PETAKA DENDAM LEMARI TUA

JEJAKMISTERI - Cerita ini dimulai saat aku berpindah tempat tinggal seusai anak ku mulai memasuki genap 2 tahun.
Nama ku Astri (disamarkan), aku dan suami ku sengaja berpindah tempat ke suatu desa kecil di dekat Temanggung. Aku dan suami ku sebut saja mas Gema (disamarkan) sepakat untuk membesarkan anak pertama kami secara mandiri, sebelumnya kami hanya menumpang di salah satu rumah milik orang tua mas Gema di Magelang. Kebetulan rumah yang mampu kami sewa berada tidak jauh juga dari rumah mertua ku. Karrna pesan dari orang tua mas Gema meminta kami untuk tidak tinggal terlalu jauh dengan mereka, karena mereka masih ingin dekat dengan cucu pertama mereka, yaitu Ibra nama anakku.
Mungkin sudah rejeki kami pada waktu itu, sebelum petaka ini menimpa kami. Benar saja, kami bisa memiliki rumah kontrakan yang tidak terlalu besar namun cukup nyaman untuk hidup bersama anak dan suami ku.
Singkat cerita, setelah beberapa bulan, tepatnya sekitar 3 bulan kami menempati rumah kontrakan kami ini, kami memutuskan untuk sedikit berbenah di beberapa ruangan. Rumah dengan luas 70m2 itu berisi 2 kamar tidur, kami hanya menggunakan 1 kamar untuk kamar utama, satu kamar lagi kami biarkan kosong. Kami berencana untuk menggunakannya jika ada keluarga yang menginap saja.
Anehnya, saat kami pindah di rumah itu sudah terdapat lemari kayu jati terlihat antik dan mahal pada jamannya dengan tinggi sedikit melebihi kusen pintu. DI bagian pintu terdapat cermin kusam. Memang saat kami pindah, rumah itu sudah terisi dengan beberapa furniture antik seperti buffet dan beberapa rak. Mungkin peninggalan pemilik rumah yang sengaja ditinggalkan bersama dengan rumah yang disewakan. Lumayan lah buat menyimpan barang-barang kami tanpa perlu merogoh ongkos lebih untuk membeli perabot untuk isi rumah secara pribadi.
“Dek, sepertinya kita perlu pake kamar kosong itu” ucap mas Gema saat kami setelah kami selesai sarapan di salah satu warung dekat pasar tradisional dekat desa ku.
“Mau dipake buat apa mas?” tanya ku kemudian,
“Sayang aja klo dibiarin kosong, mungkin bisa kita pake buat naro beberapa box seserahan mu” tambah mas Gema waktu itu,
“Iya juga sih mas, nanti coba aku pindah-pindahin deh” jawabku penuh patuh pada suami ku.
Maklum waktu itu daerah rumah kami sering kemasukan tikus entah kenapa, padahal kami sudah berkali-kali memasang jebakan dan racun tikus. Namun, justru tikus yang datang malah semakin banyak.
Akhirnya aku dan mas Gema mulai memindahkan beberapa box dan barang bekas untuk dipindahkan ke kamar kosong tersebut. Semoga saja tidak ada tikus yang merusak box-box seserahanku kemudian.
Aku waktu itu masih membantu keuangan suami dengan menyewakan beberapa box untuk seserahan pernikahan. Hanya saja, jarang yang memesan dari sekitar kota kami.
Selang 1 minggu setelah kami mengisi ruangan kosong itu, keanehan mulai sering terjadi. Dari suara getaran dari ruangan kosong tempat kami memindahkan barang-barang beberapa hari lalu. Terdengar seperti lemari yang bergetar. Aku selalu mendengar suara dentuman dari ruangan kosong itu setiap waktu awal sepertiga malam. Ditambah lagi, lampu yang kami pasang di kamar itu tidak pernah awet selalu saja mati bahkan pernah sampai pecah dengan sendirinya. Padahal, listrik di rumah kami tidak pernah bermasalah. Hawa setiap kali aku memasuki ruangan itu selalu mencekam tiba-tiba. Aku merasa seperti dalam keramaian, padahal isi rumah pada waktu itu hanya aku mas gema dan ibra.
“Mas kmu merasa aneh nggak sih selama beberpa hari belakangan ini?” tanyaku,
“Aneh kenapa sih dek?” Jawab mas Gema dengan lantang,
“Aku tiap malem pasti mendengar suara dari arah ruangan kosong itu, masa kmu nggak denger sih?” balasku,
“Ah ngawur kmu, jangan bicara yang aneh-aneh” sangkal mas Gema kepadaku
“Beneran mas, aku jadi heran apa iya ada orang iseng sama kita akhir-akhir ini?” tanya ku heran,
“Udah lah abaikan saja, mungkin itu hanya persaaan kmu yang masih ngantuk karena sering terbangun malam-malam” sangkal mas Gema padaku.
