TUMBAL PEMBANGUNAN WADUK KEDHUNG JATI (Part 16 END)
JEJAKMISTERI - Duduk mengelesot di lantai Rumah Sakit, Prabowo tak henti hentinya mengutuk dirinya sendiri. Apa yang selama ini telah ia lakukan, apa yang menimpa Rokhayah, dan vonis yang beberapa saat lalu diucapkan oleh dokter, semua itu membuat rasa bersalah yang ia rasakan semakin membesar.
"Kondisi istri anda sangat kritis, tapi kami akan berusaha semampu kami untuk menyelamatkan istri anda. Tolong bantu dengan doa, agar operasi berjalan lancar dan istri anda bisa diselamatkan," ucapan dokter laki laki itu masih terngiang jelas di telinga Prabowo.
"Bagaimana dengan calon anak saya dok?" Prabowo bertanya dengan penuh kecemasan, karena ia mendengar dengan sangat jelas dokter itu berkata 'dan istri anda terselamatkan', tanpa menyinggung sang calon bayi dalam kandungan Rokhayah.
"Nanti setelah operasi selesai akan saya jelaskan Pak. Sekarang kita berpacu dengan waktu. Operasi akan segera saya mulai, jadi mohon maaf, saya permisi dulu," tanpa memberi kesempatan kepada Prabowo untuk bertanya lagi, dokter itu segera berlalu dari hadapan Prabowo dan masuk ke ruang operasi.
Waktu berjalan seolah begitu lambat. Detik detik berlalu seolah berpacu dengan detak jantung Prabowo yang semakin cepat. Laki laki itu seolah linglung. Sebentar duduk, sebentar berdiri, sekejap kemudian mondar mandir di depan ruang operasi, lalu kembali duduk mengelesot di lantai sambil mulutnya tak henti henti bergumam tak jelas. Wajahnya terlihat kuyu, dengan rambut dan pakaian yang acak acakan.
Usaha Pak Sudiro untuk mencoba menenangkan sang menantu itu sama sekali tak digubris oleh Prabowo. Bahkan sempat tadi ia membentak sang mertua itu dengan kata kata yang tak semestinya ia ucapkan kepada ayah dari istrinya itu.
Kacau! Demikian yang dirasakan oleh Prabowo. Dan kekacauan yang ia rasakan semakin bertambah tambah, manakala bisikan bisikan aneh itu sayup sayup terus menghantui indera pendengarannya.
"Akan kuambil anakmu...!!! Akan kuambil anakmu, sebagai ganti dari anakku yang telah kau bunuh itu, hihihihi....!!!"
Entah darimana suara itu berasal. Namun kemanapun Prabowo pergi, bahkan saat tadi ke toilet rumah sakit, suara itu seolah terus mengikutinya. Anehnya, hanya dia seorang yang bisa mendengarnya. Sangat jelas, meski hanya berupa bisikan yang terdengar lirih.
"Tak lelo lelo lelo ledhuuuunnngg...!!! sesekali suara itu juga terdengar bersenandung, menembangkan lagu yang biasa digunakan untuk meninabobokan anak kecil.
"Djanc*k!" Tanpa sadar Prabowo mengumpat kasar. Beruntung, suasana di depan ruang operasi itu cenderung sepi. Hanya ada Pak Sudiro dan beberapa keluarga pasien yang lain, yang duduk agak jauh dari tempat Prabowo.
"Sudahlah Wo, tenangkan dirimu! Lebih baik kamu berdoa untuk keselamatan Rokhayah, daripada marah marah ndak jelas begitu," lagi lagi ucapan Pak Sudiro itu hanya dianggap angin lalu oleh Prabowo. Laki laki itu terus mengumpat dan memaki, tak jelas ditujukan kepada siapa.
"Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu, tak peduli kalian setan belang atau iblis sekalipun, akan kubalas perbuatan kalian ini!"
"Duh Gustiiii...!!! Kuatkan hati menantu hamba! Jangan sampai dia gila karena tak kuat menghadapi cobaan ini," Pak Sudiro hanya bisa mengelus dada dan bergumam lirih melihat tingkah sang menantu itu.
Prabowo terus saja bertingkah aneh, memaki maki dan menutupi telinganya dengan kedua telapak tangan. Tak ada yang menyadari bahwa bisikan bisikan aneh itu semakin gencar menyiksa Prabowo. Semua orang yang melihat tingkah laki laki itu hanya mengira bahwa Prabowo sangat terpukul atas musibah yang menimpa sang istri.
