Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PESUGIHAN JENGLOT (Part 3 TAMAT) - Penebusan


PENEBUSAN
****
JEJAKMISTERI - Sebulan kemudian, Darmo sudah pindah rumah. Rumah yang ia tempati kini lebih besar dari yang sebelumnya, meski ia dan keluarganya masih mengontrak. Sementara rumahnya yang dulu ia kontrakkan.

Kehadiran anak kedua Darmo, Ahmad, membuat kebahagiaan Darmo semakin lengkap. Terlebih, rupiah demi rupiah terus menghampiri kehidupan Darmo. Pesugihan yang ia jalani nampak tak memiliki efek buruk bagi kehidupannya.

Hingga pada akhirnya, usaha yang dirintis Darmo pun kian berkembang. Usaha satenya semakin bertambah besar. Ia pun membuka cabang di beberapa kota di Pulau Jawa. Ia juga merintis bisnisnya ke bidang lain.

Hanya dalam kurun waktu tiga tahun, semua bisnis Darmo sukses. Slamet pun ditunjuk Darmo sebagai orang kepercayaan untuk ikut mengelola bisnisnya.
Kehidupan Darmo pun semakin melangit.

Ia tak lagi mengontrak rumah. Dibelilah rumah yang sangat mewah lengkap dengan segala perabotannya yang memiliki harga cukup fantastis. Termasuk beberapa unit mobil mewah.

Dengan kehidupan bak Pangeran Arab, Darmo seakan terbuai dengan kehidupan parlentenya. Ia bahkan melupakan akan perjanjian waktu itu. Ia tak lagi berkunjung Cilacap untuk menemui Mbah Purwo dan membantu warga di sekitar gunung, tempat ia menjalani ritual pesugihannya.

Padahal, beberapa kali Slamet sering mengingatkan. Namun, Darmo nampak acuh. Hal ini dipicu karena Darmo meyakini jika pesugihan itu tak akan memberikan efek buruk bagi keluarganya,

Hingga pada suatu saat, Darmo jatuh sakit. Beberapa kali ia masuk rumah sakit, namun penyakitnya itu tak kunjung sembuh. Slamet yang khawatir berinisiatif menemui Mbah Purwo untuk menanyakan perihal sakit yang diderita Darmo.

Tiba di rumah Mbah Purwo, awalnya kunjungan Slamet ditolak. Hal ini lantaran Mbah Purwo terlanjur sakit hati dengan keduanya. Namun Slamet tak menyerah. Ia terus memohon-mohon agar Mbah Purwo menerima kunjungannya dan menceritakan apa yang sedang dialami Darmo.

“Mbah saya mohon, tolonglah Darmo. Saya tahu, jika sakitnya ini karena kemungkinan Darmo melanggar perjanjian,” kata Slamet.

“Sudah tidak ada waktu lagi untuk memperbaikinya. Percuma,” jawab Mbah Purwo.

“Darmo harus bagaimana mbah? Kasihan teman saya, tubuhnya kurus dan kesulitan berjalan,” sambung Slamet.

“Begini saja, sarankan temanmu untuk jujur kepada keluarganya. Jika tidak, maka peliharaan dia yang akan mengambil anggota keluarganya satu per satu” jawab Mbah Purwo.

“Jadi, akan ada tumbal mbah?” kata Slamet kebingungan

“Ya begitulah. Perjanjian dia dengan peliharaannya untuk menyempurnakan tubuhnya tidak dia tepati. Maka itu adalah konsekuensinya,” kata Mbah Purwo.

Slamet yang mendapatkan informasi itu akhirnya kembali menemui Darmo. Di kamarnya, ia menceritakan agar Darmo segera memberitahu ihwal pesugihan yang ia jalani kepada seluruh anggota keluarga. Namun, Darmo menolaknya.

“Enggak mungkin Met. Apa kata Asih nanti?”

