Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nyi Ratu BLORONG (Part 1)


JEJAKMISTERI - Legenda pesugihan dari laut selatan pulau Jawa yang selama ini dianggap dongeng sebelum tidur oleh sebagian orang. Nyi ratu “Blorong“ Sosok siluman ratu ular sebagai simbol kekayaan, sejauh ini sang ratu hanya dianggap mitos yang sangat kental dengan dunia mistis. Faktanya ia ada dengan jati dirinya yang tak kasat mata dan tetap setia sampai detik ini dengan para sekutunya. Inilah kenyataan yang ada dan tak disadari sepenuhnya oleh manusia dikehidupan masyarakat milenial, sebenarnya para pengikut sang ratu sebagian kecil masih tetap ada disekeliling lingkungan kita tanpa ada yang tahu. Inilah salah satu kisahnya dari banyak cerita Nyi Ratu Blorong, kisah ini berasal dari teman saya sendiri yang pernah mengalami bersamanya.

Peristiwa ini terjadi diera akhir tahun 1997-1999 ketika krisis moneter melanda dinegeri ini. Nilai mata rupiah yang jatuh, hal ini juga diiringi kejatuhan ekonomi dinegeri kita tercinta. Tutupnya sebagian besar industri dan pabrik menyebabkan PHK massal mulai meraja lela. Otomatis pengangguran meningkat dengan cepat begitu juga index kemiskinan serta kemlaratan ikut melesat tak terkendali. Hanya sebagian kecil pemegang dolar yang aman dan untung serta nyaman dikursi bisnisnya, tapi tidak untuk masyarakat pemegang rupiah.
Lokasi kejadian kali ini berada di Provinsi Jawa Timur, tepatnya dari kabupaten ****. Disaat kebanyakan pabrik tutup, para buruh banyak dirumahkan alias PHK. Nasib pemutusan hubungan kerja sepihak itu juga menghampiri Udin dan Sarji, karena mereka berdua adalah buruh pabrik. Gelar pengangganguran baru yang tersemat dalam diri mereka ini juga memaksa mereka jatuh kedalam kemiskinan akut dalam waktu singkat.

Udin ditempat asalnya hanya mempunyai sepetak tanah dengan rumah sederhana diatasnya, sedangkan semua anggota keluarga menggantungkan hidup kepadanya. Udin mempunyai satu istri dan tiga orang anak yang masih kecil-kecil, sedang mertua dan kedua orang tuanya sudah tiada lagi. Tiap hari Udin sibuk mencari pekerjaan tapi keadaan waktu itu tidak memungkinkan, hingga akhirnya ia disibukkan untuk mencari pinjaman sebagai penutup kebutuhan sehari-hari. Mulai bank harian, mingguan dan bulanan pun lengkap ia koleksi. Dari lintah darat sampai lintah laut ia pun selami untuk berhutang, nasib buruk memang tak lagi berpihak kepada udin. Udin ini kebetulan bertetangga dengan sarji, tepatnya rumah udin saling membelakangi satu sama lain. Kebun berukuran lebar enam meter yang memanjang sebagai batas rumah mereka, dibelakang rumah ini mereka juga sering bertemu dan berkumpul. Mereka berdua dulunya memang buruh satu pabrik satu shif pula, jadi dibelakang dirumah ada sebuah pohon keres yang bawahnya dikasih tempat duduk dari kayu seadanya. Kursi kayu dibawah pohon ini mereka gunakan sebagai ajang kumpul-kumpul bersama mantan buruh pabrik yang lain. Para mantan buruh pabrik ini dengan udin berkumpul untuk membahas mencari pekerjaan lain, tapi tidak dengan sarji.

Kehidupan Sarji sebenarnya tak berbeda jauh dengan kondisi ekonomi dengan udin. Mentalitas sarji, setelah kena PHK malah bermalas-malasan, foya-foya dan mengandalkan harta dari orang tua. Tapi keadaan mulai cepat berubah seketika harta kedua orang tuanya menipis. Uang pensiunan kedua orang tuanya lama kelamaan juga tak mampu menyokong gaya hidup sarji sampai akhirnya habis juga, bahkan sudah minus karena dipakai untuk kebiasaan sarji waktu itu. Tapi Kedua orang tua Sarji masih menyisakan sebidang tanah dan rumah yang ia tempati, sedangkan untuk uang sudah tak lagi. Sarji setiap harinya hanya berhutang dan hutang, semakin lama hutang sarji semakin menumpuk melebihi hutang udin.

