Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JURAGAN PESUGIHAN (Part 1)


Hening Malam
JEJAKMISTERI - Malam seringkali memberikan ketenangan dan sebaliknya bencana bagi segenap manusia. Kesunyian malam menjadi pelengkap dalam meraih ketenangan. Namun, kesunyian juga bisa menjerumuskan kedalam kesesatan. Semua tergantung pada apa yang ada dalam hati setiap insan. Terkadang malam menjadi pengobat kegundahan jiwa... Karena dalam sebagian malam itu doa manusia menjadi mustajabah...

Awal bulan Desember 2017 menjadi titik tolak dari cerita gue. Ketika gue harus berjibaku dengan tugas kuliah yang hampir habis masa deadlinenya. Ketika malam demi malam terpaksa dihabiskan di warnet yang menjadi tempat tumpuan untuk ngerjakan tugas kuliah. Sedikit plagiat yang penting tugas tuntas. Meskipun jarak warnet agak jauh dari rumah, di pusat kota salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terkenal dengan nama kota hasil tambaknya, gue tetep semangat karena selain murah dan nyaman dan yang tidak kalah pentingya selalu ditemani shohib gue, Ricky.

Ricky adalah sahabat karib gue di SMA, dan kami berteman sejak awal masuk SMA sampai sekarang! karena kami kuliah di Univesitas yang sama tapi mengambil jurusan yang berbeda. Si do’i orangnya enak banget di ajak temenan, selain baik dia juga pintar dan rajin. Do’i punya watak yang keras, grusah-grusuh dan tidak sabaran. Ricky ini sebenarnya mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki banyak orang, kelebihan itu ialah bisa melihat makhluk ghaib. Orang bilang dia indigo, tapi sebagian orang bilang dia adalah titisan dari si mbahnya/leluhurnya yang konon adalah seorang pendekar. Woooww....!!! diam-diam ndak bisa diremehkan anak ini. Gue punya julukan ke Ricky, yaitu temennya dhemit (makhluk ghaib).
Beda dengan Ricky, meskipun gue sedikit bisa lihat barang-barang yang tak kasat mata atau ghaib, tapi gue sebenarnya orangnya sedikit penakut. Yang jadi aneh, gue punya kemampuan untuk melihat barang-barang ghaib itu sejak lahir tanpa harus belajar. Memang anugrah Tuhan yang tak ternilai harganya, tapi juga terkadang bikin merinding tak terkira.

Di dalam warnet....

Malam itu, warnet cukup ramai dijejali oleh hampir seluruhnya anak muda. Ada yang main game online, browsing artikel, ngerjain tugas, cari-cari artikel dan bahkan ada yang buka bokep (tentunya pake VPN kan) meskipun harus diam-diam dan sedikit ditutupi. Sudah tidak memperdulikan lagi UU ITE yang membuat sebagian Publik Figure meradang. Terdengar sanyup-sanyup lagu dari speaker kecil yang di taruh dipojok atas ruangan, membuat suasana semakin gayeng dan nyaman.

“Mas, sumuk kipase akakno? (mas, panas nyalakan kipasnya?)” Pinta cewek yang duduk deket penjaga warnet. Si penjaga langsung sigap menyalakan kipas angin yang ada di ruangan. Tidak ada AC, maklum warnet dengan tarif ekonomi. Dua kipas angin di atas plafond ruangan mulai berputar-putar memberikan sedikit hembusan angin mengusir panas yang ada di ruang.

“Mas, engko tutupe sampe jam piro?” (Mas, nanti tutupnya sampai jam berapa?) tanya Fandi kepada penjaga warnet. “santai mas, isik suwi jam 12” (santai mas, masih lama jam 12) jawab penjaga warnet. Waktu itu masih menunjukkan pukul 7.30 malam. Seiring bertambahnya malam, satu demi satu pelanggan warnet mulai meninggalkan tempat. Kami harus ngebut cari artikel buat tugas kuliah.... duhhh capek banget rasanya. Tak terasa sudah jam 12.00 WIB, dan tinggal kami berdua yang ada di warnet tersebut.

“Mas, udah jam 12 waktunya tutup” tegur Penjaga Warnet.
“Bentar mas, tinggal dikit” jawab gue sambil memelas.
“Yo wes mas, tak tinggal golek kopi disik nang warkop ngarep yo. Titip warnet diluk” (ya sudah mas, saya tinggal cari kopi di warung kopi depan. Titip warnet sebentar) ucap Penjaga Warnet.
“Inggih mas” jawab kami berdua.

Penjaga Warnet dengan tubuh kecilnya berjalan gontai menahan kantuk keluar dari warnet dan membiarkan kami berdua yang lagi asyik cari artikel. Suasana dalam warnet mulai mencekam, hanya kami berdua tidak ada manusia lain. Hembusan angin dari kipas meliuk-liuk menyelimuti seisi ruangan. Sepi, hening tidak ada suara bahkan dua speaker yang tadi menemani telah senyap. Merinding!, bulu kudukku mulai meresahkan hati. Seakan-akan ada yang mengawasi kami berdua, tapi apa gue tidak tahu. “Rick, howone koq bedho ngene. Onok opo iki?” (Rick, suasananya koq beda. Ada apa ini?) tanya gue. “Opo... gak onok opo-opo” (apa, ndak ada apa-apa) timpal Ricky.

