Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 32) - Pesona Ratu Kerajaan Marwapati


[Umam POV]
JEJAKMISTERI - Aku mengikuti kemanapun Ratu Dedemit itu membawaku. Aku tak bisa melakukan apapun untuk membebaskan diri, bahkan untuk membaca doa-doapun aku tak sanggup. Aku yakin kalau borgol yang dia pasangkan ke kedua tanganku itu membuatku lupa akan ayat-ayat Al-Qur’an. Ella yang berada di sampingku cuman terdiam, tak mau bicara apapun padaku.

Ratu demit yang belum kuketahui namanya itu membawaku sampai tiba di sebuah pohon yang begitu besar dan tinggi. Di sana sebuah pintu gaib tiba-tiba terbuka, dan kami semua memasuki tempat itu. Di sana kami menjumpai pemandangan yang sedikit berbeda dari desa gaib itu. Sekarang pemandangan itu berubah menjadi sebuah kerajaan yang sangat besar, yang sudah berjejer ribuan pasukan yang berjejer menanti kedatangan ratu mereka di pintu gerbang.

Kami berjalan melewati setiap pasukan yang membungkukkan badan memberi penghormatan kepada ratu mereka. Dan diujung perjalanan ini, terdapat seseorang yang bungkuk, rupa dan mukanya penuh dengan borok dan nanah yang menjijikkan, dan dia memakai tongkat kayu warna hitam sembari mengarahkan senyumnya pada kami.

“Selamat datang Yang Mulia Ratu,” ucap pria penuh borok itu. “Saya harap perjalanan Anda berjalan dengan baik,”

Ratu demit keluar dari kereta kencananya, “Ah, Ki Bradjamana, senang bertemu denganmu. Kenapa kau datang menghadapku dengan tubuh bayanganmu, tidak tubuh aslimu? Apa kau berniat untuk menghinaku?”

“Ampun, Yang Mulia Muspitasari... saya tidak bermaksud demikian, namun ada sebuah masalah penting yang harus segera saya selesaikan dengan menggunakan raga asliku,” jawab Ki Bradjamana sembari membungkuk, dihadapan ratu demit itu.

Sesampainya di istana, kami berdua mendapat sambutan yang begitu baik dan luar biasa ramah dari orang-orang istana Malwapati. Mereka menyediakan kami makan, tempat tidur, pakaian yang megah, dan lain-lain. Namun, ada sesuatu yang menyuruhku untuk tidak menyentuh ataupun memakan makanan dan minuman itu.

Aku tak tahu kenapa, namun kekuatanku semakin berkurang tatkala aku tetap berdiam diri di istana itu, membuatku agak merasa janggal, seolah kekuatanku tengah dihisap oleh istana demit ini sendiri.

“Ella... apapun yang terjadi, dan entah apa yang bakal dikasih oleh ratu Muspitasari, jangan sekali-kali kau menerimanya,” kataku sedikit menasehati Ella yang tengah terbaring di sampingku. “Aku merasa kalau ada yang sedang direncanakan oleh ratu demit itu.”

“Aku tak tahu lagi, kak. Baru kehilangan delapan teman-temanku di desa itu... sekarang harus mendapati kalau Nanda harus menjadi istri salah satu demit di sini pula, aku merasa setiap kejadian buruk selalu dan selalu menimpa orang-orang di sekelilingku,” jawabnya yang terdengar sedang murung itu.

“Kau tak perlu khawatir, Ella. Kita akan keluar dari tempat ini dan menyelamatkan teman baikmu itu!” kataku antusias untuk sedikit menghiburnya.

Dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang dua orang pelayan gadis yang datang ke kamar kami berdua. Mereka berdua mengatakan kalau Ratu Muspitasari menantikan kehadiran kami. Karena tak punya pilihan lain, kami pun mengikuti ke mana kedua pelayan itu akan membawa kami.

Sesampainya di ruang tahta, kedua pelayan itu membungkukkan badan 90 derajat, namun kami tak sudi melakukannya. Dengan cepat, salah satu pasukannya segera memaksaku untuk menunduk di hadapan Ratu Muspitasari dengan menendang kedua sikuku.

