Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEREMPUAN DARI MASA LALU


CeritaRakyat - Waktu adalah ilusi nan menakjubkan, ia dikelilingi kemisteriusan, yang mendorong kita dengan kuat, ke dalam lingkaran tanpa akhir, kita akan terus berputar-putar, tanpa henti di dalam sana, melewati kelahiran, dan kematian berkali-kali.

Dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda-beda, sebelum akhirnya kita mencapai pada kesempurnaan sejati. Sunan Kalijaga dalam ajaran asli Jawa kuno menamai ini sebagai “Perjalanan batin menuju kesempurnaan”.

Kau tahu penyair Maulana Jalaluddin Rumi? dalam syairnya Beliau pernah menuliskan, “Aku mati sebagai mineral, dan menjelma sebagai tumbuhan, aku mati sebagai tumbuhan, dan lahir kembali sebagai binatang, aku mati sebagai binatang, dan kini manusia.

Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku, sekali lagi, aku harus mati sebagai manusia, dan lahir di alam para malaikat”.

Pemikiran seperti itu muncul kembali, pada saat aku bertemu dan berkenalan dengan seorang perempuan di dalam museum Trowulan, aku tak bisa menyembunyikan rasa takjubku, terhadap sosok perempuan yang datang seorang diri.

Bibir perempuan itu seperti sebuah lukisan, terbuat dari pensil dan lipstik, wajah itu seperti dilukis dengan sangat rapih, sehingga aku merasa, seperti melihat sebentuk wajah bidadari yang begitu cantik.

Aku merasa telah lama mengenalnya, seorang perempuan yang jelas, sangat terobsesi dengan Majapahit, kami memulai pembicaraan, saat dia menjelaskan dengan begitu fasih, tentang beberapa koleksi di dalam museum, seperti arca, guci dari tanah liat, mata uang kuno, koleksi keramik.

Hingga sejumlah patung hariti tanpa kepala, berbuah dada besar, dan dikelilingi anak-anak.

Hingga akhirnya kita sampai di muka petilasan, disana terdapat pendopo agung Majapahit, yang merupakan tempat dimana Gajah Mada melakukan sumpahnya yang terkenal, pada saat itu kau mungkin tak bisa membayangkan rasa ganjil ini.

Pada detik itu kau tidak akan mengerti lagi, kau tidak akan bisa menyangkal lagi, ketika makna reinkarnasi yang selama ini kau kenal hanya dalam teori, kini seperti menjelma menjadi nyata, ada dihadapanmu sendiri.

Itu terjadi, ketika perempuan dengan tubuh yang selalu mengeluarkan harum menggumpal itu, mengaku bisa melihat masa lalu, perempuan indigo pikirku dalam hati, katanya ada cercahan hidup masa lalu yang kadang-kadang melintas, berwarna kuning keemasan, seperti potret tahun 60an.

Ada potongan kehidupannya pada masa kerajaan Majapahit, pada masa pemerintahan Tribhuwana lebih tepatnya, pada saat peristiwa sumpah palapa percisnya.

Semua orang merasa tahu apa itu sumpah palapa, tetapi sesungguhnya sumpah palapa telah mengajari kita, bahwa jauh lebih banyak, yang tidak kita ketahui tentang dia, daripada yang kita ketahui, kita tertinggal dari sederet misteri tentangnya.

Tentang sumpah palapa, tentang kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan Hindu-Budha terakhir, yang menguasai Nusantara, sebagai kerajaan terbesar, dalam sejarah Indonesia.

Harum perempuan itu tertinggal seperti harum yang mahal, berjalan perempuan itu keluar dari museum, sebelum pergi meninggalkan museum dia sempat berkata padaku, bahwa aku lelaki yang sedari tadi bicara dengan dia, pernah hidup juga di masa lalu.

Sebagai prajurit pada masa jaman edo di Jepang, atau biasa disebut sebagai era Tokugawa, sekitar tahun 1600 masehi, yaitu ketika bangsa Jepang dipimpin oleh shogun keturunan Tokugawa Ieyashu.

Emosi yang dalam, tercipta dengan sendirinya, pada pertemuan yang singkat itu, seperti sebuah persembahan yang tiba-tiba sangat menyentuh, meskipun sulit dipercaya, tapi demikianlah yang terjadi, di akhir pertemuan, perempuan itu bicara padaku.

Bahwa dirinya telah melihat diriku di masa depan, sebuah kejujuran dengan segala konsekuensinya yang berbahaya, bahwa perempuan dari masa lalu itu, kelak akan menjadi perempuanku di masa depan.

BACA JUGA : OMBAK TAK BERSUARA

close