Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUMBAL PENAMBANG PASIR


JEJAKMISTERI - Cerita ini diangkat dari kisah nyata. Sebuah keluarga penambang di daerah jawa timur yang selalu melakukan ritual khusus untuk mengawali mengambil pasir.

***
Batang rokok yang dihisap oleh waluyo tak henti-hentinya keluar. Pandangan matanya masih fokus dan terpanah dengan tingkah laku sabirin.

Waluyo dengan serius memandangi mereka dari kejauhan.

Kemudian suara mbok wisto, pemilik warung kopi yang sedang disinggahi waluyo membuatnya kaget.

“Enek opo sih yo? kok eram tenan lek nyawang keluargane birin. Bocah-bocah kae wes lakone ngunu kui”  (Ada apa sih yo? Kok serius bangett kalau melihat keluarga [birin = sabirin]. Anak-anak itu sudah bertingkah seperti itu) Ucap mbok wisto santai sambil mengaduk kopi panas disebuah cangkir.

Waluyo yg mendengar ucapan mbok wisto lantas langsung tersenyum. Nampak, tatapan waluyo meremehkan tindakan yang dilakukan oleh keluarga sabirin di sebrang sana.

“Laiyo mbok, wong kok nyleneh. Lakone koyok ngunu kui opo oleh wangsit soko dhayange tah yokopo? Lek uduk wong sugeh, Mosok mampu mbeleh sapi papat terus didum-dum sak penak e” (Laiya mbok, orang kok bertingkah laku aneh. Tingkahnya kayak begitu itu apa dapat wangsit dari hantunya atau bagaimana? Kalau bukan orang kaya, masak ya mampu motong empat sapi terus dikasihkan seenaknya) Jawab waluyo.

Mbok wisto hanya tersenyum mendengar perkataan waluyo. Sabirin memang terkenal sebagai orang kaya didesanya. Namun, warga merasa aneh dengan apa yang didapat oleh keluarga sabirin.

Banyak yang menduga bahwa sabirin dan keluarganya melakukan pesugihan dan setiap tahunnya selalu memberikan tumbal.

Memang, sampai saat ini masih belum terlihat tumbal manusia yang dipersembahkan. Warga juga tidak melihat keluarga sabirin ada yang tiba-tiba meninggal.

Jadi, hal yang menyebutkan bahwa sabirin melakukan pesugihan untuk penambangan besarnya itu masih sebatas kabar dari mulut ke mulut saja. Selebihnya warga tidak bisa menuduh keluarga mereka melakukan pesugihan sampai diluar batas.

Cerita berganti pada suasana keluarga sabirin yang sedang khidmat dalam semedinya.

Terlihat sabirin yang duduk didepan tengah menunduk dan membaca ayat-ayat khusus entah itu apa.

Janet melihat bapaknya yang sedang konsentrasi memimpin ritual menyenggol lengan istrinya.

"Sampek jam piro iki ngadep gunung model ngene?"  (Sampai jam berapa ini menghadap gunung dengan posisi seperti ini ?) Tanya janet lesu.

Putri yang saat itu juga duduk dan memejamkan mata akhirnya terkejut dengan suara janet.

"Kamu jangan brisik, nanti kalau ayah tahu bisa marah loh mas..."

Tiba-tiba sabirin berdiri dan menoleh ke belakang dan melihat anggota keluarganya yang mengikuti ritual tersebut.

"Sudah ketemu jawabannya. Ayo, segera dipotong sapinya dan segera dibagikan" Ucap sabirin jelas.

Semua anggota keluarga yang ikut saat itu kemudian berdiri dan melaksanakan perintah sabirin.

Sabirin termenung dan menatap ke arah gunung. Kemudian memejamkan mata. Janet melihat ayahnya yang selalu begitu setelah proses ritual hanya bisa heran.

Mengapa ayahnya memilih melakukan hal-hal seperti ini di tempat terbuka ? Ditempat dia dan para pekerjanya menambang pasir ?

Kenapa tidak menggelar acara resmi saja dengan mengundang warga kampung agar bisa merasakan kesakralan dan kemurnian dari hasil rejekinya ?

Kemudian sabirin menoleh ke arah janet secara tiba-tiba. Melihat anaknya seorang diri disana, akhirnya sabirin melambaikan tangan. Memeberi isyarat kepada janet untuk mendekat kepadanya.