“Tapi ini semua demi keluarga kamu Mo. Kalau tidak, makhluk itu akan mengambil nyawa anak dan istrimu satu per satu”

“Aku enggak percaya Mo. Karena perjanjiannya tidak seperti itu. Anak dan istriku tidak aku tumbalkan”

Darmo pun akhirnya jujur kepada Slamet. Ia mengatakan sejak 6 bulan ini, makhluk itu tak lagi mendapat jatah darah di hari Sabtu Kliwon. Hal ini lantaran ia tak bisa lagi mendapatkan darah di PMI.

Sebab, teman yang sebelumnya bekerja di PMI dipecat karena ketahuan sering mengeluarkan kantong darah tanpa prosedur yang jelas. Itu pun akibat ulah Darmo sendiri.

“Sejak saat itu, memang makhluk itu sering menerorku. Tapi dia meminta darahku sendiri. Bukan anak dan istriku. Jujur saja Met, aku sering memberikan darahku sendiri kepada makhluk itu,” kata Darmo.

“Awalnya berjalan seperti biasa. Tapi lama kelamaan istriku curiga. Setiap aku keluar dari kamar itu (kamar khusus pemujaan), aku selalu terlihat pucat. Dan istriku melarangku lagi memasuki kamar itu,” sambung Darmo.

“Istrimu tahu?” kata Slamet.

“Belum. Tapi dia sudah mulai curiga. Karena hanya setiap Sabtu Kliwon aku masuk ke kamar itu,” ucap Darmo.

Darmo pun meminta Slamet agar mencari akal agar Slamet bisa mencari stok darah di PMI lain. Sehingga, Darmo bisa terlepas dari teror makhluk itu.

Namun ternyata, Slamet terus menerus menemukan jalan buntu. Bulan demi bulan, tubuh Darmo semakin mengurus.

Ingin rasanya Slamet membuka tabir kegelapan Darmo kepada Asih. Menyelamatkan keluarga Darmo atas perbuatan temannya itu sendiri.

Namun Slamet tak sampai hati. Khawatir Asih akan kecewa dan meninggalkan Darmo dengan kondisi yang masih sakit seperti itu.

Saat itu, Darmo kembali di bawa ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya semakin memburuk. Kebetulan, anggota keluarga Darmo saat itu sudah lengkap.

Dewi saat itu sedang berada di rumah. Sejak ayahnya sakit, Dewi memang jarang pulang karena kesibukan kuliah kedokterannya di Fakultas Kedokteran di salah satu universitas di Yogyakarta.

Darmo akhirnya menjalani rawat inap di rumah sakit ditemani Asih dan Ahmad. Sementara Dewi diminta untuk menjaga rumah. Slamet pun diminta Asih mengantarkan Dewi untuk pulang ke rumah.

“Om Slamet temani Dewi ya. Dewi takut Om,” pinta Dewi saat menuju pulang ke rumah dengan Slamet menggunakan mobil milik Darmo.

“Loh kenapa? Tumben,” tanya Slamet.

“Pokoknya nanti Dewi cerita,” kata Dewi.

Slamet pun terheran. Sepengetahuannya, Dewi sendiri merupakan gadis yang pemberani. Ia pun merasa aneh, saat Dewi memintanya untuk menemani di rumah. Padahal, di rumahnya ada dua asisten rumah tangga dan juga seorang satpam.

Tiba di rumah Dewi menceritakan alasan ketakutannya kepada Slamet. Sejak pulang ke rumah, Dewi merasa jika rumahnya kehadiran penunggu dari alam yang berbeda. Dewi mengatakan jika sering melihat sosok tinggi besar setengah bugil dengan rambut panjang compang-camping.

Sosok itu sering mondar-mandir di ruang atas dekat kamar yang tak boleh ia masuki oleh ayahnya. Cerita itu membuat kaget Slamet. Tentu saja Slamet mengetahui sosok itu adalah siapa.

Sebab, beberapa tahun sebelumnya ia sempat bertemu saat mengantarkan Darmo menjalani ritual pesugihan.

“Mungkin itu cuma halusinasi kamu saja nduk,” kata Slamet menenangkan Dewi.

