Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Babad Topeng Ireng Getih Puputan - Rai Lembu

Hari ini kita lanjut untuk seri ini dulu.

Buat pengingat Kisah ini kelanjutan dari:
  1. Ludruk Topeng Ireng
  2. Pagelarang Ludruk Ireng
  3. Tragedi perang Rojopati
  4. Santet Balung Ireng
  5. Getih Sedulur
  6. Babad Topeng Ireng - Getih Puputan


(Sudut Pandan Pujo…)
JEJAKMISTERI - Pengelihatan mengenai Lek Giman yang dihabisi oleh bapak benar-benarn membuatku terpukul. Aku tidak percaya bahwa bapak melakukan tirakat terlarang dan mendapatkan Roh Kera terkutuk itu.

Aku tersadar dengan tubuh yang hampir terpental. Kejadian yang terlihat di penglihatanku membuatku hampir tidak dapan menenangkan emosiku. Tapi aku tahu, masih banyak yang harus kucari tahu. Saat penglihatan itu kembali, tubuhkupun bergetar hebat saat melihat kesadisan Bapak.

Satu demi satu peristiwa mulai terlihat. Semua menceritakan bagaimana bapak mengambil jantung saudara-saudaranya yang lain. Sampai akhirnya aku melihat tragedi yang menimpa bude Sum.

Hening.. Malam itu begitu hening.

Tidak seperti penglihatan sebelumnya yang penuh pertarungan, di tempat bude sum begitu hening. Aku menyaksikan Bude sum tengah menggendong salah satu anak dari kerabat kami, aku tidak bisa memastikanya dengan jelas.

Tapi keheningan malam itu tidak mampu menyembunyikan kekejian yang terjadi. Dari belakang, tiba-tiba sebuah lengan menembus tubuh Bude Sum dengan cepat. Secepat itu juga makhluk itu berhasil mencabut jantung bude sum.

Dengan nafas yang tersisa di kerongkonganya, Bude Sum mengucapkan kata terakhirnya

"Aku wes eruh niatmu le! Adikku sang pemimpin.. Tidak!! sang Hanoman!”
(Aku sudah tau niatmu Le! Adikku sang pemimin.. Tidak! Sang Hanoman!) Ucap Bude Sum yang sudah menyadari siapa pelakunya.

“Saat ini benar diantara kami tidak ada yang bisa menghalangi tujuanmu tetapi ingat Gelapnya malam akan takut dengan suara Ayam Jantan, dan kamu akan mati oleh...’’

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba kepala Bude Sum terpisah dari tubuhnya.

Kali ini pelakunya bukanlah Ayahku, Melainkan Nyi Solek ingon Bude sum sendiri. Setelah memenggal kepala ndoronya sendiri, Ni Solekpun menghilang. Penglihatan itupun berangsur-angsur menghilang. Aku tersadar oleh tirakatku.

Saat itu aku merasa mataku pasti memerah dengan semua emosi yang terus berkecamuk di kepalaku.
Dari saat ini aku tersadar, ternyata Sang Ludruk masih hidup. Banyak pertanyaan di kepalaku.

Kenapa Bapak memilih “Balung Ireng” sebagai santet terakhir? Dan mengapa Ayahnya justru membiarkan para Batara Tetap Hidup?

Di dalam kebingunganku aku merasakan sosok di belakangku. Dia adalah sosok yang selalu setia bersamaku.

“Kulo ngertos awakmu bimbang, Panjenengan boten saget milih. Mantra ‘Kembang Turi’ Sampun dirapal.”
(Aku mengerti kau bimbang, kau udah tidak bisa memilh. Mantra ‘Kembang Turi’ sudah dirapal) Ucap sosok itu.

“Ora ono pilihan mundur! Bersiap lan tuntaske pertarungan panjenengan”
(Tidak ada pilihan mundur! Bersiap dan selesaikan pertarunganmu!) Jelas saja aku cemas.

Ketika mantra Kembang Turi sudah terucap maka tidak ada banyak waktu lagi.

“Sang hanoman hanya boleh dan bisa dihadapi oleh seseorang yang memiliki gelar Putra Agung. Namun itu saja tidak cukup.

Kau membutuhkan semua pusaka milik saudara ayahmu untuk menghadapi semua panglima yang pernah ditaklukkan oleh ayahmu.

Sudah waktunya kau melakukan ritual yang sama dengan ayahmu lakukan” Jelas sosok tersebut.

“Tu..tunggu! Maksudnya saya harus melakukan ritual yang sama dengan bapak itu apa?” Tanyaku. “Gedang Pembayun.” Jawab Sosok itu.

