Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 35) - Gadis Kemenyan


[Ella POV]
JEJAKMISTERI - “Aku kenapa, pak? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanyaku dongkol.

“Kamu tadi kerasukan, nak. Ada sosok jin yang tengah menempel dalam jiwamu, sehingga kau akan dengan mudah dikendalikan olehnya.” Jawab pak Soleh menjelaskan.

“Jin? Mengendalikanku...?”

“Iya, dek Ella. Jin yang merasukimu sangatlah kuat dan merepotkan. Dan jin itu seperti ada untuk melindungi tuannya,” jawab Pak Suryadi. “Apa kau atau keluargamu melakukan sesuatu perjanjian dengan jin?”

Aku menggeleng,

Membuat mereka berdua merasa ganjil dan curiga. Namun, perasaan itu segera mereka tepis, dan menganggap kejadian itu merupakan ketidaksengajaan.

Karena ada urusan lain, Pak Suryadi dan Pak Soleh meninggalkanku seorang diri di ruang UKS. Mereka berjanji akan memanggil Nanda untuk menemaniku, membuatku sedikit lega.

Setelah mereka berdua pergi, aku kembali membaringkan badanku di atas ranjang sembari berpikir. Apa dan siapa bayangan seorang selir itu dan mau apa dia dariku.

Belum lama aku memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara bisikan yang terus membisikkan kata-kata jahat ke dalam batinku. Seperti mencoba mengendalikanku lagi.

Bunuh Cindy... bunuh mereka semua...!
Dengan membunuh mereka, kehidupanmu akan damai di sini... bunuh dia... bunuh mereka!

Suara itu terus membisikkan sesuatu yang jahat, sampai aku tak kuasa menahannya dan membuatku lepas kendali. Namun syukurlah karena Nanda datang dengan membawa Lukman, pacarnya.

“Kau sudah baikan, El?” tanya Nanda dengan suara kecil yang merupakan khasnya. “Tadi pak Suryadi memberitahu kalau kau sudah siuman,”

“Kau bisa lihat sendiri kan? Aku nggak apa-apa kok! Hanya saja sedikit lemes badanku,” jawabku ketus.

“Sebenarnya apa yang terjadi sih, Ella? Kok kamu bisa kesurupan gitu? Mungkin kami bisa membantu gitu,” tanya Lukman langsung ke topik permasalahan. “Ya itu kalau kau mau cerita... kalau nggak, kami juga tidak akan memaksa kok!”

Aku menghela napas panjang.

“Entah aku juga tidak tahu. Sedari kemaren malam aku selalu dihantui oleh sosok selir yang mengaku sebagai titisan dariku,” jawabku jujur dan terbuka pada mereka. “...Setelah itu, aku sering mendengar suara bisikan-bisikan yang begitu jahat untuk melukai, bahkan membunuh siapapun yang menjahiliku. Entah, aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana sekarang ini!”

Mereka berdua diam sembari mengangkat dagu, mencoba memikirkan apa yang kualami dan bagaimana caranya untuk membantuku. Namun mereka juga buntu, sama sepertiku.

Tidak ada jalan lain untuk mengakhiri ini, selain menemui seseorang dari keluarga Marwan itu.

***

Keesokan paginya, rumah kami digedor-gedor oleh seseorang. Aku yang waktu itu kurang enak badan, karena selir itu selalu menemuiku setiap malam, baik di saat aku terjaga, ataupun saat aku tertidur.

Ketika aku membuka pintu, aku lihat kak Tio sudah membuka pintu itu. Dan dari sana, masuklah ketiga orang bermuka sangar, berbadan kekar, segera mendaratkan pukulan ke arah perut kak Tio.

“Dimana dia... dimana adikmu, Ella!?” tanya salah satu dari mereka mengancam. “Adikmu itu telah melukai anak bos kami, sampai koma di rumah sakit!”

“A...Apa? Itu tidak mungkin. Adikku Ella adalah gadis yang baik, pendiam, dan penurut!” jawab kak Tio membelaku. “Mana mungkin adikku bisa melakukan hal sekejam itu!?”