“Kalau kau sedang berada di hadapan Ratu, kalian harus menunduk, memberi hormat padanya. Mengerti?” bentak salah satu pasukan itu.

Kami berdua hanya diam saja, tak memperdulikan apa yang hendak dikatakan oleh pasukan itu.

Merasa sedikit aneh dengan perilaku kami, Ratu Muspitasari pun turun dari tahta dan berjalan mendekati kami.

“Kau sungguh menarik, anak muda. Biasanya setiap lelaki yang melihatku akan langsung jatuh cinta pada kecantikan dan keanggunanku, namun berbeda denganmu. Apakah kecantikan dan keanggunanku kurang menarik di matamu?” katanya yang sembari membelai kedua pipiku dengan lembut dan menggoda. “Seharusnya kau itu beruntung karena aku menginginkan pria sepertimu untuk menjadi suamiku. Lagipula kamu belum punya siapapun yang spesial kan di hatimu itu?”

“Maaf atas kelancangannya. Namun, kau adalah jin dan kami adalah manusia. Tidak sepatutnya makhluk yang kastanya di bawah kami, untuk saling mengikat perjanjian dalam tali pernikahan.” Jawabku yang sama sekali tak tergoda dengan rayuan ratu demit itu. “Sebaiknya kau segera bertobat dan atau kau akan mendapat karma atas perbuatanmu itu.”

Ratu Muspitasari kemudian tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku barusan. Aku sudah tahu siapa ratu itu sebenarnya dari buku yang diberikan Restu padaku.

Ratu Muspitasari adalah salah satu selir kerajaan Singosari yang menginginkan kehancuran Singosari sebagai balas dendam. Dia berguru kepada seorang iblis yang bernama Sakralana, sehingga dia harus mengorbankan jiwa dan raganya untuk bersatu dengan iblis itu, dan beginilah jadinya.

“Kau benar-benar menarik, manusia,” kata Ratu Muspitasari sembari mengelilingiku sembari membelaiku dengan tangannya yang lembut. “Ucapanmu barusan sungguh membuatku semakin tertarik padamu. Dan aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan,”

***

[Feby POV]
Setelah kabut hitam itu menerkam kami, aku sampai di sebuah danau yang indah dan ada tujuh air terjun di setiap sisinya. Tak tahu apa yang akan kulakukan, aku iseng menyusuri wilayah danau indah itu dan sampai menemukan keberadaan Siti, Agung, Wulan, dan Cici yang tengah terkapar di pinggir danau.

Setelah kugoyang-goyangkan mereka dan kuteriaki di dekat kuping mereka masing-masing, akhirnya mereka semua pun sadar.

“Woy, bangun, Woy...!” bentakku pada mereka.

“Feby? Sedang apa kau di sini?” tanya Agung yang baru tersadar itu sambil menguap. “Padahal aku sedang enak-enaknya mimpi bertemu dengan jodohku,”

Aku sedikit kesal, “Woy, bangun! Kita tersesat!!”

Mereka semua pada terbangun mendengar kata ‘tersesat’ yang kuucapkan. Setelah mereka menyelidik kondisi di sekitar mereka, mereka pun percaya kalau mereka tengah disesatkan oleh penghuni desa Plesiran Londo itu.

“Astaga, benar katamu, Feb! Kita disesatkan,”

“Sudah kubilang dari tadi. Kalian aja yang keenakan tidur di pinggir danau. Duh!”

Siti memegang dagu, “Btw, Nona Feby, sudah berapa lama kita pingsan?”

“Ah, aku juga tidak tahu. Aku bangun sejam sebelum kalian. Dan begitu aku membuka mata, aku sudah berada di pinggir danau yang indah ini,” jelasku yang juga sama-sama tidak tahu.

Tiba-tiba, Cici dan Wulan nimbrung sambil menunjuk ke arah depan. “Kak Feb, lihatlah... ada seseorang di depan yang lagi memainkan seruling di atas batu!”

Kami semua menoleh ke arah yang ditunjukkan mereka. Dan ternyata benar. Ada seorang pria yang tengah memainkan serulingnya dengan merdu di atas batu sambil dia bersila.