Sarji kegiatannya sehari-hari hanyalah main ke warung dengan mencatatkan hutang-hutang baru di buku Bon, sedang istrinya dirumah belum dikaruniai buah hati juga berpangku tangan. Selain kewarung Sarji juga hobby berjudi togel, dari kebiasaan inilah pundi-pundi kemlaratan mulai bertambah parah kepada keluarga sarji.

Nopember 1997, disiang hari yang sangat terik. Udin dan sarji sedang duduk dikursi plastik, mereka yang sedang menghibur diri diwarung langganannya tak sengaja dihampiri temannya satu pabrik dulu. Sebut saja namanya Ronald, kawan yang cukup akrab mereka dari kota sebelah. Siang itu memang warung sedang sepi karena pengunjungnya cuma mereka bertiga, saat mereka bertiga sudah sudah berkumpul dalam satu meja pembicaraanpun dimulai. Udin dan sarji berkeluh kesah akan keadaanya sekarang kepada ronald, tapi ronald sementara belum merespon keluh kesahnya. Sekian lama mereka bicara ngelantur kesana kemari dan berkhayal tidak jelas, akhirnya Ronald mulai iba kepada mereka berdua dan memulai pembicaraan serius…

“Eh kalian mau hutang kalian lunas dan bisa kaya kayak aku gak?” Tawar Ronald dengan tatapan matanya yang tajam kepada Sarji dan Udin.

“Jangan ngelindur nald, kau ini kaya kan karena harta dari orang tua kamu kan?” bantah Sarji.

“Enggak goblok, aku bisa seperti ini selain kerja keras juga dibantu dukun andalanku” Tegas Ronald

“Kok bisa nald, lha dukunnya juga kaya ta…?” Ejek Udin yang tak mempercayai perkataan Ronald dengan senyumnya yang sinis

“Matamu din, beneran aku ini” bentak lirih Ronald

“Ayok nald, aku juga pengen kayak kamu.” Sahut sarji serius yang mulai tertarik dengan iming-iming Ronald.

“Ya udah, besok jam 10 pagi kita kumpul disini. Aku yang jemput” Pinta Ronald

“Kamu ikut gak din?” Tawar sarji serta kepalanya menoleh dengan wajah serius kepada Udin.

Seketika tatapan mata semua tertuju pada udin, karena dari awal ia seakan meremehkan Ronald. Sedang ronald dengan keteguhan hatinya ingin membuktikan kepada kedua kawannya ini.

“Ikut sana Din, biar kamu bisa bayar hutang!” Sahut ibuk pemilik warung

“Ogah buk, aku nguli saja” Jawab Udin tenang.

“Meski aku mlarat banyak utang, mending kerja seadanya buk” Tegas udin yang menyeruput Kopinya

“Eh.. orang sudah kere banyak gaya” Ejek Ronald serta tangannya meraih kaca mata hitam dibelahan bajunya.

“Iya tuh mas, dimana otakmu Din. Diajak bisnis sama temennya yang sudah sukses malah ngejek” timpal ibu pemilik warung

“Sudahlah din, ayok kita rubah nasib kita. Kalau gak kita yang rubah siapa lagi?” Paksa sarji serius

“Ya mau saja ji, tapi kalau ke dukun lebih baik aku gak ikut. Paling Ronald juga bohong Ji” Jawab udin tetap kekeuh pada pendiriannya.

