Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 33) - Iblis Sangkala


[Feby POV]
JEJAKMISTERI - Beberapa waktu sebelumnya...
Setelah kami mendapatkan keris Naga Sutra dari seorang petapa seribu tahun bernama Anggoro Aji, kami segera menuju ke istana Marwapati, untuk menyelamatkan kak Umam yang sedang ditawan di sana. Agung terus-terusan memandang keris itu dengan penuh kecurigaan, pasalnya dia belum terlalu percaya kepada Anggoro Aji dan juga kerisnya ini. Namun, aku mencoba untuk sedikit menaruh kepercayaannya pada orang itu.

Kami menyusuri danau dan hutan yang luasnya tak terkira. Sempat terpikir kalau kami hanya berjalan di tempat (Looping), namun ketika kami melihat ada sebuah pancaran cahaya, kami tahu kalau kami sudah hampir keluar dari hutan dan danau itu.

Ketika kami berhasil keluar dari hutan, tiba-tiba kami dikepung oleh ratusan pasukan yang mirip pasukan kerajaan nusantara tempo dulu. Kami yakin kalau mereka adalah pasukan dari kerajaan Marwapati. Oleh karena itu, aku segera mengeluarkan keris Naga Sutra itu dari sarungnya dan ku arahkan kepada pasukan Marwapati itu.

Namun, tidak terjadi apa-apa.

Sepertinya, keris itu memerlukan sebuah mantra khusus untuk mengeluarkan kekuatannya, dan dari sanalah, kami terjebak.

Mereka semua mampu membawa kami tanpa ada seorangpun yang berani memberontak. Semua teman-temanku tampak pasrah akan nasib mereka, namun aku tidak. Sebagai wakil dari kelompok ini, aku harus mencari cara untuk mengeluarkan mereka dari dekapan para pasukan itu.

“Cih! Kita terjebak,” umpatku kesal dan lirih.

“Sudahlah, Feb! Mungkin ini sudah jadi takdir kita...” jawab Wulan.

“Apa maksudmu itu, Wulan!? Apa kau tidak tahu apa yang bakal mereka lakukan pada kita nantinya? Mereka pastinya akan mencincang dan memakan kita!” sahut Agung geram mendapat jawaban yang santai dari Wulan. “Seandainya kita tidak sok jagoan dengan mengeluarkan keris sampah itu, pastinya kita takkan terjebak seperti ini.”

“Oh, jadi kau menyalahkanku, Agung? Mana kutahu kalau keris itu harus merapalkan mantra khusus dahulu sebelum bisa digunakan. Jangan menambah suasana jadi semakin buruk deh!” aku tak terima mendengar Agung terus menyalahkanku. “Pokoknya, sekarang kita harus keluar dari sini... atau mengikuti mereka untuk sampai menuju ke kerajaan Marwapati. Dengan begitu, kita bisa memikirkan cara untuk memberitahu apa yang dikatakan Anggoro Aji itu,”

“Terserah kaulah, Feb! Lagipula sebentar lagi kita akan jadi santapan mereka... bahkan sebelum kita bisa memberitahu kak Umam,” jawab Agung sinis. Dia seperti sudah putus asa untuk bisa lepas dari mereka.

Waktu itu, Cici dan Siti terlihat menunduk saja, tak mau berbicara apapun atas kondisi ini. Sepertinya mereka juga sama menyerahnya seperti Agung. Ya, aku tak bisa menyalahkan mereka juga sih, karena kita sedang terpepet akan kondisi.

Namun, ketika aku memperhatikan serius ke raut muka Cici, aku melihat sebuah tanda asing tepat di dahi Cici. Aku tak tahu tanda apakah itu, namun untuk sementara ini, sebaiknya kalau aku diam saja.

Tak berlangsung lama, kami pun akhirnya sampai di sebuah pohon beringin yang sangatlah besar dan tinggi. Dari sana, tiba-tiba sebuah portal tiba-tiba muncul dan terbuka. Dari sana tiba-tiba cahaya putih langsung melahap kami, dan setelah membuka mata, kami tiba di sebuah kerajaan yang sangat besar, yang membentang sejauh mata memandang.

“Selamat datang di kerajaan Marwapati, anak manusia!” ujar salah satu pasukan demit itu. “...Sayangnya kalian tak punya kesempatan untuk mengagumi kerajaan megah ini, karena Sang Ratu telah menanti kehadiran kalian... untuk dipancung. Hahaha...!”