Dengan perasaan sedikit takut, aku mencoba mendekati orang itu, diikuti oleh Siti kemudian Agung, dan sisanya.

“Anu... permisi. Anda itu siapa?” tanyaku yang sudah mulai takut melihat pria itu.

Mendengar sapaanku, pria itupun membuka matanya. Dia menatap kami dengan sayu, seperti seorang yang sudah mati, tak lupa juga dia memberikan senyum yang terasa begitu dingin itu.

“Nisanak sendiri siapa?” dia bertanya balik. “Mengapa manusia seperti kalian ada di sini? Padahal sudah lebih dari enam ratus tahun tiada seorangpun yang berada di sini?”

“Kami tersesat di sini... lebih tepatnya disesatkan oleh penghuni sini,” jawabku yang masih ragu apakah dia sosok yang baik atau malah sebaliknya. “Apakah anda tahu caranya untuk keluar dari tempat ini?”

Pria itu kembali memejamkan mata, seperti sedang memikirkan sesuatu. Entah itu memikirkan cara untuk membantu kami, atau untuk membunuh kami semua?

“Namaku adalah Anggoro Aji.” Jawabnya masih dengan menutup mata. “Saya adalah salah satu petinggi di kerajaan Singosari. Aku berada di sini karena sedang melakukan pertapaan seribu tahun,”

Kami biarkan dia untuk terdiam beberapa saat. Tak beberapa lama kemudian, diapun membuka matanya kembali.

“Ah, tak ada jalan untuk keluar dari sini, Nisanak. Kecuali atas restu dari Ratu Muspitasari sendiri.” Katanya yang penuh keramahan.

“Ratu Muspitasari? Siapa dia?” tanya Agung menyerobot obrolan kami. “Apa dia juga sama sepertimu?”

Pria itu tertawa lirih, lalu menggeleng. “Bukan, Kisanak. Ratu Muspitasari adalah Ratu Demit di wilayah ini. Dulunya dia adalah selir raja Singosari, namun karena dendamnya, dia menjadi iblis yang dikurung di sini oleh ketiga calon raja Singosari.”

“Sebaiknya kita segera temui tuh Ratu demit...” saran Cici yang tergesa-gesa. “Kalau dia tidak mau, sebaiknya kita luluh lantakan istananya dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an,”

“Tidak semudah itu, Nisanak! Ahh... ternyata kalian adalah orang-orang muslim, ya? Dalam pengembaraanku dulu, aku juga sempat bertemu dan belajar dari orang-orang muslim pedagang macam kalian, namun yang kutahu adalah... iblis takkan bisa dilawan dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an itu, jikalau di dalam tubuh kalian masih terdapat sifat-sifat kotor bak sebutir dzarahpun.”

“Lalu, apa yang harus kami lakukan?” tanya Wulan yang sudah mulai putus asa.

“...Sebenarnya aku tidak tahu cara untuk mengalahkannya, Nisanak. Tapi, seorang wali menemuiku sekitar seratus empat puluh tahun lalu. Dia terus membual mengenai isi yang ada di dalam peti kecil yang diluarnya tertulis tulisan arab, yang bermakna ‘Tiada Tuhan Selain Dia, Dan Muhammad adalah Utusan-Nya’. Kalau tidak salah, kyai itu bernama Marwan bin Muhammad bin Ibrahim,” jawab Anggoro Aji sambil mencoba mengingat-ingat peristiwa yang lalu. “Katanya di dalam peti kecil itu, tersimpan sebuah pusaka yang sanggup menghancurkan iblis sampai empat puluh tahun. Ya, walaupun aku sama sekali tak percaya dengan kata-katanya.”

“Marwan bin Muhammad??” aku berpikir. “Bukankah itu adalah leluhur kak Umam, yang disebut sebagai Ki Ageng Selo.”

“Lalu, apa anda tahu di mana kyai Marwan menyembunyikan peti itu?” tanya Siti menatap datar ke arah Anggoro Aji.

“Menurut penjelasan darinya, peti kecil itu dia letakkan di bawah pusar istana Ratu Muspitasari,” jawab Anggoro Aji menerka-nerka. “...Dan hanya orang yang memiliki garis keturunan dari kyai itulah yang mampu menemukannya.”

