Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PETAPA DI GUNUNG HIMALAYA


CeritaRakyat - Sesekali mari kita belajar agar ada pengkayaan wawasan mistik dengan membandingkan bagaimana kehidupan para pertapa di pegunungan Himalaya. Pegunungan tertinggi di dunia yang puncaknya ditutupi oleh es abadi tersebut tepat terletak di sebelah utara India dimana aliran sungai suci Gangga bersumber dari sana. Banyak pertapa memilih menetap dan melakukan berbagai pertapaan berat di berbagai sudut pegunungan.

Dalam upayanya untuk mencapai tujuan hidup rohaniah, beberapa umat Hindu memilih jalan monastisisme (sanyāsa). Kaum monastik ini berkomitmen untuk hidup bersahaja, tidak menikah, menjauhi perkara duniawi, dan memusatkan pikirannya pada Tuhan. Rahib hindu disebut sanyāsī, swāmi atau sadhu. Rahib hindhu perempuan disebut sanyāsini, sadhavi, atau swāmini. Mereka sangat dihormati dalam masyarakat Hindu, karena cara hidup mereka yang menghindari sikap mementingkan diri sendiri dan perkara duniawi menjadi inspirasi bagi para kepala rumah tangga yang memperjuangkan renunsiasi mental.

Beberapa pertapa hidup dalam biara/asrama, yang lainnya mengembara dari satu tempat ke tempat lain, menggantungkan hidup pada anugerah Tuhan belaka. Mendermakan makanan atau keperluan lain kepada para sadhu diyakini umat Hindu sebagai suatu kebajikan besar. Para sādhu harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat dan welas asih, baik oleh orang miskin maupun orang kaya, orang baik ataupun orang jahat. Mereka juga tidak boleh berbeda sikap terhadap pujian, umpatan, kesenangan, dan penderitaan. Seorang sādhu biasanya dapat dikenali dari pakaiannya yang berwarna jingga. Umumnya para rahib Waisnawa menggunduli kepala mereka kecuali di area kecil pada belakang kepala mereka, sedangkan para rahib Saiwa membiarkan rambut dan janggut mereka tumbuh panjang.

Seorang sadhu biasanya dilarang untuk: memiliki harta benda pribadi kecuali sebuah mangkuk, sebuah cawan, dua setel pakaian dan alat-alat bantu kesehatan semisal kacamata; berhubungan, memandangi, memikirkan, bahkan berdekatan dengan wanita; makan demi kesenangan; memiliki atau bahkan menyentuh uang atau barang-barang berharga lainnya dalam bentuk dan cara apa pun;    menjalin hubungan-hubungan yang bersifat pribadi.


Di pegunugan himalaya, terdapat ashrama-ashrama dan kemah sederhana para yogi, sadhu dan orang suci. Masyarakatnya di dominasi oleh kaum petani kecil dengan kehidupan yang sangat sederhana dan umumnya mereka sangat spiritualis. Para wisatawan, pendaki gunung dan peziarah dengan mudah kita temui setiap harinya terutama di sekitar jalur utama berliku dan terjal yang masih bisa di lewati oleh kendaraan umum.

Pegunungan Himalaya yang dipenuhi oleh para Yogi, Sadhu, Rahib, dan orang-orang suci dari berbagai perguruan dan agama ternyata juga dipenuhi oleh banyak penipu spiritual. Para penipu ini berpenampilan tidak ubahnya seperti halnya orang suci, atau yogi dan mengais rezeki dengan cara menerima santunan dari para peziarah dan tidak segan-segan melakukan tipu muslihat tertentu agar mendapatkan keuntungan material. Tentunya jika kita adalah spiritualis sejati, kita akan dapat membedakan para penipu ini dengan para sadhu suci dengan merasakan ‘getaran spiritualnya’.

Kebalikan dari pada penipu tersebut, ada orang suci yang biasa dipanggil “Pagala Baba” atau orang suci sinting. Pagala Baba tidak memiliki tempat tinggal atau ashram. Satu-satunya harta miliknya hanyalah pakaian yang melekat di badannya. Tingkah Pagala Baba tidak ubahnya seperti orang gila. Kadang-kadang dia berlari kesana-kemari sepanjang sungai Gangga, kadang-kadang memanjat pohon dan bernyanyi dan di saat lain mengejar dan mempermainkan orang yang lewat. Namun sejatinya dia bukanlah orang gila, tetapi dia benar-benar luar biasa dalam Yoga Mistik. Tujuan dia bertingkah seperti itu agar orang-orang tidak mengganggunya dengan berbagai permintaan berkat ini dan itu dari para pelancong dan peziarah.