“Masih berani juga, ya kau bicara seperti itu!!” mereka langsung memukuli kak Tio lagi, namun kali ini sampai dia babak belur dan memuntahkan darah.

Keriuhan yang terjadi di rumah kami membawa perhatian para tetangga untuk datang melihat. Namun sangat disayangkan, di antara mereka tidak ada yang berani masuk dan melerai ketiga preman tersebut.

Tak mau melihat kakakku menderita, aku beranikan diriku untuk menemui mereka. Mencoba membicarakan hal ini baik-baik, daripada harus adu jotos. Silvia yang waktu itu sedang mandi segera menyudahi mandinya dan ikut menemui ketiga preman tersebut.

“Kakak...!” panggil Silvia cepat. “Kakak baik-baik saja?”

“Tenang, kakak baik-baik saja kok!” jawab kak Tio menenangkan Silvia yang masih kecil itu.

“Aku yang bernama Ella. Mau apa kalian di rumahku dan mengobrak-abrik rumahku, he!?” kataku yang mulai geram melihat tingkah laku mereka bertiga. “Sekarang, aku minta kalian untuk segera keluar dari sini...! aku akan menangani masalah ini esok hari!”

Salah satu preman itu langsung menampar mukaku sampai terduduk karena ancamanku barusan. “Pinter! Kalian... cepat bawa gadis kecil itu sebagai jaminan. Kalau dia macam-macam, kita akan kuliti tubuh gadis kecil ini! Ayo cabut.”

Mereka bertiga menculik adikku, Silvie, tanpa aku bisa berbuat apapun untuk menolongnya. Para tetanggaku bahkan tidak berbuat sesuatu untuk menolong adikku itu. Dasar pengecut!

Malam harinya, aku ditanyai habis-habisan oleh kak Tio. Namun, aku masih belum bisa jujur mengenai paman Rendro, tapi untuk masalah Cindy cs, aku katakan semuanya.

“Jadi, kamu melukai Cindy dan kawan-kawan itu, ya?” tanya kak Tio, dengan nada kalem. “Mengapa kau sampai melakukan itu semua? Dan bagaimana kau bisa melakukan semua itu hanya dengan tanganmu, Ella?”

“Entahlah, kak. Ketika mereka membullyku, aku bisa mendengar bisikan-bisikan jahat yang terus membisikkan untuk melukai, bahkan membunuh mereka,” jawabku jujur. “Kata Nanda, dan juga Pak Soleh, aku kemaren itu kesurupan. Ya, aku sih tidak tahu, karena waktu itu aku kehilangan kesadaran.”

“Hmm... kakak punya kenalan, seorang supranatural. Dia sudah sering mengobati orang-orang kesurupan. Apa kau mau?” kata kak Tio memberikan saran. “Dia pasti bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkanmu. Dan terlebih lagi, dia adalah murid dari salah satu cicit kyai Marwan!”

Tiba-tiba setelah mendengar kata ‘Marwan’, aku tidak bisa mengendalikan diriku kembali. Dengan cepat aku tarik kerah kak Tio dan melemparnya sampai membentur ke tembok.

“Jangan kau sebut nama Marwan di hadapanku, bocah!” ujar sosok yang merasukiku. “Aku benci nama itu... kalau tidak kau ucapkan lagi, aku akan dengan senang hati melepas adikmu. Haha...!”

“Awh, Astagfirullah...! Dasar jin laknat!” jawab kak Tio menahan rasa sakit karena habis dibanting. “Ternyata paman biadab itu telah melakukan sesuatu pada adikku. Keluar kau dari tubuhnya. Selir Ninggolo Geni!”

***

[Tio POV]
Ella yang kerasukan sempat terdiam untuk sejenak. “Hahaha... tak kusangka kau mengenalku, bocah! Iya, aku adalah selir Ninggolo Geni, penguasa cakrawala. Dan adikmu ini adalah wadah yang cocok buatku untuk mewujudkan semua ambisiku. Hahaha...!”

“Apa maumu dari adikku?” tanyaku sembari mencoba berdiri.

