu semua” Ucap mbah rusman.
Kami saling menoleh dan sepakat menyetujui ucapan mbah rusman. Cara mereka menyambut kami terasa sangat tulus sehingga kami tidak sedikitpun merasa curiga kepada meraka.

Kami melalui siang hari dengan berbincang hal-hal kecil, Ismipun menyediakan keperluan kami mulai dari makanan dan air untuk mandi. Semua berjalan normal hingga akhirnya malampun tiba.

Kami menyelesaikan makan malam kami, bohlam yang redup di ruangkan ini cukup menyulitkan penglihatanku i. Aku membereskan piring sisa makan malam tadi dan mengumpulkanya di pawon belakang rumah.

Sebelum sempat kembali ke depan, pintu belakang rumah terbanting dengan keras.
Sebuah bayangan hitam mencoba masuk ke dapur melalui pintu belakang, semakin lama semakin mendekat. Aku mengawasi dengan hati-hati.
Lampu pawon mulai menerangi bayangan yang mendekat itu, ternyata itu adalah mbah rusman.

Sayup sayup suara gamelan terdengar.. persis seperti di studio kemarin.
Mata mbah rusman terbelalak dengan mengerikan kearahku dan mulai menggerakan tubuhnya perlahan.

“Ismi, Nizar, Ranto...!!“ Aku memanggil orang di rumah untuk membantuku.
Mereka segera datang menghampiriku, namun mbah rusman keluar menuju halaman dan menari dengan lincah. kami mengejar mbah rusman, Cahaya bulan purnama menyinari pekarangan.

Mbah rusman menari dan terus menari, ismi masuk kerumah dan keluar membawa sebuah gong kecil di tanganya dan sebuah pemukul.
“Ismi.. itu mbah rusman kenapa?” Tanya nizar.

“Ini yang kalian ingin tahu... Kutukan gending alas mayit, Mbah rusman dulunya berasal dari desa windualit, sebenarnya kutukan ini sudah sirna.. namun entah beberapa bulan lalu tiba-tiba saat bulan purnama mbah jadi seperti ini” Cerita Ismi kepada kami
Mbah Rusman menari dengan mengerikan, ia mencoba memutar kepalanya hingga hampir patah. Namun sebelum itu terjadi Ismi memukul gong kecil yang menggantung di tanganya.

Suara mendengung panjang terdengar dari benda itu. Mbah Rusman terliihat menghentikan tarianya namun ia mencoba bangkit untuk menari lagi, sebelum itu terjadi Ismi kembali memukul gong itu sehingga gerakan mbah rusman bisa tertahan. Hal itu terjadi berulang kali hingga Mbah rusman tak sadarkan diri.

Kami menggendong tubuh mbah rusman ke dalam rumah, Ismi menyiapkan segelas minuman rempah-rempah untuk diberikan kepada mbah rusman dan segera menghampiri kami.

“Dulu sewaktu muda mbah rusman hidup di desa windualit, saat desa itu terkena kutukan mbah rusman adalah salah satu warga yang membantu menghentikan kutukan itu.. tapi karena tidak ingin mengambil resiko, mbah rusman memilih untuk meninggalkan desa“ Cerita ismi.

Terlalu mengerikan, Sesuatu yang dihadapi oleh cahyo dan paklek kali ini benar-benar mengerikan.
“Ismi... bantu mbah” Ucap mbah Rusman mencoba menghampiri kami dengan tubuhnya yang lemah.

Serentak kami berdiri membantu memegangi mbah rusman dan mendudukanya di posisi yang nyaman.
“Ismi... serahkan gong dan pemukulnya ke mereka” Perintah mbah rusman.
Kami saling menoleh, ismi terlihat tidak setuju.
“Tapi mbah, nanti kalo kumat lagi?” ucap ismi.

“Sudah serahkan saja, mbah juga ga tau bisa hidup sampai kapan... mereka lebih butuh itu” Ucap mbah rusman dengan suara yang lemah.

“Pemukul itu adalah tabuh waturingin, ujungnya dibuat menggunakan kayu pohon beringin yang sudah menjadi batu dan gong itu hanya gong biasa..” cerita Mbah Rusman.