Janet yang melihat ayahnya melambaikan tangan, kemudian bergegas menghampirinya.

"le nanti kepala sapinya kamu kubur diarea sana ya.." ucap sabirin yang menunjuk suatu area di ujung.

Janet yang terkejut dengan perintah ayahnya hanya bisa mengangguk pelan. Ini pertama kalinya dirinya mengubur kepala sapi. Biasanya dia tidak ikut campur selain hanya ikut duduk.

Biasanya, kepala sapi itu ada orang tertentu yang mengubur. Bukan anggota keluarga, melainkan beberapa orang yang bekerja kepada mereka.

Benar saja janet merasa ketakutan, lantaran ini adalah tugas pertamanya dari sang ayah yang disuruh mengubur empat kepala sapi.

Janet mengambil gerobak kayu yang memang sudah tersedia disana. Kemudian mendorongnya kearah dimana empat kepala sapi itu diletakkan.

Setelah sampai, janet memperhatikan kepala sapi itu dengan aneh...

Entah, apakah hanya perasaannya saja melihat darah dari kepala sapi itu tidak mengalir ke tanah atau memang darah itu sudah meresap ke tanah.

Janet hanya heran, karena kepala sapi itu diletakkan diatas batu dan batu tersebut tidak nampak terlumuri darah setetespun.

Janet menengok ke kanan dan ke kiri, suasana sudah sepi. Bahkan tak terlihat satu orangpun yang masih berada disana.

Janet mulai mengangkut kepala sapi itu ke dalam gerobak kayu yang dia bawa. Namun, hal mengejutkan terjadi.

Nampak seorang perempuan bungkuk berkalung ular sedang memperhatikannya dari jarak yang tidak jauh.

Janet kaget dan memperhatikan lagi, perempuan itu hilang seketika. Dia mulai clingak-clinguk dan memperhantikan lagi area sekitar situ.

Tidak salah sepertinya, dia melihat sosok perempuan tua yang memperhatikannya tadi.

Namun, anehnya kemana perginya sosok tersebut? Janet melewatinya dan meneruskan mengangkut kepala sapi itu dan segera menguburnya.

Saat membawa kepala sapi tersebut, janet merasa dibuntuti oleh seseorang. Namun, saat melihat sekitar hanya dia seorang diri yang sedang berada disana.

Dirasa cukup aneh dan membuat dirinya merasa merinding, janet dengan tenang meneruskan jalannya dan segera mungkin menyelesaikan perintah ayahnya.

Tiba-tiba terdengar suara lirih dan serak dikupingnya yang berkata :

"Seng mbok gowo iku pangananku. Getih seng dikorbano gawe dunyomu" (Yang kamu bawa itu makananku. Darah yang dikorbankan untuk duniamu [hartamu])

Mendengar suara tak berwujud itu janet semakin takut dan merinding. Akhirnya, dia mempercepat langkah kakinya dan segera sampai di tempat yang dia tuju.

Setelah sampai, janet segera mungkin mulai menggali tanah dan mulai segera mungkin untuk mengubur kapala sapi tersebut.

Janet memindahkan kepala sapi tersebut ke dalam tanah. Tiba-tiba tangannya mulai geli dengan gerakan sesuatu.

Saat dilihat, alangkah terkejutnya janet saat melihat di beberapa jarinya terdapat makhluk kecil yang bergerak dengan pelan.

Janet jingkat dan terkejut. Lantaran yang bergerak itu adalah belatung. Tidak hanya satu, melainkan beberapa belatung.

Kemudian janet melihat kepala sapi yang sudah berada di depannya. Ternyata empat kepala sapi tersebut sudah dipenuhi oleh belatung.

Janet terkejut dan heran..

Mengapa kepala sapi yang baru saja dipotong bisa dipenuhi oleh belatung dalam beberapa menit?

Tanpa berpikir panjang, janet langsung menggali tanah dan mengubur empat kepala sapi tersebut dan kemudian segera pergi.

Ketika sampai di rumah warga, janet mencuci tangan di kran umum.

Kebetulan waluyo berjalan melewatinya. Berhentilah waluyo lantaran dia melihat si janet sedang mencuci tangan dan kakinya dipingir jalan.

