Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Legenda Ki Ageng Selo (Part 36) - Gadis Yang Malang


[Silvia POV]
JEJAKMISTERI - Aku melihat ketiga preman yang kini berada di depanku, membelakangiku menyayat sedikit tangan mereka. Darah mereka yang keluar, segera mereka gunakan sebagai tinta untuk melukiskan sebuah simbol misterius. Dari sana, kita seperti diteleportasikan ke sebuah tempat yang aneh, yang mana langit berada di bawah, sementara tanah yang penuh dengan api berada di atas kita, dan dari sana keluarlah tiga genderuwo bermata satu dan bertanduk empat.

Aku tak bisa bayangkan, seberapa takutnya aku kala itu. Namun, kecemasanku jauh melebihi rasa takutku. Aku cemas kalau kak Ella kenapa-napa jikalau dia harus bertarung melawan ketiga genderuwo itu sendirian.

“Bagaimana gadis kecil? Kau takut?” tanya pemimpin preman itu penuh senyum percaya diri. “Kalau kau takut... sebaiknya kau menyerah saja dan aku akan mengampunimu. Itupun setelah kita bersenang-senang bersama,”

“...” kak Ella terdiam. Tangannya ia gerakkan, seperti hendak menari logat jawa kuno. Tiba-tiba ketiga genderuwo yang ada di depannya itu pun langsung bersimpuh, berlutut di hadapan kak Ella. “...Lingsir Wengi...”

Dan seketika itu juga, mereka kembali di tempat semula, dan para genderuwo itupun menghilang. Tak hanya itu, terdengar suara cekikikan kuntilanak hitam yang menyebar di seluruh penjuru bangsal. Membuat mereka semua ketakutan.

Tali yang mengekangku pun akhirnya terlepas. “Silvia... tutupi pendengaranmu!”

Tak tahu apa-apa, aku menurut saja semua perintah kak Ella, walaupun aku melihat kalau kak Ella yang ini, jauh berbeda dengan kak Ella ku yang biasanya.

“Bos... apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya kedua preman itu ketakutan. Karena mereka seperti melihat berbagai ilusi mengerikan, namun ketika mereka mengedipkan mata, ilusi itu lenyap, begitu seterusnya. “...Bos aku takut... aku takut bos!”

“Jangan khawatir, ah! Kita masih punya pusaka keris dari Nyi Saraswati.” Sahut pemimpin preman itu yang juga ikut ketakutan. Dia pun segera mengeluarkan kerisnya, namun kalian tahu apa yang terjadi?

Keris itu tiba-tiba berubah menjadi daun.

“Apa!? Keparat kau, Saraswati. Kau telah menipu kami semua demi menguji kemampuan Ninggolo Geni yang ada di tubuh gadis itu...!” umpat pemimpin preman itu kaget.

Terlalu lama waktu yang berlalu, para kuntilanak hitam itu segera melaksanakan tugasnya. Mereka menyentuh setiap pundak ketiga preman tadi, dan badan mereka tiba-tiba meleleh. Membuat mereka menjerit kesakitan, sampai mereka mati dan menguap.

Aku yang melihat tingkah kakakku itu benar-benar tak kuasa menahan ketakutan dan kekhawatiranku. Bahkan aku sempat ngompol di celana.

Tak berlangsung lama, pihak kepolisian dan juga ustadz Irham dan juga ustadz Ilham datang bersama kak Tio.

Ketika pihak kepolisian akan melakukan tembakan peringatan, kuntilanak hitam yang masih berada di sekitar bangsal, langsung menyerang dan memakan lima dari anggota kepolisian itu.

Melihat kejadian itu, Ir. Rio menyuruh sisa pasukannya untuk mundur beberapa langkah ke belakang, membiarkan kedua ustadz itu maju.

“Assalamu’alaikum,” sapa ustadz Irham mengucap salam dengan senyum penuh. “Dengan siapa kami bicara?

Kak Ella pun maju ke depan, disaksikan oleh puluhan kuntilanak hitam yang siap membantunya.

“Siapa kalian? Mau apa kalian denganku?” tanya kak Ella dengan nada garang. Seolah-olah dia sudah siap menyerang. “...kalau kalian kemari hanya untuk membuatku mendengar ocehan agama kalian, maka sebaiknya kalian pergi. Aku tak mau mendengarnya!”

“Ah... aku kira kau itu jin muslim,” seru ustadz Ilham. “Kalau bukan, dengan senang hati kami berdua akan melawanmu dan membebaskan dek Ella dari cengkramanmu, setan!”