Nafasku tertahan, Itu adalah ritual dimana bapak harus memusnahkan semua saudaranya dan memakan satu-persatu jantung dari saudaranya.

Tapi apa aku harus melakukan yang serupa? Perlahan aku mulai paham. Saat ini mundur bukanlah pilihan. Terlebih ada sesuatu yang tiba sejak tadi. Sesuatu yang sudah menungguku untuk keluar dari tempat tirakatku ini.

Benar saja, tepat saat aku keluar mata batinku menyaksikan ribuan makhluk halus berjejer menyambutku. Di Ujung jalan tepat di gerbang desa, terlihat sosok pemuda yang memakai baju kebesaran dengan menggenggam tombak pusaka dari keluarganya.

***

Ada beberapa sosok yang sangat kukenal diantara pemura itu. Mereka adalah para Batara. Keberadaan mereka jelas akan semakin mempersulit situasi yang semakin genting ini.

Pemuda itu adalah Yono anak dari Lek Giman, aku tidak menyangka ia akan bersama dengan para Batara.

“Wis pirang purnama tak enteni kang mas..”
(Sudah Sekian Purnama saya nantikan Kang Mas) Ucap Yono. 

Aku berjalan sedikit mendekat untuk menyaksikanya lebih jelas.

“Ini adalah saat dimana aku bisa membalaskan dendam Bapak! Akan kuberikan rasa sakit dan rasa takut yang sama seperti yang Bapak rasakan.” Teriak Yono penuh dengan amarah. Yonopun mengangkat tombaknya tinggi-tinggi dan memperhatikan seluruh pasukan ghaib yang berdiri di sisinya.

Iapun berteriak dengan lantang.

“Seraaaangggg!!!” 

Layaknya seorang jenderal di medan pertempuran. Ia membari perintah kepada berbagai sosok ingon dan Batara yang ada di sisinya.

Tapi.. Aku tidak gentar.

Dengan semua kesiapan yang kumiliki, aku memasang pagar perlindungan untuk menghadang serangan makhluk-makhluk itu. 

Blarrrrr!!!!

Beruntung, dengan restu dari Yang Maha Pencipta, semua serangan yang mengarah kepadakupun terpental.

Tidak ada satupun serangan dari ribuan makhluk halus itu berhasil menyentuhku. 

Raut wajah Yono berubah, mungkin ia tidak menyangka kalau ribuan pasukanya tidak layak untuk melawanku. 

“Aku sudah tahu bagaimana cerita yang sebenarnya…
Aku juga sudah tahu perbuatan keji apa yang sudah dilakukan ayahku terhadap seluruh anggota keluargamu..” 

Setidaknya aku mencoba berbicara kepadanya sebagai saudara yang memiliki ikatan darah.

“Tetapi maaf saudaraku.. Sang Hanoman hanya dapat dan hanya boleh berhadapan dengan sang Putra Agung dan hanya boleh ada satu Putra Agung.

Di pertempuran inilah kita lihat siapa Putra agung yang pantas mendapat gelar sebagai Soko Garu keluarga kita kelak.” Teriakku.

Itu adalah sebuah pernyataan dariku. Sebuah pernyataan untuk mengakhiri pertempuran yang seharusnya tidak pernah ada ini.

Perlahan akupun menarik keris pusakaku. Saat kerisku keluar dari warangkanya, seketika ribuan ‘Abdi tuo’ telah berada di belakangku.

Aku yakin mereka tidak kalah dari pasukan yang dibawa oleh Yono. 

Akupun merapal sebuah mantra dengan mengangkat keris diantara keningku. Ada aliran tenaga yang berkumpul dan menyatu diantara keris pusaka ini dan tubuhku.

Dengan sekali teriakan perang yang disebut sebagai Perang Putra Agung inipun meletus. Ribuan pasukan makhluk halus dan antek-antek para Batara itupun beradu ilmu dengan Abdi Tuo yang berada di pihakku. 

Secara kasat mata terjadi dentuman dan ledakaan di sekitar kami berdua.

Namun bila menatap menggunakan mata batin, tempat ini sudah menjadi medan pertempuran berdarah tanpa belas kasihan.

Di tengah pertarungan, tiba-tiba muncul sesosok makhluk yang sangat tidak asing. Ia adalah manusia dengan topeng ludruk yang pernah membuat bencana saat aku kecil.

Sosok yang seharusnya sudah mati dan tidak mungkin untuk hidup kembali. Tapi kini Ia hadir di tengah-tengah pasukan Yono. Mengetahui sosok itu, Yono hanya diam dan tidak berusaha untuk mengejar ataupun menyerangnya.

