Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kutukan Arwah Jelangkung! Datang Tak Dijemput, Pulang Ikut Kalian


JEJAKMISTERI - Kisah nyata dari 4 orang Pemuda di tahun 1970-1980an yang bermain-main dengan permainan yang tidak main-main yaitu "Jelangkung". 

Dalam permainannya mereka melakukan sebuah kesalahan hingga akhirnya menyebabkan terror yang berkepanjangan.

Kisah ini terjadi di salah satu desa di Jawa Tengah kisaran tahun 1978.

Sebut saja Sugeng, Bambang, Kuncung dan Wicaksono. 4 orang sahabat yang tak terpisahkan, selain karena memang mereka satu kampung, sejak SD hingga kini SMA mereka selalu berada dalam sekolah yang sama.

Seperti pada hubungan persahabatan pada umumnya, ada banyak kekonyolan-kekonyolan yang mereka lalui termasuk kekonyolan yang satu ini yaitu bermain "Jelangkung". Kuncung si tubuh kecil namun paling tengil inilah yang menjadi memulainya.

Berbekal mantra yang sudah umum diketahui dan "ubo rampe" atau persyaratan yang diketahui dari salah satu halaman yang dimuat di "Majalah misteri" mereka mulai merencanakan ritual ini. 

Tak ada tujuan pasti, motivasi satu-satunya hanyalah rasa penasaran yang memang sedang kuat dirasakan oleh remaja seumuran mereka. 

Sugeng si paling lugu dan penakut sekaligus narasumber dari cerita ini sebenarnya tak setuju perihal ritual "jelangkung" ini, namun apa daya karena yang menang adalah suara terbanyak. 

Mau tak mau atas nama "Konco kenthel" atau persahabatan, Sugeng harus ikut teribat didalamnya. 

Mereka pun mulai mempersiapkannya. Wicaksono si paling trampil dalam urusan kerajinan tangan mulai membuat boneka "Jelangkung" dengan gayung bathok yang ia curi dari gentong air milik neneknya dan dibuatlah boneka itu sesuai dengan apa yang digambarkan dalam "majalah misteri". 

Jum'at sore di tahun itu "Sugeng" tak begitu mengingat bulan apa. Mereka berempat pergi ke sebuah makam jawa tak bertuan di salah satu lembah di taman kota. Mereka menancapkan boneka jelangkung itu di makam tersebut sesuai petunjuk. 

Menurut informasi dari majalah kala itu, sebelum digunakan boneka jelangkung itu harus dibiarkan tertancap di sebuah makam selama 1 malam. 

Ditancapkanlah sebuah boneka jelangkung khas jawa lengkap dengan kemeja putih milik ayah "Bambang" di atas makam tersebut.

Dan siang hari setelah pulang sekolah mereka kembali ke makam itu untuk mengambil boneka itu lagi. 

"Sampun nggih mbah"
(sudah ya mbah..) ucap Kuncung dengan nada bercanda sembari mencabut boneka itu. Merekapun beranjak pulang untuk mempersiapkan ritual "Jelangkung"

**
Singkat cerita malam pun tiba...
semua sudah siap Boneka yang sudah di ikatkan dengan kapur tulis beserta kelengkapan lainnya seperti kembang, kopi pait, air santan, dan tidak lupa "Sabak" atau papan tulis yang terbuat dari batu.

Mereka berempat membawa kelengkapan itu ke sebuah rumah tua yang terbengkelai di dekat "Cungkup" atau tempat menyimpan perlengkapan pemakaman di pinggir desa. Mereka sengaja mengambil waktu agak larut agar tak ada warga atau tetangga yang memergokinya.

Mengingat ini adalah aktivitas yang cukup aneh tentu akan timbul masalah bila ada orang lain yang mengetahuinya. Sesampainya disana mereka mulai menggelar tikar menyalakan 2 buah lentera kecil dan menata semua sesajen dan ritual pemanggilan arwah "Jelangkung" pun di mulai.

Boneka sudah dipegang sejajar oleh mereka, tepat di atas papan penulis, sejenak mereka semua terdiam saling pandang. 

"Apakah kita akan benar-benar melakukannya!!" mungkin itu yang ada dalam batin mereka semua saat itu. "Kuncung" mulai memberikan arahan untuk mengucapkan mantra.

"Njo Alon-alon!"
(ayo pelan-pelan!) ucap kuncung sebelum mulai membacakan mantranya sembari memberitahu agar jangan ada yang melepaskan boneka ini jika nanti timbul pergerakan.