Krrriiiieek... krriieeek...
Bllakkk... Blakkk...

Terdengar samar-samar suara daun pintu kamar mandi diujung ruangan. Kamar mandi kecil yang sangat kecil terselip dipojok ruangan. Maklum engsel pintu jarang di beri pelumas dan harus ektra keras menopang daun pintu kayu. Lampu di dalam kamar mandi mati, tapi ada bau aneh menyeruak.

“Rick, wonge metu. ambune amis iki” (Rick, orangnya keluar. Baunya amis) bilang gue sambil sedikit ketakutan.
“Opo ae ki, iko ta sing ngintip teko jeding. Barnoh nek ganggu bacok ae” (apa ki, yang ngintip dari kamar mandi. Biarkan kalau ganggu kita tebas aja) jawab Ricky sambil menunjuk ke arah kamar mandi.
Di dalam kamar mandi samar-samar terlihat sosok hitam besar dengan mata merah melotot dan gigi runcing bersimbah darah menatap dalam ke arah kami berdua seolah kami mangsa buruannya. Gue pun berusaha menutup mata rapat-rapat sambil menyandarkan kepalanya ke punggung Ricky dengan sedikit ketakutan. Tak biasanya makhluk seperti itu menghuni kamar mandi. Mata merah terbelalak terus menerus menatap ke arah gue, semakin di lihat semakin serem. “luuhh..... serem banget” gerutu gue sambil masih menutupi matanya.

Ricky tidak menghiraukan bisikan gue, kelihatannya merasa risih dengan kelakuan gue yang terus-menerus menempelkan mata gue ke punggung Ricky. “Cooook... agak geser Rick, risih looh” gerutu Ricky. Gue masih bertahan menutupi mata dan sembunyi dibalik punggu Ricky. Hingga.......

Krrreeeeekkkkk..... suara pintu terbuka.

“Sudah rampung mas” sura lirih muncul. Spontan gue terperanjat dan terjatuh dari kursinya. Penjaga warnet muncul dari pintu masuk tanpa memberi aba-aba dulu. Tentu saja kami berdua kaget, bahkan untuk gue bisa dibilang shock. Hingga gue tidak bisa mengendalikan posisi duduk yang nyaman. Takut, kaget, jengkel dan gregetan campur jadi satu.

Brrraakkkk....

“Loh... kenapa mas?” kata Penjaga Warnet sambil berlari kecil menghampiri Ricky dan gue.
“Ndak papa mas, tadi sampeyan ta mas? Gue cuman kaget aja, tak pikir......???” kata gue sambil meringis menahan sakit.
“Ngunu ae wedi Bro...” (Begitu aja takut) sahut Ricky sambil memapah gue bangun.

“Iya mas... Saya. Udah jam setengah dua, waktunya tutup. Besok dilanjut lagi. Kami Buka jam 7 pagi. Sorry ya” jelas penjaga warnet berbadan kurus itu. Kami bergegas mengambil FD dari tas kecil. Gue langsung tancapkan Flasdik ke CPU dan mencopy semua artikel dan kerjaan kami hingga tidak ada satupun yang tertinggal. Kerjaan kami malam ini cukup penting untuk tugas kuliah dan masa depan kami. Setelah selesai beres-beres, gue menghampiri penjaga warnet dan membayar jasa sewa warnet malam itu. Gue sedikit lega karena banyak bahan yang telah kami kumpulkan. Kemudian kami langsung keluar dari warnet meninggalkan penjaga warnet ditemani makhluk penjaga kamar mandi. Semoga demit kamar mandi tidak menghantui sang empunya warnet ini.

Malam itu sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari, Ricky yang memakai motor jadul andalan membonceng gue. Malam semakin dingin, sunyi dan hening disetiap sudut tempat. Kami berdua sangat lelah seharian mencari bahan untuk tugas dari kampus di warnet, ingin rasa hati beristirahat sejenak. Gue berpikir untuk mencari warung kopi. Tapi malam itu gue berpikir mana ada warung kopi jam segini masih buka kalau tidak ke pasar.

“Rick, ayo ngopi dulu ke pasar” ajak gue.
“OK, siip” timpal Ricky.

Akhirnya kami pergi menuju kesalah satu pasar yang berada satu jalur dengan arah kami pulang. Lumayan jauh dari warnet tadi. Ricky memacu motor menerobos dinginnya angin yang menusuk tulang dan gelapnya malam, sambil membonceng gue di jok belakang. gue berpegangan erat menahan dingin dan sedikit takut dengan kejadian di warnet tadi. Dari sini gue melihat pasar yang sudah ramai dengan penjual mulai menata dagangannya dihiasi dengan gemerlap lampu hemat energi 13 watt. Yaitu pasar di kecamatan ****, pasar tradisional dengan sedikit kumuh dan becek pemandangan jalanannya, memang terlihat indah dari kejauhan. Biasanya orang-orang menyebut dengan pasar krempyeng.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close