“Ya wes kalau begitu kamu temani aku saja Din, kalau berhasil kamu tak kasih bagian”. Bujuk sarji kepada udin

“Besok mampir kerumahku dulu din kalau gak percaya, ngece kamu Din. Susah memang ngomong sama kamu” Kata Ronald

“Ok… lah, aku ikut tapi hanya menemani sarji saja kalau begitu. Laian kalian maksa amat.” Jawab udin yang sudah tahan karena paksaan
mereka

“Lha gitu donk din, kamu kan teman sejatiku…hehheehe.” Sahut Sarji

Pertemuan dan percakapan diwarung selesai sore hari, tapi menyisakan janji esok. Ronald langsung pulang kembali kehotel tempat ia menginap, sementara kedua temannya pulang kerumah masing-masing, sarji pulang dengan membawa harapan besar untuk esok hari. Tapi udin sebagai sahabat setia hanya perasaan dongkol yang terasa waktu dirumah, karena ia harus ikut berangkat menemani kawan sejatinya.
Jam sepuluh pagi, setelah mendapatkan izin dari keluarga masing-masing tadi malam mereka berangkat dengan membawa bekal seadanya. Langkah sarji dengan semangat pergi kewarung sesuai janji Ronald kemarin, sedang udin langkahnya gontai saat menemani sarji disisinya. Beberapa saat Sarji dan udin sudah menunggu di warung, tapi ronald belum kelihatan. Mereka mulai gelisah ditengah panasnya siang hari

“Buk es teh dua” Pesan Sarji

“Hutang lagi mas” Sahut ibuk pemilik warung

“Tenang..! Kali ini saya bayar bu, Kan teman saya bos bu… hehehe” Jawab Sarji

“Halah..mas yang bos itu temen mas Ronald bukan mas sarji” Jawabnya

“Iya bu, bentar lagi sarji jadi bos didaerah sini” Terang sarji

Sejenak mereka minikmati es yang dipesan sambil menunggu ronald tiba. Waktu menunggu Udin masih menggerutu meragukan perkataan Ronald kemarin, tapi jawaban sarji “Sudahlah din kamu ikut saja, jangan menggerutu terus”. Minuman dimeja mulai habis, dari kejauhan mobil MPV hitam dari arah jalan besar masuk keparkiran warung sederhana. Sarji nampak senang karena ia tahu, mobil itu kepunyaan Ronald. Putaran roda ban mobil Ronald berhenti tepat disamping warung, ronald dengan semangat turun dari kendaraannya.

“Ayo ji, kita langsung berangkat saja sekarang” Kata Ronald yang tetap masih berdiri disamping mobilnya.

“Ayo nald.” Sahut Sarji dengan langkah kakinya mendekati Ronald, disertai telapak tangannya memegang erat pergelangan tangan udin dan menyeretnya untuk masuk kedalam mobil.

Beggg..Begg..begg (suara pintu mulai tertutup dan ditarik dari dalam)

Mereka bertiga masuk kemobil, dan Ronaldpun langsung bergegas menjalankan mobilnya kejalan raya kembali. Sarji duduk disamping ronald didepan sedang udin duduk dikursi tengah sendirian. Saat mulai perjalanan ronald membuka perbincangan didalam mobilnya..

“Ji, kita mampir kerumahku dulu ya” Pinta Ronald

“Terus kapan kita kedukunnya Nald” Jawab Sarji

“Nanti habis dari rumah kita ke mbah dukun, aku mau jenguk istri dulu Ji soalnya aku sudah lama gak pulang. Sekalian udin sama kamu biar tahu kalau aku dirumah sudah kaya.. hahahaha” Jelas Ronald

“Ya sudah terserah kamu saja Nald” Sahut Udin yang duduk dibelakang Sarji

“Iya Nald gak papa” Jawab Sarji

Mobil tetap dikemudikan sarji menuju rumahnya kesebelah barat provinsi. Perjalanan ditempuh sekitar 5 jam dari warung tadi, sekian lama penantian tibalah rombongan bertiga ini dirumah Ronald yang besar dan mewah.

“Ayo turun dulu, kita mandi dan makan dulu” Ajak ronald.

“Ok nald.” Jawab Sarji

Udin masih duduk terdiam berdecak kagum melihat rumah ronald yang besar dan mewah dari dalam mobil. Sarji yang mengetahui hal ini langsung mengajaknya keluar.

