Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MISTERI SANG BAYI (Part 4 END)


JEJAKMISTERI - Namun langkah mereka terhalangi pagar pelindung yang memang sejak awal telah kupasang.

GROAAAAH !!

Raungan keras mereka terus terdengar seiring usaha mereka yang terus mencoba menembus dinding gaib. Beberapa dari mereka langsung terpental, tapi kembali berdiri lalu mencoba lagi.

Aku terus kerahkan tenagaku untuk menjaga agar dinding gaib itu tak runtuh. Sebentar saja tubuhku langsung mandi keringat. Tenagaku mulai habis terkuras. Aku tak tau berapa lama lagi aku bisa menahannya.

Dan apa yang aku khawatirkan akhirnya terjadi juga. Dinding gaibnya runtuh! Para Genderuwo itu langsung merangsek masuk bak pasukan tempur yang siap menerjang!

Aku dan Ki Heru Cokro pun segera bersiap-siap untuk mencegah mereka agar tak memasuki area gedung. Tak terbayangkan bagaimana kacaunya bila hal itu sampai terjadi.

Aku dan Ki Heru Cokro bahu-membahu berjibaku menghadapi gelombang serangan dari begitu banyaknya Genderuwo yang datang silih berganti!

Namun menghadapi begitu banyaknya makhluk menyeramkan bertenaga besar itu, tak lama kemudian Ki Heru Cokro terlihat mulai kewalahan hingga akhirnya terdesak hebat.

Aku khawatir. Kami semua ada dalam bahaya. Hanya ada satu cara untuk mengatasinya. Aku sengaja melompat menjauh. Sesaat memejamkan mata, dan akhirnya...

RRRRROAAAARRR !!!

Aku berteriak keras seiring tubuhku yang perlahan berubah...

Seluruh kulitku muncul sisik-sisik ular berwarna keemasan. Mataku merah menyala, lidahku menjulur panjang dengan ujungnya yang terbelah dua!

Melihat hal itu, Ki Heru Cokro langsung melompat mundur. Kemudian berdiri di depan pintu gedung demi untuk berjaga-jaga.

Tapi tidak denganku..

Aku langsung melompat menerjang gelombang barisan Genderuwo yang berlapis-lapis. Sebentar saja terdengar bunyi dentuman dan ledakan keras akibat benturan dua energi gaib!

DHHUAAARR !!!

Dalam waktu singkat, jumlah Genderuwo itu langsung berkurang drastis. Namun ternyata yang lainnya terus berdatangan dalam jumlah yang kian banyak dari segala penjuru!

Demi menyadari hal itu, ada satu cara lain agar semuanya bisa segera teratasi dengan cepat dan tuntas. Ilmu pamungkas, NOGO SEJAGAD.

Namun aku masih ragu. Aku takut bila aku berubah wujud menjadi ular raksasa yang begitu besar hingga memenuhi seluruh lokasi ini, malah akan menimbulkan kehebohan dan juga kerusakan.

Tapi tiba-tiba saja Arum datang sambil menggandeng Panji!

"Heh, kenapa dia dibawa kemari? Aduh bisa repot nanti!" Ucap Ki Heru Cokro protes.

"Maaf Ki, tapi sejak tadi Panji terus berontak sambil menunjuk-nunjuk minta keluar. Tenaganya luar biasa! Saya nggak sanggup menghalanginya." Kilah Arum yang memang terlihat begitu kewalahan.

Tiba-tiba saja Panji melepaskan diri dari gandengan tangan Arum dan langsung berdiri sambil menatap ke arah barisan Genderuwo di luar sana.

Lalu terjadilah sesuatu yang luar biasa...

Seluruh Genderuwo itu seketika langsung bersujud! Mereka seolah sedang menyembah seorang Raja! Membuat kami yang menyaksikan jadi tak mampu berkata apa-apa.

Kemudian Panji mengibaskan tangannya seakan memberi tanda agar para Genderuwo itu pergi.

Dan ajaib!

Seluruh barisan Genderuwo itu pun seketika bubar menghilang tanpa bekas!

Setelah itu, Panji kembali menggandeng tangan Arum lalu mengajaknya untuk kembali masuk. Arum pun tak kuasa menolaknya dan langsung mengikuti ajakan Panji.

Tinggal diriku yang kini telah kembali ke wujud manusia dan Ki Heru Cokro yang cuma bisa terdiam saling pandang. Masih tak percaya dengan semua yang baru saja kami saksikan.

***

Sejak peristiwa itu, para Genderuwo itu tak pernah kembali lagi. Tapi Ki Heru Cokro memintaku untuk tetap waspada.

Kian hari, Panji tumbuh kian besar. Dibarengi dengan rambut-rambut disekujur tubuhnya yang ikut tumbuh kian lebat, terutama di bagian lengan, punggung dan juga dadanya.

Kini setelah hampir sebulan, tubuhnya sudah sebesar anak usia 8 tahun! Dia pun sudah pandai bicara tanpa ada seorang pun yang mengajarinya.

Dan yang lebih luar biasa lagi, Panji seperti memiliki kemampuan untuk bisa melihat masa depan. Sungguh menakjubkan!

Kini, dia sedang duduk bersamaku dan juga Ki Heru Cokro. Dia sengaja meminta kami untuk berkumpul karena ada sesuatu yang ingin disampaikannya.