Mendengar kata ‘Dipancung’ membuat seisi kereta yang di atasnya terletak kurungan besi di mana kami berada langsung panik seketika. Mereka semua pada berontak ingin melepaskan diri, namun apa daya kami... kami hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki ilmu kanuragan apapun.

“Tolong... Tolong kami!!”

Oh, Tuhan... apakah nasib kami akan berakhir di sini...? di sebuah dunia di mana tempat jin dan setan berada?

***

[Umam POV]
Tak berselang lama, semua teman-temanku bisa ditemukan dengan mudah dan di bawa menuju ke hadapan Ratu demit itu. Semua ada di sana, terkecuali Andre dan Mela. Entah bagaimana mereka berdua tidak bisa ditemukan oleh pasukan Ratu Muspitasari.

“Ah, jadi mereka semua teman-temanmu, pemuda? Mereka semua kelihatan lezat dan enak jikalau di makan,” seru Ratu Muspitasari mencoba memprovokasiku. Aku tahu kalau dia takkan bisa melukaiku, karena aku keturunan dari Kyai Marwan. “Bagaimana setelah mereka semua kupancung, daging mereka aku bakar dan kita rayakan dengan pesta besar-besaran.”

“Kak Umam...” suara panggilan dari mereka bergema di telingaku. “Tolong kami, kak... kami tahu sebuah cara untuk mengalahkan ratu demit itu!”

Aku saat itu bukannya tidak mau menolong atau apalah, namun aku juga terkurung dan tak bisa keluar, sementara Ella cuman meracau tak jelas.

Kami semua pun di bawa ke halaman istana, di mana semua rakyat kerajaan Marwapati. Dan di sana aku akan menyaksikan hukuman pancung yang akan dilakukan oleh algojo yang sudah siap untuk memancung kepala teman-temanku.

***

Pertama-tama yang mendapat bagian itu adalah Wulan, gadis yang paling penakut di antara kami. Dia diseret ke tengah panggung dengan paksa. Suara jeritan mengalir deras ke kuping-kuping kami. Semua orang pada berusaha untuk bisa menyelamatkan gadis penakut itu dari hukuman pancung, namun tidak ada yang bisa kami lakukan.

“Kak Umam... tolong AKU...!!!” teriak Wulan meminta tolong padaku. “Aku takut, kak Umam... aku takut!”

Dengan cepat, algojo yang merupakan siluman kera mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, dan langsung memenggal kepala Wulan sampai terputus. Darah mengalir deras, keluar dari leher Wulan, membuat kami semua teriak histeris mendapati pemandangan mengerikan ini.

Aku dengan cepat memberontak untuk keluar dari penjara dimensi itu. Melihatku, ratu Muspitasari terlihat senyum puas. Aku menatapnya bagai seorang singa yang anaknya telah dimakan oleh predator lain.

Aku merasakan sebuah perasaan yang begitu hitam dan pekat mulai keluar dari hatiku, walaupun aku masih berusaha untuk menahannya.

“Kau... akan kubunuh, Muspitasari!! Aku akan membunuhmu!!!”

Ratu Muspitasari pun mendekat ke arahku. “Bagaimana kau bisa membunuhku, anak manusia? Kau bahkan tidak mempunyai kekuatan apapun untuk keluar dari penjara dimensi yang telah kusiapkan untukmu... sebaiknya kau diam di sana, dan terus melihat kematian teman-temanmu, satu per satu...”

“Akan kubunuh kau... akan kubunuh kau!!!”

Kemudian, Ratu Muspitasari mengangkat tangannya kembali, menandakan giliran kedua untuk pemancungan. Algojo yang merupakan siluman kera itu mengangguk. Dan kini giliran Cici yang mendapat giliran kedua.

Cici dibawa ke depan depan tanpa ekspresi sedikitpun. Sepertinya memang dia sudah menyerah akan takdirnya yang akan mati di pemancungan dunia gaib.

“Cici...!! cepat lari, Ci... lari!!!” teriak kami semua, namun Cici tak menggubris sedikitpun. Dia tetap mengikuti kemana takdir kematiannya sudah menunggunya. “Pikirkan soal Andre, Ci... Pikirkan!!”

Di sinilah, terjadi sesuatu. Sebelum kepala Cici hendak dipenggal, dia menatap ke arahku dengan begitu mengerikan. Tanda hitam yang ada di dahinya seperti mengeluarkan cahaya hitam menyilaukan. Dengan cepat, kepala berserta organ-organ dalamnya terlepas dari badan dan menggigit leher siluman kera itu sampai mati.

Semua orang terkejut mendapati pemandangan mengerikan ini.