"Iyo Iyo!" jawab Bambang yang belakangan ini agak sebal dengan kuncung yang selalu berlagak seperti dukun, akhir-akhir ini.

***
Mantra pun diucap dengan hikmat...

Ditengah suasana ruangan itu yang lembab. Sugeng tampak menolah-menoleh ke sekitarnya ia merasa ada orang lain selain mereka diruangan itu namun dengan segera kuncung mengisyaratkan Sugeng untuk kembali berkonsentrasi

Mantra yang diucap berulang ini nampaknya belum membuat boneka ini bergerak. Mulai timbul keraguan dalam diri mereka masing-masing, Sugeng dan wicak mulai berhenti melafalkan mantra itu, namun tidak dengan Bambang dan Kuncung yang jusrtu tempo bacaanya kian cepat.

Dan benar tak selang beberapa lama kemudian boneka itu terhentak keatas seakan ingin terbang, Sugeng yang kaget sempat melepaskan satu tangannya hingga akhirnya si Kuncung berisyarat untuk tidak melepaskan pegangan itu. 

Mereka semua kini terdiam melihat sang boneka bergerak Tak beraturan dengan kuat. Dengan kata-kata yang terbata si kuncung berkata :

"Ssuuuugeng rawuh mbaaah"
(Selamat datang Mbah...)

Perlahan Boneka yang tadinya bergeral tak beraturan kini terlihat melandai bergerak memutari menuju sesajen.

"Monggo mbah dipun kedapi"
(Silahkan mbah kalau dinikmati) kata Kuncung kembali.

Boneka itu mulai memutar-mutar dan berhenti di mangkuk berisi kunci yang di tali. Seketika Kuncung langsung teringat apa yg tertulis di petunjuk majalah, Bahwasanya cara Jelangkung makan adalah dengan kunci itu.

Dengan satu tangannya kuncung mengambil kunci yang ditali itu dan mengalungkannya di leher Boneka seraya berkata..

"Nuwunsewu mbah" (permisi mbah). setelah terkalung, boneka itu mulai bergerak mengitari sesajen.

Kini Bambang mengambil alih dan bertanya..

 "Naminipun panjenengan sinten??"
(Nama kamu siapa??) boneka itu sejenak terdiam namun kembali bergerak menuliskan kata yang itu adalah namanya yaitu "RUMI"

Setelah itu Sugeng, Wicak, Kuncung, dan Bambang terlihat saling pandang seakan mengisyaratkan tentang kata-kata apa lagi yang harus di tanyakan. 

Tapi disini Wicak tiba-tiba saja berkata..

"Njenengan gesang warsa pinten mbah???"
(Kamu hidup tahun berapa mbah??)

Disini boneka itu mulai bergerak tapi hanya menuliskan 2 angka yang bisa di baca yaitu 1 & 9,  dan suasana pun menjadi tegang karena setelah itu boneka ini mulai menulis dengan tak beraturan.

***
Selang tak berapa lama...
kemudian boneka itu mulai bergerak tak beraturan. menurut penuturan Sugeng sang narasumber, boneka itu gerakannya sangat berat dan kuat sampai akhirnya boneka Jelangkung itu terlepas dari tangan mereka semua.

Boneka itu terbang melayang dan Menghantam langit-langit sebelum terhempas ke lantai. mereka semua panik namun tak beranjak dari tempatnya bersila sampai akhirnya mulai muncul suara yang sulit digambarkan, yang jelas suara itu sangat mengganggu dan menakutkan.

Sugeng, Kuncung dan Bambang buru-buru ingin segera pulang saja, tapi tidak bagi Wicak. Ia terus merengkek mengajak teman-temannya untuk kembali ke tempat itu.

"Kae Sendal Kulite Bapakku, Iso Dirujak Aku Nek Ra Tak Gowo Mulih"
(itu sendal kulit milik ayahku, bisa dirujak aku kalau tidak saya bawa pulang) kata Wicak kepada 3 temannya itu.

Akhirnya dengan terpaksa mereka mengikuti kemauan Wicak setelah Si kuncung juga berujar bahwa kita harus mematahkan boneka Jelangkung itu sebelum meninggalkannya. Karena kalau tidak, Arwah yang dipanggil akan mengikuti kita. 

