Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WARISAN ILMU DARI MBAH BUYUT (Part 23) - Khodam Tak Bertuan


JEJAKMISTERI - Buah simalakama...
Hari ini Bejo chat aku, bahwa besok adalah ulang tahun si kecil Rania. Dan Rania berpesan, bahwa dia ga mau merayakan ulang tahun tanpa kehadiran om Bisma.

Aku yang sedang menata hati, tentu jadi bingung sendiri bagaimana harus bersikap. Jika aku datang, tentu saja aku akan bertemu dengan mbak Yem, dan itu bisa memporak porandakan hatiku. Tapi, apakah aku tega, memupus harapan seorang gadis kecil yang begitu mengharapkan kedatanganku pada ultahnya? Aku ga mau melukai perasaan Rania yang masih kecil dan polos itu. Lagipula, aku sudah jatuh hati pada dua bocil itu. Ada sebuah kejangatan di hati saat mengingat dua bocil itu...

Baiklah... aku akan datang dan bersikap seperti biasanya. Tapi yang jelas, aku ga bakal bisa bercanda bebas seperti biasa pada mbak Yem.

Esok sorenya, dengan membawa 2 boneka yang bentuknya sama, namun beda warna, aku melaju dengan motor tuaku menuji rumah Bejo. Di sana ternyata tak ada perayaan ultah sebagaimana yang kubayangkan, dihadiri banyak anak-anak. Yang ada, hanya keluarga kecil itu ditambah Kandhi, dan aku sendiri. Wah... kupikir bakal ramai dengan anak-anak...

"Kok bonekanya dua om?" tanya Rania.

"Oh, satu untuk Rania dan satunya untuk mbak Dania. Nah, karena Rania ulang tahun, mau pilih yang mana?" tanyaku.

"Rania pilih yang ini om...!" katanya sambil menunjuk salah satu boneka itu.

"Oke... nah.. selamat ulang tahun ya? Semoga Rania selalu sehat, tambah pinter, dan panjang umur...!"

"Amin....!"

"Boneka yang satunya buat mbak Dania ya?"

"Iya Om...! Makasih kadonya ya Om..!" ucap Rania.

"Sama-sama cantik...! Om minta cium pipi dong...!" kataku.

Rania mendekat, dan aku berjongkok. Lalu Rania memelukku dan mencium pipiku. Dengan gemas, kubalas mencium pipi chubbynya itu. Rania tertawa geli saat pipinya terkena kumis tipisku.

Aku menyerahkan boneka kedua pada Dania..

"Ini buat kakak ya? Kakak mau?" tanyaku.

"Mau om... makasih ya?" katanya sambil mencium pipiku. Aku mencium pipinya juga... Ah... anak-anak yang manis. Beruntungnya Bejo memiliki istri yang rajin, dan anak-anak yang lucu.

"Makanya cepetan nikah, trus buat anak...!" celetuk Bejo. Seolah bisa membaca pikiranku.

"Hahaha... belum ketemu nih sama yang mau..!" ujarku.

"Sabar... kalau sudah waktunya juga bakal ketemu jodohnya...!" kata mbak Yem yang sore itu berdandan sangat cantik. Kandhi juga berdandan cantik... Bejo aja yang biasa-biasa saja...

Ah mbak Yem... andai kamu tahu perasaanku...

Ah... ingat Bisma, itu istri temenmu...!!! Kata hatiku mengingatkanku.

"Amin mbak... minta doanya saja, semoga segera ditemukan dengan jodohku...!" kataku.

Dania dan Rania asik bermain dengan boneka pemberianku. Sementara, kami berempat ngobrol kesana-kemari.

"Kandhi, gimana kerjanya? Lancar?" tanyaku pada Kandhi. Sekedar mengalihkan perhatianku dari mbak Yem.

"Alhamdulilah mas, lancar. Oh iya mas, aku mau ngucapin makasih karena udah nolongin aku dua kali...!" kata Kandhi.

"Sudahlah... ga usah dipikirkan. Kamu sudah seperti keluarga bagiku. Sama kayak Bejo, mbak Yem, Dania dan Rania." ujarku.

"Tapi tetep aja aku merasa berhutang budi pada mas Bisma...!"

"Halah... ga usah dipikirin. Lagian aku ikhlas kok!"

"Iya mas...!"

"Mbok kalian pacaran aja kenapa sih? Sama-sama jomblo ini...!" kata Bejo seenaknya

Kulihat wajah Kandhi bersemu merah...