“Astaga... itu berarti hanya kak Umam seoranglah yang bisa menemukannya!” aku terkejut mendengarnya. “Tapi... sekarang ini kami semua saling terpisah satu sama lain,”

“Hm... aku tahu di mana kalian bisa menemukannya. Sekarang ini dia berada di dalam istana Marwapati. Ratu demit itu berusaha untuk menjadikan pemuda yang kalian sebut Umam itu untuk menjadi kekasihnya,” ujar Anggoro Aji. “Sebaiknya kalian segera ke sana dan menyelamatkannya. Hanya dia satu-satunya jalan supaya kalian semua bisa selamat.”

“Lalu bagaimana kita bisa mengatasi pasukan-pasukan dari ratu demit itu?” tanya Cici cemas.

“Ah, itu mudah. Gunakan kerisku ini untuk menghadapi pasukan-pasukannya,” jawab Anggoro Aji sambil menyerahkan sebilah keris padaku. “Keris Naga Sutra ini mampu menghancurkan setiap pasukan-pasukan dari ratu demit itu. Namun, ini takkan berhasil digunakan untuk melawan ratu Muspitasari. Kalian harus cari cara untuk menyelamatkan pemuda itu!”

Setelah mengerti, kami pun segera pergi ke arah timur untuk mencari keberadaan istana Marwapati itu.

***

[Andre POV]
Setiap saat, hatiku terus berdebar-debat dengan kuat saat bersama Mela. Entah bagaimana aku bisa tiba-tiba jatuh cinta padanya, padahal kutahu kalau itu cuman akan menjadi cinta yang kosong semata, karena tak mungkin kalau Mela akan mencintaiku.

Tak berapa lama kami melangkah, kami sudah tiba di sebuah rumah reyot yang ada di tengah rawa. Mungkin orang-orang sini sering menyebutnya sebagai rawa gaib.

“Ndre, untuk sekarang... sebaiknya kita berpencar dulu ya?” pinta Mela dengan suara imutnya. “Aku mau mencari kayu bakar dan bahan-bahan yang diperlukan untuk beristirahat di sini. Esok hari kita bisa melanjutkan perjalanan mencari yang lainnya!”

“Ah, terserah kau saja, Mela. Aku sudah tak kuat lagi berjalan,” jawabku lesu dan lelah.

“Oke, aku segera kembali kok, dan berhati-hatilah saat berada di tempat ini!”

Mela pun segera berlalu, pergi menyusuri semak-semak belukar yang ada di ujung rawa. Sementara diriku... hanya terduduk lesu di salah satu batu sembari mengeluh akan nasib.

Dalam keadaan demikian, tiba-tiba dari dalam rumah reyot itu keluar seseorang kakek tua, mempunyai wajah yang begitu mengerikan, wajahnya penuh borok dan nanah, membuatku ngeri seketika. Namun, di samping itu, suaranya begitu lembut dan membujuk.

“Hai, anak muda... kau menyukai gadis itu, ‘kan?” sapanya yang entah bagaimana dia bisa membaca hatiku. “Ya, aku bisa membaca hatimu. Perasaan manusia yang sedang kasmaran memang begitu mudah untuk dibaca. Hehehe...!”

Aku dengan segera bersiaga. Bersiap-siap jikalau kakek tua itu tiba-tiba menyerang. “Siapa kau? Apa yang kau inginkan dariku?”

Kakek tua itu tersenyum licik ke arahku. “Aku? Aku tak menginginkan apapun di dunia ini, anak muda. Aku hanyalah seorang kakek yang baik hati yang ingin menolongmu untuk mendapatkan cinta dari gadis itu... bahkan, kau juga akan bisa mendapatkan tubuh indahnya, jikalau kau mau?”

“Apa maksudmu itu, orang tua?” tanyaku menelisik akan niat tersembunyi kakek tua itu. “Apa kau pikir aku adalah seorang jones yang menyedihkan dan bahkan tak berani untuk menyatakan perasaannya?

Kakek tua itu pun tertawa, “Hahaha... iya, kau memang bocah yang menyedihkan. Sekarang kau terima atau tidak... ramuan pelet ini akan membuatmu mendapatkan cintanya, bahkan dia akan siap mati hanya untukmu!”