Terlihat di sana, ustadz Irham sedang berbisik-bisik dengan kak Tio. “Dek Tio... begitu dek Ella menyerang, kau segera bawa dek Silvia keluar dari sini ya?”

“Tapi, pak ustadz...?” sahut kak Tio.

“Sudahlah. Serahkan saja semua pada kami. Insya’allah, kami bisa menyelamatkan dek Ella,” jawab ustadz Irham.

Kak Ella pun tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan ustadz Ilham.

“Hahaha... seberapa lemah kau pikir diriku di matamu, ustadz? Kau itu hanyalah lalat di mataku yang tidak berarti apapun. Tahu!?”

“Hm... meski aku adalah lalat di matamu, namun kedudukanku jauh lebih tinggi darimu di hadapan Allah SWT. Tahu!?” jawab ustadz Ilham membalas pernyataan dari kak Ella.

“Berani juga kau, manusia,” sahut kak Ella sumringah. “Kalau itu maumu, baiklah... akan aku terima tantanganmu itu!”

Dan pertarungan antara kedua ustadz melawan kak Ella pun dimulai.

***

[Tio POV]
Puluhan kuntilanak hitam itu melesat mencoba menyerang kedua ustadz yang lagi terpaku melawan Ella. Inilah saat yang tepat untuk menyelamatkan Silvia dan segera membawanya keluar dari tempat ini.

Ella dengan mudah berhasil mendaratkan tendangannya ke arah dada kedua ustadz tadi, membuat mereka berdua terpental. Ketika ia melihatku yang telah mendapat kesempatan, dia bergegas menyerangku. Syukurlah, aku masih punya sebuah pusaka, yaitu liontin ibu yang selalu aku bawa di saku depanku. Dengan itu, aku berhasil terhindar dari serangan Ella.

Sebelum aku sempat membawa Silvia keluar dari bangsal, tiba-tiba melesat sesosok kuntilanak hitam merasuki tubuh Silvia. Dengan cepat Silvia melesatkan tangan yang penuh dengan kuku-kuku setajam pisau itu ke arah perutku, menembusnya sampai menembus punggungku.

“Nak, Tio. Cepat baca lafadz-lafadz Al-Qur’an! Jiwa Silvia masih bisa dengan mudah kau selamatkan,” ujar Ir. Rio yang kini tak tahu harus berbuat apa untuk menolong semua orang yang ada di sana.

“B-Baik!” sahutku segera. “A’UUDZU BI KALIMAATILLAAHIT-TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ!”

Setelah kubaca, tiba-tiba Silvia mengerang kesakitan. Kemudian, aku keluarkan liontin ibu tadi dan membacakan doa-doa lalu aku mendekatkan liontin itu ke arah dahi Silvia, dari itu, tubuh Silvia pun melemas dan dia jatuh pingsan.

“Cepat kita bawa pergi Silvia dari sini!” kata Ir. Rio yang kini merangkulku untuk meninggalkan bangsal itu.

Ketika kami keluar dari bangsal, tiba-tiba muncul ratusan siluman-siluman Rawageni yang menghadang kami dari segala penjuru. Di sana, kami bertemu dengan seseorang yang telah menyantet keluargaku.

Ya, dia adalah pamanku, Rendro.

“Wah... wah, kalian hebat juga bisa melarikan diri dari gejolak Ninggolo Geni di dalam sana. Aku salut terhadap kalian, terlebih kau, Tio!” ujar Rendro dengan penuh ancaman. “Tapi... sekarang ini akan menjadi akhir hayatmu, keluarga Kusumaningtyas!”

“Rendro!!!” aku berteriak keras, penuh kegeraman melihat pamanku ada di hadapanku. “Berkat dirimu, orangtuaku mati, karena dirimu Ella menderita, dan karena dirimu semua ini terjadi. Aku akan membunuhmu!!!”

“Hahaha... ah, iya. Akulah orang yang membunuh kedua orangtuamu, namun itu semua karena mereka begitu keras kepala dan ingin keluar dari sekte. Dan soal Ella, bukankah dia cuman adik pengganti. Dia hanyalah anak kemenyan!” jawab Rendro sambil tertawa terbahak-bahak mendengar ancamanku barusan.

“Keparat!!” umpatku.

“Sabar, dek Tio. Sabar...!” Ir. Rio mencoba menenangkan emosiku. “Semuanya bisa diselesaikan dengan baik-baik.”