Dan sampailah mereka disana, sambil saling berpegangan mereka mulai mengambil sendal masing-masing dan membawa lentera yang tadi sempat tertinggal dan belum sempat dimatikan. Tapi disini mereka kembali panik ketika Boneka jelangkung itu tidak ditemukan.

Mereka berempat mulai mencari disudut-sudut ruangan hingga pindah ke ruangan lain tapi boneka itu tetap saja tidak ditemukan seakan lenyap begitu saja. Sugeng yang ketakutan, mengajak teman-temannya untuk pulang dan mencarinya keesokan hari saja. 

Kebetulan malam ini adalah malam minggu, teman-teman sempat menolak mentah-mentah pendapat Sugeng, tapi karena setelah lama dicari boneka tetap tidak ditemukan akhirnya mereka berempat memutuskan untuk pulang dan akan kembali dikeesokan harinya.

Mungkin dengan perasaan yang penuh ragu dan khawatir mereka pulang kerumahnya masing-masing. 

Benar saja Sugeng sang narasumber dari cerita ini berujar sesampainya dirumah ia benar-benar sulit untuk tidur, ekor matanya terus saja melihat sepintas bayangan putih yang sepertinya mondar-mandir di sekitarnya. 

Sampai ia merasakan pusing dikepalanya, Sugeng lantas membangunkan ibunya di malam itu, ia mengeluh pusing, wajahnya memang terlihat pucat, tanpa curiga sang ibu lalu membuatkan larutan Gula dan asam jawa untuk meredakan sakit kepala Sugeng. Setelah diminum akhirnya Sugengpun bisa terlelap.

***
Tetapi dalam lelapnya tidur, ia bermimpi..

Dalam mimpinya ia didatangi oleh sosok wanita cantik yang menggunakan pakaian kebaya khas jawa. Ia duduk didepan Sugeng yang saat itu berada di sebuah teras bangunan joglo.

Wanita itu bernyanyi seraya menatap Sugeng dengan Sayu terlihat jelas raut kesedihan di wajah wanita itu. Begitu juga nada yang keluar dari mulutnya sangat sendu.

Namun tak lama kemudian turun hujan yang sangat lebat, tentunya airnya membasahi tubuh wanita itu yg memang sedari tadi tak berada di atap payungan joglo. 

Namun disini Sugeng heran karena tetesan air hujan itu melunturkan kulit wajah sosok perempuan itu, menjadi sebuah Tengkorak.

Dalam mimpi itu Sugeng terperanjat dari tempat duduknya, dan menggeser tubuhnya dengan tangannya seraya pandangan dari matanya yg terus tertuju kepada wanita cantik yang telah berubah menjadi tengkorak itu. Sosok itu masih bernyanyi, meski suaranya berbenturan

Dengan derasnya hujan tapi masih bisa didengar oleh sugeng, dalam mimpi itu sugeng mulai teriak-teriak meminta tolong tapi sepertinya ia adalah orang satu-satunya di dalam joglo itu. Sampai akhirnya Sugengpun terbangun dari mimpinya.

Matanya terbuka..

"Oh hanya mimpi!!" ujarnya sembari menghela nafas lega.

Tapi, Sugeng kembali panik ketika tubuhnya tak bisa digerakkan, matanya mulai mengamati seluruh kamarnya yang remang-remang, dan ia melihat seseorang duduk di sudut kamarnya, yang mana itu adalah wanita yang tadi ada dalam mimpinya.

Sugeng ingin beranjak dan berlari tapi tubuhnya sama sekali tak bisa digerakkan, bahkan teriakannya yang pikirnya sudah sekuat tenaga keluar dari mulutnya hanyalah desahan yang memekik tersendat di kerongkongan. 

Sugeng mulai mengingat doa-doa yang ia bisa dan mencoba membacanya. Namun baru terbaca dalam hati beberapa patah saja, sosok wanita itu justru kini terlihat berjalan mendekati Sugeng, sosok itu mendekat seperti sambil menari-nari dengan satu kalimat yang selalu diulang-ulang yaitu 

"Aku Rumi.. Aku Rumi.. Aku Rumi..

Aku Rumi.. Aku Rumi.. Aku Rumi!!!"

Dengan sekuat tenaga akhirnya Sugeng berhasil menggerakkan tubuhnya dan menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. tapi karena selimutnya itu tipis, ia masih bisa melihat bayangan sosok itu dari balik selimutnya.