“Gadis kemenyan!” jawabnya singkat. “Adikmu ini adalah gadis kemenyan, kau tahu itu? Dan aku lah yang telah memindahkan roh yang ada di bukit kemenyan ke dalam rahim ibumu. Dengan begitu, dia mampu melahirkan Ella, adikmu itu.”

“Apa?” kataku tak percaya.

“Asal kau tahu... sebelum Ella ada di dalam rahim ibumu, ibumu sempat mengandung bayi perempuan, namun setelah kandungan berusia empat bulan, secara tiba-tiba kandungan yang sedang dikandung ibumu itu keguguran. Karena tak kuasa dengan mental yang diterima oleh ibumu, ayahmu dan juga pamanmu mencoba peruntukan di sebuah bukit penuh pohon kemenyan, yang sering disebut sebagai bukit kemenyan,” jelas Ella kerasukan dengan muka pede. “Di sanalah, mereka mencoba melakukan sebuah ritual untuk mendapatkan anak kembali. Di sana, mereka mengambil sebatang pohon kemenyan setelah dua hari bertapa, dan kemudian memasukkan serpihan-serpihan pohon kemenyan itu ke dalam minuman ibumu. Dari sanalah mereka akhirnya mendapati kalau ibumu akhirnya hamil kembali. Iya, itu adalah Ella!”

“Jangan bodohi aku dengan kebohonganmu, jin kafir! Atas nama Allah SWT yang Maha Agung, aku perintahkan padamu untuk cepat keluar dari raga adikku, atau akan kubakar kau!”

Ella tertawa terbahak-bahak mendengar ancamanku. “Hahaha... lakukan saja kalau kau berani. Namun, aku telah mengatakan padamu sebuah kejujuran. Kalau kau tidak percaya, silahkan saja. Tapi, jangan sampai kau menghubungi siapapun dari keluarga Marwan, atau aku akan membunuh adikmu ini. Hahahah...!!”

Seketika, tubuh Ella lemas dan terjatuh, menandakan kalau jin keparat itu telah keluar dari tubuhnya.

“Aku harus segera menemukan solusi untuk mengatasi masalah ini. Dan demi Allah, aku tak rela apabila adikku dijadikan sebagai anggota dari sekte sesat itu!”

Tak peduli dengan ancaman dari Ninggolo Geni yang bersemayam di tubuh adikku, aku bergegas menghubungi beberapa santri yang aku kenal pernah belajar ilmu kanuragan (ilmu hikmah) dan ilmu agama di ponpes Abdurrahman, ponpes yang merupakan tempat para keturunan kyai Marwan menimba ilmu. Dan dari sana, aku mendapat beberapa pertolongan seperti santri-santri yang dengan senang hati ikut membantu. Mereka membagi menjadi penjaga, di keluarga Cindy dan juga teman-temannya yang pernah dilukai oleh Ella. Karena memungkinkan kalau nyawa mereka saat ini sedang dalam bahaya.

Dan selain itu, ada dua ustadz yang merupakan murid dari Mbah Jayos yang kini berdomisili di wilayah Jember bersedia membantuku dalam melakukan pengusiran dan pembatalan kontrak dengan penguasa sekte Mata Satu. Dan yang terakhir adalah, bantuan dari polisi Ir. Rio dalam pelacakan penculikan Silvia.

Keesokan harinya, aku larang Ella untuk bersekolah hari ini, aku pun juga sudah menitipkan surat absen pada pak sopir. Ketika waktu menunjukkan pukul sebelas siang, terdengar suara ketukan pintu dan juga salam, membuatku segera membukanya.

Ternyata mereka adalah dua ustadz yang bersedia membantu juga Ir. Rio. Mereka datang karena ingin menanyakan perihal keseluruhan kejadian yang menimpa keluargaku beberapa waktu yang lalu.

Aku ceritakan semua hal kepada mereka, dan mereka pun manggut-manggut mengerti.

“Iya, sebenarnya saya tidak begitu mengerti akan urusan kegaiban seperti itu, namun lebih baik jikalau pihak kepolisian mengambil alih kasus penculikan adik mas Tio yang bernama Silvia itu,” kata Ir. Rio tegas. “Untuk urusan mengenai kegaiban, anda bisa berkonsultasi dengan kedua ustadz di samping saya. Mereka adalah ustadz yang kompeten kok!”