“Terakhir, Dewi lihat dia ada di ruang bawah saat Dewi nonton TV. Terus dia naik lewat tangga. Dewi buntutin tuh Om. Ternyata dia masuk ke kamar yang bapak selalu melarang siapa saja memasukinya,” ucap Dewi.

Sudah hampir empat hari Darmo di rawat di rumah sakit. Slamet kemudian meminta izin kepada Asih untuk membawa Siti, istrinya, menginap di rumah menemani Dewi. Sebab, Slamet tak tega harus meninggalkan istrinya sendirian di rumah selama berhari-hari.

Apalagi, anak satu-satunya Slamet kerja di luar kota dan hanya sebulan sekali menyempatkan diri pulang ke rumah.

Malam itu, suasana di rumah Darmo cukup mencekam. Padahal, dengan adanya enam orang di rumah itu, rumah Darmo harusnya ramai. Tapi ini justru sebaliknya.

Dewi, Slamet dan Siti memutuskan untuk menonton TV bersama di ruang keluarga sambil berbincang-bincang ala kadarnya. Malam itu sekitar pukul 11 , tiba-tiba pintu depan ada yang mengetuk.

Tok… Tok… Tok…

“Dewi… bapak pulang. Kamu di dalamkan? Tolong bukain pintu,”

Sontak ketiganya yang tengah asik menonton TV kaget. Karena yang mereka dengar adalah suara Darmo.

“Om… Bapak itu. Kok enggak ngasih kabar mau pulang sekarang,” kata Dewi.

Tanpa berlama-lama, Dewi dan Darmo melangkah menuju pintu depan. Saat pintu dibuka, ternyata tak ada siapa-siapa. Dewi dan Slamet saling berpandangan dengan keheranan. Dewi akhirnya memanggil satpam yang ada di pos jaga.

Bermaksud menanyakan adakah seseorang atau tamu yang datang ke rumah. Namun, dari jawaban satpam cukup mengejutkan.

“Enggak ada mbak. Cuma memang tadi, gerbang depan rumah sempat seperti ada yang menggeser. Saya juga aneh. Padahal kan itu berat,” kata Pak Satpam.

Dewi dan Slamet kemudian memutuskan untuk menutup pintu rumah. Kembalilah mereka menuju ruang keluarga menghampiri Siti.

“Mana Kang Darmo, Pak?,” tanya istrinya.

Slamet tak membalasnya. Ia hanya menggedipkan mata kepada Siti sebagai isyarat tertentu. Memang Siti sebelumnya sudah diceritakan mengenai ritual pesugihan yang dijalani oleh Darmo. Termasuk alasan Darmo sakit selama ini.

Dewi akhirnya membuka obrolan. Meyakinkan Slamet jika rumah ini kini ada penghuni lainnya. Namun, Slamet terus mencoba menenangkan Dewi dan jika takut, nanti saat tidur akan ditemani Siti. Namun pemandangan lain muncul.

Dewi seketika melihat makhluk yang sebelumnya ia ceritakan dan tengah berjalan di luar rumah. Terlihat tepat di jendela yang hanya tertutup gorden transparan.

“Om.. Itu Om… Itu dia Om,” kata Dewi sambil menunjuk arah jendela.

Seketika Slamet dan Siti menengok. Dan mereka bertiga saat itu melihat makhluk itu dengan jelas. Siti kemudian membaca ayat-ayat suci Al Quran yang ia hapal. Makhuk itu nampak berjalan ke arah halaman belakang rumah.

Slamet yang penasaran akhirnya keluar rumah melalui pintu depan lalu mengajak satpam untuk mengecek halaman belakang. Namun saat dicek, makhluk itu sudah tidak ada. Slamet kemudian memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah.

Saat akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Slamet dikejutkan dengan suara Dewi dan Siti menjerit di dalam rumah. Sontak ia pun berlari.

Tak disangka, makhluk itu kini berdiri membelakangi Dewi dan Siti dan berjalan menuju tangga rumah.

Jeritan Dewi semakin histeris dan mengundang dua asisten rumah tangga keluar dari dalam kamar. Sosoknya sangat jelas. Bahkan dua asisten rumah tangga Darmo ikut melihatnya.