"Ga mau...! Males punya calon kakak ipar kayak kamu Jo...!" jawabku.

"Hahaha....!" semua tertawa, kecuali Bejo tentunya

"Ah...asem. Calon kakak ipar ganteng kayak gini lho...!" kata Bejo.

"Hu'uh... ganteng tapi dah luntur...!" jawabku.

"Asem kowe Bis. Seneng banget ngejek aku lho...!" kata Bejo.

"Bercanda Jo... biar ga cepet tua...!" kataku

"Bener itu... Belum tua aja ga ada yang mau, apalagi kalau dah tua...!"

Skak mat. .!!!
Bejo cengar-cengir melihatku kebingungan mau bilang apa... Yah, akhirnya kuraih gelas berisi kopi yang diseduh mbak Yem, dan kuminum.

"Ya itu masalahnya Jo. Siapa yang mau sama kuli coba?" kataku.

"Halah... cinta itu buta Bis. Kalau emang ada cewe yang suka, dia ga peduli kerjaanmu apa...!" kata Bejo sok bijak

"Masa....?" tanyaku tak percaya..

"Eh.... masih ga percaya kamu. Lihat tuh, si Codet, tukang mabok, tukang ribut, nyatanya kemarin baru nikah. Trus si Burik, tukang mainan burung dara, ga punya kerjaan, nyatanya daper istri..,!" kata Bejo.

Iya juga ya? Orang-orang yang sepertinya ga punya masa depan, tetep aja bisa punya istri. Berarti aku harus semangat, ga boleh nyerah...!!

"Bener juga ya Jo..!"

"Iya Bis... Apalagi kamu, orang baik-baik, kerjanya tekun, walaupun kuli bangunan, tapi nanti juga bakal ketemu jodohmu.. Yakin saja...!" kata mbak Yem.

"Iya mbak... makasih..!" ujarku.

"Nah, daripada pusing-pusing, tuh si Kandhi masih jomblo...!" kata Bejo.

Lah... Kandhi lagi...

Getol amat sih Bejo jodohin aku sama Kandhi? Hmm... jangan-jangan ada udang di balik bakwan ini...! Pikirku curiga. Aku menoleh pada Kandhi yang juga menatapku. Ugh... jadi malu dilihat cewe..

"Emang Kandhi mau jadi ceweku?" tanyaku.

Maksudnya sih bercanda...!

"Kalau mas Bisma ngerasa aku ga terlalu jelek buat mas Bisma, aku sih mau...!" jawab Kandhi tersipu.

Modyar.... maksudnya bercanda malah dianggap beneran...

"Nah tuh... anak-anak pasti pada suka mau punya om sperti Bisma!" kata mbak Yem.

Aduhhh... gimana nih? Kalau aku bilang pertanyaanku tadi cuma candaan, pasti Kandhi bakal merasa terhina. Dan jelas aku bakal jadi ga enak sama Bejo dan mbak Yem.

"Kok malah bengong sih Bis?" tanya Bejo.

"Shock aku...! Aku ini cuma kuli yang masa depannya ga tentu. Kok Kandhi mau sih sama aku?" ujarku ngeles

Ga mungkin dong aku bilang lagi bingung karena candaan jadi beneran?

"Namanya orang suka tuh ga pandang dia kuli atau apa. Yang pasti kerjanya halal...!" kata mbak Yem.

"Nah... aku nanya mbak Yem sekarang. Emang mbak Yem ikhlas, adiknya dapat pacar kuli?" tanyaku.

"Aku dah kenal kamu lama Bis... Jadi aku ikhlas kalau Kandhi jadian sama kamu...!"

"Kalau kamu Jo?"

"Emm... agak ga ikhlas sih. Masa aku punya calon adik ipar kayak kamu....!" kata Bejo mesem.

Aseemmm....
Bejo mengembalikan omonganku tadi... Skak mat....!!!!

"Kandhi... kamu dah pikir masak-masak mau jadi pacarku? Aku nih orang ga punya lho...!" kataku pada Kandhi.

"Mas Bisma... sudah lama aku suka sama kepribadian mas Bisma. Dan aku sudah lama menunggu ucapan itu dari mas Bisma. Cuman mas Bismanya aja yang kurang peka...!" kata Kandhi.

Ternyata Kandhi sudah lama memendam suka padaku. Jadi... apa boleh buat. Daripada menyakiti hati orang lain, jadilah malam itu aku resmi pacaran dengan Kandhi. Walaupun belum ada rasa sayang padanya, semoga dengan berjalannya waktu, rasa itu akan tumbuh di hatiku.