Kami memperhatikan benda yang diserahkan kepada kami, kami berfikir keras...
seandainya ini kami bawa, apa mbah rusman bisa melewatkan purnama berikutnya?

“Nggak mbah, kita ga bisa bawa benda ini.. mbah butuh ini” Ucapku

“Walaupun ini adalah tabuh waturingin, ini tidak cukup untuk membersihkan kutukan di desa windualit...

Orang yang meminta bantuan kalian harus membuat kembali tabuh yang lebih besar dari batu pohon beringin yang ada sebuah sendang di alas mayit,

dan kalian harus bawa ini agar bisa sampai ke sana hidup-hidup”

Mbah rusman melanjutkan ceritanya tanpa mempedulikan pendapat kami.

Ismi terlihat sedih, ia mengerti maksud mbah rusman namun belum siap apabila harus kehilangan kakeknya itu.

Aku mengambil telepon genggamku mencoba menghubungi cahyo dan menceritakan mengenai kejadian malam ini kepadanya, awalnya cahyo sependapat dengan kami.. namun tiba-tiba telpon disambungkan kepada seorang wanita.

“Mbah Rusman...“ Ucap wanita dari telepon cahyo.
Mbah rusman hanya mendengarkan saja suara dari telepon itu.

“Mbah.. Kulo Sekar.. anak Pak sardi” ucap wanita itu sekali lagi.
“Sar..di, Sardi sudah punya anak?” ucap mbah rusman dengan sedikit senyum muncul di wajahnya.

“Iya mbah.. Bapak sering cerita kalau bapak belajar ngaji dari mbah rusman, sesepuh yang pernah nyelamatin desa windualit..” cerita sekar.

“Piye kabar sardi nak sekar, masih rajin ngaji?” Ucap mbah rusman dengan semangat walau dengan tubuhnya yang lemah.

“Masih mbah... bapak rajin banget, sekarang bapak masih di desa nyoba bantuin sebisanya disana” Jawab sekar.
Mata mbah rusman berkaca-kaca, ia terlihat sedang mencoba mengingat tentang masa lalunya

“Nak Ardian, Nak Cahyo... kamu harus bawa benda ini, kamu harus selamatkan desa windualit... selamatkan sekar dan semua orang disana” Mbah rusman berkata dengan paksaan.

Sepertinya aku mengerti yang diinginkan mbah rusman, setidaknya mungkin ia bisa menyelamatkan desa asalnya yang ia sayangi walau harus mengorbankan sisa umurnya.

“Baik mbah rusman, Amanah mbah saya terima.. benda ini akan saya bawa ke cahyo dan sekar” Ucapku.

“berarti kalo gitu umur mbah Rusman Cuma tinggl 1 purnama lagi?“ Ranto memastikan kepadaku.

“Nggak, hanya Tuhan yang berhak menentukan umur manusia... bukan demit-demit itu” Jawab mbah Rusman.

Aku mengambil tasku, memasukan gong dan tabuh waturingin kedalam tas.
“Ismi, Mbah Rusman... setidaknya tolong terima pemberian saya ini” Sebuah korek api dengan motif kuno pemberian paklek dulu kuserahkan kepada mereka.

“Ada kekuatan pada api korek ini... kamu yakin?” Ucap mbah rusman.

“Saat purnama datang lagi dan mbah mulai seperti tadi coba kamu nyalakan ini, benda ini sudah menyelamatkanku berkali-kali.. semoba bisa menolong kalian juga” ucapku

Nizar mendekatiku seolah kurang setuju.
“Ardian kamu yakin?“ tanyanya dengan berbisik. Nizar tahu benar bagaimana benda itu menyelamatkanya di pabrik gula.

“Iya.. aku yakin Paklekpun pasti juga tidak keberatan” Jawabku.
Ismi menerima korek api pusaka pemberian pak lek, kami menutup perbincangan kami dan beristirahat.

Paginya kami ijin pamit ke Mbah Rusman dan Ismi, kami berjanji suatu saat akan mampir kembali kemari setidaknya sebelum purnama berikutnya. Namun sebelumnya kami harus mengantarkan benda ini ke Cahyo dan Paklek, semoga saja ini bisa benar-benar berguna untuk mereka.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close