Dari belakang Rendro muncul seorang wanita dan ratusan anggota sekte Mata Satu. Wanita itu bernama Nyi Saraswati. Dia masih terlihat anggun, walaupun usianya sudah lebih dari seratus lima puluh tahun.

“Ah... kamu pasti Tio, putra Rekso,” ujar Saraswati tersenyum. “Aku tak menyangka bisa bertemu dengan kalian semua di sini.”

“Saraswati... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Rendro yang penasaran.

“Perang akan terjadi di sini. Ah... aku bisa merasakannya. Perang untuk mendapatkan Ninggolo Geni,” jawab Saraswati sambil menerawang ke suatu tempat yang jauh. “Kalau kau tak ingin berpartisipasi, cepat kau selesaikan urusanmu dengan bocah itu. Musuh yang akan datang bukanlah musuh yang sembarangan!”

“Siapa?” tanya Rendro.

“Dukun Mahasakti dan kedua tangan kanannya.” Jawab Saraswati.

Saat itu, tiba-tiba terdengar suara kilatan petir menyambar di mana-mana, seolah ingin membelah langit menjadi dua. Angin pun berhembus jauh lebih kencang, yang hampir sama seperti badai.

Dari sana, melesatlah sebuah percikan api hitam yang langsung menghantam di hadapan mereka semua.

Mereka adalah Ki Sugeng, Ki Susilo, dan Ki Ujek.

“Siapa kalian?” tanya Rendro. Dia tak tahu kalau di hadapannya itu berdiri tiga orang yang disebut sebagai dukun mahasakti. “Mau apa kalian ke mari?”

Ketika Rendro berkedip, Saraswati segera menarik tubuh Rendro ke samping. Begitu dia membuka mata, dari tempat Rendro berasal muncul belalang pemakan manusia, yang langsung memakan puluhan siluman-siluman yang berada di belakang Rendro tadi.

“Hahaha... kau ternyata masih gesit seperti biasa, Saraswati? Memang muridku satu ini tidak pernah berubah,” seru Ki Sugeng. “Ah, ternyata ada beberapa orang yang tidak ada hubungannya datang ke mari? Saraswati, apa kau undang ke mari untuk kau tumbalkan kepadaku?”

Saraswati menggeleng. “Bukan, guru. Mereka datang ke mari karena inisiatif mereka sendiri, dan menyelamatkan tubuh yang sudah dipilih oleh Ninggolo Geni sendiri,”

Tiba-tiba dari dalam bangsal, muncullah Ella yang kini rupanya sudah seperti mayat, dari tubuhnya penuh dengan darah dan mukanya sangat pucat. Namun yang aneh adalah tubuhnya baunya seperti bau kemenyan yang begitu menyengat.

“Rendro!!!” umpat Ella sambil menatap ke arah Rendro. Aku mulai khawatir. Di mana ustadz Irham dan ustadz Ilham. Apa mereka sudah kalah... atau malah mati?

“Dek Tio... kalau Ella ada di sini, itu berarti...” ucap Ir. Rio spontan. “Apa kedua ustadz itu sudah dikalahkan?”

Aku hanya terdiam, tak sanggup untuk menjawab pertanyaan Ir. Rio.

“Hehehe... ternyata dia rupanya, gadis kemenyan yang dipilih oleh Ninggolo Geni. Ini menarik sekali!” seru Ki Ujek sambil sedikit tertawa. “Sebaiknya kita segera memulai perburuan kita,”

“Tunggu dulu! Kita belum bisa memburunya sebelum dia menyelesaikan dendamnya. Tubuh gadis yang dipilihnya akan melayang begitu saja begitu kita tarik jiwa Ninggolo Geni dari dalam tubuhnya,” sahut Ki Susilo cemas. “Karena gadis yang bernama Ella itu telah mengikat jiwa Ninggolo Geni sendiri ke dalam tubuhnya.”

“Sejak kapan kau menjadi selembek ini, Ki Susilo? Bukankah engkau yang menyarankan untuk mendapatkan jiwa Ninggolo Geni itu?” tanya Ki Sugeng sedikit penasaran.

“Iya... aku hanya tak kuasa kalau target kita memilih seorang gadis sebagai wadahnya. Ini mengingatkanku dengan mendiang putriku!” jawab Ki Susilo menjelaskan.