Singkat cerita, aku masih ingat hari itu adalah hari Selasa, aku belum bisa tidur sedangkan mas Gema belum kemabli dari tempat kerjanya. Hanya ada aku dan Ibra yang sudah tertidur pulas. Tepat pukul 10 malam aku mencium bau wangi, tapi aku tidak paham dari mana asalnya. Semakin malam semakin santer menyengat indera penciumanku.
Sampai akhirnya di malam itu mulai terdengar sayup-sayup suara orang melantunkan langgam jawa, aku tau ini bukan nyanyian jawa yang biasa aku dengar, nuansanya lebih gelap seolah ada cerita dari setiap nada yang dilagukan.
Bersamaan setelah aroma wangi itu getaran dan dentuman dari lemari kembali terdengar. Kali ini sangat keras ditambah suara sayup-sayup teriakan dan rintihan seolah-olah mengisyartkan orang yang sedang tersiksa dari ruangan tersebut.
Seketika badanku bergetar, ingin rasanya aku pergi dari rumah itu namun aku takut mengganggu tidur anakku.
“Deg.. deg… deg…”
Seperti orang mengetuk dari dalam lemari dengan tangan mengepal, iya aku masih hapal suara itu. hingga akhirnya setelah sekian dentuman yang aku dengarkan,
“Creeekkkkkkk…”
Aku mendengar suara pintu lemari yang terbuka, yang sedari aku pindah di rumah ini, aku tidak pernah diberi kunci untuk membuka lemari itu. Langkah kaki yang berat mulai terdengar, langkah yang berat dari ruang kosong itu menuju kamar ku. Langkah itu syarat akan kuasa yang berat. Setiap tapaknya berdentum.
Aku yakini aku tidak sedang bermimpi dengan menggigit kuku jari telunjuk sekuat mungkin dan benar aku masih bisa merasakan sakit nya jari telunjuk ku.
Dengan kondisi pintu kamar yang sedikit terbuka, sosok Bayangan hitam tiba-tiba berdiri di depanku tanpa menggerakan pintu sekalipun, entah dari mana dirinya bisa memasuki kamar ku saat itu, yang tinggi kepalanya pun sampai menyentuh langit-langit plafon kamar ku. Tangan kananku berusaha meraih selimut untuk berlindung, namun aku hanya bisa menggenggam sekencang mungkin, sambi memeluk anak ku ibra agar dirinya tidakmelihat kengerian pada malam itu.
“Ggrrr….grr… Ojo diisi.. ggrrrr…ojo diisi, gowo lungo! ggrrrrr…” suara dari sosok dengan penampakan rambut tebal nan kotor menjulur dari kepala hingga lantai kamar kami.
5 menit lamanya sosok itu berada di depan ku dengan nafas berat, bau busuk dari sekujur tubuhnya pun tak luput menambah kengerian pada malam itu. dan akhirnya aku yang berpikiran pendek pun sontak berteriak tak kuasa menahan rasa takut yang ku alami. jujur aku bukan orang yang memliki nyali untuk hal-hal gaib, aku tidak merasa takut dengan cerita seram atau tontonan misteri tapi untuk masa itu, aku katakan cukup!
“Toloooonnnnngggg” teriakku,
Seketika aku merasa lemas dan hanya gelap yang bisa kurasakan.
***
“Dek bangun,.. ayo buruan siap-siap ke pasar” sahut mas gema sambi menepuk bagian paha ku.
Biasanya aku yang membangunkan mas Gema dan Ibra setiap awal pagi. Sudah menjadi kebiasaan kami untuk makan sarapan di area pasar sekalian untuk belanja keperluan masak harian kami.
“Iyaa mass, badanku rasanya nggak enak banget, pundakku seperti abis kejautuhan barang” jawabku
“kamu sakit? semalem kamu tumben mau tidur di kamar itu, pas aku dateng kamu lagi tiduran nyender di lemari” sahut mas Gema kembali,
“Hah? terus Ibra gimana?” tanya ku penuh kejut,
“Ibra nangis semalem pas aku pulang, dia ngompol semalem makanya sampe nangis mungkin nyariin kmu”
Jawab mas Gema sambil bersiap-siap di pagi itu.
