Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nyi Ratu BLORONG (Part 2)


JEJAKMISTERI - Esok hari Ronald dan Udin datang ke pendopo kecil membawa sesajen lengkap, ia langsung memberikan kepada Mbah Dirjo. Setelah itu mbah Dirjo langsung menata rapi didepan sarji yang sudah bersemedi sejak malam hari, sejenak mereka melihat sarji yang serius dalam ritualnya. Akhirnya ronald, udin dan mbah Dirjo meninggalkan sarji sendirian dipendopo dan pergi kerumah mbah Dirjo yang tak jauh dari pendopo.

Semua yang ada di lingkaran itu sejenak senyap memperhatikan dengan seksama wejangan Mbah Dirjo perihal semua syarat yang harus di siapkan untuk ritual yang wajib dilaksanakan. Udin yang tidak tertarik dengan semua itu, hanya tetap tertunduk dan mendengarkan suara mbah Dirjo yang masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi tidak dengan Sarji, dia dengan seksama mendengarkan dan memperhatikan dengan serius apa yang diwejangkan oleh Mbah Dirjo. Sarji sangat berharap bisa merubah nasib kelamnya dengan gelimang harta seperti Ronald. Akhirnya mbah Dirjo sampai pada rangkaian kata terakhir wejangan tentang ritual itu. Dan sekali lagi menanyakan kesiapan Sarji atas ritual perjanjian yang akan dijalaninya.

“Njih mbah, dalem pun siap. Kinten-kinten dimulainipun ritual kapan nggih?” (iya mbah, saya sudah siap. Kira-kira dimulainya ritual kapan ya) Kata Sarji yang tak sabar dan sudah ingin cepat kaya.

“Sak iki ora popo le, sesajene ben di siapno kancamu Ronald. Pie nald?” (sekarang tidak apa-apa nak, sesajennya biar disiapkan temanmu ronald) Kata mbah Dirjo setelah memberi lampu hijau kepada sarji, dan ia menoleh kearah Ronald untuk meminta persetujuanya untuk membantu Sarji.

“Injih Mbah, kulo siapaken” (iya mbah saya siapkan) Jawab Ronald.

Selesai kesepakatan, sekitar jam dua dini hari Ronald dan Udin kembali kebawah untuk belanja kebutuhan ritualnya Sarji. Waktu mau turun kebawah mbah Dirjo berpesan “Nald, Ritual kancamu sarji bakale mangan wektu kiro-kiro sodok sui. Dadi gawakno bekale mesisan”. (Nald ritual temanmu sarji akan mekan waktu lama, jadi bawakan bekalnya sekalian). Ronald hanya mengangguk sebagai jawaban sepakat kepada mbah Dirjo. Kemudian mbah Dirjo langsung kembali pulang. Sedangkan mereka berdua pergi untuk membeli perlengkapan yang disyaratkan. Malam itu juga, Sarji menetap dipendopo dan mulai melakukan ritual bersemedi menghadap keselatan. Mulai saat itu perjanjian Sarji untuk mencari kekayaan dunia dimulai. Dan tidak ada kata mundur lagi bagi dia.

Esok harinya, Ronald dan Udin kembali datang ke pendopo kecil dengan membawa sesajen lengkap. Mbah Dirjo sudah menunggu di pendopo, entah dari jam berapa. Ronald menemui Mbah Dirjo dan langsung memberikan sesajen lengkap untuk memenuhi syarat ritual Sarji. Setelah itu, mbah Dirjo dengan cekatan menata rapi sesajen didepan sarji yang sudah bersemedi sejak malam hari. Sejenak mereka bertiga melihat sarji yang sedang serius melakukan laku ritualnya. Sarji tetap duduk bersila menghadap ke laut selatan tanpa menghiraukan kehadiran mereka bertiga. Akhirnya ronald, udin dan mbah Dirjo memutuskan untuk meninggalkan Sarji sendirian dipendopo. Mereka pergi kerumah mbah Dirjo dibawah lereng bukit. Udin mulai terbiasa dengan perjalan dari bawah keatas yang awalnya menguras tenaga itu. Rumah mbah Dirjo terbuat dari kayu biasa yang sederhana berukuran kecil dan nampak seperti rumah kuno, jauh dari kesan mewah.
Sampai didepan rumah mereka bercengkrama sejenak dipagi hari, selanjutnya ronald dan udin pergi. Udin diajak ronald untuk menemaninya selama Sarji masih ritual.