“Ayok Din, jangan melamun saja” Kata Sarji

“Iyyyaaa,,yyaa Ji.” Jawab singkat udin

Setelah semua berdiri diteras, sejenak mereka bertiga memandangi rumah mewah itu sambil menggerakkan kepala serta bagian tubuh yang kaku.

“Gimana din, sudah percaya?” Kata Ronald.
“Iya Nald” Jawab Udin kesal dan malu karena meragukan perkataan Ronald dari kemarin.

Mereka mulai berjalan memasuki Rumah bergaya modern bercat putih dua lantai, dengan garasi mobil disebelah kanannya yang cukup besar. Padangan udin dan sarji tak henti-hentinya melihat dengan seksama tiap sudut rumah mewah ronald dan sekelilingnya. Tapi langkah ronald tetap masuk kedalam rumahnya, beberapa saat kemudian ronald kembali tapi ia mendapati kedua temannya masih diluar. Dengan perasan agak gusar ia mendekati Sarji dan udin.

“Ayo masuk dulu Ji, Din. Kayak orang kampung saja kamu ini, baru lihat rumah mewah wajah pada kelihatan begonya.” Kata sarji dan ia langsung menarik kedua tangan temannya masuk kerumahnya.

Sarji dan udin duduk langsung duduk diruang tamu ronald yang mewah, beberapa saat kemudian pembantu Ronald datang kepada mereka bertiga. Pembantu ronald membawakan minuman dingin serta makanan ringan. Sarji terlihat sangat semangat untuk mengikuti jejak ronald setelah melihat keberhasilan ronald, tapi Udin hanya rasa malu akan keluhkesahnya tadi pagi. Saat mulai memakan hidangan..

“Gimana din, percaya gak sama aku?” Tanya ronald

“Iya nald, aku percaya.” Jawabnya udin yang datar

“Hebat kamu nald sudah bisa sekaya ini, ngomong-ngomong istri kamu kemana” tanya Sarji

“Lagi keluar, biasa Ji. Sosialita jaman sekarang…hehehe” Jawab bahagia Ronald

“sekarang kalian mandi dulu kebelakang, habis itu kita langsung pergi” Pinta Ronald

“Iya nald” Jawab sarji dan udin bergantian

Setelah mendapat perintah dari ronald Sarji lebih dahulu pergi kekamar mandi, melihat udin yang masih santai ronald menatap kepada udin.

“Din mandi sekalian sana, rumah besar ini ada tiga kamar mandi ditengah.” Perintah Ronald

“Oooohhh, kirain cuma satu Nald” jawab udin yang lugu.

“ehhh rumah orang kaya ini din, cepetan mandi sana” kata ronald lagi.

Udin dengan cepat berjalan menuju ruang tengah untuk mandi, beberap saat mereka berdua selesai mandi kembali lagi keruang tamu Ronald.

“gimana sudah siap semua” tanya ronald

“sudah nald, ayo cepetan” Jawab sarji

Ronald berjalan menuju garasi mobilnya yang besar, kedua temanya ikut masuk ke garasi. Ada lima mobil mewah yang berada dalam garasi ronald, kedua teman ini hanya mengamati dengan diam tertegun. Beberapa kali ronald mondar-mandir mengelilingi mobil-mobilnya sampai akhirnya ia memilih mobil SUV mewahnya, ia tahu karena medan yang akan ia lalui cukup berat. Sore itu mereka bertiga langsung pergi dengan mobil ronald, rumah mewah ronald masih terngiang dalam pikiran Sarji. Ia Sangat berambisi ingin cepat sukses seperti Ronald. Sedang sahabat karibnya udin hanya diam membisu, dianggapnya Udin malu karena perbuatannya yang meremehkan Ronald dari kemarin.
Perjalanan panjang tanpa tahu tujuan mereka kemana, intinya mereka sudah pasrah ikut dengan Ronald. Arah mobil yang ditumpangi mereka bertiga menuju keselatan pulau Jawa. Saat ditengah perjalanan Sarji yang masih penasaran langsung bertanya kepada ronald.