“Iya, makasih banyak, Ir. Rio! Kami sekeluarga sangat berterima kasih,” jawabku sekenanya.

“Perkenalkan, namaku adalah Ustadz Irham dan di sampingku ini adalah Ustadz Ilham. Kami datang ke sini untuk membantu masalah anda mengenai kegaiban,” sahut ustadz Irham memperkenalkan diri. “Namun, kami di sini hanyalah sekedar membantu semampunya. Itu semua tergantung dengan Dzat yang Maha Tahu. Semoga misi kali ini, kita semua diberikan petunjuk dan keberhasilan.”

“Amin!”

Tak berapa lama, Ella datang sembari menyuguhkan kopi dan snack untuk mereka bertiga. Kedua ustadz mencoba untuk menerawang dan melihat ke jiwa Ella, mereka tak mendapati adanya keanehan, seperti auranya keganggu, bagaikan batu yang dilempar ke air tenang.

Untuk itu, ustadz Irham pun meminta Ella untuk bersedia di ruqyah, dan tanpa perdebatan lebih panjang, Ella pun setuju. Dengan segera, Ella kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Setelah itu, kami mengobrol remeh temeh untuk waktu beberapa saat, sampai terdengar suara dobrakan pintu belakang. Mendengar itu, kami semua segera berlari menuju ke tempat sumber suara itu.

Sesampainya di sana, kami berempat melihat pintu belakang hancur lebur, seperti didobrak oleh sesuatu, atau malah dihancurkan oleh meriam, sampai keadaannya seperti itu. Dan ketika aku hendak memanggil Ella, tidak ada sahutan maupun jawaban keluar dari kamarnya.

Karena khawatir, Ir. Rio berserta ajudannya segera bergegas untuk melakukan pencarian kepada Ella. Sementara kedua ustadz itu segera menyuruhku untuk mengikutinya.

Sepertinya mereka tahu apa yang terjadi terhadap Ella dan kemana dia pergi saat ini. Namun, sebelum mereka bercerita, mereka berdua ingin memastikan sesuatu padaku.

“Apa Tio siap untuk mendengar?” tanya ustadz Irham lembut. “Siap mendengar apa yang akan aku sampaikan? Kalau belum, sebaiknya tidak akan kami ceritakan saat ini juga. Kalau sudah, kami akan memberitahukan sesuatu mengenai adikmu.”

Tak tahu mengapa, siap ataupun tidak siap, aku sudah siap untuk mendengarnya.

“Ya, ustadz Irham. Saya sudah siap mendengarnya. Apapun yang akan kudengar nanti, aku Insya’allah akan menerimanya,” jawabku mantap. Setelah itu, akupun mencoba mengambil napas panjang-panjang untuk mendengar akan apa yang dibicarakan oleh ustadz Irham.

“Adik mas Tio... telah terbelenggu oleh iblis yang menjadi sesembahan sebuah sekte sesat. Kami tak tahu apakah kami bisa menyelamatkannya, namun insya’allah kami akan berjuang semampunya.” Kata ustadz Irham. Dia pun mengisap sisa rokok yang dia punya. “Dan jikalau dek Ella mengizinkan iblis itu bersemayam di dalam tubuhnya dengan suka rela, maka jiwa dan tubuh adek mas Tio tidak akan bisa diselamatkan lagi, dan kita harus segera membunuhnya!”

Setelah aku mendengarnya, aku pun shok seketika. Apa tak ada cara lain selain harus membunuhnya. Namun, mereka berdua hanya menggeleng. Yang mana itu berarti kami harus segera menyelamatkan Ella.

***

[Silvia POV]
Di suatu tempat yang jauh, di dalam sebuah bangsal kuno. Di sana mereka bertiga melakukan penyiksaan fisik dan batin terhadapku. Mereka mengikatku dan menyandarkanku ke sebuah tiang di sana.

“Mau kita apakan gadis kecil ini, bos?”

“Kita belum mendapat perintah langsung dari Nona Saraswati. Jadi, kita tidak diperbolehkan untuk melakukan sesuatu apapun kepada gadis ini,” jawab pemimpin preman itu.