Hingga beberapa saat kemudian, bisikan bisikan itu tiba tiba lenyap, seiring dengan keluarnya dokter yang tadi berbicara dengan Prabowo itu keluar dari ruang operasi. Sontak Prabowo melompat bangkit dan segera menghampiri dokter itu.
"Bagaimana kondisi istri saya dok?" Tanpa basa basi Prabowo langsung mencecar dokter itu dengan pertanyaan.
"Alhamdulillah, operasi berjalan lancar Pak, dan istri anda selamat, meski kondisinya belum begitu stabil," sambil tersenyum dokter itu menjawab.
"Anak saya dok?"
"Mari, ikut ke ruangan saya, nanti akan saya jelaskan."
Prabowo lalu mengikuti langkah sang dokter masuk ke sebuah ruangan yang menjadi tempat dokter itu bertugas, diikuti oleh Pak Sudiro.
"Jadi begini Pak," ujar dokter itu begitu mereka telah duduk di tempat yang telah disediakan. "Kami sudah berusaha semampu kami, tapi Tuhan juga yang menetukan hasilnya. Dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa anak dalam kandungan istri anda, sebenarnya telah tiada sebelum operasi tadi kami lakukan. Benturan yang begitu keras pada perut istri anda, membuat air ketuban pecah dan ....!!!
"Tidaaakkkķk...!!!" Prabowo menjerit histeris, lalu melompat dari duduknya dan berlari keluar.
"Cah edan! Maaf dok atas kelakuan menantu saya! Permisi sebentar!" Pak Sudiro bergegas mengejar Prabowo yang terus berlari keluar dari bangunan rumah sakit itu.
"Baj*ng*n! As*! baik! Dhemit elek! Akan kubunuh kalian semua!" TeriakanPrabowo menggema, disusul dengan deru sepeda motornya yang ia geber keluar dari tempat parkir dan melesat ke arah timur.
"Astagfirullah Prabowoooo...!!! Tungguuuu...!!!" Sia sia Pak Sudiro berteriak mencoba menahan sang menantu. Sepeda motor yang dikendarai oleh menantunya itu telah raib menghilang di tikungan jalan.
"Duh Gustiiii...!!! Gek lelakon opo iki?!" Lesu, Pak Sudiro akhirnya kembali masuk kedalam area rumah sakit itu.
****
"Baj*ng*an! Iblis laknat terkutuk! Ayo keluar kalian! Aku tau kalian mendengarku! Ayo KELUAAARRR...!!! Hadapi aku. Jangan jadi pengecut! Aku, Prabowo, menantang kalian semua!" Bagai orang kesurupan Prabowo berteriak teriak lantang di bawah bendungan setengah jadi di malam yang gelap itu. Mendung hitam pekat menyelimuti angkasa, menutupi bintang bintang dan rembulan yang seharusnya menerangi area itu. Mandor Saman dan beberapa pekerja yang menyadari tingkah aneh sang majikan segera berhamburan mendekat dan mencoba menenangkannya.
"Boss! Sadar Boss! Istighfar! Tak baik berteriak teriak menantang sesuatu yang yang tak nampak seperti itu!" Mandor Saman mencoba membujuk, namun dengan kasar Prabowo justru mendorongnya hingga jatuh terjengkang kedalam genangan air sungai.
"Jangan ikut campur! Ini urusanku dengan mereka!" Sentak Prabowo kasar.
"Boss! Ingat Boss! Sadar! Segala sesuatu...."
"Diaaaammmm...!!! Pergi dari hadapanku dan jangan ikut campur!"
Mandor Saman mundur dan ikut berkumpul dengan para pekerja yang berdiri tak jauh dari tempat Prabowo.
"Ada apa sih Pak Mandor?" Tanya salah seorang pekerja.
"Entahlah! Mungkin terjadi sesuatu dengan Bu Boss di rumah sakit sana! Tadi datang datang langsung berteriak teriak kayak orang kesurupan begitu!" Jawab Mandor Saman.
"Wah, bisa gawat ini kalau dibiarkan Pak," salah seorang pekerja yang asli warga desa situ ikut nyeletuk. "Ini tempat angker lho, lha kok teriak teriak menantang begitu. Kalau penghuni tempat ini marah gimana coba?"