Ya... berakhir sudah status jombloku yang selama ini aku pertahankan dengan segenap jiwa dan raga...! (Halah...lebay...!!!)

Akan bagaimana jalannya hubunganku dengan Kandhi nantinya? Aku termenung memikirkan hal itu... saat tiba-tiba Ki jogorekso menggeram keras. Si Cakil berloncatan ke sana kemari. Ada apa ini? Nastiti melayang mendekatiku...

"Ada kiriman menuju rumah ini mas...!" kata Nastiti.

Kiriman? Kiiriman apa? Paket?

"Kiriman apa Nas...?"

"Belum tahu mas... tapi aku sudah membuat pagar ghaib di sekeliling rumah ini. Semoga bisa menahan kiriman itu!" jawab Nastiti.

"Maksudmu, kiriman ilmu ghaib gitu ..?"

"Iya mas... sebentar lagi akan sampai. Kita tunggu saja....!"

Aku berpaling pada semua orang di ruangan itu.

"Ada apa Bis? Nampaknya kamu gelisah?" tanya mbak Yem.

"Mbak dan semuanya, baca doa atau ayat suci apa saja ya? Minta perlindungan Allah SWT. Nampaknya ada yang ingin mengganggu rumah ini!" kataku.

"Ada apa sebenarnya Bis...?" tanya Bejo.

"Lakukan saja apa yang kuminta. Jangan ada yang keluar rumah. Aku akan berjaga di luar. Nanti aku ceritakan semua...!" kataku, lalu beranjak menuju keluar rumah.

Sudah terdengar letusan-letusan kecil di luar rumah.

"Eh... ada suara petasan. Om mau lihat petasan ya? Ikut om...!" kata Rania.
"Rania sayang... jangan ikut ya? Petasan itu bahaya... makanya om mau negur yang main petasan. Rania disini saja sama bapak dan ibu...!" kataku.

"Petasan apa Bis? Aku ga dengar apa-apa...!" kata Bejo.

"Stt... jagain anak-anak jangan sampai keluar ya?" kataku sambil menyerahkan Rania pada Bejo. Lalu aku kembali menuju keluar rumah.

Nampak Nastiti di halaman rumah sedang mengacungkan kedua lengannya dengan telapak tangan terbuka. Nampak selapis tabir tipis melindungi rumah ini. Mungkin itu yang dinamakan pagar ghaib. Ki Jogorekso dan Cakil nampak siaga, sambil memandang puluhan bola api yang meledak saat menyentuh tabir tipis itu.

***

"Nastiti... bagaimana? Pagar ghaibmu kuat menahan serangan itu?"

"Kuat mas... tenang saja. Kekuatan serangan ini masih dibawah kekuatanku." jawab Nastiti.

"Serangan apa itu sebenarnya? Dan siapa yang diincar?" tanyaku seolah pada diri sendiri.

"Grr... itu serangan pelet." kata Ki Jogorekso.

Aku berjingkat kaget... ternyata Ki Jogorekso bisa bicara...

"Kamu bisa bicara Ki?" tanyaku seolah tak percaya.

"Hmmm....!" hanya itu jawabannya. Dasar macan sombong... umpatku dalam hati.

Hmmm... serangan pelet? Siapa yang dituju oleh pelet itu?

"Cieett... gadis yang jadi pacarmu itu yang dituju...!" jawab Cakil yang mendadak nangkring di pundakku.

"Kok kamu tahu Kil?" tanyaku.

"Ya tahu lah... Cakil gitu loch...!" kata Cakil sambil membusungkan dadanya.

Ini lagi... monyet gaul...! Aneh-aneh saja makhluk yang ikut denganku.

"Kamu tahu caranya biar serangan itu berhenti?" tanyaku iseng pada Cakil.

"Walah... anak kemarin sore juga tahu kok. Cari sumbernya, dan hentikan sumbernya..!" kata Cakil.

Wah... dia sengaja ngejek aku atau gimana sih? Kok pake bilang anak kemarin sore juga tahu.

"Gimana cara mencari sumbernya?"

"Duh... punya juragan kok ga pinter-pinter sih? Itu lho... kan bisa dilihat darimana arah serangannya. Nah, tinggal ikuti ke arah asalnya, nanti kan ketemu sama sumbernya...!!!"