Slamet kemudian memanggil lagi satpam. Ia kemudian mengecek ruangan demi ruangan di lantai atas.

Tapi makhluk itu lagi-lagi sudah menghilang. Slamet dan satpam akhirnya turun ke lantai bawah. Di ruang keluarga, Dewi masih menangis karena ketakutannya dan sedang ditenangkan oleh Siti dan dua asisten rumah tangganya.

“Getihku... (Darahku)” suara itu tiba-tiba memekik di dalam rumah dan terdengar oleh seluruh penghuni rumah.

Akhirnya mereka berhamburan keluar rumah. Slamet kemudian meminta agar satpam mengunci pintu rumah dan gerbang rumah.

Mereka diminta untuk sementara menginap di rumah Slamet agar terhindar dari gangguan itu.
Tiba di rumah Slamet, mereka semua akhirnya memutuskan untuk tidak tidur dan menjaga Dewi yang masih terlihat syok atas penampakan makhluk mengerikan tadi.

Dini hari itu juga, Slamet memutuskan untuk pergi ke rumah sakit menemui Darmo diantar oleh satpam. Ia mencari cara agar tetap bisa masuk menemui Darmo meski jam besuk sudah ditutup.

Akhirnya, Slamet menelepon Asih untuk bergantian menjaga Darmo. Asih pun menyetujui. Slamet pun akhirnya bisa menemui Darmo. Sementara Asih dan Ahmad, diantar satpam untuk pulang ke rumah Slamet.

Slamet kemudian membangunkan Darmo yang tengah terlelap tidur. Ia menceritakan kejadian yang dialaminya belum lama ini kepada Darmo. Ternyata, esok hari adalah Hari Sabtu Kliwon. Dimana makhluk itu harus meminum darah sebagai syarat wajib yang sudah disetujui Darmo kala itu.

Darmo pun berniat untuk pulang pada siang hari. Namun, Slamet tak mengizinkan karena kondisinya belum pulih.

Tapi Darmo mengkhawatirkan keluarganya. Ia takut jika makhluk itu nekat mengambil darah anak atau istrinya.

Slamet pun bilang jika anak dan istri Darmo sudah diungsikan terlebih ke rumahnya. Dengan begitu Slamet meminta agar Darmo tak perlu mengkhawatirkannya. Maka dari itu, Darmo akhirnya tetap menuruti permintaan Slamet untuk melanjutkan perawatannya di rumah sakit.

Tapi perjanjian adalah perjanjian. Makhluk itu tetap mencari Darmo. Tepat di hari Sabtu Kliwon malam, makhluk itu datang menemui Darmo di rumah sakit. Ia menagih janji Darmo. Darmo pun mengirimkan SMS kepada Slamet yang tengah mencari makan untuk segera pulang ke rumah.

“Met tolong, kamu pulang sekarang ke rumah. Jaga anak-anak dan Asih. Makhluk ini sudah disini,” tulis Darmo dalam SMS-nya.

Mendapat SMS itu, Slamet akhirnya lari menuju ruangan dimana Darmo dirawat. Tiba saat akan membuka pintu, Slamet melihat makhluk itu sedang berdiri di samping Darmo. Darmo dan makhluk itu seperti sedang berbicara. Tiba-tiba, makhluk itu melihat ke arah Slamet.

“Pulang Met. Pulang sekarang!!!,” dengan nada tinggi Darmo meminta Slamet segera pulang.

Tanpa banyak lama, Slamet akhirnya pulang ke rumah. Ia meminta agar seluruh orang yang ada di rumahnya berkumpul dan mendoakan Darmo.

Asih pun bertanya-tanya dengan sikap Slamet. Apalagi, ia pulang ke rumah dengan meninggalkan Darmo sendirian di rumah sakit.

“Ada apa ini Mas Slamet? Mas Darmo kenapa? Kok ditinggal sendiri,” tanya Asih dengan panik.