"Paman dan mas Yudha, terima kasih atas bantuannya selama ini. Aku tau paman dan mas Yudha bermaksud melindungiku, tapi kalian berdua tak perlu repot-repot. Saat ini, aku sudah bisa menjaga diriku sendiri."

Aku dan ki Heru Cokro saling pandang, untuk anak seusianya, jalan pikiran dan tutur bahasa anak ini jauh melebihi umurnya. Menakjubkan...

"Tapi ada satu permintaanku pada mas Yudha, dan ku harap mas Yudha tidak menolak." Ucap anak itu lagi.

"Apa yang kamu minta dariku?" Sahutku penasaran.

"Aku minta mas Yudha mau mengantarku kembali ke hutan, karena aku tak ingin orang-orang yang memburuku itu datang ke padepokan ini dan membuat keonaran."

Aku dan ki Heru Cokro kembali saling pandang. Beliau pun akhirnya mengangguk tanda setuju.

"Baiklah. Kalau memang itu maumu, aku akan mengantarmu ke hutan itu. Semoga itu jadi jalan terbaik untuk kita semua." Jawabku lagi.

Ki Heru cokro kembali mengangguk. Tapi seakan masih ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Lalu akhirnya beliau bertanya pada Panji.

"Tapi nak, apa yang ingin kamu lakukan di hutan itu? Paman takut justru di sana jiwamu akan terancam."

Panji tersenyum lalu menjawab, "Paman tak perlu khawatir, justru hutan itu sudah seperti rumahku sendiri, karena sejatinya, aku berasal dari sana."

"Baiklah kalau begitu. Tapi paman harap kalian tetap berhati-hati." Pesan Ki Heru Cokro.

Akhirnya kami pun pamit. Arum terlihat begitu sedih melepas kepergian Panji.

"Kak Arum jangan sedih. Suatu hari nanti kita pasti bertemu lagi. Aku janji. Kak Arum sudah kuanggap seperti kakakku sendiri." Panji coba menenangkan Arum yang mulai menangis.

Arum tak mampu menjawab. Dia langsung memeluk erat-erat Panji sambil terisak-isak. Panji pun membalasnya dengan pelukan yang tak kalah erat.

***

Singkat cerita, kami pun pergi menuju hutan yang dimaksud oleh Panji. Sebuah hutan di wilayah Jawa Timur yang dikenal sebagai tempatnya para lelembut dan bangsa jin bersemayam.

Hari menjelang sore, kini kami telah berada tepat di tepi hutan. Suasananya nampak sunyi dan mencekam.

Panji langsung mengajakku masuk ke dalam hutan. Dari langkahnya, seolah-olah dia sudah sangat mengenal seluk beluk hutan ini, Luar biasa...

Akhirnya kami tiba di dekat sebuah pohon besar yang di bawahnya terdapat sebuah batu pipih seperti biasa digunakan orang untuk bersemedi.

Sekelilingnya nampak sangat gelap. Tapi bagi mataku yang setengah siluman ular, semuanya terang bagaikan siang hari saja.

"Ini tempat dimana ibuku bersemedi dulu. Sekarang mas Yudha bisa tinggalkan aku di sini. Jangan khawatir, karena selebihnya aku bisa hadapi sendiri."

Aku jadi heran mendengar permintaan anak itu dan langsung kembali bertanya..

"Apa maksudmu? Bukankah saat ini masih banyak manusia-manusia jahat yang akan datang mengejarmu? Tak mungkin aku meninggalkanmu sendirian di sini."

Panji cuma tersenyum lalu menjawab..
"Mas Yudha lupa ya? Aku dapat menangkap gambaran masa depan, jadi aku tau apa yang harus aku lakukan. Lagi pula, memang takdirku untuk menghadapi semua ini seorang diri."

Aku tertegun, anak ini memang luar biasa. Sama sekali tak nampak sifat iblis dalam dirinya.

Akhirnya dengan berat hati, kusetujui permintaannya itu, lalu kami pun saling mengucapkan salam perpisahan.

"Panji, jaga dirimu baik-baik. Semoga kamu selalu dalam lindungan Sang Maha Kuasa. Kalau kamu butuh bantuanku, kamu tahu harus bagaimana." Ucapku sambil menepuk-nepuk pundaknya.

"Terima kasih mas, semoga kita semua di berikan yang terbaik. Sampaikan salam hormatku pada Ki Heru Cokro dan seluruh penghuni padepokan. Suatu saat nanti, kita pasti berjumpa lagi." Ucapnya sambil tersenyum.

"Oh iya, sampaikan juga salamku pada kak Mayang Kemuning. Aku pasti akan hadir pada hari pernikahan kalian nanti." Sambung anak itu lagi.

Aku terkejut!

Tapi kemudian tertawa sambil geleng-geleng kepala...

"Kamu sungguh anak yang luar biasa. Senang bisa mengenal dirimu. Aku pamit, sampai jumpa lagi." Ucapku memberikan salam yang terakhir.

Aku melangkah pergi meninggalkan Panji di dalam gelapnya hutan dengan seribu macam pertanyaan yang masih mengganjal dalam hati.

Aku yakin dia akan selamat. Tapi kehidupan macam apa yang akan dia jalani nanti?

Berapa usia anak itu bila suatu saat kami berjumpa lagi?

Apakah pengaruh iblis kelak akan hadir dalam dirinya?

Wallahualam...

~SEKIAN~

Terima kasih telah menyimak kisah ini. Nantikan lanjutan kisah perjalanan hidup Yudha pada episode-episode berikutnya!
close