Ada lagi Yogi yang menggimbal rambutnya yang sangat panjang dan menggunakan rambut tersebut sebagai jubah penutup badannya yang disebut “Jatadhari Baba”. Jatadhari Baba biasanya sangat jarang berbicara dan tinggal dalam sebuah pondok yang sangat sederhana. Jika ada orang yang datang mempersembahkan makanan dan meminta berkat darinya, biasanya dia akan mngambil satu helai rambutnya, memberikannya kepada orang bersangkutan dan berkata dengan halus; “pekerjaanmu akan terlaksana”.


Di sebuah gubuk kecil yang serambinya hanya setinggi setengah meter mungkin kita akan menemukan seorang petapa yang hanya mengenakan pakaian dari karung goni, atau dalam bahasa setempat disebut “tat”, sehingga petapa ini sering dipanggil sebagai “Tat Baba”.

Mungkin kita akan bertemu dengan monyet yang menarik-narik baju kita dan menuntun kita ke suatu tempat dengan berbagai bahasa isyaratnya. Monyet tersebut akan menggiring kita ke sebuah pohon dan menunjuk-nunjuk ke arah atas. Jika di atas pohon tersebut terdapat rumah pohon dan menemukan petapa duduk di sana, maka itu adalah “Vrksha Vasi Baba”, yaitu orang suci yang tinggal di atas pohon dalam usahanya melakukan penebusan dosa. Sang peziarah yang melemparkan buah atau makanan ke orang suci tersebut akan membagikan kembali makanan yang diberikan setelah di berkati untuk peziarah, monyet yang menuntun peziarah tersebut dan bagian lainnya barulah dia makan sendiri.
“Ekahari Baba” adalah orang suci yang hanya makan satu kali saja setiap hari dan hanya memakan satu jenis buah-buahan setiap makan. Menurutnya, pikiran kita hanya didesain untuk berpikir satu hal setiap satu satuan waktu, kaki kita hanya bisa berjalan satu arah saja dan demikian juga pencernaan kita akan lebih optimal jika hanya mengkonsumsi satu jenis makanan saja setiap kali makan. Dia mengatakan bahwa mahluk lain selain manusia pada dasarnya hanya memakan satu jenis makanan saja setiap harinya dan mereka tetp sehat dan bugar, hanya manusialah yang mengatasnamakan perkembangan selera mencampur berbagai jenis makanan sekaligus. Hal itu mempengaruhi sistem pencernaan dan mengundang berbagai penyakit. Jadi menurutnya, rahasia hidup sehat dan bahagia adalah dengan makan satu macam makanan saja setiap kalinya, cukup istirahat dan Yoga. Penjelasannya ini memang terbukti dari penampilannya sendiri yang kelihatan bugar dan kekar walaupun umurnya sudah tidak muda lagi.

Kelompok petapa yang selalu sibuk dalam meditasi, tidak mengenakan pakaian sehelaipun dan sering kali melumuri badan mereka dengan abu disebut sebagai “Naga Baba”. Orang-orang sering kali berkunjung ke pertapaan mereka dan meminta berkat berupa vibhuti (abu suci).

Di lain tempat mungkin kita akan menyaksikan para praktisi yoga yang dengan asyiknya tidur di atas papan berisi paku tajam, berdiri dengan satu kaki, masuk ke dalam kobaran api dan berbagai jenis kegiatan yang memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Mereka ini adalah para pengikut “Hatta Yoga”.

Ada lagi seorang suci yang bertingkah ganjil yang biasanya tidak mengenakan pakaian di daerah Gangotri. Beliau adalah Ramananda Avadhuta. Dia memiliki sebuah kotak kayu dalam gubuknya yang sangat sederhana. Di siang hari, biasanya dia duduk di atas kotak kayu tersebut dengan beralaskan selimut yang dilipat dalam empat lipatan. Namun di malam hari dia akan masuk ke dalam kotak dan tidur di dalam kotak tersebut. Dia akan keluar dari kotak pada pagi hari disaat seorang anak datang padanya dan membukakan kotak tersebut. Dia hanya meminum satu gelas susu setiap hari untuk menghidupi badannya. Jika ada orang datang meminta berkat kepadanya maka dia akan selalu menjawab dengan menggerakkan tangannya yang artinya; “Tuhan ada untuk menjaga, Bergantunglah pada-Nya”.