“Nal sebenarnya ini kemana, kok lama gak sampai-sampai?” Tanya sarji yang duduk disamping kemudi Ronald.

“Sudah diam saja kamu, nanti tau sendiri.” Jawab Ronald yang masih serius memegang kemudi mobil.

“Kok jauh amat Nald, paling kamu bohong” Sahut udin dari bangku tengah mobil seakan ia tahu pikiran Ronald.

“Ngawur kamu din, aku ini benaran ingin bantu sarji. sudah tidur saja kamu, nanti kalau sudah sampai aku bangunkan” Jawab ketus ronald.

Mobil terus berjalan, sampai menembus kegelapan malam. Dari jalan nasional hingga jalan tak beraspal. Beberapa jam mobil itu melewati jalan ditengah hutan akhirnya mobil ronald terrhenti di sebuah lereng gunung, tepatnya gunung itu persis bersebelahan dengan laut selatan. Setelah ronald membuka HP ia melihat waktu sudah menunjukkan jam satu malam. Saat didalam mobil yang sudah terparkir miring, Ronald membangunkan kedua temannya satu persatu.

“Whoi bangun… bangun. Sudah sampai” Kata ronald. Dan Ia segera turun terlebih dahulu dari kendaraannya.
Sambil menunggu temannya keluar Ronald yang dari tadi jadi sopir, berjalan mondar mandir diatas kerikil lereng gunung tanpa alas kaki. Kebiasaannya sehabis mengemudi jarak jauh ialah melemaskan otot yang tegang, dan menghilangkan rasa nyeri dikaki. Beberapa menit kemudian satu persatu temannya keluar dari mobilnya.

“Gimana Ji, din sudah siap” Kata Ronald

“Ok, Nald ayok berangkat” Jawab Sarji

“Nald ini dimana sebenarnya” tanya udin penasaran

“Sudahlah Ayok cepet ikuti aku, jangang banyak tanya din!!! mau kaya apa tidak kamu Ji?” Kata ronald dengan semangat

“iya sebentar nald” jawab sarji yang sedang membetulkan posisi tas dan isinya.

Mereka bertiga yang bersiap sudah memakai jaket tebal mulai jalan, Dari bawah bukit mereka mulai masuk ke jalan setapak menuju keatas dengan bantuan cahaya senter kecil ditangan Ronald. Dalam kegelapan malam mereka tetap berjalan menanjak dengan undakan tanah sedikit berkerikil dan berbatu. Kanan kiri jalan rumput hijau yang basah mengikuti pemandangan sampai tengah perjalanan. Jalan kaki ini sangat melelahan, karena pada dasarnya udin dan sarji tak biasa jalan jauh apalagi menanjak. Waktu perjalanan itu mereka berulang kali berhenti untuk istirahat. Sekitar dua jam perjalanan akhirnya mereka mulai melihat cahaya kecil disebuah bangunan. Mata yang semakin mendekat melihat sebuah pendopo kecil yang terlihat tak terawat. Ronald sebagai pimpinan rombongan itu menambah kecepatan jalan kakinya, karena tujuannya sudah terlihat.

Langkah kaki mereka bertiga terhenti ketika sudah berada di depan pendopo, udin dan sarji hanya diam saling bertatapan. Ronald yang mengamati ditiap sudut atas dan bawah pendopo yang sepi, tapi dari semak-semak perlahan muncul suara kaki dan gesekan daun. Perlahan samar-samar penampakan seseorang pria tua yang memakai pakaian loreng hitam cokelat mulai terlihat. Pak tua ini kepala memakai blangkon batik serta bawahan berbalut sewek, persis seperti abdi dalem sebuah keraton. Dengan sembulan rambut putih yang mencuat dari blangkon, serta kumis dan jenggotnya yang ikut menguning dan memutih. Ia berjalan mendekati kami yang masih berdiri mematung didepan pendopo.

Ronald yang sudah mengenalnya dengan cepat menjabat tangan dan mencium tangan kanan pria tua ini, begitupun Udin dan Sarji mengikuti apa yang telah dilakukan Ronald.

