Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUMUR SITU AWISAN


JEJAKMISTERI - Sore itu langit terlihat sudah mulai gelap, tak seperti biasanya. 
Toni, Heru dan Eko sedang berada di rumah Toni, mereka sedang berdiskusi tentang masalah pekerjaan yang dihadapinya.

"Ton, Ru, gw kebelakang dulu ya, mau ambil motor gue," ucap eko sambil berjalan mengambil motornya yang diparkir dibelakang rumah toni.

"Ton, sepertinya aku harus melepas usahaku yang baru saja dibuka, tidak ada harapan untuk berkembang dimasa pandemi seperti ini" keluh Heru.

"Jangan, kita harus semangat dan berusaha dulu, jangan menyerah," saut Toni.

"Daripada aku rugi terus menerus, lebih baik aku hentikan"

"Kita harus berusaha terlebih dahulu, jangan patah semangat, aku kenal dengan orang tua yang doanya mustajab, jika berkenan akan aku antar kamu kesana!" kata Toni.

Heru terdiam beberapa saat, dalam hatinya bergejolak seolah tertarik untuk bertemu orang itu.

"Baiklah Ton, besok sore kita berangkat kesana."

Eko tiba membawa motornya, kemudian pamit untuk pulang, begitupun dengan Heru segera pamit pulang.

Keesokan harinya, Heru mengajak Eko untuk pergi kerumah Toni. Eko menyetujuinya lalu pergi bersama Heru.

Pukul 15.30 Heru dan Eko sampai di rumah Toni. 
"Ayo kita pergi sekarang Ton!" Ajak Heru.

"Tunggu dulu, saya mau mengajak anaknya beliau, dia tinggal di dekat sini namanya Pak Joko."

Toni langsung pergi mejemput Pak Joko menggunakan motor. Sekitar 15 menit akhirnya mereka berdua datang.

"Perkenalkan, ini namanya Pak Joko," kata Toni

Mereka saling berkenalan satu sama lain. Setelah berkenalan mereka langsung berangkat menuju ke tempat abah.

Perjalanan memakan waktu sekitar tiga jam. Tak terasa tiga jam berlalu akhirnya kami sampai dibsebuah desa yang cukup padat penduduknya.

"Parkirnya di sini saja, gak apa-apa saya yang tanggung jawab, ayo kita menuju kerumah abah!" Ajak Pak Joko.

Sesampainya di rumah abah, kebetulan beliau sedang ada tamu dari Tanggerang. 

"Assalamualaikum..." Ucap kami semua.

"Waalaikumussalam... Sini duduk nak, mak buatkan kopi atau teh buat mereka," kata Abah.

Sebut saja namanya Abah Anom, beliau biasa dipanggil oleh masyarakat sekitar seperti itu. Usianya sudah 100 tahun lebih, pendengarannya sudah berkurang, tapi matanya masih awas. 

"Silahkan duduk dan beristirahat dulu, kebetulan sekali baru saja Abah bilang mau makan tape, eh kalian bawakan abah tape, Alhamdulillah," kata Abah.

Abah melanjutkan mengobrol dengan tamu yang dari Tanggerang, mereka sepertinya memiliki masalah keuangan, dari pembicaraan yang kami dengar, mereka meminta doa kepada Abah supaya jualannya laku.

"Nak, kebetulan sekali kalian datang  sekarang, silahkan kalian mandi di Sumur Awisan, sebab besok airnya akan menyurut. Jangan buang air (kencing) sembarangan di sekitar lokasi sumur, dahulu pernah ada yang melanggar pantangan, dia sengaja kencing di lokasi sumur, padahal sudah diberitahu untuk tidak buang air kecil ataupun besar di sekitar lokasi. Keesekon harinya kemaluannya membesar sulit buang air, sudah berobat kemana-mana akhirnya meninggal dunia." Kata Abah sambil bercerita.

Kami berempat pun menuju ke lokasi Sumur Awisan, perjalanan menuju kesana sekitar 15 menit, selama perjalanan Pak Joko bercerita bahwa dahulunya lokasi Sumur Awisan adalah sebuah situ atau danau buatan yang luas dan di kelilingi oleh hutan. Sekarang semuanya berubah, lokasi sekitarnya sudah menjadi area persawahan. Lokasi sumur awisan ada di bawah pohon besar, kata penduduk sekitar airnya tak pernah habis tetapi jika musim hujan airnya surut tapi saat musim kemarau airnya melimpah. Pak Joko menjelaskan bahwa penunggu tempat tersebut adalah seekor buaya putih. Banyak masyarakat sekitar yang melihat penampakan sosok buaya putih tersebut.

Setelah sampai di jalan menuju sumur, lalu pakirkan kendaraan, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki. Langkah demi langkah kita lewati, kanan dan kiri terhampar persawahan yang membentang luas, di kanan dan kiri jalan tertutupi oleh rumput liar yang cukup tinggi, angin malam yang dingin terasa seperti menusuk tembus ke pakaian yang kami kenakan. Setelah sepuluh menit akhirnya kami sampai di sebuah lokasi, sekelilingnya dipagar bambu, terlihat sebuah pohon besar yang sekeliling batangnya ditutupi oleh kain putih yang melingkar, di sebelah pohon itu terdapat sebuah mushola kecil, di bawah pohon itu terdapat sumber mata air. Biasa digunakan oleh masyarakat untuk meng-airi sawahnya, menurut kabar yang beredar airnya tidak pernah kering.