"Net, lopo awakmu? Wes mari a ritual e? Oleh wangsit opo??" (Net, sedang apa kamu? Sudah selesai kah ritualnya? Dapat pesan apa??) Gurau waluyo kepada janet.

Janet hanya melempar wajah datar dan memperhatikan waluyo dengan wajah yang sedikit bingung.

"Ngomong opo yo yooo, ndang o rabi kono cek ora ngalor ngidul ra nemu arah" (Bicara apa yo yoo, cepatlah menikah sana biar tidak keluyuran terus) Balas janet.

Waluyo yang melihat janet berwajah pucat menjadi penasaran. Dia tidak tampak seperti biasanya.

Wajah janet seperti mayat hidup. Nampak lesu dan seperti bukan janet seperti biasanya.

Pertemuan waluyo dan janet hanya berlalu begitu saja. Janet yang merasa kurang enak badan setelah mengubur kepala sapi itu segera pulang.

Dirumah, istrinya sudah menunggu kedatangannya yang mana sudah merasa khawatir lantaran janet kembali lama sekali.

"Dari mana mas? Wajahmu kok pucet sekali?" Tanya istrinya.

Janet hanya melewati pertanyaan istrinya dan bergegas ke arah dapur dan mengambil segelas air putih.

Janet meminum air tersebut dan tiba-tiba seperti terhantam benda keras di punggungnya.

Seketika janet berubah..

Dia nampak kesetanan. Tertawa tidak jelas dan mengeluarkan air liur yang sangat banyak dari mulutnya.

Istrinya yang mengetahui keadaan janet saat itu langsung teriak histeris. Memanggil semua keluarganya.

Bola mata janet terlihat putih. Tangannya mencakar-cakar tanah.

Janet tak sadarkan diri, sudah dipastikan bahwa janet sudah kesurupan. Beberapa warga yang mendengar jeritan istri janet segera menghampiri.

Nampak pak sabirin juga langsung berlari mendengar anak mantunya menjerit tidak karuan.

Dia khawatir, jika dia akan melahirkan dan tidak

Diketahui orang. Namun rupanya, anak mantunya tidak ada apa-apa. Malah sabirin terkejut melihat janet yang sudah terlihat menakutkan.

Sabirin dengan cepat mengambil tiga batang dupa dan menyalakannya. Sabirin paham, pasti yang masuk kedalam raga anaknya adalah bau rekso.

"Ngapunten mbah, niki anak e, Sabirin. Wonten pesen nopo dugi jenengan? Kok sampek mlebet teng rogo putro kulo ?" (Mohon maaf mbah, ini anakmu, sabirin Ada pesan apa dari mbah? Mengapa sampai masuk kedalam raga putra saya ?) Tanya sabirin pelan.

"Biriiiiiiinnnnn, anakku. Awakmu tak dawuhi ojo sampek nutup dalan lawasku !!! Aku kate liwaat birinnn....!!! Tapi dalanku mbok tutup !!!! Aku murkoo birinnn... Awakmu ora matuhi aturanku !!!" (Birin, anakku. Kamu kubilangi jangan sampai menutup jalan lamaku ! Aku mau lewat birin ! Tapi jalanku kamu tutup !! Aku murka birin.. kamu tidak mematuhi aturanku !) Ucap sosok yang memasuki tubuh janet.

Sosok itu terlihat sangat marah. Sampai dengan santainya sosok yang memasuki raga janet itu memecahkan gelas dan Kemudian memakan pecahan kaca dari gelas itu. Istrinya yang melihat janet kesurupan itu kemudian pingsan.

Warga dan sanak saudara yang melihatnya kemudian menolong dan membawa istri janet kedalam kamar.

Sabirin masih belum bisa mencerna dengan omongan bau rekso tersebut.

Tiba-tiba janet terlempar ke arah tembok dengan keras. Tubuhnya kemudian tersadar dan merasakan sakit luar biasa dari punggung dan mulutnya.

Dengan darah yang masih mengalir pelan dari mulutnya, janet kebingungan melihat warga sekitar dan juga ayahnya yang melihat dirinya begitu khawatir.

Janet masih merasa kesakitan dan kemudian segera dibantu ayahnya untuk berdiri.

Setelah kejadian tersebut, entah mengapa sabirin menjadi kepikiran.

Jalan apa yang dikatakan oleh sosok tersebut. Tiba-tiba, suara naryo memutus lamunannya sore itu.