Tapi ada yang berbeda dari penari ludruk itu. Ia memiliki ekor hitam dan bercabang.

Kemunculan penari ludruk itu membuat menguak rahasia yang tidak Yono ketahui. Yono bukan diutus untuk melawan penari ludruk itu.

Melainkan Yono memang diutus untuk mati. Sang penari ludruk itu hanya menjadi penonton yang menikmati pertumpahan darah dari pertempuran kami. 

Akupun juga memutuskan untuk berfokus kepada Yono untuk mengalahkanya. Lengah sedikit saja, mungkin nyawaku yang akan melayang.

Aku mengambil posisi duduk bersila dan terus merapal mantra. Setiap perintah dan tenaga yang kualirkan diterima oleh Abdi tuo untuk melumpuhkan pasukan Yono.

Satu persatu roh dan dedemit yang diperintahkan oleh Yono untuk menyerangkupun akhirnya berjatuhan.

Aku yakin.. Seharusnya aku bisa menghadapi mereka dengan ilmuku dan bantuan dari pada Abdi Tuo yang kupanggil.

Bugggh!!

Baru saja aku merasa bisa mengendalikan alurnya pertempuran tiba-tiba pagar perlindunganku tertembus. Ini adalah ulah para Batara.

“Kau Lengah” ucap salah satu Batara yang berhasil menemukan celah dari ilmuku. Aku lengah dan seketika juga pertarungan menjadi tidak seimbang. Lambat laun akupun mulai terdesak. Perlahan beberapa bagian tubuhku mulai membiru.

Tanpa tersadar darah mulai keluar dari hidungku. Aku memperhatikan seluruh Abdi Tuo yang membantuku yang mulai kewalahan. Ternyata keadaan mulai berbalik, mereka terdesak. Aku tidak menyangka Yono akan sekuat ini.

Aku memperhatikan perubahan pada dirinya. baik secara fisik maupun secara ghaibnya. Rupanya setelah kematian ayahnya, Yono mewariskan gelar Rai Lembu. Semua kekuatan pasukan Yono berasal dari kekuatan dirinya.

Aku memang pernah mendengar cerita dari bapak soal gelar yang Ia sandang saat ini. Konon seseorang bergelar Rai lembu bisa menembus ruang dan waktu sehingga kekuatan para makhluk itupun disokong dari dirinya.

“Sudah menyerah saja! Gelar Putra Agung sudah sepantasnya menjadi milikku seorang.” Gertak Yono. “Aku memang tidak menyangka kau sekuat itu. Tapi bukan berarti aku akan menyerah.” balasku sembari berusaha mengatur aliran kekuatan dalam tubuhku.

Sepertinya tidak ada pilihan lain. Ada satu ajian terkutuk yang mungkin mampu menandingi kesaktian Yono yang saat ini bergelar Rai Lembu. Akupun membuat goresan di jariku hingga darah menetes sedikit demi sedikit.

Tetes demi tetes yang terjatuh kusandingkan dengan mantra-mantra yang tidak terputus. “Aku memanggil kalian.. Pasangan siluman Nyi Ireng dan Ki Ireng.” Perlahan seluruh Abdi Tuo yang kupanggil menyadari aliran kekuatan di sekitarku.

Merekapun mundur dan berdiri di belakangku. Melihat kejadian itu wajah Yono terlihat heran. Seolah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Iapun memerintah setiap pasukanya untuk menyerang dan menghabisiku sekaligus. Tapi… tidak semudah itu.

Saat mereka mencoba mendekat, mereka membentur tembok penghalang imbas dari rituap yang baru saja kugunakan. Bersamaan dengan itu, dari kabut pekat yang berada di sekitar pertarungan kami, munculah sesosok pria bungkuk yang berjalan pelan.

Pria itu mengenakan jarik hitam dan membawa seekor ayam cemani betina. Kejadian itu sangat terlihat janggal di tengah pertempuran ini. Terlebih ketika ia melepas ayam itu untuk berjalan sendiri.

Ayam cemani betina itu segera berjalan dan mencari tempat yang nyaman. Ia menggali tempat untuk bertelur. Beberapa yang memperhatikan terlihat bingung, beberapa sosok juga tidak mempedulikanya. Tapi tidak dengan Yono.

Melihat kejadian itu, seketika Yono berkeringat. Ia memerintahkan para batara dan seluruh pasukanya untuk menyerang sosok ayam yang tengah bertelur tersebut. Mendengar perintah itu, para batarapun kebingungan.