Slamet terpaksa berbohong saat menjawab pertanyaan Asih. Ia bilang jika Darmo saat ini sedang tidur. Dan tidak terjadi apa-apa. Hanya saja, ia meminta agar semuanya mendoakan Darmo agar lekas diberikan kesembuhan.

Asih pun nampak menerima alasan Slamet meski masih sedikit ragu dan mencurigai jika suaminya sedang tidak baik-baik saja. Setelah bersama-sama mendoakan Darmo, mereka semua lantas tertidur. Hanya Asih dan Slamet yang masih terjaga.

Sekitar pukul 5 subuh, suara ponsel Asih berdering. Asih terkejut saat diberi kabar, jika menghilang dari rumah sakit. Darmo diketahui menghilang saat perawat akan mengambil sampel darah yang terjadwal setiap pagi.

Mendengar kabar itu, Asih histeris. Ia meminta Slamet untuk segera mengantarkan ke rumah sakit.

Tanpa membangunkan yang lainnya, Slamet dan Asih akhirnya menuju rumah sakit. Di rumah sakit, kejadian menghilangnya Darmo dijelaskan oleh dokter jaga.

Petugas keamanan di rumah sakit juga sudah mencari di seluruh ruangan dan sudut rumah sakit, namun Darmo tetap tidak ketemu.

Asih dan Slamet diminta untuk mencari. Siapa tahu, Darmo pulang ke rumah. Slamet pun kemudian menelpon Siti.

Ia meminta istrinya, anak-anak Darmo, asisten rumah tangga Darmo dan satpamnya untuk kembali ke rumah Darmo dan mencari keberadaan Darmo.

Sementara Asih dan Slamet membayar tagihan rumah sakit dan menandatangani surat tertentu yang menekankan jika ada apa-apa terhadap Darmo maka bukan menjadi tanggung jawab rumah sakit lagi. Hingga Asih dan Slamet pulang, Darmo pun tak kunjung ditemukan.

Saat itu juga, Slamet kemudian kembali ke Cilacap. Bermaksud mencari Darmo. Ia khawatir Darmo dibawa ke lokasi asal muasal makhluk itu, yakni di gunung itu. Tanpa sowan dulu ke rumah Mbah Purwo, Slamet kemudian mencari Darmo di gunung itu.

Namun, ternyata hasilnya nihil. Ia lantas terduduk di salah satu batu di gunung itu. Tapi ia mendengar suara yang mirip temannya itu memanggil-manggil namanya dengan lirih seperti tertiup angin.

“Met... Tolong aku Met...”

Slamet yang mendengar itu kemudian berteriak-teriak memanggil nama Darmo. Tapi tetap saja tidak Darmo tidak muncul juga. Di telinga Slamet, suara Darmo meminta tolong terus menerus terdengar.

Hingga pada akhirnya, ia baru teringat jika saat mengantarkan Darmo melakukan ritual pertapaan beberapa tahun lalu, ada banyak makhluk tak kasat mata yang memberikan isyarat jika Darmo akan menjadi salah satu penghuni di gunung itu.

“Kancamu ora iso mulih... Kancamu ora iso mulih. (temanmu tidak bisa pulang).” Itu yang terngiang-ngiang dalam benak Slamet.

Karena dirasa ada yang tak beres, Slamet akhirnya turun dari gunung itu dan kemudian menemui Mbah Purwo.

Di rumah Mbah Purwo, Slamet menceritakan apa yang telah terjadi. Namun Mbah Purwo mengatakan jika semuanya sudah terlambat. Slamet pun kemudian pulang dan masih optimistis jika Darmo masih hidup.

Ia berkeliling Kota Cilacap seharian penuh untuk mnecari keberadaan Darmo. Mulai dari tempat-tempat yang pernah ia dan Darmo kunjungi waktu itu. Namun, usahanya sia-sia. Darmo masih saja belum ditemukan.

Slamet yang sudah merasa putus asa kemudian pulang ke rumah Darmo. Ia tiba sekitar pukul 11 malam. Tak disangka, bendera kuning sudah terpasang di depan pagar rumah Darmo. Sejumlah tetangga sudah berkerumun di rumah sahabatnya itu.