***
Sosok itu benar-benar mendekat..

Tapi ia diam, mendekatkan wajahnya ke wajah Sugeng yang bersembunyi dibalik selimut, kepalanya terlihat melenggang-lenggang seakan mengamati Sugeng yang tengah ketakutan dan kini terlihat jarinya yang panjang terarah ke pipi Sugeng, menyentuh-nyentuh pipinya sambil berkata..
"Wedi Yo! Hihihihihi"
(Takut ya! Hihihihihih)

Perasaan Sugeng campur aduk kala itu, dari balik selimutnya ia memejamkan matanya sambil berdoa sebisanya, namun sosok itu tak pergi, justru malah menyentuh-nyentuh seluruh tubuh Sugeng sambil tertawa cekikikan.

Dan akhirnya Sugeng yang tak kuatpun berteriak sekuat tenaga hingga membangunkan seisi rumah. ibunya yang datang menghampirinya cuma berkata 

"Ngimpi Opo Koe Ki?"
(Mimpi apa kamu itu!!?) 

"Dudu Ngimpi Mak, Dudu Ngimpi!"
(Bukan mimpi buk, Bukan mimpi!!) kata sugeng sambil memegangi tangan ibunya.

Sugeng terus berujar bahwa dia melihat hantu wanita didalam kamarnya tapi ibunya masih menganggap itu hanyalah mimpi saja.

"Mugakno Nek Arek Turu Kui Ndonga Sek, Wes Lek Turu Meneh!"
(Makanya kalau mau tidur itu berdoa dulu!! Sudah sana tidur lagi) kata ibunya seraya meninggalkannya 

Sugeng mengambil tasbih diatas meja belajarnya dan kembali merebahkan diri diranjang sembari berdzikir. Sugeng mulai menerka apa yang terjadi, 

"Masalah Iki.. Masalah.. Ngopo Ndadak Dolanan Jelangkung Barang!"

(Masalah.. Ini masalah.. kenapa pakai main jelangkung segala sih!!) Gerutu Sugeng dalam hati. 

Namun seketika wajah sosok wanita itu muncul dalam ingatan sugeng yang masih hangat. Ia mencoba mempercayai kata ibunya meski ia ragu, dalam pikirannya Sugeng terus berucap, "ini hanya mimpi!.."

Ia terus berdzikir hingga mulai mengantuk namun disini teror itu sepertinya mulai kembali, karena ketika Sugeng memejamkan matanya ia merasa ada seseorang yang tidur disampingnya, ia benar-benar merasakan ada beban lain yang tertumpu di kasurnya, 

***
Tetapi ketika ia membuka matanya..

Tidak ada siapa-siapa disampingnya, ia kembali memejamkan matanya dan rasa itu datang lagi, entah itu hanya perasaanya saja atau memang benar yang jelas itu membuatnya tak bisa tidur hingga adzan subuh berkumandang.

Setelah azan subuh berkumandang, barulah setelah itu Sugeng bisa tertidur walau sekitar jam 7 pagi ia sudah harus terbangun karena ternyata teman-temannya sudah berada dirumahnya.

Tentunya mereka akan menuntaskan permainan ini. "mencari Boneka Jelangkung itu". Terlihat wajah-wajah lesu terpancar di raut Bambang, kuncung & Wicak, Sudah bisa ditebak apa yang mereka lalui semalam.

"Ayo Gek Ndang!" 
(Ayo cepetan!) kata Bambang mengajak teman-temannya. Berjalanlah mereka berempat ke Bangunan kosong itu, di jalan mereka semua bercerita kalau semalam didatangi sosok wanita yang bernama "Rumi".

Ciri-ciri dan detail kejadiannya kurang lebih sama seperti apa yang di alami oleh Sugeng semalam tapi tidak dengan "Kuncung" karena semalam ia mengaku sempat di cekik oleh sosok wanita itu. 

Disini Kuncung memang terlihat berbeda dengan teman-temannya, nampak jelas Raut wajahnya yang ketakutan dan seperti kurang fokus, padahal diantara mereka berempat ia adalah orang yang paling tengil dan suka bercanda bahkan dia tergolong yang paling berani meski badannya kecil. 

Singkat cerita sampailah mereka di bangunan itu..

Tapi anehnya disini Boneka jelangkung itu sudah ada tergeletak rapi diantara sesajen. Dan janggalnya lagi bunga yang digunakan untuk ritual semalam sekarang sudah mengering. bukan hanya layu, tetapi seakan sudah ditinggalkan berhari-hari.