Seketika aku merasa ada yang janggal mendengar cerita mas Gema. Siapa yang mindah aku ke kamar kosong itu? aku yakin aku masih memeluk Ibra sampai hal aneh itu terjadi. Yang bisa aku pastikan hanya gelap mungkin tak sadarkan diri hingga mas Gema memindahkan ku dari kamar kosong ke kamar tidurku.
Hari itu aku berniat untuk bercerita ke mas Gema tentang apa yang aku malam sebelumnya. Namun, mas Gema tampak seperti acuh jika aku tetap ingin membahas hal itu padanya. Aku bingung bercampur takut jika hal itu terjadi kembali di malam-malam berikutnya mengingat hanya aku dan Ibra saja yang ada di rumah dan aku lebih khawatir jika sesuatu terjadi pada Ibra anakku.
Dua hari setelah kejadian malam itu, aku memang sengaja bekerja sedikit larut dengan ditemani mas Gema yang juga sibuk menyelesaikan kerjaan pada hari itu. Kami benar-benar terjaga hingga larut malam karena kesibukan masing-masing. Aku yang berada di ruang tengah dan mas ibra berada di depan laptop dekat ruang tamu. Pukul 22.53 kurang lebih tepatnya, suara dentuman itu kembali terjadi, kali ini dentuman pertama cukup keras.
“DUmmmmmm…. duummmmm”
Suara itu terdengar jelas oleh ku dan mas Gema, seketika suamiku sontak mencari sumber suara tersebut ya tidak lain ke arah kamar kosong itu, aku ikut berada dibelakang mas Gema, sambil memegang lengan suamiku.
“Kretek kretekkk tek…”, suara garukan kuku menggaruk lapisan kayu yang jelas aku dengar.
Seketika mas gema mengambil linggis di dapur, mungkin pikirnya akan berguna jika ada sesuatu yang mengancam kami. Sewaktu pacaran di SMA, mas Gema memang terkenal kakak kelas pemberani, dia lahir dari keluarga non agamis, jadi mereka kurang percaya dengan hal-hal mistis.
“Deg.. deggg.. deggg… “
Suara itu kembali terdengar kencang, sambil diiringi bau busuk dari salah satu sudut dalam kamar kosong itu, aku bisa pastikan bau itu berasal dari dalam lemari antik itu.
“Keluar kamu, jangan ganggu kami” sahut mas Gema kencang,
“Grudukkk dukk dukk.. dukk…”
Lemari seketika bergerak kencang, hal yang mungkin menurutku perlu beberapa orang untuk memindahkan nya, kali ini lemari itu menunjukan bahwa ada sesuatu yang besar tersimpan di dalamnya.
Seketika lampu di rumah kami padam, mengisyaratkan sesuatu yang tak pernah kami tau sedang menunjukan keberadaan dengan amarah yg luar biasa. aku melihat jelas ada tangan berkuku hitam, lumayan besar tidak seperti ukuran tangan pada umumnya kluar membuka pintu lemari.
Sontak mas Gema mengangkat linggisnya untuk dilemparkan kepada sosok didalam lemari, namun, aku merasakan betul yang saat itu berada dibelakang dan sangat dekat dengan mas Gema. Badannya mengeras, hidung berdarah dan badannya tidak bisa bergerak.
“Enggggg…eeenggg..enggg..” suara mulus mas Gema malam itu. Seperti mneyuruhku untuk membawa Ibra dan lari meninggalkannya.
Menggerakan lidah pun dirinya tak mampu, aku panik dan baru kali itu aku merasakan kengerian seumur hidupku.
Mas gema yang terdiam mematung seakan ingin berontak namun apalah daya, entah energi itu terlalu kuat untuk kami berdua di sana. Yang aku ingat hanya Ibra, anakku yang sedang terlelap. namun anehnya, aku melihat Ibra sedang berjalan dari arah dapur, padahal aku sendiri yang tadi menemaninya bermain mobil-mobilan sampai anakku terpejam kantuk. Aku melihat Ibra tidak seprti biasanya, aku yakin itu bukan Ibra anakku, matanya terpejam, kulitnya pucat badannya tercium bau amis santer.
Kepanikan dan ketakutanku memuncak, sampai aku melihat seorang wanita jawa, persis seperti wanita kerajaan jawa kuno. Wanita itu hanya menggunakan kemben hingga lingkar perut, dadanya terbuka dan putingnya bernanah, hampir seluruh badannya hangus dengan pernak pernik khas jawa pada masanya melekat menghiasi,menari-nari mengitari isi rumah.