Jelas saja mereka terhina. Mereka adalah sosok yang mengaku mampu menyaingin para dewa. Dan sekarang Yono meminta mereka untuk membunuh ayam?

“Apa maksudmu? Membunuh seekor ayam? Kau pikir kami selemah dan serendah itu?” Salah satu Batara berteriak tidak terima.

“Bodoh! Kalian tidak tahu siapa mereka?” Tanya Yono.

“Untuk apa kami mengetahui seorang tua bungkuk dan seekor ayam betina? Mungkin kau yang bodoh karena ketakutan dengan mereka.” Balas Batara yang lain.

Yono Geram, iapun mengatakan semuanya kepada para pasukanya.

“Aku pernah mendengar ada pasangan siluman dari Alas Kawitri. Mereka bahkan sanggup menghabisi sebuah kerajaan jin kurang dari semalam.

Santet mereka bahkan berlaku juga untuk bangsa mereka sendiri. Hampir tidak ada sosok yang masih hidup setelah bertemu mereka.

Bahkan Roh Rawindra, ingon terkuat milik Raja Nalendrapun akan berfikir dua kali menghadapi mereka. 

Mereka adalah iblis yang sebenar-benarnya, Raden Wisanggeni dan ayam cemani itu adalah Nyi Legam Kemuning.” Jelas Yono.

Tidak ada yang salah dari ucapan Yono. Yang salah dari mereka adalah meremehkan Nyi Legam Kemuning dan ayam cemani yang kukenal dengan nama Nyi Ireng dan Ki Ireng itu.

Hal itu adalah keuntungan besar buatku.

Aku mengambil posisi yang tepat untuk memberikan kuasaku untuk menghabisi Pasukan Yono pada Nyi dan Ki Ireng. Dan tanpa mereka sadari, satu persatu roh dan ingon milik Yono dan para Batarapun menghilang. 

Terlihat kebingungan dari wajah mereka.

Dalam kepanikan tersebut mereka tidak menyadari bahwa satu persatu tubuh mereka mati rasa. Tak hanya itu,. Suara mereka terdengar semakin pelan dan perlahan menghilang. Merekapun tersungkur di tanah tepat dihadapan lelaki bungkuk itu.

Dengan tatapan tanpa ekspresi, Lelaki tua bungkuk itu menarik kepala para batara yang tersungkur di tanah dan menusuk lehernya hingga menembus tanpa ampun.

Keadaan tidak lagi berada di Pihak Yono. Iapun tidak bisa menahan amarahnya dan segera sekali lagi merapal mantra.

Kali ini kabut hitam menyelimuti sekitar tubuh Yono. Aku juga mengetahui ilmu itu, tapi aku tidak menyangka Yono mampu menguasai ilmu itu seorang diri. Tidak mungkin ada yang membimbingnya karena ilmu itu terakhir dimiliki hanya oleh ayahnya, Lek Giman.

Dari dalam kabut itu muncul sosok manusia berkepala lembu. Ia muncul dengan membawa rantai Braja berwarna hitam di tangan kanan dan tombak kuning di tangan kirinya. Ia menerobos kabut hitam itu dan keluar menantangku.

“Malam ini akan kupastikan hanya satu orang yang akan hidup dan tetap berdiri.” Tantang Yono yang wujudnya benar-benar berbeda dari sebelumnya.

“Ini adalah ajian terkuatku. Sebuah ajian yang khusus kupersiapkan untuk membunuhnmu! Ajian Lembu Braja!.”

Dengan kekuatan yang mencengangkan itu, Yonopun menyerang dengan membabi buta. Setiap serangan dari rantai Braja yang sekitas terlihat seperti batang pohon salak itu menimbulkan bekas terbakar.

Menanggapi serangan mengerikan itu aku memilih untuk menghindar. Tapi dari setiap gerakanku aku memperhatikan keadaan Yono baik baik. Tanpa kusadari, Air matakupun terjatuh.

“Sepurane No, Kulo pingin njenengan ana ning sampingku saat nanti.”
(Maafkan aku No, Aku ingin kamu ada di sampingku saat nanti) Ucapku yang entah terdengar oleh Yono yang sedang berada dalam wujud itu atau tidak.

Yang aku tahu pasti, Yono semakin tidak sadar dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Ia semakin tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia terus menyerang dengan seluruh kekuatanya tanpa mempedulikan dirinya.

Tapi dalam keadaan itu ia masih menyadari dan melihat sebuah mangkuk dan kendi tanah liat. Tak jauh dari benda itu juga ada seekor ayam hitam di sana.
“I..itu!” Yono terlihat panik.