Sedangkan kopi dan air santan yang ada digelas juga sudah berjamur tebal. Tapi mereka tidak memperdulikan itu, mereka hanya ingin segera menghancurkan Boneka Jelangkung itu.

"Ayu Cung, Tugelono Golekke!"
(ayo cung, Patahkan bonekanya) kata Wicak kepada Kuncung.

Dengan sedikit terpaksa Kuncung mengambil boneka itu dan hendak mematahkannya dengan lututnya. Tapi sesuatu terjadi ketika batang Jelangkung itu menyentuh pahanya. Tiba-tiba kuncung terjatuh menunduk dan duduk tersimpuh. 

"Sing Nggenah Cung Rasah Guyon.."
(yang benar Cung gak usah bercanda..) kata bambang sembari menggoyang-nggoyangkan pundak Kuncung. 

Tapi disini kuncung malah bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah tembang "Lir- ilir". seperti yang orang jawa tahu lagu "Lir-ilir" karya Sunan Kalijaga ini sangat indah dan liriknya sarat dengan makna. Bahkan catatan sejarah mengakatan lagu ini sering digunakan sebagai media Dakwah oleh kanjeng Sunan Kalijaga.

Namun seketika aura lagu itu berubah menjadi Seram dan Suram karena disini suara yang keluar dari Mulut Kuncung, adalah suara Wanita. suaranya begitu merdu, sejenak mereka terdiam saling pandang.

"Wah Kuncung Kelebon Iki"
(Wah Kuncung Kerasukan ini..) kata Bambang lirih. 

Mereka tak berbuat apa-apa sampai sosok yang merasuki Kuncung itu menyelesaikan bait dari lagunya.

Baru setelah itu Bambang disusul dengan yang lainnya mulai mendekat dan duduk didepan Kuncung yang diduga sedang kerasukan itu. Dengan Gemetar Bambang berkata.

"Nuwunsewu Mbah, Meniko Sinten Njih?"

(Permisi Mbah, dengan siapa ini ya?) seraya memberikan tangannya untuk berjabat.

Padahal tentu sebenarnya mereka semua tahu kalau sosok yanh merasuki Kuncung adalah arwah jelangkung yang semalam mereka panggil yaitu Rumi.

Mendengar pertanyaan itu, sosok yang berada dalam tubuh Kuncung itu menjawab:

"Gayamu! etok-etok ra ngerti.."
(Gayamu! Pura-pura tidak tau) katanya dengan nada sedikit meninggi.

"Mbah Rumi Nggih?"
(Mbah Rumi ya??) Sahut Wicak disela kemarahan itu. Disini Bambang kembali berbicara yang intinya adalah Meminta maaf kepada sosok yang merasuki Kuncung.

"Dos Pundi Mbah, O Nggih Menawi Raga Meniko, Kulo, Kalian Rencang-rencang Wonten Lepat, Nyuwun Pangapunten Ingkang Sanget Mbah! 🙏"
(Gimana Mbah? Oh ya apabila Raga ini (tubuh Kuncung), saya sama teman-teman ada kesalahan, mohon maaf banget ya mbah) begitu kata Bambang.


Dan sosok dalam tubuh Kuncungpun menjawab :


"Ora Iso! Bedes-bedes Koyo Raimu Kabeh Kui Kudu Dinehi Ngerti. Aku Wes Kebacut Kejebak!"
(Tidak bisa! Monyet-monyet seperti kalian semua ini harus dikasih tau. Aku sudah terlanjur terjebak) Kata sosok itu sambil menunjuk mereka satu per satu.

"Aku Bakalan Ono Ning Uripku Tekan Aku Bosen"
(Aku akan ada di kehidupanmu hingga aku bosan!!) kata sosok itu lagi dengan nada bicara yang semakin meninggi.

"Ampun Mbah, Nyuwun Ngapunten Ingkang Sanget Mbah"
(Jangan Mbah, minta maaf dengan sangat mbah) kata mereka secara bersamaan.

"Ora Urusan, Pokoke Mbuh Tekan Kapan, Aku Bakalan Ono Ning Uripmu"
(Tidak urusan, pokoknya entah sampai kapan, aku akan berada di kehidupan kalian) kata sosok itu lagi. 

"Kulo Kapok Mbah, Mboten Ajeng Malih-malih Mbah"
(Saya kapok mbah, tidak akan mengulanginya lagi mbah) Kata mereka dengan Ketakutan. 