"Kita amati saja dulu dari sini. Nanti kalau memang keadaan menjadi tak terkendali, kita ringkus saja rame rame lalu kita bawa ke bedeng."
"Hahaha...!!!" Tiba tiba Prabowo tertawa keras sambil menunjuk nunjuk ke depan, membuat Mandor Saman dan para pekerja yang memperhatikannya heran dan saling pandang.
"Bagus! Akhirnya kalian keluar juga! Ayo, sini kembalikan anakku! Atau akan kuhabisi kalian semua!" Kembali Prabowo berkata lantang sambil berkecak pinggang.
"Wah, beneran parah ini! Itu Pak Boss ngomong sama siapa coba? Masa teriak teriak sendiri sambil nunjuk nunjuk gitu. Jangan jangan Pak Boss beneran stress ini." Ujar salah seorang pekerja.
"Oh, jadi kalian tak mau mengembalikan anakku? Baik! Kalau begitu jangan salahkan aku kalau aku sampai bertindak kasar!" Prabowo melompat ke depan, lalu bergerak kian kemari, menendang dan memukul ke segala arah seperti orang sedang berkelahi.
"Wah, bener bener sudah stress itu Pak Boss! Masa berantem sama angin gitu." Pekerja yang lain ikut berkomentar. Mereka tidak tau bahwa saat itu Prabowo sedang mengamuk menghadapi puluhan makhluk makhluk siluman yang hanya bisa dilihat oleh Prabowo seorang.
"Hiaaattt...!!! Whuusss....! Kecipaaakkk...!!! Gejebuuuurrr...!!!"
Prabowo masih terus saja melompat dan menendang dan memukul kesegala arah. Sesekali ia terjatuh dan tercebur kedalam aliran sungai yang tak begitu dalam itu. Bangkit lagi! Menyerang lagi! Terjatuh dan tercebur lagi! Begitu seterusnya, hingga pada akhirnya laki laki itu jatuh terkapar karena kelelahan.
"Arrrgghhhh...!!! Haahhh...!!! Haahhh...! Hahhh...!!! Ba...iklah! A...ku mengaku ka...lah! Tapi kumohon, kembalikan anakku! Apapun akan kulakukan, asal kalian mau mengembalikan anakku!" Prabowo meratap disela sela deru nafasnya yang memburu. Laki laki itu menggeliat bangun lalu duduk bersimpuh seperti orang yang sedang memohon.
Hening sejenak, hingga desau angin sepoi sepoi yang menerpa dedaunan jelas terdengar.
"Ya! apapun itu! Asal anakku bisa kembali," ujar Prabowo lirih.
Hening lagi sejenak.
"Apaaaa...?!" Prabowo menyentak bagai orang yang terkejut akan sesuatu.
Lagi lagi hening sejenak.
"Baiklah," kembali Prabowo berujar lirih. "Akan kuturuti permintaanmu! Asalkan anakku bisa kembali."
Kembali hening sejenak.
"Ya!" Prabowo bangkit berdiri. "Aku bersumpah! Aku bersedia menjadi budak kalian untuk selamanya, asal anakku bisa kembali!"
"Jlegaaaaarrrr...!!!" Tiba tiba petir menyambar keras, membuat para pekerja yang masih berkerumun itu terlonjak kaget.
"Apa yang...." belum hilang rasa keterkejutan mereka, angin tiba tiba bertiup sangat kencang, disusul oleh hujan yang tiba tiba turun dengan sangat derasnya.
"Gawat! Ini sudah tidak bisa dibiarkan!" Seru Mandor Saman yang melihat Prabowo melangkah pelan menuju ke seberang sungai. "Ayo, kita ringkus saja dan kita paksa kembali ke bedeng, daripada nanti kenapa kenapa!"
Sigap para pekerja itu lalu berhamburan ke tengah sungai. Namun angin kencang yang bertiup itu seolah menghalangi langkah mereka. Sekuat apapun mereka berusaha untuk berlari kedepan, baru beberapa tindak mereka sudah terdorong lagi kebelakang. Bahkan beberapa pekerja sampai terlempar dan terjengkang.
"Edan! Ini sudah diluar nalar! Ini pasti ulah dhemit penghuni tempat ini!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Kita cari bantuan ke desa saja!"