“Sepurane yo No..” ucapku sembari mempersiapkan ajian yang akan kugunakan.

“Kurang ajar koe mas! Opo kowe wedi??!”
(Kurang ajar kamu mas! Apa kamu takut??!) Teriak Yono setelah memastikan dengan jelas benda itu. 

Ya.. Ilmu ini tidak mungkin gagal untuk yono.

Ritual Wungkuk Ireng…

Ini adalah Ajian terkuat yang bisa untuk mengurung Roh dan Ingon. Sedangkan saat ini, Yono sedang dalam wujud Lembu Braja. 

Perlahan tangan dan kaki Yono bergerak menentang keinginanya.

Semua tubuhnya bergerak sendiri menuju ke arah kendi yang terdapat diantara Mangkok dan ayam hitam itu.

Tak mampu melawan iapun menghentikan langkahnya di depan kendi dan tubuhnya masuk ke dalam kendi dan tertidur. Kini ia terkurung dalam rapalan Mantra Wungkuk ireng.

Dengan terkurungnya Yono seluruh pasukan yang tersisapun kehilangan kekuatan. Mereka yang tersisa memilih untuk melarikan diri dan kembali ke alamnya.

Aku menarik nafas lega.. Ini benar-benar pertarungan yang sangat tidak kuharapkan.

Seandainya bisa aku tidak ingin melukai saudara-saudaraku sendiri. Pertarungan ini tidak dimenangkan oleh siapapun. Ini adalah strategiku. Suatu saat aku akan melepaskan Yono saat sudah waktunya aku berhadapan dengan Bapak dengan segala kesiapanku..

***

(Beberapa minggu kemudian…) Pagi ini aku terbangun dengan kondisi yang bugar. Semua persiapanku sudah selesai. Aku memastikan semua syarat telah terpenuhi. Baik ritual dan tirakat sudah tuntas. Akupun memutuskan untuk berpamitan dengan warga desa.

Tapi, baru saja aku keluar perbatasan desa, Samar-samar aku mendengar suara lirih dari dalam desa.

“Sakiit… periiih…”

Aku berhenti sejenak dan memastikan asal suara itu. Dan benar, itu suara dari dalam desa.

Firasatku mengatakan hal buruk baru saja terjadi. Akupun mulai panik dan berlari kembali ke dalam desa.
Jauh berbeda dengan beberapa detik yang lalu, kali ini aku mencium bau amis dari rumah-rumah warga. Baunya seperti bau kumbang dan aku sangat tidak asing dengan bau ini.

Saat ingin mengetuk untuk memeriksa salah satu rumah seketika sang penghuni berlari keluar. Ia berlari dalam kondisi telanjang bulat dan segera berguling-guling di tanah.

“Periiih!! Panasss!” Warga itu berteriak kesakitan atas apa yang terjadi pada dirinya.

Anehnya, semakin tersentuh tanah, orang itu merasa semakin sakit dan menderita.

“Tolong!! Tolong saya..sakitt!” Teriak orang itu pada Pujo.

Akupun mencoba mencari cara untuk menyelamatkan orang ini.

Aku menariknya kembali kedalam rumah agar tubuhnya tidak tersentuh tanah. Tapi anehnya, saat dirumah dan tidak tersentuh tanah rasa sakitnya berubah menjadi gatal yang tak tertahankan. Aku menghela nafas sembari mengelengkan kepalaku. Aku tau penyebab hal ini.

Akhirnya akupun memandikan orang itu dengan doa yang sudah kubacakan mantra hingga orang itu mulai tenang dan pulih secara perlahan. Setelahnya aku segera mengecek warga lain apa ada yang mengalami hal serupa.

Banyak warga yang mengeluh dan tidak tahan dengan rasa sakit itu. Tapi dari memeriksa dan mencoba mengobati mereka aku mendapati bahwa hanya orang tua dan pemuda yang merasa sakit.
Ini artinya anak-anak dan mereka yang sudah berumur tidak terpengaruh.

Setelah melihat semua ini, aku semakin yakin siapa yang menyebabkan semua ini. Tidak adal lagi yang bisa melakukanya selain bapak. Ini adalah santet yang biasa dikirim sebagai peringatan kepada musuh. Para korban akan mengeluarkan bau dan tidak bisa menyentuh tanah.

Akupun menguasai santet ini. Kami menyebutnya dengan nama.. “Santet Kembang Turi…”

[BERSAMBUNG]

Terima kasih sudah mengikuti part ini hingga selesai. mohon maaf apabila ada salah kata atau bagian cerita yang menyinggung.
close