Hari berganti hari siang malam ia lalui, Sarji sudah tidak lagi menghiraukan kondisi apapun yang ada disekitarnya ia hanya fokus untuk bertemu dan bersekutu dengan sang ratu. Sedang kedua temannya harus naik turun untuk melihat serta mengawasi Sarji dipagi dan sore hari. Akhirnya, Ritual Sarji sudah memasuki hari ketujuh. Tepat saat bulan purnama penuh, Sarji melakukan ritual langsung menghadap pantai selatan diatas batu karang karena diperintah oleh Mbah Dirjo. Malam ini Sarji yang tetap dalam semedi, sekitar jam dua belas malam kondisinya mulai berbeda. Tubuh serta pikiran Sarji antara sadar dan tidak sadar mulai merasakan suatu cahaya dihadapannya. Ia mulai perlahan membuka kelopak mata, terlihat istana yang megah berhias cahaya tadi. Sarji yang masih duduk merasa jarak dirinya dengan istana yang megah itu hanya sekitar tiga puluh meteran.

Ia mulai bangkit untuk berdiri, tubuhnya seakan ada yang memanggil untuk masuk kedalam istana. Sarji berjalan pelan masuk kearah istana dengan mengamati keindahannya, sampai diistana matanya tetap melirik pemandangan kanan kiri. Setiap gerbang yang ada penjaganya dengan sigap langsung membuka pintu istana seperti kedatangannya sudah ditunggu. Bangunan tinggi menjulang yang begitu megah dengan tiang besar berwarna keemasan, ukiran-ukiran yang begitu indah menghiasi setiap jengkal. Sampai didalam istana ia melihat sosok ratu yang berwibawa duduk diatas singgasana. Disamping kanan kirinya terdapat masing-masing tiga orang perempuan yang berpakain serba hijau, berselendang hijau pula. Mereka terlihat seperti pelayan sang ratu.

Sosok ratu yang memakai kemben warna hijau, bawahan kain batik warna merah gelap sampai menutup kakinya. Sedang bentuk tubuh ular kuning keemasan melilit dibawah singgasananya. Dikanan kiri bahunya berbalut selendang hijau yang menjuntai kebawah, sedang untaian kembang kanthil yang menjulur tiga helai sampai ke perut. Mata sang ratu menatap tajam sarji dari singgasananya, sarji tetap berjalan dan mengamati bentuk singgasananya yang berwarna keemasan dengan pegangan tangan kanan kirinya berbentuk kepala ular.
Masih dalam diam tertegun dan tercengang, sarji berdiri tepat dihadapan sang ratu. Belum pernah Sarji jumpai didunia istana sebesar dan semegah ini. Beberapa saat kemudian langkahnya terhenti diruang utama istana, Sarji tetap berdiri ditengah ruang istana. Sampai akhirnya ia duduk bersimpuh dengan wajah penuh harapan.

Dari jarak yang dekat inilah ia benar-benar bisa melihat dengan jelas sosok sang ratu, yang selama ini ia cari sesuai petunjuk Mbah Dirjo. Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat seorang ratu dengan paras wajahnya sangat cantik jelita, menawan, menggairahkan dan berkulit cerah seperti gadis yang masih baru berumur dua puluh tahunan. Sang ratu ini berambut hitam tergerai kebelakang sampai pinggang sedang diatas kepalanya dihiasi sebuah mahkota berwarna keemasan, dengan hiasan beberapa kepala ular diatas mahkotanya.

“Nyi….” Ucap sarji membuka pembicaraan.