Kakek tua itu tanpa menunggu persetujuanku langsung menyerahkan sebuah botol warna hitam kecil kepadaku. Dia menyuruhku untuk meneteskan cairan yang ada di dalam botol ini ke minuman Mela malam ini.

Sebelum aku tanya akan resikonya, aku sudah tak mendapati orang tua itu lagi dimanapun. Aku masih kepikiran apakah aku harus menggunakan ramuan pelet ini atau tidak, pasalnya Mela adalah kekasih kak Umam, dan mereka berdua cukup baik padaku.

Tak berlangsung lama, Mela pun datang sembari membawa kayu-kayu bakar dan juga beberapa buah yang ia petik di sekitar sini. Pertama-tama aku ragu untuk memakannya karena buah-buah itu berasal dari dunia gaib, namun kata Mela, buah ini berasal dari dunia nyata yang terperangkap di dunia gaib, jadi masih baik-baik saja jikalau dimakan.

***

[Umam POV]
“Bagaimana tawaranku tadi, anak muda? Kau mau menerima lamaranku atau tidak, hm?” tanya Ratu Muspitasari padaku terus. Dia sedikit memaksa. “Kalau kau menerimanya, aku berjanji akan memberimu segala yang kau harapkan di dunia ini... dan jikalau kau menolaknya, maka teman-temanmu akan aku habisi terlebih dahulu sebelum dirimu supaya kau merasakan rasa kehilangan yang teramat pahit, sebelum kau mati.”

“Laa Ilaha Illallah, Tiada Tuhan Melainkan Allah SWT. Aku takkan termakan tipuan jin macam kau, Nyi Ratu. Sudah jelas bahwa hubungan sexual antara jin dengan manusia sangat dilarang, bukan hanya dari segi agama, namun adat dan norma lain,” jawabku teguh akan pendirianku. “Maaf, aku tak bisa menerima lamaranmu. Lagipula, aku sudah mempunyai seseorang yang aku sukai, dan aku akan terus memegang hal itu.”

Mendengar jawabanku barusan, Ratu Muspitasari langsung geram, suara celetuk gigi gerahamnya pun terdengar kuat di telingaku.

“Pasukan! Cepat cari teman-teman pria ini... dan bawa mereka ke sini untuk dipancung!”

Deg! Aku kaget sekaligus cemas mendengarnya. Aku tak tahu apakah teman-temanku bisa ditemukan dengan mudah oleh pasukan dari Ratu Muspitasari atau tidak, namun aku harus berbuat sesuatu untuk mencegahnya.

Dengan cepat, Ratu itu memasukkanku dan Ella ke dalam sebuah gelembung raksasa yang membuat kami terkurung dan tak bisa keluar, kecuali atas izin dari Ratu Muspitasari sendiri.

Tak berselang lama, semua teman-temanku bisa ditemukan dengan mudah dan di bawa menuju ke hadapan Ratu demit itu. Semua ada di sana, terkecuali Andre dan Mela. Entah bagaimana mereka berdua tidak bisa ditemukan oleh pasukan Ratu Muspitasari.

“Ah, jadi mereka semua teman-temanmu, pemuda? Mereka semua kelihatan lezat dan enak jikalau di makan,” seru Ratu Muspitasari mencoba memprovokasimu. Aku tahu kalau dia takkan bisa melukaiku, karena aku keturunan dari Kyai Marwan. “Bagaimana setelah mereka semua kupancung, daging mereka aku bakar dan kita rayakan dengan pesta besar-besaran.”

“Kak Umam...” suara panggilan dari mereka bergema di telingaku. “Tolong kami, kak... kami tahu sebuah cara untuk mengalahkan ratu demit itu!”

Aku saat itu bukannya tidak mau menolong atau apalah, namun aku juga terkurung dan tak bisa keluar, sementara Ella cuman meracau tak jelas.

Kami semua pun di bawa ke halaman istana, di mana semua rakyat kerajaan Marwapati. Dan di sana aku akan menyaksikan hukuman pancung yang akan dilakukan oleh algojo yang sudah siap untuk memancung kepala teman-temanku,

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close