Cici pun terkekeh, menatap ke arah Ratu Muspitasari. “...Aku terlahir kembali... aku abadi. Kekekekeh...!”

Namun, ketika Cici hendak menyerang Ratu Muspitasari, sekali ayunan tangannya, langsung membuat organ-organ Cici terpotong satu demi satu. Membuat darah memuncrat mengenai baju kebesaran dari Ratu demit itu.

Kami semua berteriak seketika, mendapati kedua teman kami telah tiada. Dengan cara yang begitu tragis pula.

Entah mengapa, pikiranku dan perasaanku terasa begitu hambar kala itu. Namun, aku seperti sudah terbiasa mendapati pemandangan ini. Pemandangan yang penuh darah dan teriakan keputusasaan.

Tak bisa kukendalikan, aku meracau, menggila, tertawa, dan menangis tersedu-sedu sendiri. Tak tahu mengapa seluruh perasaanku dan pikiranku tiba-tiba gelap, yang ada hanya pikiran untuk membunuh siapapun yang telah melukaiku.

Cincin yang dikasih oleh kak Vita tiba-tiba mengeluarkan aura kegelapan. Dari sana, tiba-tiba aku terpikir untuk mengucapkan satu nama. Satu nama yang dirasa tabu untuk diucapkan.

“Sangkala... datanglah padaku!!!”

Tiba-tiba terdengar suara seperti suara sangkakala yang langsung membelah langit. Suara keras itu dalam sekajap langsung membuat kerajaan Marwapati luluh lantak menjadi darah, tapi syukurlah teman-temanku tidak ada yang terkena efek dari ledakan suara itu.

Aku yang kehilangan kesadaranku sebagai manusia, dengan mudah menghancurkan penjara dimensi. Sisa-sisa pasukan Ratu Muspitasari langsung bergerombol menyerangku, namun bisa dengan mudah kukalahkan hanya dengan ajian Palasada dan Reksadara. Iya, keluarnya Iblis Sangkala, membuat segel yang digunakan oleh Mbah Jayos kepadaku hancur, sehingga aku bisa mengeluarkan ajian-ajianku kembali.

Aku terus melangkah mendekati Ratu Muspitasari. Aku mengarahkan telunjukku ke arahnya, dan segera iblis Sangkala langsung membunyikan terompetnya sekali lagi. Membuat tubuh ratu demit itu tercabik-cabik karena saking keras suara terompet Sangkala.

Dengan cepat, ku arahkan telapak tanganku ke arah penjara yang mengekang Agung, Feby, Ella, dan Siti. Tiba-tiba dengan itu penjara mereka bisa hancur dan mereka tergeletak, pingsan seketika.

“Ampun... ampuni aku, anak manusia!” Ratu Muspitasari langsung ciut nyali dan memohon ampun padaku. “Aku janji... aku akan melepasmu dan juga teman-temanmu,”

“Ampun, heh? Di mana harga diri dan kesombonganmu barusan, Muspitasari!? Bukankah kau yang telah menjebak kami semua ke mari dan memenggal kepala teman-temanku?” aku menatap datar dan kejam ke arah ratu demit itu. “...Kalau kau bisa menghidupkan kedua temanku kembali... aku akan mengampunimu, namun jika tidak, aku akan membunuhmu, walaupun nanti kau bisa bangkit kembali, tapi aku akan membuatmu mengalami satu kali kematian dengan rasa yang begitu pahit dan menyiksa!”

Ratu Muspitasari pun langsung bersujud ke arahku. “Ampuni hamba... saya melakukan semua ini karena terpedaya akan hasutan seorang dukun. Ampuni saya... ampuni saya!”

“Dukun? Siapa dukun itu?”

“Ki Bradjamana... ya, dialah yang melakukan semua ini.” Jawab Ratu Muspitasari tergesa-gesa.

Ketika aku hendak melakukan serangan akhir kepada Ratu Muspitasari, tiba-tiba aku teringat akan sebuah kenangan indah ketika aku masih kecil.

Iya, sebuah ingatan antara aku dan Astrid.

***

“Aku menyukainya,” ucapan yang begitu indah keluar dari sebuah mulut seorang gadis sebayaku. Suaranya terdengar begitu merdu di telingaku sampai aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. “Impian Umam sungguh mengagumkan.” tambahnya.

Aku hanya tidak bisa mengakuinya.

“Apa-apaan sih? Lagian itu bukanlah mimpi yang hebat.”

Gadis itu terus melanjutkan ucapannya. “Menjadi seorang ghost hunter pahlawan yang suatu saat nanti akan menyelamatkan seluruh negeri. Bukankah itu adalah hal yang hebat? Seharusnya kau harus lebih bisa percaya diri untuk mengakuinya.”