"Kang, ayoooo... Sudah ditunggu sama anak-anak. Waktunya nambang !!! Pesanan pasir Alhamdulillah sedang melimpah kang, sayang kalau gak segera dikerjakan." Ucap naryo dari sebrang.

Kemudian sabirin dengan pelan pengambil pecinya dan berangkat mengikuti naryo.

Janet dan istrinya kemungkinan tidak ikut lantaran kejadian kemarin yang pasti membuat kesehatan janet harus pulih dahulu.

Hari ini hanya beberapa orang dari keluarga dan beberapa orang pekerja.

Sore itu nampak seperti pada umumnya, aktifitas menambang masih sama seperti kemarin lusa.

Sabirin masih melamun dengan perkataan sosok yang masuk kedalam raga janet. Ditengah lamunannya, dari kejauhan nampak seorang perempuan yang berdiri mematung sedang memperhatikan dirinya.

Sabirin menyipitkan mata dan mencoba melihat sekali lagi, sepertinya ada yang aneh dengan perempuan itu.

Sabirin dengan penasaran kemudian berdiri dan memandangi sosok tersebut sekali lagi.

Ternyata, sosok perempuan yang dilihatnya membawa seekor ular yang dililit dilehernya.

Sabirin yang kaget bukan main hanya memperhatikan secara tajam tingkah laku perempuan tersebut.

Dirinya melihat beberapa orang yang berdiri didekat sosok perempuan itu hanya melewatinya saja, seperti tidak ada sosok itu disana.

Kemudian, perempuan itu memberi isyarat dari ayunan tangan kanannya bahwa sabirin disuruh segera pergi.

Namun, sabirin masih belum tau maksud dari isyarat perempuan itu. Hingga tiba-tiba kepulan asap tebal dan juga gemuruh datang secara tiba-tiba.

Sabirin panik dan juga kebingungan saat itu. Lantaran, kepulan asap yang dilihatnya berasal dari panasnya lahar yang sedang berjalan cepat dan deras kearah tambangannya.

Sabirin mulai berteriak dan pekerja serta saudaranya yang berada dibawah tidak mendengar teriakannya.

Sabirin menyuruh naryo yang saat itu diatas untuk memberi kabar ke bawah lantaran lahar sedang berjalan menuju arah tambangannya.

Naryo yang juga ikut panik kemudian secara cepat mengambil kunci sepeda motor dan tancap gas ke bawah.

Beberapa penambang pasir segera berjalan ke atas, namun beberapa tidak bisa secara cepat berjalan ke atas.

Hingga lahar sudah dekat dan tanpa bisa dihindari, beberapa pekerja dan juga beberapa penambang yang masih saudara sabirin tersapu oleh panasnya lahar.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu lahar tersebut hilang dan selesai.

Setelah lahar menyapu para pekerja dan saudaranya, sabirin tanpa basa-basi dan juga mengulur waktu. Dirinya segera mungkin melihat kondisi dibawah.

Sungguh sangat memprihatinkan, lantaran beberapa pekerjanya yang tewas tersapu lahar sudah tidak bisa dikenali lagi.

Hingga saat dirinya berjalan kesalah satu kendaraan yang separuh sudah tertutup abu lahar, sabirin semakin tidak percaya dengan apa yang dia lihat..

Truk yang dia kenali, menjadi saksi ganasnya lahar panas yang membunuh keluarganya, salah satunya pemilik truk yang berada didepannya.

Nampak terlihat sepasang kepala yang sedikit hangus bersandar disofa truk dengan mata yang sedikit melotot.

Ya, mereka berdua tidak lain adalah janet dan istrinya yang tengah hamil menjadi salah satu korban saat itu.

Sabirin tertunduk lemas tak berdaya, lantaran anaknya menjadi salah satu korban ganasnya lahar yang datang tanpa aba-aba tersebut.

Hingga sabirin menyadari sekali lagi, kemudian mengingat petuah dari sosok yang kemaren masuk kedalam raga janet.

Sabirin telah melakukan kesalahan yang mana jalan lahar yang semestinya menjadi tempat lewatnya lahar panas ditutup olehnya lantaran keegoisannya selama ini.

Sekian cerita dari tumbal penambang pasir ini. Tidak ada unsur kesengajaan dalam penyebutan nama maupun tempat.

-SELESAI-

close