Turunlah Slamet dari mobilnya dan lari masuk ke rumah Darmo. Dilihatlah jasad teman karibnya itu terbujur kaku di ruangan tengah dan diselimuti kain. Asih menangis disamping jasad Darmo sambil menggendong memeluk erat Ahmad.

Sementara Dewi, terlihat diam mematung, wajahnya pias dengan mata sembab memandangi jasad bapaknya.

Slamet membuka dengan perlahan kain yang menutupi jasad Darmo. Memastikan apakah itu benar teman karibnya. Tak disangka, wajah Darmo menghitam dengan kondisi mulut menganga.

Sementara bagian ubun-ubun kepala berlubang. Ia kemudian dengan cepat menutup wajah Darmo. Darmo sendiri rencananya akan dimakamkan esok hari. Menunggu sanak saudara terlebih dulu datang.

Sementara Dewi menarik tangan Slamet dan membawanya menuju lantai atas. Dewi lantas menceritakan jika bapaknya ditemukan di kamar khusus yang selama ini tak boleh ada yang memasukinya.

Saat Slamet di Cilacap, Dewi sendiri yang meminta satpam membuka paksa kamar itu. Instingnya menyeret jika bapaknya ada di dalam kamar itu.

Benar saja, saat satpam berhasil menjebol pintu kamar, Darmo sudah ditemukan tergeletak di antara peralatan sesajen.

Tubuhnya menghitam dan kepalanya berlubang. Anehnya, taka da satupun bercak darah di lantai atau karpet yang ada di kamar itu.

“Tolong dijawab jujur om? Bapak sebenarnya melakukan apa selama ini?” tanya Dewi sambil menahan isak tangis.

Tapi Slamet tak menjawabnya. Ia khawatir Dewi akan kecewa jika mengetahui bapaknya melakukan hal yang paling dilarang dalam agam.

Sebulan setelah Darmo dimakamkan, barulah Slamet angkat bicara kepada keluarga Darmo. Ia menceritakan kronologi secara detail dan sebab Darmo melakukan pesugihan jenglot itu.

Semuanya terkaget, namun hanya Asih yang biasa-biasa saja. Ternyata Asih sudah mengetahui jika mendiang suaminya melakukan hal menyimpang. Karena dalam pengakuannya, beberapa kali Asih memergoki Darmo melakukan ritual di kamar itu.

Tapi Asih tidak bisa berbuat banyak. Dan apa yang dikhawatirkan Asih, semuanya telah terjadi.

Sejak kepergian Darmo, semua kembali seperti awal. Bisnis yang sebelumnya dirintis Darmo terus menerus mengalami penyusutan. Kerugian sudah tak terhindarkan lagi. Semua aset, harta benda, dijual untuk menutupi hutang perusahaan. Anak dan istri Darmo kini menderita lagi.

Dewi sendiri tak bisa meneruskan cita-citanya sebagai dokter. Ia kini sudah menjadi seorang ibu yang mengandalkan berjualan minuman untuk menafkahi keluarganya, karena ia harus menanggung hidup ibu, adik, dan anaknya. Sementara suami Dewi sudah meninggal setahun lalu.

Sementara Slamet pun demikian. Sejak usaha Darmo bangkrut, ia harus menyambung hidupnya dengan cara berdagang di pasar. Namun, Slamet masih sering menjenguk anak istri Darmo. Karena mungkin, Slamet merasa bersalah pernah menyarankan Darmo mengambil jalan pintas.

---==TAMAT==---

Cerita diatas adalah kisah nyata. Nama-nama di dalam cerita bukanlah nama sebenarnya. Pemilik cerita adalah Dewi (anak dari Darmo). Ia bermaksud menceritakan pengalaman pribadinya untuk sebuah pelajaran. Bahwa mengambil jalan pintas demi sebuah kekayaan, justru akan merenggut kebahagiaan. Ambil sisi positifnya dari cerita ini, dan buang sisi negatifnya.

*****
Sebelumnya

close