“Berisik!” umpatku.

***

Entah mengapa tiba-tiba air mata membasahi mukaku. Kemarahan, kekecewaan, keputusasaan, dan penderitaan bercampur menjadi satu. Kesemua perasaan negatif itu berubah menjadi sebuah rasa welas asih. Dan segera, aku menghentikan serangan terakhir itu dan melepas iblis Sangkala, sehingga ia kembali ke asalnya.

“Ahh... aku tidak akan bisa mengembalikan hidup teman-temanku dengan membunuhmu, Muspitasari...” gumamku menatap langit. “Lagipula, aku tak ingin seseorang di atas sana melihatku berlumuran dengan darah,”

“Apa maksudmu, anak manusia?” tanya Ratu Muspitasari heran. Dia tak percaya kalau aku mengampuninya.

“Maksudku adalah... dendam takkan membawamu kemanapun. Dendam akan melahirkan kebencian, dan kebencian akan melahirkan dendam. Begitu terus, sampai tiada seorangpun yang hidup di dunia fana ini!”

Di saat demikian, tiba-tiba Andre dan Mela muncul. Mereka berdua tak kuasa melihat pemandangan mengerikan ini, terlebih Andre yang melihat mayat Cici, pacarnya itu. Entah mengapa, tiba-tiba dia mengambil sebilah pedang dari jasad pasukan dan bergegas menghampiri Ratu Muspitasari.

“Kau... pastinya kau yang telah membunuh Cici, kan?! Aku akan mengambil nyawamu sebagai balasannya!!” Andre geram melihat Ratu Muspitasari yang sudah terkapar, tak berdaya itu. Dengan cepat, aku segera mencegahnya untuk berbuat yang aneh-aneh.

“Hentikan, Andre... jangan berbuat yang kejam kepada ratu Muspitasari,” kataku mencoba menghadang langkahnya. “...Kematian Cici dan Wulan, aku sepenuhnya yang akan bertanggung jawab. Akulah orang yang menyebabkan kematian mereka...!”

Andre berbalik menatapku dengan tatapan ingin membunuh.

“Apa maksudmu itu, kak? Kau mau mati hanya untuk melindungi ratu demit ini?”

“Dia terpedaya oleh seorang dukun yang bernama Ki Bradjamana... selain itu, itu semua terjadi karena aku menolak... lamarannya!”

Andre pun naik pitam. Dengan cepat dia mengangkat kerah bajuku dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Mela segera berlari ke arahku mendapati Andre mengarahkan pedang ke arah leherku.

“Hentikan, Andre...!” kata Mela yang berhasil membuat Andre melepaskan kerah bajuku. “Apa kau mau menyakiti temanmu sendiri? Apa kau mau menyakiti darlingku?”

“Mela... minggirlah kau dari sana! Urusanku saat ini hanya kepada kak Umam dan makhluk demit yang ada di belakangnya...!!” bentak Andre yang masih begitu emosi itu.

“Daripada kita bertengkar seperti ini, sebaiknya kau segera menyatukan kepala mereka berdua dengan tubuhnya, atau mereka akan benar-benar mati...” jawab Mela.

Andre yang mendengar kata-kata Mela barusan terkejut bukan main. Bagaimana manusia bisa hidup kembali dari kematian? Namun, setelah dijelaskan oleh Mela, kami berdua pun mengerti.

“Ingat saat kita bergandengan tangan saat baru pertama kali tiba di kampung ini kan? Aku telah memantrai tubuh kalian dengan ajian-ajian tertentu. Sehingga meskipun kalian tercabik-cabik sekalipun, kalian tidak akan bisa mati, walaupun itu hanya berlaku sekali,” jelas Mela.

Setelah itu, kami bertiga segera menghampiri di mana jasad mereka berdua berada. Dengan instruksi dari Mela, kami berhasil menyatukan kembali kepala Wulan dan Cici ke tubuh asalnya. Dan ajaibnya, mereka berdua pun bisa hidup kembali.

“Ajian ini berbeda dengan ajian pancasona. Ajian ini hanya bisa dilakukan apabila si target belum ditakdirkan untuk mati, dan mereka dalam keadaan di mana mereka dalam kematian semu.” Jelas Mela lagi.

***

Di saat yang mengharukan itu, tiba-tiba terdengar suara menggema dari segala penjuru. Di saat yang sama, muncullah sebuah aura hitam yang begitu pekat dari dasar bumi. Aura hitam itu langsung merasuki tubuh Ella yang masih tak sadarkan diri.

