DADONG LEAK
.jpg)
JEJAKMISTERI - Saat itu perut ini sudah mulas tidak karuan membuat aku menggelinjang menahan sakit teramat sangat. Berulang kali diriku mengerang dengan derai air mata tidak lagi tertahankan.
Bidan pribadi sudah sigap menemani sejak sore hari, walaupun prediksinya masih lama. Pria yang menikahi aku, memang sangat peduli terhadap keselamatan diri ini.
"Mas, saya pulang dulu. Nanti jam 12.00 saya datang lagi." Bidan memberi tahu seraya melepas sarung tangan.
Seketika membuat Mas Prayoga ketakutan. Apalagi hari sudah mulai gelap hujan juga mengguyur. Kami hanya tinggal berdua di kota kecil tersebut, jauh dari sanak saudara. Kota baru dan sangat asing buat kami. Saat itu aku mengikuti suami karena dirinya memutuskan memulai usaha jual beli kendaraan bermotor.
Kami mengontrak rumah sekaligus menjadi tempat deretan motor terpajang. Bangunan lawas angker dan horor menurut orang itu menjadi saksi. Nyaris saja membuat nyawa ini lepas dari raga.
*****
"Ayo, sudah kelihatan kepalanya. Ayo kamu bisa! Tarik napas..." Bidan memberikan titah kapan aku harus mengejan.
Sementara Mas Prayoga tidak jauh sedetik pun dariku. Ia duduk bersila di atas kepala ini, tangannya yang kekar berulang kali mengusap butiran keringat membasahi pucuk kepalaku. Entah kenapa? Mata ini didera kantuk teramat sangat.
"Nduk, buka matamu! Nduk, jangan tidur!" Mas Prayoga berulang kali menepuk pipi ini, membuat mata ini kembali terjaga.
Samar terlihat olehku wajah tegang keduanya. Bidan memberi tahu bahwa ada sesuatu, sontak membuat jantung ini mengepos.
"Mas, ada tikus mati? Eh, maksud aku, Mas habis meracuni tikus?"
"Tidak, Mbok." Mas Prayoga menjawab singkat seraya menatap langit kamar. Plafon tampak baik-baik saja. Akan tetapi ratusan belatung jatuh tepat di atas jejeran peralatan medis milik Mbok Bidan. Binatang itu bergerak nyata adanya.
Mas Prayoga, cekatan mengambil sapu, guna menyingkirkan binatang mengelikan tersebut. Kemudian, dia kembali masuk dan duduk bersimpuh di sampingku.
"Mas, memberi tahu..?" Mbok Bidan bertanya, perihal siapa saja yang mengetahui malam itu aku akan melahirkan.
"Tidak ada, hanya Dadong. Tadi aku membeli sabun di tokonya dan dia bertanya, untuk apa? Hanya itu."
Mas Prayoga membeli sabun guna keperluan proses sebelum melahirkan.
"Meh-meh, Gusti Jagat Dewo Batara! Mas, cepat telepon keluarga yang paham hal mistis. Mas, punya kan? Istrimu dalam bahaya!"
Mbok Bidan kaget, berulang kali wanita suku Bali itu membuka paksa mata ini seraya menepuk pipiku. Akan tetapi, sesungguhnya diriku juga berusaha melawan kantuk, berulang kali diriku terperanjat. Suara cengkok khas Bali itu masih terngiang hingga kini tidak akan pernah terlupakan.
Mas Prayoga cekatan menelepon. Benar saja, aku sedang di incar oleh Leak, hantu jadi-jadian. Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba darah muncrat hingga mengenai wajah dan baju Mbok Bidan seiring tangis bayi memecah keheningan malam. Mata ini kian tidak sanggup lagi terjaga walau coba melawan.
Terasa tepukkan tangan Mas Prayoga kian keras mendarat. Mata ini tidak terbuka, tetapi nihil. Akan tetapi hatiku masih bisa memahami yang terjadi. Tubuh ini terasa menggigil, rasa sakit tadi sudah tiada.
Suara lantunan ayat suci Alquran di perdengarkan tepat dicuping telinga ini. Lantunan syahdu dari orang tuaku membuat mataku mampu terjaga. Walaupun hanya lewat telepon seluler suara bapak menjadi penyelamat diri ini membuat langkah ini terhenti. Aku melihat tubuh ini tidur, terlihat lelah dengan balutan kain yang terkoyak. Wajah pucat pasi dengan rambut panjang yang tidak beraturan. Mbok Bidan berulang kali, menempelkan mahluk lucu yang baru beberapa menit saja lahir dari rahimku.