Disamping itu terdapat banyak ashram-ashram yang tidak bisa dijangkau oleh para peziarah biasa karena ashrama-ashrama tersebut diselimuti oleh Yoga Siddha yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang yang memiliki spiritualitas tinggi saja yang mampu mencapi tempat tersebut. Salah seorang Babaji yang dipercaya telah berumur 2000 tahun namun perawakannya masih tetap seperti remaja 20 tahun juga tinggal di ashram yang seperti ini di Himalaya. Beliau adalah seorang Siddha Yoga yang sampai saat ini masih tetap mengajarkan tenaga dalam pada murid-muridnya di seluruh dunia secara batin. Vyasa Deva, Maha Rsi pengkodifiksi Veda juga diyakini masih tinggal di sebuah ashram yang tersembunyi seperti ini.

Disamping para babaji yang sibuk dengan sadhana mereka, di sekitar pegunungan Himalaya juga terdapat banyak kuil-kuil dan tempat-tempat suci yang memiliki sejarah menarik dalam penurunan dan penyebaran ajaran Veda. Ashram-ashram penting tempat berlangsungnya proses belajar mengajar filsafat Veda juga banyak bertebaran disana. Salah satunya adalah Ashram Parmanrthniketan di Rsikesha dan Ashram Swami Shardananda yang memiliki koleksi Catur Veda, Purana dan Upanisad yang sangat lengkap. Para anggota ashram juga terbiasa melakukan debat filsafat (shastrarth) di antara mereka setiap hari sabtu. Mungkin dengan adanya ashram-ashram seperti inilah ajaran Veda masih tetap eksis dan terjaga autentikasinya meskipun India sempat dikuasai penjajah Muslim dari abab ke 11 sampai abad ke 19 dan sangat banyak bangunan-bangunan suci bersejarah dan pustaka-pustaka Veda dihancurkan, serta banyak para sadhu dan sarjana Veda dibunuh, namun ajaran Veda masih tetap eksis.

Penduduk India yang berhasil di konversi menjadi Muslim selama sembilan abad penjajahan tersebut tidak lebih dari 10%. Demikian juga pada masa penjajahan Inggris, yang ditunggangi oleh para kaum misionaris berusaha keras memusnahkan Hindu dan mengajarkan agama Kristen dengan cara yang lebih “elegan” dibandingkan penjajah Muslim sebelumnya. Para Indologis ini berusaha menyebarkan idiologi mereka dengan melakukan berbagai bhakti sosial, penelitian dan penerjemahan kitab-kitab suci Veda dalam bahasa Inggris yang tentunya semua usaha ini diarahkan untuk kepentingan konversi. Namun sampai pada akhir penjajahan, mereka hanya berhasil mengkonversi tidak lebih dari 1% penganut Veda.

Tentunya semua ini tidak lepas dari peran aktif para sadhu dan acharya yang bertebaran di seluruh India dan di pegunungan Himalaya dalam menjaga kelestarian budaya Veda. Meski demikian efek teori palsu dan terjemahan Veda mereka yang keliru bagaikan bom waktu di Negara Barat. Dengan mengikuti pola pikir para Indologis, sebagian besar orang Barat menjadi memandang sebelah mata terhadap peradaban Veda dan menganggap Veda sebagai ajaran tahayul primitif. Untunglah para suami dan acharya agung dari berbagi garis perguruan membangkitkan kembali citra Hindu di dunia Barat. Bahkan saat ini Hindu tumbuh di Barat.

Pada setiap acara Kumbha mela yang berlangsung pada daerah pertemuan tiga sungai suci, Gangga, Yamuna dan Sarasvati (sekarang mengering), semua para Yogi, petapa dan orang suci di pegunungan Himalaya dan seluruh penjuru India datang ke sana. Tidak jarang kita akan disuguhi pemandangan menakjubkan di acara Kumbhamela tersebut. Bukan saja karena terdapat lautan manusia yang luar biasa banyak, tetapi juga oleh adanya fenomena-fenomena ganjil yang ditunjukkan oleh para Babaji. Tidak jarang para Babaji datang dan hilang begitu saja, terbang atau berjalan di atas air serta berbagai fenomena Yoga mistik lainnya. Sesuatu yang benar-benar aneh dan ajaib di dunia kita yang modern.

Jika kita bisa berinteraksi langsung dengan mereka, kita akan berpikir bahwa orang-orang sakti yang sering kali mengaku diri sebagai Tuhan yang kita kenal saat ini ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka yang menempuh kehidupan pertapaan yang berat.


close