Sementara mereka bertiga terdiam, tidak melakukan apapun, Ella melesat ke arah Rendro dan juga Saraswati. Dengan kecepatan secepat kilat, Saraswati mencoba melindungi Rendro dengan menariknya terbang ke belakang.

Tak berhenti sampai di situ, Ella mengeluarkan ular kobra dari dalam mulutnya. Ular itu kemudian menjalar, memanjangkan tubuhnya. Ketika ular itu hampir meraih pusar Rendro, dengan cepat ular itu menancapkan kepalanya ke perut Rendro dan menginjek racunnya ke dalam tubuhnya. Membuat Rendro menjerit kesakitan.

“Ahh... sakit!!” jerit Rendro. “Turunkan aku Saraswati. Biar aku yang menghadapi gadis kemenyan ini seorang diri!”

“Kau tak mengerti akan situasinya, Rendro! Kalau dia berhasil membunuhmu, maka jiwa keponakanmu itu akan menjadi satu dengan jiwa Ninggolo Geni secara sempurna. Dan di sana sudah ada ketiga dukun mahasakti yang ingin mencurinya!”

Dari kejauhan, Ki Sugeng bergumam, “Oh begitu ya...?”

Tanpa disadari, tiba-tiba Ki Sugeng sudah berada di belakang Saraswati dan juga Rendro. Dengan cepat, dia menusuk kedua orang itu dengan paku Cagak Bumi tepat ke arah jantung mereka. Meski keduanya punya ilmu kebal, maupun ilmu sekelas ilmu pancasona, bila ditusuk paku ini pasti ilmu mereka akan luntur, dan hanya menunggu kematian.

Mereka berdua tak bisa berbuat apapun, melainkan cuman menghempas ke atas tanah. Para anggota sekte Mata Satu yang lain segera bergegas menyerang Ki Sugeng, namun dengan mudah mereka bisa dibantai semuanya.

Melihat keduanya mati dengan begitu mudahnya, membuatku tak bisa berkata apapun, selain melongo, bahkan Ir. Rio yang berada di sampingku juga tak bisa berkata apapun, selain ketakutan dan gemetaran.

Setelah kematian kedua petinggi sekte Mata Satu, tiba-tiba dari tubuh Ella keluar aura gelap yang langsung membungkus tubuhnya, membuat seperti sebuah bulat telur.

“Ella... Ella...!!” teriakku, memanggil adikku itu.

“Tenang, dek Tio. Tenanglah!” sahut Ir. Rio. Yang meskipun dia ketakutan, namun dia masih mampu bergerak untuk menenangkanku.

Ketika Ki Sugeng, Ki Ujek, dan Ki Susilo hendak meraih aura yang membungkus tubuh Ella, tiba-tiba ada serangan yang dilakukan dari dalam cangkang itu. Membuat mereka bertiga segera menghindar secepat dan sejauh mungkin.

Tinggal menunggu waktu saja sebelum Ninggolo Geni bangkit kembali. Sebelum itu terjadi, tiba-tiba dari atas langit keluarlah ayat-ayat Al-Qur’an berwarna emas dan perak, segera membungkus cangkang telur yang mana terdapat tubuh Ella di dalamnya itu.

Dengan mudahnya, ayat-ayat Al-Qur’an itu berhasil menghancurkan cangkang telur dan membawa tubuh Ella jauh ke belakangku dan Ir. Rio. Di sana sudah berdiri seorang kakek, dan di sampingnya sudah berdiri ustadz Irham dan juga ustadz Ilham.

Setelah ditelisik, kakek tua yang memakai tongkat itu adalah Mbah Jayos.

***

[Mbah Jayos POV]
“Aha... ternyata di sini ada kalian bertiga, rupanya? Hahaha...!” ujarku menyambut mereka bertiga. “Kelakuan kalian sudah terlalu keterlaluan. Meski kalian adalah murid dari mendiang kakakku, Cokropati, namun aku tak bisa membiarkan kalian untuk membangkitkan iblis itu untuk menambah kesaktian kalian bertiga!”

“Diam kau, Jayos! Kami bertiga tidak punya urusan denganmu saat ini. Sebaiknya kau segera serahkan gadis itu kepada kami, atau nyawamu yang akan tergeletak di sini!” jawab Ki Sugeng geram, mengumpat.

“Ahaha... kau masih seperti dulu, Ki Sugeng. Terlalu berambisi untuk menentang agama dan juga Tuhanmu setelah kematian putrimu juga istrimu. Aku turut berduka. Tapi, kukatakan sekarang. Aku akan terkutuk apabila membiarkanmu untuk menghidupkan iblis itu!”