“Mbah, Ngapunten dalem dangu mboten sowan ten jenegan (mbah, maaf saya lama tidak berkunjung ke anda)” Kata Ronald setengah menundukkan bahunya

“Hehehe… gak popo le, pancen ngunu nak wis sugih lali karo mbah’e (tidak apa-apa nak, memang begitu kalau sudah kaya lupa sama mbahnya).” Jawab menyindir kepada ronald, setelah menjawab Pria tua ini berjalan menuju pendopo kecilnya.

“Nggih mboten ngonten mbah, kulo kan ewet ngerawat usaha dalem ten kota (ya tidak begitu mbah kan saya repot ngurus usaha saya dikota). Jawab Ronald yang mengikuti dibelakang kakek tua ini.

Sarji dan udin mengiikuti mereka berdua dari belakang, dan duduk dibawah lampu tempel yang berada diatas tiang pojok penyangga. Dalam keremangan cahayanya dan dinginnya pendopo, mbah tua ini mulai melinting rokok klobotnya. Selesai melinting ia mengambil korek dari saku kanan dan mulai menyulutnya… kami semua duduk melingkar, sedang kakek tua ini bersandar di tiang kayu sedang sebagai salah satu penopangnya.

“Mbah kenalaken niki rencang kulo sedanten (mbah kenalkan ini teman saya semua) Pinta Ronald.
Setelah sarji dan udin berjabatat tangan, mulut ronald mendekat kepada telinga sarji saat duduk disampingnya. “Iki ji seng jenenge mbah dirjo, wingi seng tak ceritakno neng awakmu” Bisik lirih Ronald kepada Sarji.

“Ono opo le, adoh-adoh mrene melu ronald (ada apa nak, jauh jauh kesini ikut ronald)” Tanya mbah Dirjo

“Dalem pengen kados mas Ronal mbah, saget sukses kalian sugih (saya ingin seperti mas Ronald mbah, bisa sukses dan kaya)” Jawab Sarji

“Ooohh dadi ngono karepmu le (oooh jadi begitu maumu nak)” Kata mbah Dirjo sambil menggerakkan kepalanya naik turun

“Pripun mbah, saget nopo mboten?(gimana mbah, bisa apa tidak)” Tanya Sarji yang penasaran

“Iso..iso…tapi enek syarate, opo wes dikandani karo Ronald syarate (Bisa… bisa tapi ada syaratnya, apa sudah diberi tau sama ronald syarate)” Jawab Mbah Dirjo serius menatap Sarji dan Ronald.

Ronald hanya menggelengkan kepalanya pelan dan tetap menatap mbah dirjo, sedang sarji hanya menundukkan kepala. Udin sendiri tetap diam dan tak mau ambil pusing atas keinginan sarji.

“Ngene le syarate [begini nak syaratnya], (lantas mbah Dirjo menjelaskan secara panjang lebar akan tata cara dan syarat yang harus dilalui Sarji).

“Njih mbah, dalem pun siap. Kinten-kinten dimulainipun ritual kapan nggih?” Kata Sarji yang tak sabar dan sudah ingin cepat kaya.

“Sak iki ora popo le, sesajene ben di siapno kancamu Ronald. Pie nald?” Kata mbah dirjo setelah memberi lampu hijau kepada sarji dan menoleh kearah ronald untuk meminta persetujuanya untuk membantu Sarji.

“Injih Mbah, kulo siapaken” Jawab Ronald.

Selesai kesepakatan, sekitar jam dua dini hari Ronald dan Udin kembali kebawah untuk belanja kebutuhan ritualnya Sarji. Waktu mau turun kebawah mbah Dirjo berpesan “Nald. Ritual kancamu sarji bakale mangan wektu kiro-kiro semingguan. Dadi gawakno bekale mesisan”. Ronald hanya mengangguk sebagai jawaban kepada Mbah Dirjo. Disini mbah Dirjo langsung kembali pulang sedang mereka berdua pergi untuk membeli perlengkapan yang disyaratkan, tapi Sarji dipendopo sudah mulai ritual bersemedi menghadap keselatan.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya
close