“Yo, aku wes ngerti karepmu” (ya aku sudah mengerti keinginanmu) Jawab nyi ratu

“Mbalik’o muleh, siapno kamar siji seng khusus gawe aku. Sakben padang mbulan, awakmu kudu mujo aku neng kamar iku” (kembalilah pulang, siapkan kamar satu khusus buat saya. setiap bulan purnama, kamu harus memuja aku di kamar itu )Jelas Nyi Ratu Blorong

“Injih nyi” (iya Nyi) Jawab Sarji dalam kondisi kepalanya tertunduk kebawah.

Sarji yang merasa sudah berhasil ia berjalan mundur pelan dengan membungkuk sampai ketempat duduknya semula. Ketika ia sudah duduk kembali dengan memejamkan matanya kembali, tiba-tiba keadaan berubah.

“Byuuuurrrrr” (hempasan ombak pantai yang mengenai tubuhnya)

Perasaan kaget, takut dan bingung, sarji langsung berdiri dan melihat sekeliling. Ia mengamati dengan seksama, ternyata ia sudah berada dipantai tepat dibawah tebing karang. Setelah sadar ia sangat senang sudah kembali kedunia nyata, dan ia juga merasa sudah berhasil bertemu dengan nyi ratu.

Perasaan bahagia membuat dirinya langsung kembali kepadepokan. Sampai dipadepokan ia tak menemukan siapapun, karena waktu sudah menjelang subuh. Sarji putuskan untuk membersihkan diri di samping padepokan dan melanjutkan untuk istirahat sambil menunggu teman-temannya dan mbah dirjo.
Pagi menjelang, sekitar jam tujuh pagi sarji masih terlelap. Kedua temannya datang tanpa sepengtahua sarji, ronald dan udin hanya menungguinya disampingnya. Tak lama kemudian mbah dirjo pun datang dan ikut duduk dengan mereka…

“Piye le hasile?” (gimana hasilnya) Tanya mbah dirjo

“Kirangan mbah, dalem dereng ngertos. Sarji nggih niki tasek sare” Jawab Ronald sambil menunjuk sarji yang masih tidur lelap disampingnya.

“Oh..ya wes, babahno cek turu sek” (Oh ya sudah biarkan tidur dulu). Jawab mbah Dirjo

Mbah dirjo memulai perbincangan dengan ronald dan udin sambil menunggu sarji terbangun. Beberapa jam kemudian sarji terbangun dengan sendirinya, ia langsung duduk sambil menguap dan mengucek mata merahnya.

“Jam piro iki Nald” (jam berapa ini nald) tanya sarji

“Jam suwelas ji, wes ndang raup disek kono” (jam sebelas Ji, sudah cepat cuci muka dulu sana) sahut Ronald

Saat mulut yang masih menguap sarji beranjak pergi kekamar mandi tanpa memperhatikan orang-orang yang berada disekellingnya. Sementara itu Mbah dirjo kembali melanjutkan ceritanya, beberapa saat sarji kembali dan ikut duduk bersama didalam pendopo.

“Piye le, wes kasil?” (gimana sudah hasil). tanya mbah Dirjo

“Sampun mbah, wau dalu kulo sampun ketemu nyi ratu. [sudah mbah, tadi malam saya sudah ketemu Nyi ratu), (sarji menceritakan secara detail kepada mereka dari awal sampai akhir tentang kejadian bertemu dengan nyi ratu)” terang sarji

“Wes maringene dang balik, siapno opo sing dijaluk karo nyi ratu” (sudah habis ini lekas kembali, siapkan apa yang diminta sama Nyi ratu). Pinta mbah dirjo

“Injih mbah, matur nuwun sanget” (iya mbah terimakasih banyak). jawab Sarji

“Yo le, podo-podo” (ya nak sama-sama) . kata Mbah dirjo

“Nek ngonten, kulo langsung pamit rumiyen njih mbah” (kalau begitu saya langsung pamit dahulu ya mbah). pinta sarji

“Yo wes, ngati-ngati neng dalan le” (ya sudah, hati-hati di jalan nak). kata mbah dirjo

“Njih mbah” (iya mbah). Jawab mereka semua.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close