"Malam malam begini? Mana hujan lebat lagi!"
"Apa boleh buat! Daripada hal buruk nanti menimpa Pak Boss!"
"Tidaaakkkk...!!!" Tiba tiba dari arah seberang sungai terdengar teriakan Prabowo. "Gayatri! Apa yang kau lakukan?!"
Hening sesaat.
"Tidak! Jangan ikut campur!"
Lagi lagi hening sesaat.
"Tapi...!"
Kembali suasana hening sejenak.
"Itu bukan salahku...!"
Kembali hening.
"Ini semua demi anakku...!!!"
Kali ini suasana hening agak lama, lalu...
"Tidak! Jangaaannn....!!! Arrggghhh....!!! Tolooooooonnngģgg....!!!"
Mandor Saman dan para pekerja yang lain terkesiap, saat samar samar dibalik derasnya hujan mereka melihat tubuh Prabowo terombang ambing kesana kemari, seolah ditarik ke arah yang berlawanan oleh dua kekuatan tak terlihat yang memperebutkan raganya.
"Arrgghhh...!!! Sialan! Kenapa bisa jadi begini sih?!" Mandor Saman hanya bisa menggerutu saat usahanya untuk menyelamatkan sang Boss kembali digagalkan oleh tiupan angin kencang yang menghempaskan tubuhnya hingga terjengkang kebelakang.
"Aaaaaaaaaaaaa....!!!" Para pekerja itu hanya bisa menyaksikan dari kejauhan saat diseberang sungai sana tubuh Prabowo terangkat ke atas sambil terus terombang ambing kesana kemari, lalu sebuah sentakan keras melemparkan tubuh lakinlaki malang itu ke tengah kedhung (kedhung = lubuk, bagian sungai yang dalam.)
"Hellrrrppp...!!! Hellrrrppp...!!! To...looooonnggg...!!!" Prabowo masih sempat berteriak untuk terakhir kalinya, dengan tubuh timbul tenggelam ditengah tengah kedhung yang dalam itu, sebelum akhirnya suara bergemuruh terdengar dari arah hulu. Gemuruh air bah yang tiba tiba datang menerjang, menjebol pasangan batu kali dari bendungan setengah jadi itu, lalu terus melaju hingga menggenangi kedhung tempat Prabowo sedang bertaruh nyawa, dan...
Semuanya lenyap! Air bah itu menghanyutkan apa saja yang diterjangnya, termasuk tubuh Prabowo yang malang itu. Mandor Saman dan para pekerja yang lainpun kocar kacir menyelamatkan diri, tanpa sempat lagi untuk menyelamatkan sang Boss.
***
Keesokan harinya, barulah pencarian dilakukan. Mandor Saman membuat laporan ke kecamatan, yang kemudian diteruskan ke kabupaten. Tim SAR-pun dikerahkan untuk melakukan pencarian. Warga dan para pekerja juga tak mau ketinggalan. Mereka bahu membahu menyusuri sungai itu hingga jauh ke hilir.
Namun sampai beberapa hari, pencarian itu tak juga membuahkan hasil. Rokhayah yang mendengar nasib malang yang menimpa sang suami merasa sangat terpukul. Jiwanya terguncang. Setelah kemarin kehilangan bayinya, kini ia harus mendapati kenyataan bahwa sang suamipun kini hilang entah kemana.
Pak Sudiro yang merasa tak tega melihat kondisi sang anak, lalu berinisiatif untuk melakukan pencarian dengan caranya sendiri. Dengan bantuan salah seorang warga yang ikut kerja di proyek, akhirnya ia dipertemukan dengan salah seorang guru yang katanya memiliki sedikit kemampuan dalam hal hal gaib dan supranatural. Dan dengan bantuan si guru itulah akhirnya keberadaan Prabowo mulai menunjukkan titik terang.
"Tunggu sampai tiga hari!" Ujar guru perempuan itu setelah meninjau lokasi proyek. "Setelah tiga hari nanti, tolong rumpun pohon pisang diseberang kali itu dibabat sampai benar benar bersih. Mudah mudahan nanti akan ada titik terang. Tapi sebelumnya tolong minta ijin dulu sama si pemilik sawah, karena rumpun pisang itu tumbuhnya di sawah milik orang yang tinggal di desa seberang itu."