Asli... gondok banget diejek mulu sama si cakil. Pengen aku lempar dan kuinjak-injak dia...

"Iya, aku tahu...! Tapi masa aku kesana naik motor sambil melihat arah datangnya serangan? Bisa nabrak dong...!" ujarku

Cakil nampak kebingungan....

"Motor itu apa?" tanyanya.

"Walah... motor aja kok nggak tahu. Anak kecil juga tahu...!" sahutku membalas ucapannya tadi.

Hahaha... puas rasanya bisa membalas kontan ucapan cakil tadi. Cakil bercuit-cuit ga karuan, bikin pengang telingaku.

"Diem ah ..berisik...!" ujarku.

"Itu tuh yang namanya motor..!" kataku sambil menunjuk motorku.

"Oh... benda yang larinya lambat banget itu ya? Ga ada gunanya..!" kata Cakil.

Ga ada gunanya buatmu, yang bisa kesana kemari dengan cepat. Bagiku jelas banyak gunanya... gumamku dalam hati.

"Kalau mas mau ke tempat pengirim serangan ini, ayo aku antar mas..!" kata Nastiti yang tiba-tiba sudah ada di dekatku.

"Emang bisa Nas? Gimana caranya? Naik motor?" tanyaku kebingungan.

"Kelamaan mas... pejamkan mata mas Bisma, dan dalam sekejap aku akan membawa mas Bisma ke rumah pengirim pelet ini...!" kata Nastiti.

"Bagaimana dengan rumah ini? Siapa yang akan menjaganya?" tanyaku.

"Aman mas... serangan itu belum bisa menembus pagar ghaib buatanku. Ayo mas... kita berangkat..!" ajak Nastiti.

Akupun segera memejamkan mata, dan sebuah tangan yang begitu halus dan lembut menyentuh tanganku, dan kurasakan desiran angin di kedua telingaku. Seolah aku diajak lari cepat atau terbang. Aku ga tahu... ga berani membuka mata.

"Mas bisa membuka mata sekarang... kita sudah sampai...!" suara Nastiti terdengar

Sudah sampai? Cuma sekejap kok sudah sampai...?

Penasaran, aku membuka mata dan aku melihat bahwa saat ini aku sudah tidak di rumah Bejo lagi. Aku berada di suatu tempat yanh belum aku kenal.

"Ini dimana?" tanyaku bingung.

"Kita sekarang ada di dekat rumah si pengirim pelet tadi mas. Itu rumahnya... atau mungkin rumah orang yang menyuruhnya, karena serangan tadi berasal dari sini...!"

"Grr.. .ayo kita serbu saja sekarang...!" Ki Jogorekso berkata.

Duh, macan satu ini ga sabaran banget deh.

"Kenapa kita berhenti di sini? Kenapa ga langsung ke depan rumahnya?" tanyaku pada Nastiti.

"Buat jaga-jaga saja mas, supaya kita ga terlacak..!"

Aku mengangguk-angguk. Aku mengamati rumah itu. Rumah kecil yang bagus juga bentuknya. Ga menggambarkan rumah seorang dukun seperti di film-film yang pernah aku tonton. Aku juga melihat banyak makhluk ghaib bersliweran di sekeliling rumah itu. Mungkin itu makhluk peliharaan sang dukun, atau makhluk yang sedang lewat saja? Tapi, melihat gelagatnya, mereka seolah sedang berjaga-jaga

"Bagaimana? Apakah kita akan menyerang sekarang mas?" tanya Nastiti.

Aku kebingungan... terus terang saja, baru sekali ini aku mengalami hal seperti ini. Lalu bagaimana aku harus bersikap? Aku menimbang-nimbang...

"Hmm... nampaknya banyak penjaganya di luar rumah itu!" kataku

"Grrr... serahkan mereka padaku dan cakil... Tanggung beres..!" kata Ki Jogorekso.

"Ciet..ciet... benar itu..!" Cakil menimpali.

Aku menoleh memandang Nastiti. Dan dengan tersenyum dia mengangguk.

"Baik... kalian urus penjaga yang di luar itu. Kalau sudah selesai, segera menyusulku...!"

"Grr..baik...! Ayo Kil...!"

Cakil bercoet coet dan memukul dadanya. Gayanya macam gorila marah. Dan mendadak tubuh Cakil yang seukuran monyet itu, membesar menjadi seperti seekor gorila Mereka segera melesat ke arah rumah itu Kedatangan mereka segeta disambut oleh penjaga yang berada di sekitar rumah itu. Segera terjadi perkelahian yang sangat seru antar makhluk ghaib. Tapi belum sempat aku mengamati pertempuran itu lebih lama, sebuah tangan halus menarikku dan membawaku melayang menuju pintu depan rumah itu.