“Ahh... jika tahu begini, aku takkan mau mengikuti perempuan setan itu. Dan untuk gadis kecil ini, biasanya aku sudah memenggal kepala gadis kecil ini dengan gunting besar yang kupunya dan menaruh kepalanya di salah satu tiang jembatan sebagai tumbal!”

“Hush... jangan kau sebut nama perempuan itu. Bahaya!” sahut pemimpin preman itu memperingatkan. “Kita sudah sama-sama tahu kalau sudah berapa banyak dari kita yang sudah ia bunuh. Apa kau mau menjadi salah satunya, he?”

Mereka bertiga akhirnya terdiam.

“Tolong... tolong!!” teriakku, memanggil sebuah pertolongan.

“Cih! Bisa diam nggak kamu, gadis kecil? Teriaklah sesuka hati begitu kami bertiga pergi dari sini ya!? Lagian seberapa keraspun kau berteriak meminta tolong, tidak akan ada satupun orang yang akan menyelamatkanmu.” Jawab pemimpin preman itu bangga.

“Eh...? kakak tolong... aku takut, kak, takut!”

Karena aku tak bisa diam, mereka mengeluarkan sebuah silet yang kemudian mereka sayatkan silet tajam itu ke arah kupingku. Darahpun merembes keluar dari kuping, dan akupun berteriak kesakitan.

Melihatku yang masih seperti menahan rasa sakit, membuat mereka tidak puas. Mereka pun kembali menyayat telingaku yang satunya, membuatku menjerit kesakitan untuk kedua kali. Masih belum membuat mereka puas sama sekali.

Sampai...

“Bos, kita perkosa saja nih gadis dua belas tahun ini. Pastinya, dia sudah tahu bagaimana merawat anak kan, bos?” usul salah satu dari mereka. “Kan, Nona Saraswati melarang kita untuk melakukan apapun kepada gadis itu, dan sekarang ini dia tidak ada di sini. Jadi pastinya kita bakal aman-aman saja.”

Pemimpin preman itu manggut-manggut.

“Idemu boleh juga tuh! Oke, ayo kita telanjangi gadis ini!”

Ketika kondisiku yang tidak menguntungkan, aku harus melihat mereka melepas pakaian-pakaian mereka. Dan ketika mereka sudah selesai, mereka bergegas melepaskan pakaianku. Aku yang waktu itu dalam kondisi lemas, tidak bisa berbuat apapun untuk mencegah mereka melakukannya.

“Kakak... tolong selamatkan Silvie,” gumamku lirih. Dengan tatapan kosong dan pasrah.

Tiba-tiba, ketika mereka hendak melakukan sesuatu padaku, terdengarlah suara jeritan dari luar bangsal tua itu. Suara itu terus menggema sampai salah satu tubuh seorang preman melesat menghantam pintu bangsal dan melesat secepat kilat menghantam tembok, membuat kepalanya hancur seketika.

Tak berhenti sampai di situ, kelima tubuh preman yang ada diluar bangsal itupun kembali melesat dengan cara yang sama,

“Apa-apaan ini?” tanya pemimpin preman mendapati peristiwa yang aneh ini. “Siapa kau? Kalau berani, keluar pengecut!”

Tiba-tiba dari arah luar bangsal, muncul seorang gadis berusia sekitar enam belas tahun yang menatap mereka bertiga dengan garang. Mereka bertiga tahu siapa gadis itu.

Ya, dia adalah kakakku, Ella.

Kak Ella pun melangkahkan kakinya mendekatiku. “Apa yang sudah kalian bertiga lakukan kepada adik tersayangku, he? Apa kalian ingin mati!?”

Ketiga preman itu, yang pada dasarnya memiliki ilmu kanuragan, bergegas menghadang jalan kak Ella di hadapanku. Saat itu, aku mulai menyadari kalau kak Ella yang ini berbeda dengan kak Ella yang kukenal.

“Jangan sombong kau! Sebelum kau mendekat ke arah adikmu, kami bertiga akan memenggal kepalamu!” sahut pemimpin preman itu membalas perkataan kak Ella tadi.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close