Aku kira hantu paling menyeramkan hanya kuntilanak atau pocong, namun waktu itu aku sadar, bahwa hal yang aku lihat terlalu menyeramkan untuk diri dan keluargaku. kembali aku hanya bisa terpejam menahan air mata kengerian yang membasahi seluruh wajahku.
Aku hanya bisa berdoa semampuku dalam hati sambil terisak tangis. Aku juga bukan seorang yang taat beribadah, hanya beberapa hapalan ayat yang aku sendiri ingat namun itulah usaha terakhirku yang sangat kebingungan untuk mencari jalan keluar dari kengerian dalam rumahku.
“Metuuuu…metuuu… ayo do metuuu”
Teriak pak Soetik lelaki tua berumur 60 tahun tetangga yang rumahnya tidak jauh dari rumah ku.
“Gek metuuu, metuo saiki” teriak beliau kembali dari arah pintu masuk rumah kami
Seketika aku menarik mas Gema untuk ku bawa keluar rumah,
“Pakk toloong.. toloonnngg anaku pak”
Kedatangan pak Soetik seketika membuat anakku pingsan tergeletak lemas, pak Soetik pun masuk dan membopong Ibra anakku meninggalkan rumahku.
Di luar sudah ada beberapa lelaki sebut saja salah satunya mas Kelik, yang saat itu membacakan doa-doa untuk membantu pak Soetik menyelamatkan ku dari petaka malam itu. Hingga kami diminta untuk singgah di rumah pak Soetik hingga pagi menjelang.
“Kamarmu sik kui ojo diapak-apake.. pokokmen ojo! ben-ke wae opo anane..(kamarmu yang itu jangan diapa-apakan, dibiarin saja apa adanya)” ucap pak Soetik tanpa melihatku sambi menghisap rokok lintingan dengan kepulan asap tercium bau menyan sekaligus.
“Kita salah apa pak?” tanyaku yang mengerti bahasa jawa namun tidak bisa membalas dengan tata krama yang pantas.
“Mulai sesuk tokke barang-barangmu! koe wis kleru..(mulai besok keluarkan semua barang-barangmu, kalian sudah keliru)” sahut penuh emosi pak Soetik,
Aku hanya bisa menelan ludah dan mengangguk menuruti perintah pak Soetik dengan penuh tanya apa yang membuatku telah melakukan sebuah kesalahan. Lalu terdengar suara dari dalam dapur pak Soetik.
“Kamu tidak tau apa yang sudah kamu lakukan di rumah itu mbak”,
Imbuh Bu gito ibu-ibu umur 55 tahun dengan badan lumayan gempal mengenakan kaos Program Tani Temanggung, keluar dari dalam dapur membawa minuman air putih hangat berisi air garam untuk ku minum.
“Kami tidak membenci keberadaan kalian, tapi… mungkin apa yang kalian lakukan sudah mengganggu keberadaan mereka yang sudah bertahun-tahun lamanya, demi keselamatan kalian, ibu sarankan sebaiknya kalian untuk segera pindah saja”. tambah bu Gito
Suamiku masih tergeletak lemas di kursi panjang milik pak Soetik dan anaku sudah berada di kamar bersama istri pak Soetik.
Tanpa pikir panjang dan menanyakan alasan pasti, aku pun mengiyakan pesan dari kedua orang tua yang rumah mereka sebenarnya juga saling berjauhan. Mereka bukan pasangan suami istri, namun aku akan ceritakan pada kesempatan lain tentang hubungan bu Gito dan pak Soetik.
Selama aku menempati rumah kontrakan itu, aku memang tidak terlalu dekat dengan warga sekitar, melihat kondisi rumah satu dengan rumah lainnya lumayan berjarak terpisah oleh pekarangan kosong.
Mulai dari keesokan harinya, bu Gito sering mendatangi rumah ku untuk membawa garam beserta beberapa bunga macam rupa dalam pincuk (wadah dari daun pisang) untuk diletakkan di dalam kamar kosong rumahku. Bu Gito hanya menyuruhku untuk kembali rajin beribadah, sesekali beliau mengajariku beberapa ayat untuk dihapal dan dibaca selepas maghrib.
Genap 1 bulan setelah kejadian itu, kami mendapatkan kontrakan di daerah Temanggung kota, namun bu Gito masih meminta ku dan mas Gema untuk sering mengunjungi nya beberapa kali.
Suatu saat kami pernah menanyakan pada bu Gito tentang kesalahan apa yang membuat kami merasa ketakutan ketika menempati rumah itu.
“Jangan pernah dilihat, jangan dipindah, dan jangan diketuk”
Hanya itu saja pesan dari bu Gito kepada kami waktu itu.
SEKIAN
BACA JUGA : MATI SURI