“Hmph... kau pikir dengan kekuatanmu, sudah mampu untuk mengalahkan kami bertiga, he?” ledek Ki Sugeng sombong. “Setahuku ilmu kebatinanmu masih kalah dengan ilmu kebatinan Eyang Satori dan juga Mbok Mi. Lalu untuk apa kau berani menantang kami?”

“Hmm... kau akan lihat nanti. Memang benar ilmu kanuraganku masih kalah dengan mereka berdua, yang mana jikalau mereka masih hidup, aku akan menyerahkan dapuk Mentor Utama keluarga Marwan pada mereka. Namun, Insya’allah... dengan bantuan dan restu Allah SWT, aku akan bisa mengalahkanmu!” jawabku dengan santai. Menjawab segala keraguan dan ledekan Ki Sugeng dengan mudah. “Bagaimana kalau kita mulai saja pertarungan ini? Aku tak punya banyak waktu di sini!”

“Cuih! Mendengar kesombonganmu dan kesombongan lafadz-lafadz Tuhanmu membuatku eneg! Ayo kita mulai saja...”

Aku harus berpikir sebuah siasat bagaimana untuk memancing ketiga dukun mahasakti itu untuk menjauh dari wilayah itu. Hal inilah yang membuatku harus memprovokasinya sedikit. Pertama aku sedikit takut, apabila hal ini tak berhasil, namun aku lega karena mereka bertiga memang mudah terprovokasi.

Dengan cepat, aku hentakkan tongkatku ke atas tanah sebanyak dua hingga tiga kali. Dari sana, tiba-tiba terciptalah sebuah lubang hitam raksasa yang langsung menyedot mereka bertiga dan juga aku dan kedua muridku ke dalamnya. Namun, Ir. Rio, Tio, Ella, dan juga Silvia tidak tersedot masuk, karena hanya yang di dalamnya punya ilmu kebatinan yang begitu tinggi yang bakal tersedot.

Sebelum aku pergi, aku mengatakan sepatah dua patah kata pada Tio, “Nak Tio.,.. ikutkan adikmu Ella untuk mengikuti Test of Faith sebulan lagi. Insya’allah jalan untuk mengakhiri penderitaan adikmu akan terbuka dengan lebar di sana!”

Waktu itu, Tio hanya membeo dan pada akhirnya dia pun mengangguk, mengerti.

***

[Mela POV]
Kita kembali di masa kini. Di mana aku sedang melawan sosok yang berada di dalam tubuh Ella. Setelah menerawang masa lalunya, Aku sadar kalau sosok yang ada di dalam tubuhnya bukanlah Ki Bradjamana, namun sosok yang lebih kuat lagi.

Ya, dia adalah Ninggolo Geni.

“Ah... kau sudah berani berbohong padaku, Ella. Sosok-sosok yang mengaku sebagai Ki Bradjamana adalah sosok yang lebih mengerikan lagi. Ya, kau pasti adalah Ninggolo Geni, ‘kan?” ujarku sedikit tertantang mengetahui akan Ninggolo Geni. “Ahaha... ini akan menjadi menarik... lebih menarik daripada jikalau aku bertarung dengan Ki Bradjamana sendiri.”

“Cih! Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Ella mendecik kesal.

“Aku dengan mudah bisa membaca masa lalu orang lain, mengalaminya, bahkan aku juga bisa muncul di dalam masa lalu setiap manusia itu sendiri tanpa ia sadari.” Jawabku masih dengan tawa menggila.

Tiba-tiba dari setiap penjuru, keluar lubang waktu yang begitu banyak. Dari sana, ‘Aku’ dari waktu yang berbeda keluar, mengepung Ella dari segala arah.

“Trik dan ilmu kanuragan apa ini?” tanya Ella bingung. Dia baru pertama kali ini melihat kloning manusia bisa dipanggil dari setiap waktu yang berbeda.

“Ah... selamat datang diriku yang lain, dari dimensi waktu yang berbeda. Aku menyambut kedatangan kalian hari ini!” kataku menyambut mereka semua.

“Terima kasih atas sambutannya!” jawab diriku yang lainnya.

“Nah, bisakah kita mulai pertarungan ini, Ninggolo Geni? Sungguh disayangkan aku tidak boleh untuk membunuh ragamu untuk hari ini, namun meski begitu, kami semua akan tetap membuatmu menderita sampai kesetiap tulang-tulangmu!”

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close