"Sakniki Wangsul Nggih Mbah, Mesakke Ragane"
(Sekarang pulang ya mbah, kasihan raganya) kata bambang.

"Opo? Bali?"
(Apa? Pulang?) jawab sosok yang berada dalam tubuh kuncung itu.

"Aku Arumi Sosrodimejo. Aku Danyang Ning Kene"
(Aku Arumi Sosrodimejo, Aku penguasa disini) jawab sosok itu lagi sambil melotot.

Setelah itu ia pun berteriak dan mengamuk..
hingga akhirnya ada salah satu warga yang mendengarnya. Sebut saja pak Parman, beliau adalah tetangga mereka, petani yang kebetulan mempunyai ladang di dekat Rumah kosong itu.

"Ono opo to iki?"
(Ada apa sih ini) tanya pak Parman kepada mereka. 

Akhirnya merekapun mulai menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana duduk permasalahannya.

"Pancen Bocah-bocah Kurang Gawean!"
(Memang anak-anak kurang kerjaan) kata Pak Parman.

"Wes Undangno Mbah Jumadi"
(Sudah panggilkan mbah Jumadi) kata Pak Parman menyuruh mereka memanggil Mbah Jumadi seorang Pawang Kuda lumping didesanya.

Wicak yang kini tergopoh-gopoh pergi kerumah Mbah Jumadi, sementara disini Kuncung terus saja teriak-teriak mengamuk, sesekali ia teriak meminta tolong tapi ia sudah tak bisa mengendalikan dirinya yang telah dikuasai oleh arwah RUMI.

Singkat cerita, Mbah Jumadi pun tiba ditempat itu dan mendekati Kuncung yang masih kerasukan, dengan santai ia mengajak sosok yang merasuki kuncung itu bersalaman. Nampaknya beliau sudah diberitahu duduk permasalahannya oleh Wicak tadi di perjalanan.

Dengan tenang dan sopan Mbah Jumadi memintakan maaf mereka berempat untuk sosok yang merasuki Kuncung.

"Mbak Arumi, Mangertos Kulo To?? Kulo Nyuwunaken Jeruning Sepuro, Saking Lare-lare Meniko, Ingkang Lancang Kalian Dereng Nalar, Pun Sakniki Kondor Nggih..
(Mbak Arumi, tau saya kan? Saya mewakili anak-anak (mereka) untuk meminta maaf sedalam-dalamnya, atas kelancangan mereka, memang mereka semua belum nalar, sudah sekarang pulang ya) begitu kira-kira kata Mbah Jumadi kepada sosok yang merasuki tubuh kuncung itu seraya bersalaman.

Dan Kuncungpun tampak tenang kemudian tubuhnya melemas, Mbah Jumadi mengeluarkan kain hitam disakunya dan menyabetkannya ke tubuh kuncung, seketia ia langsung terbangun dan muntah-muntah. Pak Parman dan Mbah jumadi mengajak mereka berempat untuk keluar dari bangunan itu.

Dan mengajak mereka duduk di pinggir sawah. Disini Mbah Jumadi memberi nasihat kepada mereka berempat:

"Nak.. Jelangkung itu bukan permainan yang main-main lho, kalo kamu ilmunya serampangan bisa bahaya, kalian bisa gila diikuti sama demit yang kamu panggil itu..

Jelangkung itu permainan yang terlarang, saya tidak bisa banyak membantu kalian, saya hanya bisa memintakan maaf, karena saya cuma pawang orang kesurupan bukan kyai. Sudah, sekarang semua pulang, nanti kalo masih diganggu, bilang sama orang tuamu suruh panggil kyai." ujar mbah Jumadi.

Begitu kira-kira kata mbah jumadi kepada mereka. Singkat cerita merekapun pulang, Pak Parman dan Mbah jumadi sempat dibujuk untuk tidak memberitahukan hal ini kepada orang lain terutama orang tua mereka berempat tentang Kuncung yg kesurupan karena bermain Jelangkung.

Singkat cerita setelah kejadian ini, Sugeng, Wicak, Bambang dan Kuncung berubah menjadi seseorang yang lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Terlepas dengan apa yang telah mereka lalui bersama, Mereka tetap menjadi sahabat yang tak terpisahkan. 
[TAMAT]

Sekian kisah "Kutukan Arwah Jelangkung! Datang Tak Dijemput, Pulang Ikut Kalian" ini, semoga ada pelajaran yang bisa kita petik. Sampai jumpa dicerita yang lain.


close