“Ahh... dasar ratu demit tak berguna! Sudah susah payah aku menyisihkan waktuku untuk membuat rencana ini. Sungguh disayangkan rencana gemilang ini harus dihancurkan oleh beberapa bocah,” kata Ella yang kini tubuhnya mengambang di udara. “Demi keagungan manusia bermata satu, aku akan menghabisi kalian semua!”

“Ella...? siapa kau yang ada di tubuh Ella!?” tanyaku keras.

“Hahaha... kau masih ingin tahu, anak manusia? Baiklah, aku adalah Ki Bradjamana, dan Ella ini adalah cucuku di masa depan!” jawab Ella lantang, suaranya sudah bukan suara Ella lagi, namun lebih berat, seperti suara kakek-kakek. “Kami, sebagai anggota Sekte Mata Satu, akan membuat dunia fana ini menjadi lautan darah dan kekacauan. Itu semua demi tujuan kami... melepaskan si mata satu dari kurungan Tuhan!”

“naudzubillah min dzalik!” kataku mendapati perkataan dari Ella barusan. “Dasar kau iblis! Cepat kau keluar dari tubuh cucumu yang tak berdosa itu! Atau aku akan membakarmu dengan lantunan-lantunan ayat Suci Tuhanku!!”

“Bisa apa kau, manusia? Kau hanyalah bocah kemaren sore. Tak tahu apa-apa mengenai sekte kami dan pembelajaran yang ada di dalamnya,” Ella yang kerasukan itu seperti menantang. “Apa kau pikir ayat-ayat suci Tuhanmu mampu untuk mengalahkanku? Kalau kau mau, cobalah, maka kau akan mengetahui seberapa kuat diriku. Hahaha...!”

Tiba-tiba sebuah rantai besi merah yang begitu panas yang datangnya entah darimana langsung melesat ke arah kami bertiga, dan dengan mudah pula berhasil menjerat kami.

“Panas...” jerit Andre tak kuasa menahan panasnya rantai besi itu. “...aku sudah seperti meleleh. Jikalau aku harus mati hari ini, aku harap kalian semua bisa selamat dari dia!”

Akupun juga mengaduh, menahan panas rantai besi itu. “Arrhg... he—hentikan omong kosongmu itu, Ndre! Kita semua akan selamat dari sini. Percayalah dan serahkan ini semua pada Tuhan kita. Pastinya ada sebuah jalan untuk bisa mengalahkannya!”

“Biarkan aku saja yang mengatasinya, darling,” kata Mela tiba-tiba. Aneh, dia seperti tak merasakan panas sedikitpun, walaupun rantai besi itu mengikatnya. “Tenang saja, aku akan menyelamatkan Ella juga. Karena menurut peneranganku, di buku perpustakaan terlarang, Ki Bradjamana tewas di tanganku.”

“Mela... apa kau yakin?” tanyaku yang sedikit khawatir padanya. Walaupun kutahu kalau Mela itu kuat, dia masihlah gadis biasa yang begitu ceroboh saat bertindak. “Kau tak perlu memaksakan dirimu, kan? Biar aku saja yang akan melawannya dan menemukan sebuah cara untuk menyelesaikan semua ini.”

Mela pun tersenyum kecil. “Darling memang orangnya terlalu baik, ya? Tapi, tak perlu memaksakan dirimu lagi. Aku saja sudah cukup untuk mengalahkannya.”

Dengan cepat, Mela berhasil melepaskan diri dari rantai besi yang menjeratnya. Tak lupa juga, dia membebaskan kami berdua dari rantai besi merah itu.

Membuat kami pingsan seketika.

***

[Mela POV]
“Ah... ternyata benar. Kau adalah Ndoro Ayu, orang yang telah membunuh muridku, Nyi Ireng. Memang sekte Immas adalah salah satu musuh besar dari sekte kami,” ujar Ella menatap tajam ke arahku.

“Ya, seperti yang telah kau katakan, Ki Bradjamana. Namun, ada yang perlu aku koreksi dari pernyataanmu itu barusan.” Sahutku datar.

“Hee...? apa itu?”

“Aku sama sekali tak peduli dengan keluarga maupun sekteku. Aku berkeinginan membunuhmu bukan karena sekte atau semacamnya, karena aku menikmatinya!” jawabku yang langsung tertawa terbahak-bahak.

Suara tawaku bahkan terdengar oleh Ratu Muspitasari. Dia menggigil ketakutan seketika, karena dia merasakan sebuah tawa dari akhir dunia.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close