Cukup aneh kedengarannya saran dari guru perempuan itu. Namun, segala cara sepertinya memang harus dicoba. Tiga hari setelahnya, Pak Sudiro menemui si pemilik sawah yang ada rumpun pohon pisangnya itu. Agak sulit awalnya membujuk si pemilik sawah agar merelakan tanaman pisangnya itu ditebang sampai habis. Namun setelah Pak Sudiro berjanji akan menggantinya dengan sejumlah uang, barulah nenek nenek pemilik sawah itu mengijinkan tanaman pisangnya untuk dibabat sampai habis.
Dibantu oleh beberapa pekerja proyek, akhirnya rumpun pohon pisang itupun dibabat. Dan hasilnya sungguh diluar dugaan. Pak Prabowo ditemukan tengah duduk memeluk lutut dengan tubuh menggigil tanpa busana ditengah tengah rumpun pohon pisang itu, dikerubuti oleh puluhan atau bahkan mungkin ratusan ekor ular dari berbagai jenis. Tatapan matanya kosong. Bahkan nampak tak peduli sama sekali dengan orang orang yang sedang mengerumuninya. Dari bibirnya yang mengeriput karena kedinginan itu terus terucap nama Gayatri. Hanya Gayatri! Tak ada kata kata lain. Bahkan saat beberapa pekerja menanyainya pun, laki laki itu sama sekali tak merespon.
"Gayatri...! Gayatri...! Gayatri...! Hihihihi...!!!" Begitu terus Prabowo menggumam sambil sesekali tertawa tawa lirih.
Para pekerjapun segera membawa Prabowo ke bedeng, setelah terlebih dahulu membersihkan tubuhnya di sungai dan memberinya pakaian bekas layak pakai milik salah satu pekerja disitu.
Pak Sudiro yang sadar akan keadaan sang menantu yang sangat tidak wajar itu, tanpa membuang buang waktu segera membawanya pulang ke kota, berikut dengan Rokhayah yang semakin syok melihat kondisi sang suami.
Segala macam pengobatan, terapi, dan bahkan ritual ritual yang disarankan oleh orang pintar yang mereka datangi tak juga membuahkan hasil. Akhirnya Rokhayah memutuskan untuk merawat Prabowo di rumah, sambil berharap suatu saat nanti kesadaran sang suami akan pulih kembali.
Karena kondisi Prabowo yang tak memungkinkan lagi untuk bekerja, akhirnya proyek bendungan itu dilanjutkan oleh kontraktor lain. Dan saat bendungan itu akhirnya selesai, untuk mengenang kejadian yang menimpa Prabowo itu, salah seorang pekerja lalu diam diam membuat sebuah prasasti sederhana di dekat tugu prasasti peresmian bendungan itu, dengan ukiran nama Prabowo serta tahun terjadinya kejadian yang mengenaskan itu.
Apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Prabowo di malam terkutuk itu, tak ada seorangpun yang tau, sampai akhirnya, setelah aku selesai menulis cerita ini dan berusaha menuntaskan janjiku kepada Bu Rokhayah untuk mengembalikan kesadaran Pak prabowo, barulah aku tau, apa sebenarnya yang dialami oleh Pak Prabowo di malam itu.
Seperti apa kisah penyelamatan jiwa Pak Prabowo yang ternyata masih terjebak di alam gaib, dan apa yang dialami oleh jiwa itu disana, simak kisahnya di story selanjutnya.
Akhir kata, aku sebagai penulis cerita ini, mengakhiri kisah Pak Prabowo sampai disini. Terimakasih yang tak terhingga kuhaturkan kepada Bu Rokhayah, Lastri, Pak Prabowo, Mbak Ratih, Slamet Penceng, dan semua pihak yang telah membantuku menyelesaikan cerita ini.
Terimakasih juga untuk para reader yang masih setia mengikuti thread ini. Jangan pernah bosan yaa, Tanpa kalian aku bukanlah apa apa. Cerita selanjutnya, tentang aksi penyelamatan jiwa Pak Prabowo yang terjebak di alam lain, akan aku post emmmm, mungkin lusa ya. Besok mau ngapelin Wulan dulu.
Akhirul kalam, selamat malam, semoga terhibur, dan selamat beristirahat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
---==TAMAT==---
*****
Sebelumnya