Tangisnya membuatku meluaskan senyum. Ingin menyentuhnya tapi tak sampai.
Mas Prayoga sibuk, wajahnya menyiratkan kepanikan teramat sangat. Terlihat olehku ia memegang erat beberapa tangkai daun kelor. Kemudian ia mengibaskan tepat ke sekujur tubuhku.
Aku tidak tahu bagaimana cerita detail semuanya, karena sejenak ingatan ini sudah pergi bersama kantuk teramat sangat tadi, hingga diri ini terjaga berada di atas langit kamar. Kemudian, aku berlalu. Terasa begitu damai berjalan menuju arah dengan dedaunan kering sepanjang jalan, banyak orang duduk disepanjang jalan yang kulewati.
Namun, aku tersentak! Mbok Bidan menyumpal bagian intim ini agar darah tidak muncrat. Terasa begitu mengganjal saat jemari itu masuk organ intim ini, tetapi pendarahan hebat itu seketika berhenti, saat aku mampu membuka mata dengan sempurna. Tangis bayi pertama kami menjadi pengalaman kisah horor yang sangat berharga sekaligus pengalaman spiritual.
Setelah itu, aku bisa melihat mahluk tidak kasat mata tapi sangat menyiksaku. Bahkan diri ini sempat di vonis bebyblus. Aku kacau karena rasa takut menghantui. Begitu seterusnya melewati hari.
Setelah 36 hari pasca melahirkan, kejadian aneh terjadi. Dadong pemilik toko yang kami tempati kembali mendatangi kami. Saat itu hujan gerimis, sementara Mas Prayoga masih menunaikan ibadah salat berjamaah.
Terlihat olehku Dadong sangat murka! Matanya menatap tajam ke arahku, menatap rakus pada sosok mungil dalam pelukan ini. Lidahnya menjulur, matanya mendelik membulat nyaris keluar dari kelopak matanya. Dia tidak memijak lantai, melainkan bergelantungan di langit kamar, memamerkan usus dan jantung bergelantung.
Dadong terkejut, saat aku bisa mengenalinya.
"Jangan ganggu, kami! Atau...!" Aku menunjuk jari dengan tatapan bak serigala. Satu tangan ini meraba bawah kasur, segenggam garam kasar telah siap menghujam mahluk jadi-jadian itu.
Garam kasar sudah berisikan doa dan bawang putih, jeruk lemon yang ditusuk paku, juga cermin dan sisir menjadi tolak bala. Selalu ada di atas lengser tepat di samping ini. Tidak lupa satu dimar (lampu kaleng) menemani, dengan nyala yang harus dijaga.
Namun, Dadong tidak gentar. Dia sudah terlanjur basah. Liurnya keluar dari lidahnya yang menjulur, matanya kian menyiratkan murka. Dadong menatap rakus pada kami berdua. Berulang kali mahluk buruk rupa itu mendesis, meneteskan liur dari langit kamar.
Tanpa perlu lagi membaca mantra, satu lemparan garam dari genggaman ini mampu menyakitinya.
"Cicing! Bani-bani sajan! Ci, sing tawang? Nyen, tiang?!"
"Aku tahu! Jangan sakiti kami, Dadong!" Walaupun didera ketakutan, aku menggertak.
Sepertinya wanita tua itu baru menyadari dan memutuskan pergi, entah lewat mana. Satu kedipan mata ini saja, dia sudah lenyap dari kamarku.
Suara daun pintu terbuka. "Assalamualaikum! Dek, Dek! Dew...!" Suara Mas Prayoga membuat aku bernapas lega. Dengan napas memburu puja dan puji syukur terucap dari lisan ini.
"Waalaikum salam..." Diriku menjawab lirih seraya mendaratkan ciuman pada buah cinta kami.
"Kamu, gak kenapa-kenapa kan? Anak kita, ta..ta..tadi...?" Mas Prayoga mencerca tanya.
"Ngak, Mas..."
"Alhamdulillah, Dek. Tadi saya melihat bara api keluar dari jendela kamar ini. Aku takut jika kamu.."
Mas Prayoga memberikan pelukannya padaku. Dia berucap syukur, leak itu tadi berpapasan dengannya.
Leak adalah mahluk jadi-jadian. Bentuknya bila dari kejauhan hanya seperti pijar api. Akan tetapi, saat dekat berbentuk manusia tanpa tubuh utuh. Hanya kepala dan usus terburai, terbang.
---==TAMAT==----
Dadong= Nenek
Leak= Hantu jadi-jadian
Mbok= Mbak, Kakak.