Sesampai di depan pintu, aku mengetuk pintu rumah itu.

"Siapa...?" tanya seseorang dari dalam.

"Saya.. mau minta bantuan...!" kataku.

"Bantuan apa...?"

"Masalah penting, masalah ghaib...!" kataku.

Pintu terbuka dan aku menerobos masuk.

"Eh...ja....!" seseorang di balik pintu mencoba mencegahku, namun terlambat Aku berlari menuju ke sebuah kamar, dengan Nastiti sebagai penunjuk jalan. Kubuka pintu kamar itu, dan ada seorang lelaki setengah baya sedang duduk bersila di depan meja yang penuh dengan bunga. Bau asap kemenyan menyeruak masuk ke dalam hidungku. Lelaki itu nampak terkejut dengan kedatanganku.

"Hei.. mau apa kalian..!" katanya sambil bangkit dari duduknya. Sempat kulihat, foto Kandhi terendam di baskom berisi air dan bunga

"Huh... hentikan kiriman peletmu, atau kau bakal menyesal ..!" kataku.

"Siapa kamu... dan apa urusanmu dengan semua ini?"

"Yang kau kirimi pelet itu adalah pacarku. Jadi jangan coba-coba mengiriminya pelet lagi...!" ujarku.

"Bukan urusanku... aku hanya dibayar untuk itu ..!" kata lelaki itu.

"Tapi kau yang mengirim pelet itu... Kau hentikan atau tidak?" kataku mulai gusar...

Orang yang mencoba menghalangiku masuk tadi menyeruak masuk kamar, dan menangkapku. Sebelum pegangannya erat, kusodokkan sikutku hingga mengenai perutnya. Dia terjajar mundur sambil memegangi perutnya. Dukun setengah baya itu menyerangku dengan sebuah pukulan.

"Huh... lambat...!" ujarku sambil menangkap tangannya yang digunakan untuk memukul, lalu membalikkan badanku dengan cepat dan dengan dorongan pinggulku ditambah tarikan tanganku, kubanting dia ke lantai.

HEGH....!

Dengan keras tubuh dukun itu menghajar lantai. Sementara, lelaki yang menahanku masuk tadi, mulai menyerangku. Dia lebih bisa berkelahi ketimbang sang dukun. Serangannya terarah dan penuh perhitungan. Menghadapi serangan ini, aku harus cukup berhati-hati. Namun tak percuma selama ini aku berlatih silat. Dengan sebuah sapuan kaki, aku berhasil merobohkan orang itu. Lalu kususuli dengan sebuah pukulan di perutnya. Sekedar membuatnya terkapar sementara Kualihkan perhatianku pada sang dukun. Dia sedang mencoba berlari keluar kamar. Tak ingin sang dukun lolos, kuraih anglo tempat membakar kemenyan itu, dan kulemparkan sekuat tenaga.

BLUGH...HEGH...

Tepat sasaran... kena punggungnya. Bara api dalam anglo, berhamburan. Sebagian mengenai sang dukun. Dia bergelintingan kepanasan... segera kuambil baskom berisi air dan bunga serta foto Kandhi. Kusiramkan di tubuh sang dukun itu. Syukurlah, dapat memadamkan api yang ada. Sang dukun terengah-engah.

"Ampun... ampun... aku mengaku kalah...!" ratapnya.

"Sebenarnya, aku ga suka kekerasan. Tapi karena kalian memulai, maka terpaksa aku lumpuhkan kalian. Sekarang dengarkan jangan sekali-kali kau teruskan usahamu mengirim pelet pada pacarku. Dan beritahu aku, siapa yang menyuruhmu?" kataku.

"Baik...baik... Yang menyuruhku adalah ... ....!"

Dukun itu menyebutkan sebuah nama. Hmmm... cowo yang dulu lagi. Ga ada kapok-kapoknya tuh bocah. Padahal udah dibikin babak belur seperti itu.

Setelah merasa cukup, aku mengajak Nastiti kembali ke rumah Bejo. Ki Jogorekso dan Cakil juga ikut kembali ke rumah Bejo. Mereka sudah mengalahkan makhluk penjaga dukun itu. Sayang, aku ga sempat melihat pertempuran mereka.

---==SEKIAN==---
close