Setelah Pak Joko membaca rapalan doa, Toni, Heru dan Eko mulai bersiap untuk mandi, bergantian. Toni mandi pertama, kemudian disusul oleh Eko dan terakhir Heru, sedangkan Pak Joko hanya duduk sambil menghisap sebatang rokok.
Saat Heru tiba di area tempat untuk mandi, seketika kepalanya berat, tapi tetap dilanjutkan. Lalu mengambil gayung dan ambil air. Tiba-tiba airnya menjadi wangi air bunga, diguyurkan air itu ke kepala Heru. Heru kaget karna saat akan mengambil air lagi muncul sebuah mulut buaya yang sangat besar mungkin usianya ratusan bahkan ribuan tahun, lalu berubah menjadi sesosok wanita cantik bak putri kerajaan.

Wanita itu meletakan tangannya di dada lalu membungkuk menghormati Heru.

"Maafkan aku yang lancang, tidak tau bahwa anda akan datang ketempat kami yang kecil ini l"

Heru kaget, terdiam sesaat lalu melanjutkan mandinya. Setelah mandi Heru bergegas mengenakan pakaian lalu ambil wudhu untuk melakukan solat isya. Setelah wudhu selesai segera Heru menuju ke mushola yang ada di samping kiri pohon besar itu, lalu melaksanakan solat dan membaca doa.

"Ko, sini lu solat dulu," teriak Heru memanggil Eko.

"Gue udah solat tadi di masjid," jawabnya.

"Cepat wudhu lalu solat sunah," Heru kembali teriak.

"Udah juga tadi habis solat isya di masjid," saut Eko kembali.

"Woy geblek, cepetan lu ambil wudhu lalu solat lagi," teriak Heru.

(Bodoh ni orang, dikasih kode gak ngerti-ngerti, udah tau disuruh doa minta ke Allah, gw timpuk juga nih lama-lama) batin Heru.

"Iya yaudah, gw ambil wudhu dulu," jawab Eko sambil berlalu mengambil wudhu.

Setelah berwudhu, lalu Eko menuju ke mushola dan berkata ke Heru, "Her, tadi waktu gw wudhu, airnya bau kembang, tadi gue mandi gak berbau apa-apa, apalagi bau kembang," kata Eko kebingungan.

Heru hanya tersenyum, lalu melanjutkan berdoa.

Seketika sayup-sayup angin menyatu, sampai membuat suara sosok wanita yang anggun dan lembut.

"Aku sangat merasa terhormat sekali dikunjungi oleh pangeran, manusia zaman sekarang sudah tak berakal. Mereka datang ke tempatku berharap kekayaan, jabatan, dan lain sebagainya. Mereka memohon dan meminta kepada bangsa kami, sedangkan kami sendiri berdoa kepada Allah. Kebanyakan dari mereka doanya diqobul jin jahat yang ada di sekitar sini karna mereka datang membawa sesajen dan sebagainya. Tolong sampaikan pesanku kepada mereka, jangan duakan Tuhan. Aku izin pamit." Suara misterius itu lenyap.

Heru selesai berdoa, lalu bersiap meninggalkan tempat itu.

"Ko, lu udah kan doanya, ayo kita pulang, dah malem, banyak nyamuk juga," ajak Heru.

"Udah, yo balik," jawab Eko.

Kami berempatpun akhirnya pamit pulang kepada penghuni yang menjaga sumur, lalu berjalan meninggalkan sumur awisan.

Saat di perjalanan pulang, Heru bertanya pada Pak Joko.

"Pak, apa benar buaya putih penunggu sumur itu adalah sesosok perempuan, bergaun putih, rambutnya panjang menjuntai, terlihat sangat cantik seperti pengantin yang dirias di acara pernikahan?" Tanya Heru penasaran. 

"Iya betul, memang seperti itu kurang lebih sosoknya," jawab Pak Joko sambil berjalan santai.

Mereka berempat pun sampai di area parkiran dan pulang kerumah abah untuk berpamitan. Kemudian pulang kerumah masing-masing. Saat perjalanan pulang, Heru menyetir mobil tanpa sadar, seperti orang yang tertidur, tapi tanpa kecelakaan. Jalan menuju kerumah Pak Joko dan Toni terlewat 10 km. Heru, Toni, Eko dan Pak Joko pun terheran-heran bagaimana mungkin kami terlewat jalan yang biasa kami lalui sampai sejauh 10 km. Wallahu A'lam...

Alhamdulillah Heru,Toni, Eko dan Pak Joko masih dilindungi oleh Allah dan masih hidup sampai saat ini, karna sebelum berangkat mereka sudah berdoa.

Note:
Makhluk para penunggu situs sejarah atau sebuah petilasan saja menganjurkan berdoa kepada Allah, lalu kenapa kita manusia yang derajatnya lebih sempurna malah meminta kepada, jin, setan, iblis, batu, pohon dan benda mati.


close